Anda di halaman 1dari 33

1

RESUME PBL
SKENARIO 1
“NYERI KEPALA’’

NAMA : ZEHA NUR QOLBI


NPM : 119170199
KELOMPOK: 3A
TUTOR : DR. KATI SRIWIYATI, MBIOMED.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
2

SKENARIO 1

Nyeri Kepala

Seorang laki-laki berusia 42 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri


kepala sejak 3 hari yang lalu dan dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti
ditekan pada seluruh bagian kepala dari dahi, bagian tengah hingga belakang dan
tengkuk serta tidak ada keluhan fotofobia, mual atau muntah. Menurut pasien
keluhan seperti ini sudah dialami pasien dari 1 tahun yang lalu dan muncul ketika
pasien sedang banyak pikiran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
komposmentis, TD 120/80mmHg, N 98x/m, RR 22x/m dan S 36,7 C. Pada
pemeriksaan fisik neurologi didapatkan masih dalam batas normal. Kemudian
dokter memberikan obat untuk meredakan nyerinya dan menyarankan pasien
untuk belajar mengelola stress.

STEP 1

1. Fotofobia = Suatu kondisi yang membuat mata anda sensitive terhadap


cahaya matahari atau cahaya lainnya.
- Ketakutan yang berlebihan terhadap cahaya sehingga mata tersebut
menjadi sensitif.
- Gejala yang ditandai oleh adanya intoleransi abnormal terhadap
rangsangan cahaya visual.
2. Kesadaran Komposmentis = kesadaran normal atau sadar sepenuhnya.

STEP 2

1. Mengapa pasien bisa merasakan nyeri kepala ?


2. Bagaimana hubungan nyeri kepala dengan stress (banyak pikiran) pada
pasien ?
3. Apa saja pemeriksaan penunjang dan obat yang diberikan untuk keluhan
tersebut ?

STEP 3

1. Faktor penyebab :
a. Stress
3

b. Usia
c. Kebisingan
d. Masa kerja
e. Cahaya matahari

Mekanisme Nyeri, 3 bagian saraf :

- Jaras afferen, jaras efferen, stimulus yang membahayakan disebut


nociceptik (transduksi, tranmisi, persepsi, nodulasi).
- Nyeri kranial, nyeri intrakranial, dan nyeri ekstrakranial.
- Stadium nyeri : fase prodormal, aura, nyeri kepala, postdormal
- Nyeri dapat hilang timbul, Pasien merasakan nyeri kepala dan nyeri
nya hilang timbul karena :
o Nyeri kepala timbul karena adanya rangsangan terhadap
daerah kepala yang pekaterhadap nyeri karena adanya
peradangan, traksi, kontraksi otot, serta dilatasipembuluh
darah.
- Klasifikasi Headache :
o Nyeri kepala primer
 Migrain
 Migrain tanpa aura
 Migrain dengan aura
 Nyeri kepala tegang/Tension Type Headache(TTH)
 Trigeminal autonomic cephalagias
 CATS
 Cluster
o Nyeri kepala sekunder
 Dengan trauma kepala
 Kelainan vaskuler
 Kelainan kepala, sinus, gigi, hidung, dsb.
o Nyeri kranial,
o nyeri intrakranial, dan
o nyeri ekstrakranial.
4

2. Hubungan : karena kemungkinan besar pasien mengalami TTH , karena


terdapat nyeri dirasakan seperti ditekan pada seluruh bagian kepala dari
dahi, bagian tengah, hingga belakang dan tengkuk serta tidak ada keluhan
fotofobia, mual, atau muntah.
- Disebabkan gejala prodormal, gejala berupa perubahan suasana hati
3. Pemeriksaan fisik :
a. TTV
b. Pemeriksaan neurologis dari kepala-leher
i. Kekuataan motorik
ii. Refleks
iii. Koordinasi
iv. Pemeriksaan sensoris
c. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan
d. Tatalaksana :
i. Ibuprofen 800mg/hari
ii. Acetaminofen 1000mg/hari
iii. Paracetamol 1000 mg/hari
iv. Cafein 65mg
v. Gangguan tidur, beri antidepresan sedatif
vi. Tidak ada gangguan tidur , beri antidepresan nonsedatif
Terapi nonfarmakologi : diet,

STEP 4

Nyeri kepala: dirasakan didaerah kepala yang menimbulkan sensasi tidak


nyaman.

1. Faktor penyebab :
a. Stress, mempengaruhi jalur modulatorik noduris, dominasi stress
dirasakan.
b. Usia, rata-rata semua usia, namun lansia lebih sering
c. Kebisingan, memicu nyeri kepala
d. Masa kerja, dilakukan kerja terus menerus, bisa meningkatkan
resiko
5

e. Cahaya matahari, meningkatan lebih faktor resiko

Mekanisme Nyeri, 3 bagian saraf :

- Jaras afferen, jaras efferen, stimulus yang membahayakan disebut


nociceptik (transduksi, tranmisi, persepsi, nodulasi).
- Nyeri kranial, nyeri intrakranial, dan nyeri ekstrakranial.
- Stadium nyeri : fase prodormal, aura, nyeri kepala, postdormal
- Nyeri dapat hilang timbul, Pasien merasakan nyeri kepala dan nyeri
nya hilang timbul karena :
o Nyeri kepala timbul karena adanya rangsangan terhadap daerah
kepala yang pekaterhadap nyeri karena adanya peradangan,
traksi, kontraksi otot, serta dilatasipembuluh darah.
- Klasifikasi Headache :
o Nyeri kepala primer, tidak disebabkan oleh kelainan lain.
 Migrain, nyeri kepala terjadi secara berulang 4-72 jam,
unilateral, diikuti fotofobia, fonofobia, bisa karena perubahan
hormon, lingkungan (merokok, minum alkohol)
 Migrain tanpa aura, unilateral, berdenyut, mual, muntah,
fotofobia, fonofobia, 4-72 jam.
 Migrain dengan aura, 4 karakteristik
o Aura reversibel
o Aura berkembang
o Gejala berakhir lebih dari 60 menit
 Nyeri kepala tegang/Tension Type Headache(TTH), sakit kepala
dihubungkan oleh jangka waktu karena stress, depresi karena
pekerjaan yang menetap.Nyeri kepala tegang otot merupakan
nyeri kepala yang timbul karena kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk (m.splenius kapitis, m.temporalis,
m.maseter, m.sternokleidomastoideus, m.trapezius, m.servikalis
posterior, dan m.levator skapule). Kontraksi terus-menerus otot-
otot kepala dan tengkuk dapat diakibatkan oleh ketegangan jiwa,
misalnya kecemasan khronik atau depresi; nyeri kepala
6

kontraksi/tegang otot primer, atau karena rangsangan langsung


struktur peka nyeri, nyeri acuan (referred pain), secara reflex;
nyeri kepala kontraksi otot sekunder,misalnya karena
perangsangan fisik, kelainan pada mata, THT, leher, gigi dan
mulut.
 Cluster Headache, timbul 15 hari perbulan selama 3 bulan,
terasa beberapa jam/terus menurus, karakteristik
:Unilateral.Cluster headace Merupakan nyeri kepala yang juga
dikenal sebagai nyeri kepala Horton, nyeri kepala histamine,
sindrom Bing, neuralgia migrenosa, atau migren merah (red
migraine) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada
sisi wajah yang nyeri. Nyeri kepala yang dirasakan sesisi
biasanya hebat seperti ditusuk tusuk pada separuh kepala; di
sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi, lubang
hidung, langitlangit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal
sampai oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang khas yaitu
mata sesisi menjadi merah dan berair, konjingtiva bengkak dan
merah, hidung tersumbat, sisi kepala yang sakit menjadi merah-
panas dan nyeri tekan.
o Nyeri kepala sekunder, disebabkan oleh kelainan lain, bisa karena
trauma. Menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
 Dengan trauma kepala
 Kelainan vaskuler
 Kelainan kepala, sinus, gigi, hidung, dsb.
o Nyeri kranial, ditimbulkan sinusitis, ostitis, mastoiditis.
o Nyeri intrakranial, jaringan peka thdp rasa nyeri, a.cerebral, sinus
venosus. Ditimbulkan inflamasi a.cerebral, artritis cranialis, dilatasi
arteri, tumor, abses
o Nyeri ekstrakranial, disertai tekanan terutama m.trapezius.

Nyeri kepala primer : tidak ada unsur patologis

 Migrain: berdenyut, unilateral (sebelah sisi).


7

Teori Migrain :

o Teori vaskuler : Pembuluh darah berkontraksi


o Teori neuronoral: karena aktivitas hipotalamus
menyebabkan stress
o Teori serotonin : perubahan serotonin H5AT yang
menyebabkan stress
o Teori genetika : migrain mempunyai faktor herediter,
karena ada anggota keluarga
o Teori kortikal depression : kegagalan saraf pada otak
o Fase prodormal
 Fase aura, melihat silau pada cahaya
 Fase nyeri, berdenyut, mual, muntah, 7-42 jam
 Fase prodormal, berakhir pada 24 jam
 Aura : ada keluhan sensoris, kilatan cahaya (kunang-kunang)
 Tanpa aura : fotofobia, fonofobia
 TTH : jarang dan sering , bilateral
 Kronik : fotofobia, fonofobia
 Cluster headache : 1 bagian, biasanya di supraorbital,
gejala mendadak, sakit mendalam, lamanya 15-180 menit,
sehari muncul bisa 8x.
2. Hubungan : karena jika stress atau depresi dpt menurunkan serotonin
(mendukung GABA untuk menstimulasi nya ) dan GABA
(neurotransmitter berfungsi sebagai inhibitor nyeri) , peningkatan sekresi
glutamat (menginduksi nyeri), jika serotonin dan GABA turun akan
menurunkan mediator nociseptik. Orang yang stress akan hipereksitasi di
dalam intrakranial atau pembuluh darahnya. Lalu menimbulkan nyeri.
Meningkatkan ketegangan fisiologis menyebabkan spasme otot. Kemudian
diinterpretasikan di kortex cerebri (berdenyut, seperti diikat,dll).
o Reseptor serotonin, 5HT1B di otot polos dan sel endotel pembuluh
darah, diaktivasi terjadi vasokontriksi langsung, 5HT1D di ujung
8

neuron nervus trigeminal, 5HT1A yang beruhubungan dengan


nyeri.
o Reseptor GABA di dalam nodulasi SSP
o Reseptor Glutamat di avtex dari sirkulari disintesis dan
dimetabolisme di sel neuron dan glia.
o Reseptor tiramin, meningkatan tekanan darah
- Stress dan depresi bukan pemicu langsung, namun dia penyebab
kontraksi otot yang berlebihan. Nyeri yang berulang bisa
menyebabkan penurunan ambang nyeri / akan lebih mudah muncul
nya (sensitisasi central dan perifer).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi : urine, darah rutin
b. Pemeriksaan radiologik (foto Röntgen kepala, CT scan, MRI),
TCD
c. Pemeriksaan elektrofisiologik (EEG, EMG, potensial cetusan)
Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya
penyakit gangguan struktural otak atau penyakit sistemik yang
mendasarinya
d. Khusus untuk nyeri kepala arteritic temporalis diperlukan beberapa
pemeriksaan khusus. laju endap darah hampir selalu meningkat dan
mungkin dijumpai lekositosis ringan dan anemia hipokrom. Ada
peningkatan alfa-2 globulin, penurunan albumin, dan kadang-
kadang peningkatan gama globulin pada elektroferesis serum.
Kadar besi serum adalah khas rendah.
Tatalaksana :
Migrain : beri analgetik , aspirin, ibu profen, PCT jika tidak
sembuh beri triptan
Muntah , beri antimuntah, metocloperamid
Profilaksis : lini 1 betabloker diminum 6-12 bulan.
Epilepsi , beri sitopiramat
9

MIND MAP

Nyeri Kepala
Primer
Klasifikasi
Nyeri Kepala
Sekunder
Pemeriksaan
Penunjang

Faktor
Pemicu
Nyeri Kepala
Faktor
Resiko

Penegakkan
Diagnosis
Terapi Obat
Tatalaksana
Edukasi

STEP 5

1. Klasifikasi nyeri kepala dan perbedaan :


a. Nyeri Kepala Primer
b. Nyeri Kepala Sekunder
2. Mekanisme nyeri kepala (bagaimana timbulnya manifestsi klinis
dihubungkan dengan struktur peka nyeri: intrakranial dan ekstrakranial),
Etiologi dan Faktor pencetus penyebab terjadi nya nyeri kepala tersebut.
3. Tatalaksana nyeri kepala (Farmakodinamik dan Farmakogenetik), dan
nonfarmako (Edukasi).

REFLEKSI DIRI
10

STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. Penyebab nyeri kepala


A. Nyeri Kepala Primer

1) Migrain
Migrain adalah gangguan sakit kepala primer , bersifat berat dan
kambuhan, yang kadang dapat mempengaruhi fungsi normal.
Migrain dapat dibagi mejadi dua sub jenis utama yaitu :
 Migrain tanpa aura : sindrom klinis yang ditandai dengan sakit kepala
dengan tanda yang spesifik dan gejala terkait.
 Migrain dengan aura : ditandai dengan gejala-gejala neurologis fokal
yang biasanya mendahului atau kadang-kadang bersamaan dengan
sakit kepala.

Visual= mata
Sensoris = kurang sensor
Berbicara = balelo
Motoric = lumpuh
Batang otak = kesadaran
Retinal = mata

2) Nyeri Kepala Tegang (Tension Type Headache/TTH)


Sakit kepala jenis ini disebabkan oleh kontraksi otot di kepala, leher,
punggung atas sebagai respon terhadap factor fisik, kimia, atau emosi.
Sakitnya dikarakterisir dengan rasa nyeri tumpul yang konstan, atau
perasaan menekan yang tidak enak pada leher, pelipis, dahi, atau sekitar
kepala, kadang-kadang leher terasa kaku, umumnya bilateral.
11

Dari segi durasi maupun frekuensinya, sakit kepala ini


diklasifikasikan lagi menjadi sakit kepala ketegangan episodik dan sakit
kepala ketegangan kronis.

a) Sakit kepala episodik ditandai dengan terjadinya sedikitnya 10 kali


sakit kepala sebelumnya, yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Jumlah hari dengan sakit kepala kurang dari 15 hari per bulan;
 Sakit kepalanya berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari;
 Nyerinya dikarakterisir dengan rasa menekan, tumpul tidak
berdenyut, intensitas ringan sampan sedang, mengganggu tapi tidak
menghambat aktivitas, tidak memburuk dengan aktivitas, lokasinta
bilateral, tidak ada mual atau muntah, bias terjadi fotofobia dan
fonofobia walaupun tidak selalu terjadi.
b) Sakit kepala kronis adalah sakit kepala dengan ciri-ciri sama dengan
sakit kepala episodik, tetapi dengan jumlah hari sakit > 15 hari/bulan
selama minimal 6 bulan.

3) Sakit Kepala Cluster


Sakit kepala cluster merupakan sakit kepala primer vaskuler yang
paling parah, ditandai dengan nyeri sebelah dengan tanda otonom
ipsilateral, dan gelisah. Studi epidemiologis terbaru menunjukkan bahwa
prevalensi sakit kepala cluster adalah sekitar satu orang per 500 orang.
Survey genetic epidemiologi menunjukkan bahwa pada kekerabatan
tingkat pertama, risiko kejasiannya adalah 5-18 kali, dan pada tingkat
kekerabatan kedua, kemungkinan kejadiannya adalah 1-3 kali daripada
pada populasi umum. Sampai saat ini, tidak ada petunjuk genetic
molekuler yang telah teridentifikasi untuk sakit kepala cluster.

B. Nyeri kepala sekunder


Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang etiologinya berawal
dari kelainan struktur dan akubat organik. Selain itu nyeri kepala sekunder
12

juga merupakan nyeri kepala penyakit lain, yang termasuk nyeri kepala
sekunder adalah arteritis temporalis, menungismus ,hipertensi intracranial
idiopatik, peningkatan tekanan intracranial.

1) Arteritis temporalis
Arteritis temporalis nyeri kepala timbul mendadak di rasakan
berdenyut di daerah temporo parietak unirateral atau birateral dengan
intesitas makin meningkat dalam beberapa jam sehingga seluruh kepala
terasa nyeri arteri temporalis pada pelipis terasa sangat nyeri, tidak
berdenyut, mengarus, berkelok kelok tidak teratur, dan teraba ada
nodulus pada beberapa tempat.
2) Meningismus
Meningismus adalah iritasi meningen misalnya akibat proses
inflamasi atau pendarahan yang menyebabkan sakit kepala hebat pada
aksipitas atau global di sertai muntah, di eksaserbasi oleh cahay terang
dan kaku kuduk,
3) Hipertensi intracranial idiopatik
Kondisi ini umumnya terjadi pada wanita muda dengan obesitas,
dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial tanoa adanya
lesi masa yang di identifikasi pada pencitraan kepala dengan ct scan dan
MRI.
4) Peningkatan tekanan intracranial

Nyeri kepala di sebabkan peningkatan tekanan intracranial misalnya


yang di sebabkan oleh tumor selebral, umumnya terjadi pada saat
bangun atau dapat membangunkan pasien dari tidurnya pada siang hari
gejala dapat membaik.
13

2. Mekanisme nyeri kepala (bagaimana timbulnya manifestsi klinis


dihubungkan dengan struktur peka nyeri: intrakranial dan
ekstrakranial), Etiologi dan Faktor pencetus penyebab terjadi nya nyeri
kepala tersebut
Migrain
 Etiologi dan Faktor Resiko Migrain
Penyebab pasti migrain tidak diketahui, namun 70-80% penderita migrain
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migrain juga. Risiko terkena
migrain meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migrain
dengan aura. Namun, dalam migrain tanpa aura tidakada keterkaitan genetik
yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara
riwayat migrain dari pihak ibu. Migrain juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainanmitokondria seperti MELAS (mitochondrial
myopathy, encephalopathy,lactic acidosis, and strokelikeepisodes). Pada
pasien dengan kelainangenetik CADASIL (cerebral autosomal dominant
arteriopathy withsubcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung
timbul migrandengan aura.
1) Teori Vaskular
Menurut teori atau hipotesis vaskular aura disebabkan oleh
vasokontriksi intraserebral diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial. Aura
merupakan manifestasi penyebaran depresi, suatu peristiwa neuronal
yang di karakteristik oleh gelombang penghambatan yang menyebabkan
turunnya aliran darah otak sampai 25-35%. Nyeri diakibatkan oleh
aktivitas trigeminal yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif
→ vasodilatasi plasma protein ekstravasation dan nyeri. Aktivitas di dalam
trigeminal di regulasi oleh saraf noreadrenergik dan serotonergik. Resptor
5HT, terutama 5HT1 dan 5HT2→ ikut terlibat dalam patofisiologi migren.
Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi → menurunkan aliran
darah cranial → terjadi iskemia → aura. Iskemi selanjutnya akan
berkurang dan diikuti oleh periode vaodilatasi serebral, neurogenic
inflamasi dan nyeri
14

2) Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)


Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang
dianutoleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine
terjadi,nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related
Peptide)dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri
kepala. CGRPadalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga
calcitonin yangterdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti
calcitonin, CGRPada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar
tiroid.Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf
sentraldan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan
sistemurologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP
dapatmenimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan
pemberiannutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka
yang akanterjadi adalah hipotensi dan bradikardia. CGRP adalah
peptida yangmemiliki aksi kerja sebagai vasodilator potensial Aksi keja
CGRP dimediasioleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.Pada
prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalamiserangan
mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral,terutama di
korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI danstimulasi
magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkanpenderita
migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaanyang sama
dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat faktabahwa pada
saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitifnyeri) kulit
karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine.
Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang
tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini
yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi
dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan
aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
3) Teori Cortical Spreading Depresion
15

Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori


corticalspreading depression(CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi
neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6
mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron
dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang
diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan
Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. CSD
pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura,
kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis
kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan
menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-
senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan
substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini
akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi
steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang
otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di
otak.
16

Gambar 2.2 Mekanisme nyeri pada migren

Cluster
Patofisiologi yang mendasari nyeri kepala tipe cluster masih belum
sepenuhnya dipahami. Pola periode serangan menunjukkan adanya
keterlibatan jam biologis yang diatur oleh hipotalamus (yang
mengendalikan ritme sikardian), yang disertai dengan disinhibisi jalur
nosisepf dan otonomik – secara spesifik, jalur nosiseptif nervus trigeminus.
Nervus trigeminus (N.V) adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki
komponen yang lebih besar (porsio mayor) yang terdiri dari serabut sensorik
untuk wajah, dan komponen yang lebih kecil (porsio minor) yang terdiri
dari serabut motoric untuk otot-otot pengunyah (mastikasi).
Ganglion trigeminale (gasserian) bersifat seperti ganglia radiks dorsalis
medulla spinalis untuk persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks
dorsalis, ganglion ini mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang
prosesus sentralnya berproyeksi ke nucleus sensorik prinsipalis nervis
17

trigemini (untuk raba dan diskriminasi) dan ke nucleus spinalis tigemini


(untuk nyeri dan suhu). Nukleus mesensefali nervis trigemini merupakan
kasus khusus, karena sel-selnya mirip dengan sel-sel ganglion radiks
dorsalis meskipun terletak di dalam batang otak; yaitu seakan-akan nucleus
perifer telah dipindahkan ke system saraf pusat. Prosesus perifer neuron
pada nucleus ini menerima impuls dari reseptor perifer di spindle otot yang
berbeda di dalam otot-otot pengunyah, dan dari reseptor lain yang
memberikan respons terhadap tekanan.

Gambar 2.3 Aktivasi area spesifik pada otak selama periode nyeri tipe cluster
18

Ketiga nuclei yang disebutkan tadi membentang dari medulla spinalis


servikalis hingga ke mesensefalon. Ganglion trigeminale terletak di basis
kranii di atas apeks os. Petrosus, tepat di lateral bagian posterolateral sinus
kavernosus. Ganglion ini membentuk tiga buah cabang nervus trigeminus ke
area wajah yang berbeda, yaitu nervus oftalmikus (V1), yang keluar dari
tengkorak melalui fisura orbitalis superior, nervus maksilaris (V2), yang
keluar melalui foramen rotudum; dan nervus mandibularis (V3), yang keluar
melalui foramen ovale.
Terdapat perubahan pola sirkuit neuron tregimenus-fasial sekunder
terhadap sensitisasi sentral, yang disertai dengan disfungsi jalur serotonergic
nuclei-hipotalamus. Disfungsi fungsional hipotalamus telah berhasil
dikonfirmasi dengan adanya metabolisme yang abnormal berdasarkan
marker neuron N-asetilaspartat pada pemeriksaan magnetic resonance
spectroscopy.
Neuron-neuron substansia P membawa impuls motorik dan sensorik
pada divisi maksilaris dan oftalmik dari nervus trigeminus. Nervus ini
berhubungan dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus simpatis
perivaskuler karotis.
Dilatasi vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam
pathogenesis nyeri kepala tipe cluster, meskipun hasil penelitian terhadap
aliran darah masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Aliran darah
ekstra kranial mengalami peningkatan (hipertermi dan peningkatan aliran
darah arteri temporalis), namun hanya setelah onset nyeri.
Sekalipun bukti-bukti terkait peranan histamine masih inkosisten,
namun nyeri kepala tipe cluster dapat dipresipitasi dengan sejumlah kecil
histamine. Terdapat peningkatan jumalh sel mast pada kulit area yang terasa
nyeri pada beberapa pasien, namun temuan ini tidaklah konsisten
19

Tension Type Headche

Gambar 2.4 Patofisiologi TTH.

1) Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan


elevasi glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi
NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-
enzim lainnya. Tingginya kadar nitric oxide menyebabkan vasodilatasi
struktur intrakranial, seperti sinussagitalis superior, dan kerusakan
nitrosative memicu terjadinya nyeri dari beragam strukturlainnya seperti
dura.
2) Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-
neuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleustrigeminal di TCC
(trigeminocervical complex.), tempat mereka bersinap dengan second-
orderneurons.
20

3) Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan


neuron-neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi
homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian dari plastisitas sinaptik
yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
4) Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan
beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya: substansi P dan
glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic,
membangkitkan potensial-potensial aksi dan berkulminasi pada
plastisitas sinaptik serta menurunkan ambang nyeri (pain thresholds).
Sirkuit spino bulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla)
secara normal melalui sinyal-sinyal fine-tunes pain yang bermula dari
perifer, namun pada individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi
sinyal-sinyal nyeri, serta membiarkan terjadinya sensitisasi sentral.
5) Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment
serabut-serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC,
membiarkan perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
6) Intensitas, frekuensi, dan pericranialtenderness berkembang seiring
waktu,berbagai perubahan molekuler di pusatpusatlebih tinggi seperti
thalamus memicuterjadinya sensitisasi sentral dari neuronneurontersier
dan perubahan-perubahanselanjutnya pada persepsi nyeri.

 Intra dan ektrakranial yang peka terhadap nyeri :


Intrakranial
1) Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus, dan vena-vena yang
mensuplai sinus-sinus tersebut)
2) Arteri dari duramater ( arteri meningea media)
3) Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Willisi dan cabang-
cabang besarnya
4) Sebagian dari duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah
besar
21

5) Terutama yang terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior dan
meningen.
- Struktur ektrakranial
1) Kulit, scalp,otot, tendon, dan fascia daerah kepala dan leher
2) Mukosa sinus paranasalis dan cavum nasi
3) Gigi geligi
4) Telinga luar dan telinga tengah
5) Tulang tengkorak terutama daerah supraorbita, temporal dan
oksipital bawah, rongga orbita beserta isinya
6) arteri ekstrakranial

Faktor pemicu dan faktor resiko dari nyeri kepala

A. Faktor pemicu dan faktor risiko nyerikepala primer


1) Faktor pemicu
Migraine dapat dipicu oleh berbagai factor dan sebaiknya seorang
penderita migren dapat mengenal dan mengidentifikasi factor pencetus
apa yang menyebebkan migrainnya kambuh, sehingga dapat
menghindari.
Pemicu yang berasal dari makanan
 Alkohol
 Kafein
 Coklat
 Makanan fermentasi atau acar
 Monosodium glutamate
 Makanan yang mengandung nitrat
 Askarin / aspartame
 Makanan yang mengandung tiramin
Pemicu yang berasal dari lingkungan
 Cahaya yang menyilaukan atau sangat terang
 Dataran tinggi / ketinggian
 Suara keras / bising
22

 Bau atau uap yang tajam / menusuk


 Asap rokok
 Perubahan cuaca

Pemicu yang berasal dari perilaku –fisiologis

 Tidur berlebihan atau kurang tidur


 Kelelahan
 Menstruasi / menopause
 Tidak makan
 Aktivitas fisik berlebihan ( misalnya, olahraga berat)
 Stress atau pasca stress
2) Faktor risiko
 Usia
 Jenis kelamin
 Kualitas tidur yang buruk
 Riwayat keluarga
 Stress, kecemasan, depresi / konflik emosional
3. Tatalaksana nyeri kepala (Farmakodinamik dan Farmakogenetik), dan
nonfarmako (Edukasi)

A. Nyeri Kepala Primer


1) Migrain Tanpa aura dan Dengan Aura
Tata laksana farmakologi
Pengobatan Abortif harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya
saat timbul nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan :
a) Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan
obat antiemetik, analgesik, atau sedatif.
b) Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang
aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek
samping mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.
23

c) Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi


triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan
nyeri.

Pengobatan simptomatik menganjurkan pada waktu serangan


migren sebagai berikut :
a) Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur
b) Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat
memicu aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu
saat serangan migren.
c) Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat
menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu
aktivitas gastrointestinal. d.Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini
bifasik, bergantung pada tahanan darah yang telah ada sebelumnya. [6]

Edukasi
Edukasi dan promosi kesehatan cukup penting pada migraine karena
migraine adalah suatu penyakit kronis yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup penderitanya. Oleh karena itu dibutuhkan edukasi yang tepat
kepada pasien sehingga tingkat nyeri dan frekuensi nyeri kepala dapat
ditekan serendah mungkin. Pasien harus mengetahui dan menghindari
faktor yang dapat memicu timbulnya serangan (contoh: kurang tidur,
stress, makanan tertentu, obat tertentu).

2) Nyeri kepala Cluster


Tata Laksana Farmakologi
a) Oksigen (8 liter/ menit selama 10 menit) dapat mengurangi nyeri
apabila segera diberikan. Mekanisme kerjanya tidak diketahui.
b) Agonis reseptor 5-Hydroxytryptamine-1 (5-HT1), seperti triptan atau
alkaloid ergot dengan metoclopramide, sering kali digunakan sebagai
terapi lini pertama. Stimulasi reseptor 5-Hydroxytryptamine-1 (5-
HT1) menyebabkan efek vasokonstriksi langsung dan dapat
menghilangkan serangan.
24

c) Semprot nasal (20mg) juga dapat digunakan.Jenis triptan lain yang


dapat digunakan untuk terapi nyeri kepala tipe cluster antara lain:
zolmitriptan, naratriptan, rizatriptan, almotriptan, frovatriptan, dan
eletriptan. Beberapa peneliti telah mulai mempelajari kemungkinan
digunakannya triptan sebagai agen profilaksis nyeri kepala tipe
cluster.
d) Dihydroergotamine dapat menjadi agen abortif yang efektif. Obat ini
biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler; juga dapat
diberikan secara intranasal (0.5mg bilateral). Dihydroergotamine lebih
jarang menimbulkan vasokonstriksi arterial dibandingkan dengan
ergotamine tartrate, dan lebih efektif jika diberikan sedini mungkin.
e) Kortikosteroid sangat efektif dalam menghentikan siklus nyeri kepala
tipe clusterdan mencegah rekurensi nyeri.
f) Prednison dosis tinggi diberikan untuk beberapa hari pertama, diikuti
dengan penurunan dosis secara gradual. Mekanisme kerjanya masih
belum jelas.
g) Anti depresan tricyclic lebih berguna sebagai profilaksis jenis nyeri
kepala yang lain.

Edukasi
1) Meminum teh jahe.
2) Melakukan terapi pernapasan dalam atau deep breathing exercise.
3) Mengonsumsi makanan tinggi magnesium, seperti kacang almon dan
alpukat.
4) Mengonsumsi makanan kaya vitamin B2, misalnya bayam, jamur, dan
yoghurt.2
5) Mengoleskan minyak esensial, seperti minyak mint atau eukaliptus
yang dicampur dengan minyak kelapa ke dahi dan pelipis.2
6) Nyeri Kepala tipe tegang

Tata Laksana Farmakologi


25

a) Analgetikum, misalnya :Asam asetilsalisilat 500 mg tablet dengan


dosis 1500 mg/hariMetampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500
mg/hariGlafenin 200 mg tablet dengan dosis 600-1200
mg/hariAsam mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500
mg/hari.

b) Penenang/ansiolitik, misalnya :
Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hari
Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hari
Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/ hari2
c) Antidepresan, misalnya :
Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hari
Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200mg/hari
d) Anestesia/analgetika local, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein
kompleks,lidokain,dll
e) Latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi, psikoterapi,
yoga, semedi, ayap balik hayati („biofeedback‟), manipulasi, tusuk
jarum,dll.

Edukasi
Edukasi pasien tension type headache (TTH) di antaranya adalah
cara untuk mengelola stres, memiliki waktu tidur yang cukup, dan tidak
menggunakan obat antinyeri lebih dari 3 hari per minggu. Edukasi dan
promosi kesehatan terhadap tension type headache (TTH) di antaranya
adalah penggunaan profilaksis medikamentosa dan penekanan agar
pasien hanya mengonsumsi analgesik jika sedang terjadi serangan akut
saja untuk menghindari penggunaan berlebihan.

B. Nyeri Kepala Sekunder


1) Peningkatan tekanan intrakranial
Terapi Farmakologi
a) Cairan Hipertonis
26

Cairan hipertonis biasa diberikan jika terjadi peninggian tekanan


intrakranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak. Manitol 20% per
infus dengan dosis 1-1,5g/kgBB pada dewasa atau 1-3 g/kgBB pada
anak-anak diberikan dalam 30-60 menit.
b) Diuretika
Digunakan asetazolamid atau furosemid yang akan menekan produksi
CSS. Asetazolamid merupakan inhibitor karbonik anhidrase yang
diketahui dapat mengurangi pembentukan cairan serebrospinal di
dalam ventrikel sampai 50%. Hasil lebih baik dengan asetazolamid
125-500 mg/hari dikombinasikan dengan furosemid 0,5-
1mg/kgBB/hari atau 20-40 mg intravena setiap 4-6 jam
c) Steroid
Mekanismenya masih belum jelas. Steroid dikatakan mengurangi
produksi CSS dan mempunyai efek langsung pada sel endotel.
Deksametason dapat diberikan dengan dosis 10 mg intravena atau 4
mg per oral 4 kali sehari. Prednison dan metilprednisolon bisa
diberikan dengan dosis 20-80 mg/hari.
d) Hiperventilasi
Merupakan salah satu cara efektif untuk mengontrol peninggian
tekanan intrakraniadalam 24 jam pertama. Target PaCO2 harus
diturunkan menjadi 26-30 mmHg untuk menghasilkan dilatasi serebral
maksimal. Hal ini bermanfaat karena daerah-daerah iskemi akan
berperfusi baik. Bila PaCO2 Kurang dari 20 mmHg, aliran darah akan
makin turun sehingga oksigen di otak tidak cukup tersedia. Iskemi
serebral akibat TTIK bisa pulih, namun diganti oleh iskemi serebral
karenavasokontriksi pembuluh darah serebri.
e) Terapi Hipotermi
Penurunan suhu tubuh sampai 30-34 ◦C akan menurunkan tekanan
darah dan metabolisme otak, mencegah dan mengurangi edema otak,
serta menurunkan tekanan intrakranial sampai hampir 50%. Hipotermi
berisiko aritmia dan fibrilasi ventrikel (bila suhu di bawah 300C),
27

hiperviskositas stress ulcer, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi


menurun.
f) Tindakan Bedah
Tergantung penyebabnya, perlu dipertimbangkan tindakan dekompresi
berupa kraniotomi atau shunting.
Edukasi
a) Nyeri akan membaik dengan cepat jika berbaring
b) Menghilangkan rasa cemas dan stress
c) Menghindari makanan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah

2) Hipertensi Intrakranial Idiopatik (Benigna)


Tata Laksana Farmakologi
Perawatan medis yang paling baik dipelajari untuk hipertensi
intrakranial adalah acetazolamide (Diamox), yang bertindak dengan
menghambat enzim carbonic anhydrase , dan mengurangi produksi CSF
sebesar enam hingga 57 persen. Ini dapat menyebabkan gejala
hipokalemia (kadar kalium darah rendah), yang meliputi kelemahan otot
dan kesemutan di jari. Acetazolamide tidak dapat digunakan dalam
kehamilan, karena telah terbukti menyebabkan kelainan embrionik dalam
penelitian pada hewan. Juga, pada manusia telah terbukti menyebabkan
asidosis metabolik serta gangguan pada tingkat elektrolit darah bayi yang
baru lahir. Furosemide diuretik kadang-kadang digunakan untuk
pengobatan jika acetazolamide tidak ditoleransi, tetapi obat ini kadang-
kadang memiliki sedikit efek pada ICP.
a) Berbagai analgesik (penghilang rasa sakit) dapat digunakan untuk
mengendalikan sakit kepala akibat hipertensi intrakranial. Selain agen
konvensional seperti parasetamol , dosis rendah antitepresan
amitriptyline atau topiramate antikonvulsan telah menunjukkan
beberapa manfaat tambahan untuk menghilangkan rasa sakit.
b) Penggunaan steroid dalam upaya mengurangi ICP masih
kontroversial. Ini dapat digunakan dalam papilledema parah, tetapi
sebaliknya penggunaannya tidak dianjurkan.
28

Edukasi

a) Anjurkan pasien untuk meminimalkan aktivitas yang dapat


menyebabkan kepala pusing. Misal: mengejan saat buang air besar,
batuk panjang, membungkuk.
b) Lakukan diet dan anjurkan makanan ringan tambahan yang disukai
pasien
c) Hindari makanan yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3) Iritasi Meningeal (meningismus)


Tata Laksana Farmakologi
Pengobatan untuk meningismus tergantung pada penyebabnya.
Untuk infeksi virus, dokter akan mengobati gejala dan menunggu untuk
infeksi untuk sembuh dengan sendirinya. Untuk infeksi bakteri, pasien
mungkin harus opname di rumah sakit agar dapat dipantau oleh dokter
dan perawat.Pengobatan biasa termasuk terapi antibiotik melalui infus,
minum banyak cairan, dan istirahat. Antibiotik digunakan untuk
mengobati bakteri radang selaput otak. Antibiotik tidak dapat mengobati
meningitis viral. Obat antivirus dapat diberikan kepada orang-orang
dengan herpes meningitis.
Terapi definitif tergantung pada penyebab meningitis.

Meningitis Bakteri
Pemberian terapi empiris dari meningitis bakteri biasanya dilakukan
berdasarkan usia pasien, faktor risiko, dan manifestasi klinis. Terapi
empiris sebaiknya diberikan tidak lebih dari 1 jam setelah pemeriksaan
diagnostik dilakukan. [3,8,9] Pilihan terapi empiris berdasarkan usia
adalah sebagai berikut :
 Neonatus dengan onset dini (usia < 1 minggu) : Ampicillin 150
mg/kgBB/hari setiap 8 jam + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12
jam atau Cefotaxime 100-150 mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam.
29

 Neonatus dengan onset lambat (usia 1-6 minggu) : Ampicillin 200


mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari setiap 8
jam atau Cefotaxime 150-200 mg/kgBB/jam setiap 6-8 jam
 Infant dan anak-anak : Cefotaxime 225-300 mg mg/kgBB/hari setiap
6-8 jam + Vankomisin 60 mg/kgBB/hari setiap 6 jam
 Dewasa : Cefotaxime 225-300 mg mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam +
Vankomisin 30-60 mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam
 Geriatri : Cefotaxime 8-12 g/hari setiap 4-6 jam + Ampisilin 12 g/hari
setiap 4 jam + Vankomisin 30-60 mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam [7]
Pada infeksi S. pneumoniae, antibiotik pilihan yang diberikan adalah
penicillin G atau cefotaxime selama 10-14 hari. Pada infeksi
Pseudomonas aeruginosa antibiotik yang direkomendasikan adalah
cefepime, ceftazidime, atau meropenem. Pada infeksi Haemophilus
influenzae antibiotik yang direkomendasikan adalah ampisilin,
cefotaxime, atau ceftriaxone. Berikut adalah dosis yang
direkomendasikan :
 Penicillin G dosis anak 300.000 IU/kgBB/hari setiap 4-6 jam, dosis
dewasa 24 juta/hari IU setiap 4 jam
 Cefotaxime dosis anak 300 mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam, dosis
dewasa 8-12 gram/hari 4-6 jam
 Cefepime dosis anak 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, dosis dewasa 6
gram/hari setiap 8 jam
 Ceftazidime dosis anak 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, dosis dewasa
6 gram/hari setiap 8 jam
 Meropenem dosis anak 120 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, dosis dewasa
6 gram/hari setiap 8 jam
 Ampisilin dosis anak 300-400 mg/kgBB/hari setiap 6 jam, dosis
dewasa 12 gram per hari setiap 4 jam
 Ceftriaxone dosis anak 100 mg/kgBB/hari setiap 12-24 jam, dosis
dewasa 4 gram/hari setiap 12 jam.

Meningitis Virus
30

Kebanyakan kasus meningitis virus bersifat lebih ringan dan self-


limited. Pasien biasanya hanya memerlukan terapi suportif dan tidak
memerlukan terapi spesifik tertentu. Tatalaksana antivirus pada
meningitis Herpes Simplex Virus (HSV) masih kontroversial, namun
beberapa dokter akan memberikan Acyclovir 10 mg/kg IV setiap 8 jam. 
Pada meningitis akibat cytomegalovirus antivirus yang
direkomendasikan adalah Ganciclovir selama 21 hari.

Meningitis Tuberkulosis (TB)

Tatalaksana meningitis tuberkulosis adalah menggunakan kombinasi


Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori I (HZ diberikan selama 2 bulan,
dilanjutkan dengan RH 4 bulan) dengan durasi pemberian obat selama 9-
12 bulan.

Kortikosteroid

Kortikosteroid berperan untuk membatasi produksi mediator


inflamasi, seperti IL-1, IL-6, dan TNF, dan eksudat. Selain itu, steroid
dapat membantu menurunkan edema sehingga tidak mengganggu aliran
cairan serebrospinal dan tekanan serebral bisa kembali turun. Beberapa
penelitian juga melaporkan bahwa deksametason dapat membantu
menurunkan risiko komplikasi meningitis, seperti kehilangan
pendengaran atau kecacatan akibat meningitis.

Berdasarkan bukti klinis yang ada, penggunaan kortikosteroid pada


meningitis bakterial dapat menurunkan risiko sekuele gangguan
pendengaran dan sekuele neurologis jangka pendek secara signifikan.
Namun, kortikosteroid dilaporkan tidak menurunkan risiko mortalitas
dan sekuele neurologis jangka panjang. Perlu dicatat pula bahwa studi
yang ada dilakukan di negara maju, sehingga penggunaan steroid di
negara berkembang masih memerlukan tinjauan lebih lanjut.

Terapi Simptomatik
31

Nyeri kepala hebat biasanya membutuhkan analgesik, seperti opioid.


Pada pasien dengan demam dapat diberikan paracetamol. Pada pasien
dengan keluhan mual muntah dapat diberikan antiemetik, seperti
ondansentron. Tatalaksana antiepileptik diberikan apabila terjadi kejang.
Pemberian antiepileptik profilaksis tidak dianjurkan

Edukasi

Vaksinasi meningitis penting dilakukan untuk menurunkan risiko


terjadinya penyakit meningitis. Vaksin N.meningitis disarankan mulai
diberikan kepada anak usia 11-12 tahun dan booster pada usia 16-18
tahun. Apabila vaksinasi dilakukan di atas usia 16 tahun, tidak diperlukan
adanya booster. Vaksinasi meningitis disarankan terutama pada populasi
padat penduduk, seperti orang yang tinggal di asrama, orang yang
mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh, orang yang akan berangkat
umroh atau haji, pasien yang asplenia, dan ahli mikrobiologi yang
memeriksa bakteri Meningococcus. Sediaan vaksin meningitis yang ada
di Indonesia melindungi terhadap serogrup A, C,W, dan Y. Pada pasien
dengan otitis, sinusitis, atau pneumonia sebaiknya dilakukan pengobatan
dengan tuntas untuk mencegah terjadinya komplikasi meningitis.
bakterial sebagai. Pasien perlu diedukasi mengenai gejala awal
meningitis agar diagnosis tidak terlambat.

4) Arteritis sel raksasa/ giant cell arteritis (arteritis kranial, arteritis


Temporalis)
Tata Laksana Farmakologi
Kortikosteroid dosis tinggi harus diberikan segera dan sedini
mungkin untuk memperbaikivisus. Bila diagnosis dicurigai, terapi awal
jangan menunggu hasil patologi dari biopsiarteri temporalis. Prednison
(60 mg/hari) akan menghilangkan gejala sistemik dan menormalkan laju
endap darah dalam waktu 4 minggu pada sebagian besar kasus. Dosisnya
dapat diturunkan perlahan-lahan 5-10 mg sehari dalam beberapa bulan.
32

Pengobatan arteritis sel raksasa melibatkan obat kortikosteroid seperti


prednisone. Obat ini diperlukan dalam dosis tinggi. Kebanyakan dokter
cenderung meresepkan beberapa jenis obat bahkan sebelum membuat
diagnosis resmi untuk meringankan gejala dan mencegah munculnya
gejala lain yang lebih serius, seperti kehilangan penglihatan. Dokter
sering meresepkan kortikosteroid, yang dikenal sebagai obat anti radang
yang kuat dengan efek yang mirip dengan hormon yang diproduksi
kelenjar adrenal. Obat ini dikenal karena keampuhannya dalam
mengurangi rasa sakit. Namun, jika digunakan dalam jangka lama,
kortikosteroid dapat menyebabkan efek samping yang serius, terutama
jika dikonsumsi dengan dosis tinggi.
Setelah mengonsumsi obat yang diresepkan, pasien mungkin mulai
merasa lebih baik dalam beberapa hari. Namun, obat masih harus terus
dikonsumsi secara terus menerus setidaknya selama satu tahun,
tergantung pada situasi pasien. Dokter mungkin mulai menurunkan dosis
yang diresepkan setelah bulan pertama, dan terus melakukannya secara
bertahap sampai dosis terendah didapat. Kortikosteroid dapat
mengendalikan peradangan dalam arteri dan meringankan gejala yang
ditimbulkannya. Untuk menentukan apakah obat bekerja, dokter jaga
secara teratur akan mengukur peradangan pada arteri melalui beberapa
pemeriksaan termasuk pemeriksaan CPR.

Edukasi

 Minum obat teratur. Jangan ganti atau berhenti berobat tanpa izin
dokter.

 Rutin konsultasi ke dokter. Rutinlah memeriksakan kondisi Anda ke


dokter. Sampaikan ke dokter jika Anda mengalami efek samping tidak
biasa dari minum obat kartikosteroid.

 Menjaga pola makan sehat. Perbanyak makan buah dan sayur, kurangi


makan berlemak dan tinggi gula.
33

 Perbanyak olahraga. Olahragalah secara teratur setidaknya 30 menit


dalam sehari. Tak perlu olahraga berat, lakukan aktivitas fisik
sederhana yang Anda sukai seperti bersepeda atau jogging.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ikawati Z. Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa
Ilmu ; 2014.
2. Akbar Muhammad. Nyeri Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin. Makassar; 2010.
3. Headache Classification Subcommitee of the International Headache Society.
The International Headache Classification Disorder: 2nd Edition. Cephalgia
2004; 24 Suppl 1:1-160.
4. Liporace, Joyce, “Neurology, United Kingdom: Elsevier Mosby, 2006, ch 3-
12, hlm. 17-135
5. Anurogo dito. Tension Type Headache. Neurosience Department, Brain and
Circulation Institute of Indonesia. Surya University. CDK-214/ vol. 41 no. 3, th
2014.
6. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Ed ke-8. Jakarta : Erlangga ; 2008
Purba JS. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri suatu tinjauan seluler dan
molekul biologi. FKUI : Jakarta ; 2009

Anda mungkin juga menyukai