Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR BBDM MODUL 5.

1
SKENARIO 2
“Nyeri Kepala Hebat”
Dosen Tutor: Dr. dr. Stefani Candra Firmanti, M.Sc.

Disusun oleh: KELOMPOK 12B

Naufal Permana Aji 22010121140143


Angellica Gynarossa Puspita 22010121140147
Annadhifah Nur Aisyah 22010121140150
Hasya Hafiyan Tegar Hidayat 22010121140153
Maria Meutia Saleha 22010121140157
Kezia Maryel Anindya Atmaja 22010121140160
Karisa Putri Kirana 22010121140163
Nurlent Esiqi Corliva Nindianza 22010121140167
Ariadne Arlene Ivanka Shofie 22010121140170

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
SKENARIO 2 NYERI KEPALA HEBAT

Seorang wanita usia 61 tahun dibawa ke IGD RS dengan keluhan sejak 1 hari lalu nyeri kepala
hebat seperti dipukul papan, mual tetapi tidak muntah. Tidak ada demam, tidak jatuh ataupun
terbentur. Riwayat migren sejak 2 tahun lalu dan hipertensi. Tidak minum obat teratur. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan :

TD 180/120 mmHg Nadi :93x/mnt RR:22x/mnt


t :36,1 C

Nn kranialis : dalam batas normal


Leher : kaku kuduk +
Motorik dan sensorik dalam batas normal.

Daftar Pustaka :

1. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta.2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT Dian


Rakyat
2. Priguna Sidharta. 2004. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta : PT Dian
Rakyat
3. Priguna Sidharta. 2004. Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan kelima.
Jakarta : PT Dian Rakyat.
4. Victor M, Ropper AH. 2009. Adam’s and Victor Principles of Neurolgy. 9ed. New York:
McGraw-Hill, Inc.
5. Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta : EGC. 2010

Narasumber :

1. Bagian Neurologi
2. Bagian Bedah Saraf
3. Bagian Farmakologi

I. TERMINOLOGI
1. Migrain : sakit kepala berdenyut dan terjadi pada salah satu sisi kepala,
berlangsung singkat dan mereda sendiri tetapi bisa menetap hingga berhari-hari.
Hal ini berkaitan dengan disfungsi neurologis dan vaskuler.
2. Kaku kuduk : sensasi tegang atau tidak nyaman di leher ketika ;leher digerakkan
dan manifestasi klinik dari kelainan sistem saraf pusat
3. Nyeri kepala : nyeri dapat diartikan sbg perasaan tak nyaman meliputi
pengalaman, emosional, dan sensasi. Dibagi mjd primer dan sekunder. Sedangkan
untuk nyeri kepala hebat dibatasi dengan tidak bisa melakukan aktivitas seperti
biasa, mengganggu aktivitas pasien, dan VAS Score yang tinggi.
4. Nervi cranialis : 12 pasang serabut saraf yang keluar dari SSP yang melewati
fisura dan foramen di tulang kranium
5. Motorik dan sensorik : motorik eferen dan sensorik itu aferen , yang merupakan
komponen dari susunan saraf.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti dari positif leher kaku kuduk pada pasien?
2. Apa penyebab karakteristik nyeri kepala pada pasien ?
3. Mengapa pasien merasa mual tetapi tidak muntah?
4. Apa yang dapat disimpulkan dari positif kaku kuduk leher, tidak demam, tidak
jatuh ataupun terbentur?
5. Adakah hubungan dari jenis kelamin dan usia dari pasien dengan gejalanya?
6. Apakah ada hubungan antara migrain, hipertensi, dan keluhan pasien saat ini?
7. Apa penyebab nyeri kepala hebat yang dialami pada pasien?

III. ANALISIS MASALAH


1. Kaku kuduk positif menunjukkan ada iritasi pada meningeal, bentuk spasme otot
di servikalis,Ketika flexi, elemen saraf dan meninges meregang yang membentuk
spasme sebagai bentuk perlindungan dari struktur yang mengalami inflamasi.
Iritasi juga dapat terjadi karena ada perdarahan subarachnoid sehingga dapat
dicurigai seperti adanya tumor maupun perdarahan itu sendiri.
2. Ada hubungannya dengan RPD dari pasien, akibat gangguan vaskuler dan
ganglion trigeminal yang menghasilkan neuropeptida → aktivasi nosiseptor →
rangsang nyeri kepala.
3. Mual tetapi tidak muntah disebut dry heaving, diawali dengan perasaan mual
yang merangsang bagian otak untuk kontrol muntah (CTE/Chemoreceptor Trigger
Zone) → dihantarkan ke vomiting center di medulla. Saat itu terjadi kontraksi otot
abdomen dan diafragma → paru-paru expand. Ketika lambung dan esofagus
relaksasi → mendorong isi lambung dan esofagus naik → timbul rasa mual
namun tidak muntah
4. Digunakan untuk mengeliminasi diagnosis banding. Tdk demam → bukan karena
infeksi, tidak jatuh dan terbentur→ bukan karena trauma.
5. Usia terdapat pengaruh karena risiko hipertensi dan di skenario disebutkan bahwa
hipertensi tak terkontrol, adanya perubahan struktur pada pembuluh darah, mudah
kaku, lebih sempit. Jenis kelamin juga berpengaruh, terutama pada usia
menopause, perempuan tdk memproduksi estrogen dan memungkinkan terjadinya
peningkatan tekanan darah
6. Hipertensi pasien tdk terkontrol yg dpt menyebabkan adanya gangguan endotel →
dinding endotel makin tipis → rawan aneurisma → aneurisma ruptur →
ekstravasasi aneurisma ke subarachnoid → TIK meningkat → melanggar hukum
monroe kellie → pembuluh darah merangsang nosireceptor → nyeri kepala
7. Bisa disebabkan karena perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Intracerebral
→ manifestasi variatif. Perdarahan Subarachnoid → kaku kuduk, mengganggu
kesadaran, lumpuh saraf kranial, nyeri kepala hebat, disebabkan juga karena
ruptur aneurisma. Prevalensi hipertensi menyebabkan aneurisma cukup tinggi.
Meningitis → kaku kuduk positif tetapi tidak demam, Trauma kepala →
disebabkan oleh benturan atau riwayat jatuh.

IV. PETA KONSEP

V. SASARAN BELAJAR
1. Gejala dan tanda nyeri kepala hebat yang perlu dirujuk
2. Diagnosis banding dari nyeri kepala hebat
3. Etiologi ,faktor risiko, dan patofisiologi dari perdarahan subarachnoid
4. Pemeriksaan fisik dari nyeri kepala hebat
5. Pemeriksaan penunjang nyeri kepala hebat
6. Tata laksana kegawat daruratan , operatif, dan konservatif dari perdarahan
subarachnoid, serta edukasi untuk pasien

VI. Hasil Belajar Mandiri


1.
Nyeri kepala dikategorikan berdasarkan usia,
a) Usia Dewasa
- Nyeri kepala pada usia dewasa biasanya >50 tahun
- Nyeri kepala yang sifatnya progresif
- Nyeri kepala yang awal mulanya sangat sakit
- Nyeri kepala kronik setiap hari
- Nyeri kepala yang telah dilakukan terapi konvensional tapi tidak
berefek
- Nyeri kepala hanya pada salah satu sisi
- Nyeri kepala karena trauma
- Nyeri kepala dengan penyakit sistemik (demam, kaku kuduk, dan
ruam kulit)
- Nyeri kepala yang berhubungan dengan kejang
- Nyeri kepala dengan defisit neurologis
- Nyeri kepala yang muncul karena perubahan posisi, aktivitas dan
peregangan
b) Usia Anak-anak
- Nyeri kepala persisten yang berdurasi < 6 bulan yang tidak respon
dengan pengobatan
- Nyeri kepala yang sering terjadi saat bangun tidur atau saat tidur
- Nyeri kepala yang memiliki riwayat penyakit saraf sebelumnya
- Nyeri kepala yang mengganggu kesadaran dan disorientasi.

Gejala dan tanda lainnya yang dapat ditemukan pada nyeri kepala
- Tanda iritasi meningeal (+)
- Tanda letarghi (kebingungan)
- Peningkatan TIK (penurunan kesadaran)
- Onset nyeri tiba tiba, ada muntah proyektil
- Nyeri yang tidak sembuh dengan obat konvensional
- Terdapat gangguan bicara dan gangguan penglihatan.
-
Etiologi Perdarahan Subarachnoid
Etiologi dari PSA dapat diklasifikasikan menjadi 2 penyebab utama yaitu
a) Trauma
Penyebab perdarahan subarachnoid diakibatkan oleh trauma. Contohnya adalah
kepala terbentur keras. Trauma yang muncul pada kepala ini kemudian dapat
menyebabkan pembuluh darah otak yang berada pada spatium subarachnoid
pecah. Pecahnya pembuluh darah inilah yang kemudian menyebabkan perdarahan
subarachnoid.
b) Non-Trauma
Selain disebabkan oleh trauma, dapat juga diakibatkan oleh non-trauma seperti:

1) Aneurisma
● Aneurisma Saccular
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intracranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah a. communicans
anterior (40%). Selain di lokasi tersebut dapat terjadi di lokasi dibawah ini dengan
persentase cukup besar :
- Bifurkasio arteri cerebri media di fisura sylvii (20%)
- Di a. communicans posterior (25%)
- Basilar tip pada a. basilaris (7%)Aneurisma dapat menimbulkan defisit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada a. communicans posterior dapat menekan nervus
oculomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
diplopia).
● Aneurisma Fusiformis
Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi.
Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.
Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra aneurysmal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini
biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf, karena merupakan
pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur
patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada
suplai darah serebral.
● Aneurisma Mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya
dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik
kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid.

2) Malformasi Arteriovenosa (MAV)


Merupakan anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal
tempat arteri dan vena dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri
berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi
perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang
datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan meregang dan melebar karena
langsung menerima aliran darah tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh
darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya
seperti yang terjadi pada aneurisma.

2. Diagnosis Banding :
a. Migrain : nyeri kepala 4-72 jam, berdenyut pulsatif, dibagi menjadi
dengan aura dan tanpa aura. Aura → 4-72 jam , tanpa aura → minimal
terjadi 2 kali serangan, focal reversible, 5-20mnt, Prodorm → perubahan
mood, perubahan sensasi (tdk bs membau, tdk bs merasakan)
b. Cluster : nyeri berulang, perinatal unilateral, episode 1 minggu - 1 tahun,
kronik tiap hari hingga ` 1 tahun
c. Perdarahan subarachnoid
d. Tumor Intracranial mass : kejang, masalah penglihatan. Supraanterior dan
Fosaa Posterior, sakit kepala yang dihasilkan meningkat seiring besarnya
ukuran tumor, peningkatan TIK, dan muntah proyektil. Usia >50 tahun
dicurigai .. yang nantinya akan terjadi penebalan arteri di daerah temporal
e. Post lumbar puncture : semakin berat dengam posisi tegak
f. Post traumatic
g. Perdarahan ICH → akibat robekan PD di dalam jaringan otak, tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil , dapat terjadi pada luka tembak,
cedera tumpul, biasanya terjadi tiba-tiba, seringkali pada saat melakukan
aktivitas. Penurunan kesadaran dapat terjadi segera atau bertahap, pola
nafasnya progresif abnormal, respon pupil abnormal, timbul muntah akibat
peningkatan TIK, perubahan pola bicara, pola motorik. Nyeri kepala
muncul segera atau bertahap
3. Etiologi
Perdarahan SAH terjadi karena adanya ekstravasasi perdarahan (aneurisma
sakular, aneurisma fusiformis, aneurisma mikotik). Aneurisma berry/sakular ini
cendenrung bentuknya lebih besar sehingga bisa mengenai areteri-arteri besar
yang mendarahi otak. Aneurisma terbentuk dari lesi di dinding PD akibat cedera
hipertensi, sebelum ruotur bahakan sudah bisa menimbulkan defisit neurologis.
Aneurisma fusiformis selain diakibatkan hipertensi bisa diakibatkan
aterosklerosis, yang menekan struktur lain dan cendenrung mengenai segmen
intracranial yang lebih besar arterinya daripada aneurisma sakular. Aneurisma
mikotik cenderung mengenai arteri kecil pada otak sehingga kemungkinannya
untuk menyebabkan SAH lebih kecil. Penyebab paling umumnya trauma, ruptut
aneurisma spontan, MAV, tumor, diseksi arteri serebral, pecahan arteri
superfisialis kecil, ganngguanng koagulasi, trombositopenia, trombosis sinus
dural, gangguan obat cocaine (jarang ditemukan). 80% SAH non trauma
disebabkan ruptur aneurisma (paling umum aneurisma sakular).
Faktori risiko :

Patofisiologi
a. Aneurisma
Aneurisma intrakranial merupakan lesi intrakranial yang diperoleh
sejalan dengan usia. Umumnya muncul dari cabang arteri sekitar lingkaran
wilisi. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan heterogen, namun sering
diduga karena cedera pada pembuluh darah, inflamasi, dan adaptasi
remodelling pembuluh darah karena stres hemodinamik. Faktor genetik
juga berperan.
Normalnya dinding arteri terdiri atas 3 lapisan, yaitu adventitia,
media, dan intima. Terdapat lamina interna elastis yang memisahkan
dinding intima dengan media, berfungsi untuk menyokong struktural.
Lapisan media terdiri atas sel otot polos dan matriks ekstraseluler. Pada
endotel dinding aneurisma terpisah dari dasar membran dan tidak
ditemukan lapisan lamina interna elastis didasar aneurisma. Pembentukan
aneurisma diinisiasi oleh gangguan pada lamina interna elastis dan sel otot
polos medial yang menghilang dalam berbagai stimulus.
Puncak kejadian aneurisma pada perdarahan subarachnoid terjadi
pada dekade ke-6 kehidupan. Hanya sekitar 20% yang pecah pada usia
15-45 tahun.
b. PSA Non-Aneurisma
Perdarahannya bisa terjadi karena adanya inflamasi (aneurisma
mikotik, vaskulitis), anomali vaskular (diseksi aorta spontan, malformasi
vaskular, penyakit moyamoya, trombus vena), lesi vaksuler atau
neoplastik di tulang servikal, koagulopati, tumor, dan obat.
c. PSA perimesensefalik
Perdarahan subarachnoid fokal yang berakumulasi predominan
pada sisterna perimesensefalik. Mencakup are anterior hingga midbrain
dan pons. Lebih sering ditemukan pada laki-laki, berhubungan dengan
hipertensi, diabetes, alkohol, dan peningkatan aktivitas fisik.
Peningkatan tekanan vena intrakranial akibat peningkatan tekanan
torakal dan penurunan aliran jugular memungkinkan perdarahan vena dari
drainase vena seperti pecahnya vena.

4. PEMERIKSAAN FISIK DARI NYERI KEPALA

Anamnesis : sangat sering, pada pasien dengan sakit kepala, diagnosis dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Anamnesis
harus diarahkan untuk memperoleh laporan rinci tentang sakit kepala saat ini,
tinjauan lengkap, dan deskripsi gangguan sakit kepala sebelumnya atau riwayat
sakit kepala. Selain itu, pertanyaan spesifik yang berkaitan dengan kemungkinan
penyebab sakit kepala sekunder yang mengancam jiwa harus ditanyakan, karena
jawabannya, bersama dengan temuan pemeriksaan, akan mengarahkan pengujian
tambahan atau terapi darurat. Seperti halnya keluhan utama nyeri, anamnesis
harus dimulai dengan pertanyaan - pertanyaan berikut:

​ ● Dimana letak nyerinya?


​ ● Kapan rasa sakit itu mulai?
​ ● Apa yang dilakukan pasien saat nyeri dimulai?
​ ● Bagaimana perkembangan rasa sakitnya? Apakah membaik, memburuk,
atau konstan?
​ ● Bagaimana kualitas rasa sakitnya?
​ ● Berapa tingkat keparahan nyerinya?
​ ● Apakah ada yang membuat rasa sakit lebih baik atau lebih buruk?
​ ● Apakah nyeri menjalar?
​ ● Apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini sebelumnya?
Pertanyaan tambahan yang penting untuk ditanyakan adalah:
​ ● Bagaimana riwayat kesehatan pasien?
​ ● Apakah pasien menggunakan obat baru, atau apakah mereka baru saja
melakukan perubahan pada obatnya?
​ ● Apakah pasien menggunakan "pengencer darah"?
​ ● Apakah ini sakit kepala terparah yang pernah dialami pasien? rasa sakitnya
maksimal pada awalnya?
​ ● Apakah pasien mengalami kesulitan bergerak atau berbicara secara normal?
​ ● Apakah pasien mengalami mual atau muntah?
​ ● Apakah pasien mengalami demam?
​ ● Apakah pasien mengalami perubahan penglihatan atau pendengaran? pasien
mengalami nyeri mata?
​ ● Apakah pasien mengalami nyeri leher atau wajah?
​ ● Apakah pasien mengalami kejang?
​ ● Apakah pasien mengalami pusing?
​ ● Apakah pasien memiliki kepekaan terhadap cahaya?
​ ● Apakah pasien umumnya merasa lemah?
​ ● Apakah ada kelemahan di area tertentu dari tubuh mereka?
​ ● Apakah pasien baru saja bepergian?
​ ● Apakah pasien pernah berada di sekitar kontak yang sakit?
​ ● Apakah pasien kurang dari 6 minggu postpartum?
​ ● Apakah pasien memiliki riwayat imunosupresi atau minum obat
imunosupresif?
Biasanya pasien mengalami gejala utama berupa sakit kepala hebat yang
dideskripsikan pasien sebagai “the worst headache of my life”. Terjadinya kaku
kuduk akibat adanya infeksi meninges. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi
secara cepat atau setelah beberapa saat. Pasien dapat datang dengan kondisi
koma akibat keparahan perdarahan sehingga diperlukan evaluasi dan
penanganan cepat.

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan anamnesis sebelum melakukan pemeriksaan fisik, seperti
lokasi, onset, dan kualitas sakitnya. Dapat ditanyakan juga riwayat penyakit
sebelumnya, ataupun gejala lain yang menyertai rasa nyeri kepala pada pasien.
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan, antara lain :
​ - Pemeriksaan Tekanan darah : untuk memastikan adanya hipertensi &
peningkatan tekanan diastolik yang berhubungan dengan perdarahan
intrakranial
​ - Pemeriksaan Kaku kuduk : jika ditemukan, dapat dicurigai adanya kelainan
pada selaput meninges. Pemeriksaan kaku kuduk umumnya ditunda pada kasus
trauma kepala
sampai vertebra servikal dipastikan aman.
​ - Pemeriksaan Nn. Kranialis : disfungsi nervus kranialis dapat terjadi sebagai
akibat dari kompresi langsung oleh aneurisma, kompresi langsung oleh darah
yang keluar dari pembuluh darah, atau meningkatnya TIK
​ - Perdarahan pada retina subhialoid
​ - Pemeriksaan motorik
​ - Pada 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah
perdarahan.
​ - Defisit neurologis Fokal

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG NYERI KEPALA HEBAT

1. CT Scan
Kualitas yang bagus dari CT Scan tanpa kontras, akan mendeteksi Perdarahan Sub
Arachnoid pada 95% kasus. Darah tampak sebagai gambaran dengan densitas
tinggi (putih) pada ruang Subarachnoid. Selain itu, CT Scan juga menilai:
a. Ukuran ventrikel: hidrosefalus terjadi secara akut 21% dari ruptur aneurisma.
b. Hematom: perdarahan intracerebral atau jumlah yang besar dari aliran darah
dengan efek massa diperlukan evakuasi emergensi
c. Infark: tidak sensitif pada 24 jam pertama setelah infark
d. Jumlah darah pada sisterna dan fissura merupakan kepentingan prognostik
vasospasme

2. CT Angiografi
Saat ini CT angiografi telah secara luas digunakan untuk mendeteksi intrakranial
aneurisma, dan laporan awal menyebutkan tingkat kemampuan mendeteksi alat ini
sama dengan MRI angiography.Keuntungan CT angiografi pada perencanaan
operatif adalah kemampuannya untuk memperlihatkan aneurisma pada struktur
tulang dasar otak. CT angiografi juga berguna untuk skrining aneurisma baru pada
pasien dengan aneurisma awal yang ditatalaksana dengan ferromagnetic
klip.Penggunaan klip ini adalah kontraindikasi absolut untuk MRI angiography.
Bagaimanapun, MRI dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan
non ferromagnetic metallic clips.
3. Magnetic resonance imaging (MRI) dan Magnetic resonance Angiografi
(MRA)
Dengan pemeriksaan ini dapat mendemonstrasikan perdarahan perdarahan
sebelumnya. Pemeriksaan ini tidak sensitif pada subarachnoid hemoragik akut
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat
pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk
pencahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT Scan pada
umumnya lebih baik daripada MRI, dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid
akut. Pada T2W1 Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control
perdarahan subarachnoid kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal
rendah.
4. Digital Subtraction Angiografi (DSA)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan lokasinya
dikarenakan penyebab utama subarachnoid hemoragik adalah aneurisma dan
malformasi arteri vena. Angiografi dapat memastikan etiologi pasti. Pada
Angiografi menampilkan gambaran yang dapat membantu membedakan
pembuluh yang menempel pada gambaran aneurysma. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk evaluasi dari vasospame.

5. Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya
adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang
mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir
meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai
sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan
adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di
cairan serebrospinal.

6. TATA LAKSANA KEGAWATDARURATAN, OPERATIF, DAN KONSERVATIF


DARI PERDARAHAN SUBARACHNOID, SERFA EDUKASI PASIEN
Tata Laksana Kegawatdaruratan:

Pada saat pasien datang, terkadang dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan penanganan khusus yang diawali 3A: Aman diri (menggunakan APD),
Aman lingkungan (lingkungan sekitar penanganan tidak berbahaya), dan Aman
Pasien (tidak memperburuk kondisi pasien). Setelah melakukan prosedur 3A,
lakukan prosedur Primary survey sebelum melakukan tindakan lainnya untuk
memastikan pasien dapat bertahan hidup. Primary survey terdiri dari Airway,
Breathing, dan Circulation. Airway dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas dan
ventilasi sehingga untuk ini dilakukan beberapa teknik seperti head tilt chin lift
(manual), jaw thrust (ada cedera servikal), pemasangan OPA (pasien tidak sadar),
dan pemasangan NPA (perlawanan). Kemudian lakukan breathing untuk menjamin
jalan nafas tetap terbuka untuk memeriksa apakah pernafasan penderita sudah
adekuat atau belum. Setelah itu lakukan Circulation dengan memeriksa nadi pasien,
tekanan darah, dan pada akral pasien untuk memeriksa sirkulasi vaskuler pasien.

Selain dengan tindakan ABC dapat dilakukan pengelolaan hipertensi pada pasien
dengan antihipertensi yang bekerja cepat dan menghindari pemberian obat yang
dapat memicu hipertensi pada pasien, pengobatan terhadap hiperglikemi atau
hipoglikemi, tidak dianjurkan untuk memperbaiki aliran darah dengan meningkatkan
tekanan perfusi, memperbaiki keseimbangan elektrolit dan cairan, dan penanganan
nyeri kepala secara bertahap dari yang ringan dengan paracetamol hingga yang berat
dengan injeksi morfin.

Tata Laksana Konservatif

Tujuan diberikan terapi konservatif adalah mengurangi gejala yang dialami oleh
pasien, sehingga pemberian obat diindikasikan berdasarkan klinis pasien.

1) Terapi obat vasospasme pada kasus SAH yaitu pemberian CCB (nomidipin)
4x60mg dlm 96 jam setelah SAH atau diberikan treatment secara endovaskuler.

2) Terapi obat antihipertensi (Labetalol (IV) 0,5- 2mg/menit sampai mencapai


maksimum 20 mg/jam atau Esmolol infus dosisnya 50-200 mcg/kg/menit) diberikan
apabila tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik melebihi batasannya dan
MAP di atas 130 mmHg.

3) Terapi obat antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang, dengan pemberian


epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 gram/ hari atau tranexamic acid dengan
dosis 6-12 gr/hari
.
4) Pemberian terapi obat kejang hanya dipertimbangkan pada pasien yang mungkin
timbul kejang, seperti pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, dan
kesadaran yang tidak baik. Contoh obat yang digunakan adalah fenitoin dengan dosis
15-20 mg/kgBB/hari oral atau iv.

Tata Laksana Operatif

a. Operasi “clipping”, merupakan tindakan operasi baku emas pada


Aneurisma. Operasi penempatan klip melintasi leher aneurisma untuk mengeluarkan
aneurisma dari sirkulasi tanpa menyumbat vena normal. Operasi ini sangat
direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma
pada subarachnoid hemoragik. Clipping mencegah terjadinya perdarahan ulang,
karena sangat jarang terjadi slip pada klip. Apabila ada bagian leher diluar klip,
biasanya akan terjadi rekurensi pertumbuhan.

b. Operasi “wrapping” atau “coating”

Walaupun tidak menjadi tujuan pembedahan, situasi dapat timbul jika tidak ada cara
lain dilakukan.

-​ Dengan otot: metode pertama yang dilakukan untuk pembedahan pada


aneurisma
​- Dengan katun atau muslin; dipopulerkan oleh Gillingham. Analisis
dari 60 pasien menunjukkan 8,5% perdarahan ulang kurang dari 6
bulan, dan rata-rata perdarahan ulang 1,5% sesudahnya tiap tahun.
​- Dengan plastik resin atau polymer lain: lebih baik daripada otot atau kassa. Satu
penelitian dengan follow up yang panjang menunjukkan tidak ada perdarahan ulang
pada satu bulan pertama, namun setelahnya resiko lebih rendah daripada alat lain.
Studi-studi lain menunjukkan tidak ada perbedaan dari penggunaan alat-alat yang
biasa digunakan.
​- Teflon dan lem fibrin
c. Tehnik Endovaskular

-​ Trombosis Aneurisma
​- “Coilling” dengan Coil Elektrolitik Guglielmi.
​- Onyx HD 500 digunakan pada Aneurisma yang besar atau dengan leher
yang lebar.


-​ “Trapping”
​untuk penanganan yang efektif memerlukan interupsi pada distal dan proksimal
arteri, biasanya dengan tehnik endovaskuler. Terkadang dengan operasi langsung
(ligasi atau oklusi klip), atau dengan kombinasi. Dapat juga dengan bypass vaskuler
untuk menjaga aliran distal menuju segmen yang terjebak. Digunakan pada Giant
Aneurisma (diameter >25mm).
​- Ligasi Proksimal (Hunterian Ligation) : berguna untuk aneurisma yang besar
(Giant Aneurisma)

Edukasi:

-rajin memeriksa tekanan darah


-mengonsumsi mineral yang cukup
-menjaga pola hidup sehat
Satu-satunya cara untuk mencegah kondisi perdarahan subarachnoid adalah dengan
mengidentifikasi potensi masalah di dalam otak. Deteksi dini dan, dalam beberapa
kasus, pengobatan aneurisma otak dapat mencegah perdarahan berikutnya di ruang
subarachnoid. Selain itu, cara paling baik untuk mencegah terjadinya penyakit ini
adalah dengan menghindari faktor resikonya, seperti mengonsumsi alkohol,
merokok, BMI berlebih, serta DM. Bagi pasien yang menderita hipertensi sebaiknya
mengobati hipertensi yang sedang dialami terlebih dahulu, selain itu pasien
diharapkan memakan makanan yang sehat, dan menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh dengan memperbanyak minum air putih.

VIII. Daftar Pustaka


1. Reis, C., Ho, W. M., Akyol, O., Chen, S., Applegate II, R., & Zhang, J. (2017).
Pathophysiology of subarachnoid hemorrhage, early brain injury, and delayed cerebral
ischemia. In Primer on cerebrovascular diseases (pp. 125-130). Academic Press.
2. de Oliveira Manoel, A. L., Goffi, A., Marotta, T. R., Schweizer, T. A., Abrahamson, S., &
Macdonald, R. L. (2016). The critical care management of poor-grade subarachnoid
hemorrhage. In Critical care, 20(1), 1-19.
3. Machfoed, M. (2016). Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia
4. Murphy C, Hameed S. (2022). Chronic Headaches. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; [cited 2022 Aug 4]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559083/
5. Yogarajah, M. (2013). Crash Course: Neurology-E-Book. Elsevier Health
Sciences.
6. Jones Jr, H. R., Srinivasan, J., Allam, G. J., & Baker, R. A. (2011). Netter's
Neurology E-Book. Elsevier Health Sciences.
7. Marcolini, E., & Hine, J. (2019). Approach to the diagnosis and management
of subarachnoid hemorrhage. Western Journal of Emergency Medicine, 20(2),
203.
8. Setyopranoto I. 2012. Penatalaksanaan Pendarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education.
9. Caplan LR. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysm, and Vascular Malformations.
In: Stroke A Clinical Approach. 4th ed. Philadelphia,PA:Saunders Elsevier;
2009:446-486

Anda mungkin juga menyukai