1
SKENARIO 2
“Nyeri Kepala Hebat”
Dosen Tutor: Dr. dr. Stefani Candra Firmanti, M.Sc.
Seorang wanita usia 61 tahun dibawa ke IGD RS dengan keluhan sejak 1 hari lalu nyeri kepala
hebat seperti dipukul papan, mual tetapi tidak muntah. Tidak ada demam, tidak jatuh ataupun
terbentur. Riwayat migren sejak 2 tahun lalu dan hipertensi. Tidak minum obat teratur. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan :
Daftar Pustaka :
Narasumber :
1. Bagian Neurologi
2. Bagian Bedah Saraf
3. Bagian Farmakologi
I. TERMINOLOGI
1. Migrain : sakit kepala berdenyut dan terjadi pada salah satu sisi kepala,
berlangsung singkat dan mereda sendiri tetapi bisa menetap hingga berhari-hari.
Hal ini berkaitan dengan disfungsi neurologis dan vaskuler.
2. Kaku kuduk : sensasi tegang atau tidak nyaman di leher ketika ;leher digerakkan
dan manifestasi klinik dari kelainan sistem saraf pusat
3. Nyeri kepala : nyeri dapat diartikan sbg perasaan tak nyaman meliputi
pengalaman, emosional, dan sensasi. Dibagi mjd primer dan sekunder. Sedangkan
untuk nyeri kepala hebat dibatasi dengan tidak bisa melakukan aktivitas seperti
biasa, mengganggu aktivitas pasien, dan VAS Score yang tinggi.
4. Nervi cranialis : 12 pasang serabut saraf yang keluar dari SSP yang melewati
fisura dan foramen di tulang kranium
5. Motorik dan sensorik : motorik eferen dan sensorik itu aferen , yang merupakan
komponen dari susunan saraf.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti dari positif leher kaku kuduk pada pasien?
2. Apa penyebab karakteristik nyeri kepala pada pasien ?
3. Mengapa pasien merasa mual tetapi tidak muntah?
4. Apa yang dapat disimpulkan dari positif kaku kuduk leher, tidak demam, tidak
jatuh ataupun terbentur?
5. Adakah hubungan dari jenis kelamin dan usia dari pasien dengan gejalanya?
6. Apakah ada hubungan antara migrain, hipertensi, dan keluhan pasien saat ini?
7. Apa penyebab nyeri kepala hebat yang dialami pada pasien?
V. SASARAN BELAJAR
1. Gejala dan tanda nyeri kepala hebat yang perlu dirujuk
2. Diagnosis banding dari nyeri kepala hebat
3. Etiologi ,faktor risiko, dan patofisiologi dari perdarahan subarachnoid
4. Pemeriksaan fisik dari nyeri kepala hebat
5. Pemeriksaan penunjang nyeri kepala hebat
6. Tata laksana kegawat daruratan , operatif, dan konservatif dari perdarahan
subarachnoid, serta edukasi untuk pasien
Gejala dan tanda lainnya yang dapat ditemukan pada nyeri kepala
- Tanda iritasi meningeal (+)
- Tanda letarghi (kebingungan)
- Peningkatan TIK (penurunan kesadaran)
- Onset nyeri tiba tiba, ada muntah proyektil
- Nyeri yang tidak sembuh dengan obat konvensional
- Terdapat gangguan bicara dan gangguan penglihatan.
-
Etiologi Perdarahan Subarachnoid
Etiologi dari PSA dapat diklasifikasikan menjadi 2 penyebab utama yaitu
a) Trauma
Penyebab perdarahan subarachnoid diakibatkan oleh trauma. Contohnya adalah
kepala terbentur keras. Trauma yang muncul pada kepala ini kemudian dapat
menyebabkan pembuluh darah otak yang berada pada spatium subarachnoid
pecah. Pecahnya pembuluh darah inilah yang kemudian menyebabkan perdarahan
subarachnoid.
b) Non-Trauma
Selain disebabkan oleh trauma, dapat juga diakibatkan oleh non-trauma seperti:
1) Aneurisma
● Aneurisma Saccular
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intracranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah a. communicans
anterior (40%). Selain di lokasi tersebut dapat terjadi di lokasi dibawah ini dengan
persentase cukup besar :
- Bifurkasio arteri cerebri media di fisura sylvii (20%)
- Di a. communicans posterior (25%)
- Basilar tip pada a. basilaris (7%)Aneurisma dapat menimbulkan defisit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada a. communicans posterior dapat menekan nervus
oculomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
diplopia).
● Aneurisma Fusiformis
Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi.
Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.
Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra aneurysmal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini
biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf, karena merupakan
pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur
patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada
suplai darah serebral.
● Aneurisma Mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya
dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik
kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid.
2. Diagnosis Banding :
a. Migrain : nyeri kepala 4-72 jam, berdenyut pulsatif, dibagi menjadi
dengan aura dan tanpa aura. Aura → 4-72 jam , tanpa aura → minimal
terjadi 2 kali serangan, focal reversible, 5-20mnt, Prodorm → perubahan
mood, perubahan sensasi (tdk bs membau, tdk bs merasakan)
b. Cluster : nyeri berulang, perinatal unilateral, episode 1 minggu - 1 tahun,
kronik tiap hari hingga ` 1 tahun
c. Perdarahan subarachnoid
d. Tumor Intracranial mass : kejang, masalah penglihatan. Supraanterior dan
Fosaa Posterior, sakit kepala yang dihasilkan meningkat seiring besarnya
ukuran tumor, peningkatan TIK, dan muntah proyektil. Usia >50 tahun
dicurigai .. yang nantinya akan terjadi penebalan arteri di daerah temporal
e. Post lumbar puncture : semakin berat dengam posisi tegak
f. Post traumatic
g. Perdarahan ICH → akibat robekan PD di dalam jaringan otak, tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil , dapat terjadi pada luka tembak,
cedera tumpul, biasanya terjadi tiba-tiba, seringkali pada saat melakukan
aktivitas. Penurunan kesadaran dapat terjadi segera atau bertahap, pola
nafasnya progresif abnormal, respon pupil abnormal, timbul muntah akibat
peningkatan TIK, perubahan pola bicara, pola motorik. Nyeri kepala
muncul segera atau bertahap
3. Etiologi
Perdarahan SAH terjadi karena adanya ekstravasasi perdarahan (aneurisma
sakular, aneurisma fusiformis, aneurisma mikotik). Aneurisma berry/sakular ini
cendenrung bentuknya lebih besar sehingga bisa mengenai areteri-arteri besar
yang mendarahi otak. Aneurisma terbentuk dari lesi di dinding PD akibat cedera
hipertensi, sebelum ruotur bahakan sudah bisa menimbulkan defisit neurologis.
Aneurisma fusiformis selain diakibatkan hipertensi bisa diakibatkan
aterosklerosis, yang menekan struktur lain dan cendenrung mengenai segmen
intracranial yang lebih besar arterinya daripada aneurisma sakular. Aneurisma
mikotik cenderung mengenai arteri kecil pada otak sehingga kemungkinannya
untuk menyebabkan SAH lebih kecil. Penyebab paling umumnya trauma, ruptut
aneurisma spontan, MAV, tumor, diseksi arteri serebral, pecahan arteri
superfisialis kecil, ganngguanng koagulasi, trombositopenia, trombosis sinus
dural, gangguan obat cocaine (jarang ditemukan). 80% SAH non trauma
disebabkan ruptur aneurisma (paling umum aneurisma sakular).
Faktori risiko :
Patofisiologi
a. Aneurisma
Aneurisma intrakranial merupakan lesi intrakranial yang diperoleh
sejalan dengan usia. Umumnya muncul dari cabang arteri sekitar lingkaran
wilisi. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan heterogen, namun sering
diduga karena cedera pada pembuluh darah, inflamasi, dan adaptasi
remodelling pembuluh darah karena stres hemodinamik. Faktor genetik
juga berperan.
Normalnya dinding arteri terdiri atas 3 lapisan, yaitu adventitia,
media, dan intima. Terdapat lamina interna elastis yang memisahkan
dinding intima dengan media, berfungsi untuk menyokong struktural.
Lapisan media terdiri atas sel otot polos dan matriks ekstraseluler. Pada
endotel dinding aneurisma terpisah dari dasar membran dan tidak
ditemukan lapisan lamina interna elastis didasar aneurisma. Pembentukan
aneurisma diinisiasi oleh gangguan pada lamina interna elastis dan sel otot
polos medial yang menghilang dalam berbagai stimulus.
Puncak kejadian aneurisma pada perdarahan subarachnoid terjadi
pada dekade ke-6 kehidupan. Hanya sekitar 20% yang pecah pada usia
15-45 tahun.
b. PSA Non-Aneurisma
Perdarahannya bisa terjadi karena adanya inflamasi (aneurisma
mikotik, vaskulitis), anomali vaskular (diseksi aorta spontan, malformasi
vaskular, penyakit moyamoya, trombus vena), lesi vaksuler atau
neoplastik di tulang servikal, koagulopati, tumor, dan obat.
c. PSA perimesensefalik
Perdarahan subarachnoid fokal yang berakumulasi predominan
pada sisterna perimesensefalik. Mencakup are anterior hingga midbrain
dan pons. Lebih sering ditemukan pada laki-laki, berhubungan dengan
hipertensi, diabetes, alkohol, dan peningkatan aktivitas fisik.
Peningkatan tekanan vena intrakranial akibat peningkatan tekanan
torakal dan penurunan aliran jugular memungkinkan perdarahan vena dari
drainase vena seperti pecahnya vena.
Anamnesis : sangat sering, pada pasien dengan sakit kepala, diagnosis dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Anamnesis
harus diarahkan untuk memperoleh laporan rinci tentang sakit kepala saat ini,
tinjauan lengkap, dan deskripsi gangguan sakit kepala sebelumnya atau riwayat
sakit kepala. Selain itu, pertanyaan spesifik yang berkaitan dengan kemungkinan
penyebab sakit kepala sekunder yang mengancam jiwa harus ditanyakan, karena
jawabannya, bersama dengan temuan pemeriksaan, akan mengarahkan pengujian
tambahan atau terapi darurat. Seperti halnya keluhan utama nyeri, anamnesis
harus dimulai dengan pertanyaan - pertanyaan berikut:
1. CT Scan
Kualitas yang bagus dari CT Scan tanpa kontras, akan mendeteksi Perdarahan Sub
Arachnoid pada 95% kasus. Darah tampak sebagai gambaran dengan densitas
tinggi (putih) pada ruang Subarachnoid. Selain itu, CT Scan juga menilai:
a. Ukuran ventrikel: hidrosefalus terjadi secara akut 21% dari ruptur aneurisma.
b. Hematom: perdarahan intracerebral atau jumlah yang besar dari aliran darah
dengan efek massa diperlukan evakuasi emergensi
c. Infark: tidak sensitif pada 24 jam pertama setelah infark
d. Jumlah darah pada sisterna dan fissura merupakan kepentingan prognostik
vasospasme
2. CT Angiografi
Saat ini CT angiografi telah secara luas digunakan untuk mendeteksi intrakranial
aneurisma, dan laporan awal menyebutkan tingkat kemampuan mendeteksi alat ini
sama dengan MRI angiography.Keuntungan CT angiografi pada perencanaan
operatif adalah kemampuannya untuk memperlihatkan aneurisma pada struktur
tulang dasar otak. CT angiografi juga berguna untuk skrining aneurisma baru pada
pasien dengan aneurisma awal yang ditatalaksana dengan ferromagnetic
klip.Penggunaan klip ini adalah kontraindikasi absolut untuk MRI angiography.
Bagaimanapun, MRI dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan
non ferromagnetic metallic clips.
3. Magnetic resonance imaging (MRI) dan Magnetic resonance Angiografi
(MRA)
Dengan pemeriksaan ini dapat mendemonstrasikan perdarahan perdarahan
sebelumnya. Pemeriksaan ini tidak sensitif pada subarachnoid hemoragik akut
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat
pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk
pencahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT Scan pada
umumnya lebih baik daripada MRI, dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid
akut. Pada T2W1 Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control
perdarahan subarachnoid kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal
rendah.
4. Digital Subtraction Angiografi (DSA)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan lokasinya
dikarenakan penyebab utama subarachnoid hemoragik adalah aneurisma dan
malformasi arteri vena. Angiografi dapat memastikan etiologi pasti. Pada
Angiografi menampilkan gambaran yang dapat membantu membedakan
pembuluh yang menempel pada gambaran aneurysma. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk evaluasi dari vasospame.
5. Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya
adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang
mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir
meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai
sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan
adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di
cairan serebrospinal.
Pada saat pasien datang, terkadang dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan penanganan khusus yang diawali 3A: Aman diri (menggunakan APD),
Aman lingkungan (lingkungan sekitar penanganan tidak berbahaya), dan Aman
Pasien (tidak memperburuk kondisi pasien). Setelah melakukan prosedur 3A,
lakukan prosedur Primary survey sebelum melakukan tindakan lainnya untuk
memastikan pasien dapat bertahan hidup. Primary survey terdiri dari Airway,
Breathing, dan Circulation. Airway dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas dan
ventilasi sehingga untuk ini dilakukan beberapa teknik seperti head tilt chin lift
(manual), jaw thrust (ada cedera servikal), pemasangan OPA (pasien tidak sadar),
dan pemasangan NPA (perlawanan). Kemudian lakukan breathing untuk menjamin
jalan nafas tetap terbuka untuk memeriksa apakah pernafasan penderita sudah
adekuat atau belum. Setelah itu lakukan Circulation dengan memeriksa nadi pasien,
tekanan darah, dan pada akral pasien untuk memeriksa sirkulasi vaskuler pasien.
Selain dengan tindakan ABC dapat dilakukan pengelolaan hipertensi pada pasien
dengan antihipertensi yang bekerja cepat dan menghindari pemberian obat yang
dapat memicu hipertensi pada pasien, pengobatan terhadap hiperglikemi atau
hipoglikemi, tidak dianjurkan untuk memperbaiki aliran darah dengan meningkatkan
tekanan perfusi, memperbaiki keseimbangan elektrolit dan cairan, dan penanganan
nyeri kepala secara bertahap dari yang ringan dengan paracetamol hingga yang berat
dengan injeksi morfin.
Tujuan diberikan terapi konservatif adalah mengurangi gejala yang dialami oleh
pasien, sehingga pemberian obat diindikasikan berdasarkan klinis pasien.
1) Terapi obat vasospasme pada kasus SAH yaitu pemberian CCB (nomidipin)
4x60mg dlm 96 jam setelah SAH atau diberikan treatment secara endovaskuler.
Walaupun tidak menjadi tujuan pembedahan, situasi dapat timbul jika tidak ada cara
lain dilakukan.
- Trombosis Aneurisma
- “Coilling” dengan Coil Elektrolitik Guglielmi.
- Onyx HD 500 digunakan pada Aneurisma yang besar atau dengan leher
yang lebar.
- “Trapping”
untuk penanganan yang efektif memerlukan interupsi pada distal dan proksimal
arteri, biasanya dengan tehnik endovaskuler. Terkadang dengan operasi langsung
(ligasi atau oklusi klip), atau dengan kombinasi. Dapat juga dengan bypass vaskuler
untuk menjaga aliran distal menuju segmen yang terjebak. Digunakan pada Giant
Aneurisma (diameter >25mm).
- Ligasi Proksimal (Hunterian Ligation) : berguna untuk aneurisma yang besar
(Giant Aneurisma)
Edukasi: