Anda di halaman 1dari 5

Patofisiologi

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter


toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar
dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia
dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini
lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga,
setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada


sesuatu yang menyerupai TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi
immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat
TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama
12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya
sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon


hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel
sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat
dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik,
akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat
proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung
tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita
mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas
normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem
kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot
ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
Faktor Risiko
a. Terjadinya hipertiroidisme
Menurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang untuk
terkena hipertiroidisme sebagai berikut:
1) Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau
pernah menjalani operasi kelenjar tiroid.
2) Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan
gangguan hormonal.
3) Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.
4) Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.
5) Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti
amiodarone.
6) Berusia lebih dari 60 tahun.
b. Kambuh (relapse)
Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidisme
terutama dengan obat antitiroid cukup tinggi dengan persentase 30
70%
(Bartalena, 2011). Kekambuhan pada pasien hipertiroidisme dapat
terjadi
satu tahun setelah pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahun
6
setelahnya. Secara umum faktor-faktor risiko terjadi kekambuhan
hipertiroidisme adalah sebagai berikut:
1) Berusia kurang dari 40 tahun.
2) Ukuran goiter tergolong besar.
3) Merokok.
4) Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhir
pengobatan dengan obat anti tiroid.
5) Faktor psikologis seperti depresi.
Komplikasi
1. Tirotoksikosis krisis (Thyroid storm)
Manifestasi klinis dari thyroid storm ditandai dengan hipermetabolisme dan
respon adrenergik yang berlebihan. Beberapa gejala yang terjadi
pada thyroid storm yaitu:1
Demam berkisar 38 hingga 48C berasosisasi dengan berkeringat
dan flushing
Takikardia (lebih sering terjadi dalam bentuk fibrilasi atrium dan
peningkatan tekanan darah) hingga terkadang berujung kepada gagal
janung.
Gejala yang memengaruhi sistem saraf pusat seperti agitasi, tidak bisa
tidur, mengigau, dan koma.
Gejala yang memengaruhi sistem gastrointestinal seperti mual,
muntah, diare, dan sakit kuning (jaundice).
Komplikasi yang paling parah akibat thyroid storm yaitu gagal jantung
dan syok

Graves Orbitopathy (GO)3

Manifestasi klinis dari GO menunjukkan peningkatan volume pada daerah


orbital yang dikarenakan peningkatan jaringan fibroadiposa di bagian
retrookular dan pembengkakan otot ekstraokular. Jaringan orbital,
termasuk otot, diinfiltrasi oleh sel inflamatori, termasuk limfosit, sel mast,
dan makrofag. Proliferasi pada fibroblas orbital dan adiposit (pada ruangan
retrookular dan ruangan perimisial), yang juga berkaitan dengan
peningkatan produksi glikosaminoglikan (yang berperan dalam perubahan
kondisi edema pada jaringan ikat dan otot), mengubah kondisi hidrofilik
yang sebelumnya ada. Dikarenakan ruang orbital merupakan ruang yang
rigid, struktur tulang di bagian anterior tersusun oleh septum orbital,
peningkatan volume orbital yang dikarenakan oleh proliferasi sel, infiltrasi
sel inflamatori dan edema, semua hal tersebut meningkatkan tekanan
intraorbital, dan menjadikan bola mata terdorong ke arah depan
(proptosis atau exophthalmos), gangguan otot ekstraokular menyebabkan
diplopia dan/atau strabismus, perubahan jaringan lunak dengan adanya
edema periorbital, dan hiperemia konjungtiva. Apabila proptosis didasari
oleh perubahan yang parah, maka subluksasi bola mata dapat terjadi.

Proptosis bertanggung jawab terhadap paparan benda asing yang berbahaya


pada kornea di malam hari karena tidak bisa terjadi penutupan kelopak
mata secara sempurna (lagophtalmos), dan bisa berujung pada bahaya
penglihatan berupa ulserasi kornea. Volume otot yang membesar juga dapat
menyebabkan kompresi pada saraf optikus (neuropati optikus distiroid),
terutama jika septum orbital sangat ketat dan proptosis minimal. Kompresi
pada saraf optikus secara khusus terjadi pada apeks orbital dan bertanggung
jawab pada hilangnya penglihatan. Inflamasi pada orbital dan perubahan
anatomis lainnya yang berkaitan bisa menyebabkan kongesti pada vena dan
limfatik yang berkontribusi terhadap kejadian edema periorbital dan
kemosis. Dengan berjalannya waktu inflamasi akan mereda dan degenerasi
lemak otot dan fibrosis berkontribusi terhadap restriksi otot ekstraokular
lebih jauh lagi dan terjadilah strabismus (yang pada tahap ini hanya bisa
dikoreksi dengan operasi).

Dermopati Tiroid dan Akropati3

Dermopati tiroid (disebut juga pretibial myxedema) merupakan jenis


komplikasi yang jarang terjadi. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada pasien
yang sudah tua, dan lebih banyak pada wanita. Lesi kulit yang terjadi yaitu
berupa edema dan plak yang menebal, secara tipikal terlokalisasi di area
pretibial, namun bisa juga ditemukan pada lokasi kulit yang lain seperti kaki, ibu
jari kaki, ekstremitas atas, bahu, punggung, dan hidung.

Secara histopatologi, lesi kulit ditandai dengan akumulasi fibroblas yang


teraktivasi dengan ditandai pula oleh peningkatan produksi glikosaminoglikan
pada jaringan dermis dan subkutan. Pada kondisi normal, 5% dari konsentrasi
asam mukopolisakarida berupa asam hialuronat, sedangkan pada penderita
pretibial myxedema meningkat menjadi 90%.

Akropati merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi, biasanya


diasosiasikan dengan GO yang parah dan myxedema terlokalisasi, oleh karena
itu merefleksikan keparahan dari proses autoimun. Akropati ini ditandai dengan
jari tabuh (clubbing of fingers) dan pada ibu jari kaki juga, bersamaan dengan
pembengkakan jaringan lunak pada tangan dan kaki. Abnormalitas ini biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit dan bisa jadi asimetris. Kondisi ini memiliki kaitan
kuat dengan orang yang merokok.
Komplikasi lain

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat Graves disease meliputi:4


Risiko pada kehamilan seperti keguguran, lahir kurang bulan, disfungsi
tiroid pada janin, pertumbuhan janin yang terganggu, gagal jantung
pada ibu hamil, dan preeklamsia. Preeklamsia merupakan kondisi ibu
hamil yang memiliki tekanan darah tinggi dengan gejala dan tanda
lainnya.
Gangguan pada jantung. Apabila Graves disease tidak ditangani, maka
akan dapat mengarah kepada ganguan ritme jantung, perubahan pada
struktur dan fungsi otot jantung, dan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang cukup untuk tubuh (gagal jantung kongestif).
Tulang yang rapuh. Hipertiroid yang tidak ditangani juga akan
mengarah kepada tulang yang lemah dan rapuh (osteoporosis).
Kekuatan tulang bergantung salah satunya bergantung pada kalsium
dan mineral lain yang menjadi penyusun utamanya. Terlalu banyak
hormon tiroid akan mengganggu kemampuan tubuh untuk
menggabungkan kalsium ke dalam tulang.

Prognosis Graves disease


Graves disease biasanya memiliki respon yang baik terhadap pengobatan.
Operasi tiroid atau pemberian iodium radioaktif biasanya mengarah kepada
kejadian hipotiroid, jika tanpa dibarengi dengan pemberian pengganti
hormon tiroid.5

Secara umum, kondisi Graves disease yang diobati dengan obat antitiroid
akan mengalami remisi dan eksaserbasi selama waktu yang berkepanjangan,
kecuali jika kelenjar diangkat melalui proses operasi atau dilakukan
mekanisme iodium radioaktif. Meskipun pada beberapa pasien akan tetap
mengalami eutiroid dalam jangka waktu yang panjang setelah pengobatan
menggunakan obat antitiroid, hanya sekitar 25% yang berkembang menjadi
hipotiroid. Follow up yang dilakukan seumur hidup diindikasikan untuk
seluruh pasien Graves disease.1

Anda mungkin juga menyukai