Anda di halaman 1dari 29

Referat

Cephalgia Primer

Oleh:
Prima Felicia Alya 112018102

Pembimbing :
Dr. Nadia Husein, Sp.S

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Periode 3 Agustus-5 September 2020
Rumah Sakit Tarakan Jakarta
Definisi Cephalgia
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah kepala
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. 2 Rasa nyeri ini timbul dari struktur yang
sensitive atau peka nyeri. Struktur yang sensitive nyeri terbagi atas organ intrakranial dan
ekstrakranial. Organ yang sensitif nyeri pada intrakranial meliputi sinus venous, vena
kortikal, arteri basal, anterior dura, fossa tengah dan belakang. Organ ekstrakranial yang
sensitive nyeri adalah pembuluh darah dan otot kepala, organ-organ mata, membrane mukosa
hidung dan sinus paranasal, telinga luar dan tengah, gigi dan gusi.3

Gambar 1. Organ-organ yang sensitive nyeri.3

Epidemiologi
Hampir setiap orang pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya. Sekitar 90%
orang sekurangnya pernah mengalami nyeri kepala dalam satu tahun. Sekitar 40% keluhan
nyeri kepala tersebut membuat seseorang mengalami gangguan fungsi dan aktivitas sehari -
hari. Pada sebagian besar kasus nyeri kepala penyebabnya tidak serius, tidak merusak otak
dan tidak mengancam nyawa.
Penelitian pada masyarakat mengenai angka kejadian nyeri kepala didapatkan bahwa
78% nyeri kepala berupa tension type headache, dan didapatkan migrain sebanyak 16 %.
Sisanya menderita nyeri kepala sekunder. Pada kelompok nyeri kepala sekunder didapatkan
bahwa penyebab terseringnya adalah rasa lapar 19%, gangguan hidung atau sinus 15%,
trauma kepala 4% dan penyakit intrakranial non vaskular termasuk tumor 0.5 %.4
Pada suatu penelitian di unit gawat darurat didapatkan bahwa dari 3799 penederita
yang diperiksa selama satu tahun, 86% merupakan penderita nyeri kepala primer dan 61%
didiagnosis mengidap migren. Hanya 6,4% mengalami nyeri kepala sekunder dan sinusitis
merupakan penyebab paling sering, diikuti oleh nyeri kepala pasca trauma sebesar 1,5%
bocornya cairan serebrospinal sebanyak 0,5 % dan gangguan vaskular sebanyak 0,5%.4

2
Peneliti metaanalisis mendapatkan bahwa hanya 0,18% pasien dengan migren
mempunyai gangguan neurologi abnormal yang berarti. Dari penelitian-penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan nyeri kepala berat lebih besar
kemungkinannya menderita nyeri kepala primer dibanding dengan nyeri kepala sekunder.
Menurut Lindsay dan Bone, bahwa pada suatu praktek dokter umum 45% nyeri kepala
berupa TTH ,diikuti 30% jenis migren dan nyeri kepala klaster sebesar 1% ,dan neuralagia
didapatkan kurang dari 1%.4

Patofisiologi Cephalgia
Dalam rongga tengkorak terdapat struktur-struktur yang relatif peka akan nyeri.
Struktur-struktur itu sendiri dapat berupa sinus vena anterior dan cabang kortikalnya, arteri
besar di dasar otak, lapisan duramater pada fossa anterior dan posterior, saraf kranialis n.V,
n.IX, dan n.X, serta ketiga saraf spinal bagian atas.4
Bangunan-bangunan diatas ini mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa
nyeri yang dapat distimulasi oleh suatu traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi
neoplasma,dan zat biokimiawi yang dilepas pada jenis nyeri kepala tertentu. Stimulasi
struktur yang peka nyeri yang berada di atas tentorium serebri cenderung menimbulkan rasa
nyeri pada daerah fronto-temporal atau daerah parietal. Stimulasi pada struktur yang terdapat
pada daerah fossa posterior mengakibatkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital.4
Nyeri kepala dapat terjadi sebagai suatu gejala pada penyakit-penyakit di organ lain,
seperti pada gangguan di daerah orbita, rongga nasal, gangguan sinus paranasal, gangguan
gigi, gangguan telinga bagian luar dan tengah juga dapat menimbulkan gejala sakit kepala.4
Nyeri kepala sendiri secara umum dapat disebabkan oleh:4
1. Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fossa anterior dan fossa posterior
atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.
3. Traksi, peranjakan, atau penyakit pada saraf kranial N.V, N. IX,dan N.X dan tiga saraf
spinal servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3).
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga, dan leher kuduk.

Berdasar mekanisme dan asalnya sakit kepala dapat dibagi menjadi: Vaskular,
Kontraksi otot, dan Kelainan pada struktur maupun inflamasi ekstrakranial atau intracranial.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sakit kepala dapat dibedakan menjadi:4

3
 Nyeri kepala yang telah berlangsung kronis seperti migren, tension type headache, nyeri
di daerah tulang servikal leher, sinusitis, penyakit gigi dan nyeri kepala klaster.
 Nyeri kepala yang timbul mendadak. Penyebab yang sering dapat berupa pendarahan
subarachnoid, penyakit pembuluh darah di otak (serebrovaskular) lainnya, radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis), dan penyakit mata (glaucoma). Penyebab
yang kurang sering seperti bangkitan kejang dan ensefalopati hipertensif.
 Nyeri kepala yang berlangsung subakut seperti massa di rongga intracranial, neuralgia
trigeminal dan neuralgia glosofaringeal.
Pada penderita nyeri kepala, mengingat penyebabnya yang banyak, harus dilakukan
pendekatan atau pemeriksaan yang sangat teliti dan sistematis.pemeriksa dan penderita harsus
menelusuri keluhan yang didelita dengan seksama. Evaluasi mencangkup riwayat keluhan,
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.4

Klasifikasi Cephalgia
Cephalgia dapat diklasifikasikan menurut ICHD II (International Classification of
Headache Disorders) oleh organisasi IHS (International Headache Society) menjadi nyeri
kepala primer,nyeri kepala sekunder, dan nyeri kepala neuralgia kranial tengah beserta nyeri
wajah primer lainnya.
(1) Nyeri kepala primer
a. Migren
b. Tension type headache
c. Nyeri kepala klaster
d. Nyeri kepala primer lainnya.
(2) Nyeri kepala sekunder
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskuler intracranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withrawalnya
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher,
mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.

4
(3) Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer

NYERI KEPALA PRIMER


Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama
atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2 nyeri
kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :2Migren, Tension Type Headache,
Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania, serta Other primary headaches.

1. Migren
Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 sampai 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.6

Etiologi Migren
Migren diduga bersifat neurovaskular, namun hal tersebut masih diperdebatkan. Pada
migren, terdapat faktor genetik yang memiliki peranan yang cukup penting untuk
mencetuskan serangan migren.4 Berbagai faktor pemicu serangan migren, seperti stress,
terutama setelah stress berakhir, misalnya pada akhir minggu atau hari libur, latihan fisik
yang berlebihan, cuaca panas, konsumsi alkohol, dan konsumsi beberapa makanan tertentu
yang dapat menjadi pencetus terjadinya serangan migrain, misalnya keju, cokelat, anggur
merah, MSG, dan lainnya. Selain itu, faktor hormonal juga mempengaruhi terjadinya migren.

Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi
nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2) Migren tanpa aura

5
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri kepalanya hampir
sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan
bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.

Patofisiologi 4
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren
dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama
dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak
akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh
darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi
ini akan menstimulasi orang untuk merasakan nyeri kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi nyeri kepala, sedangkan vasodilator
seperti nitrogliserin akan memperburuk nyeri kepala.
Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan
CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala.
CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari
calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di
sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral
dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika
CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti
hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi.
Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi
dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.
Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya,
penderita migren yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron
pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI
dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren
menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap
epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migren, sering terjadi
6
alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat
episode migren.Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak
stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen
secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan.
Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri
berdenyut.
Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression
(CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar
dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron
dengan pola yang sama membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi.
Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat
dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.

Gambar 1. Patofisiologi Migrain


CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin
merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang
teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa
neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan,
terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih
hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD,
migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian
rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini

7
bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor.
Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya
Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan efektif.

Manifestasi Klinis 4
a. Migren tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan
selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan
atau fotofobia dan fonofobia.
b. Migren dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura),
gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul
pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada
daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga
penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau
lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan
pada lengan dan tungkainya.
Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum nyeri kepala dimulai,
tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya nyeri kepala. Nyeri karena migren bisa
dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba
dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi nyeri
kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migren bisa sering terjadi selama waktu
yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Migren dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
 Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman,
bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah
terlalu kuat, sulit atau malas berbicara.
 Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam.
Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan,
perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
8
 Fase III nyeri kepala
Fase nyeri kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa
jam dalam satu hari atau beberapa hari.
 Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot
dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu
yang panjang.

Diagnosis
Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil
diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas
fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migren dengan aura


Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.Yang
berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, kemudian menghilang sempurna
yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:

9
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-
bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura
yang lainnya > 5 menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60 menit
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Penatalaksanaan Migren
Sasaran pengobatan tergantung pada lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta,
derajat disabilitas serta respons awal dari pengobatan yang mungkin pula ditemukan penyakit
lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Oleh karena itu harus hati-hati
memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat uang diberikan rektal, nasal, subkutan
atau intravena.Tatalaksana pengobatan migren dibagi menjadi 3 kategori:2
1. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola tidur, makanan, stress
dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca berada ditempat
yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
2. Terapi abortif
 Abortif non spesifik: Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat atau
berepons baik terhadap obat yang sama daoat dipakai: analgetik, NSAID (oral). Obat-
obatan yang dapat diberikan:
 Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam
 Aspirin 500-1000 mg /4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari
 Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
 Naproxen sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis maksimal 1,5 g/hari
 Diklofenak potasium (powder) 50 mg-100 mg/hari dosis tunggal
 Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau bersamaan dengan

10
pemberian analgetik, NSAID atau ergotamine derivate menghilangkan nyeri disertai
mual, muntah, dan memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat dalam
usus dan efektif dikombinasikan dengan dihidroergotamin i.v.
 Ketorolac 60 mg i.m./15-30 menit. Dosis maksimal: 120 mg/hari.
 Butorphanol spray (1 mg) sediaan nostril, dapat diulang 1 jam lagi. Maksimal 4
spray/hari. Penggunaan terbatas 2 kali seminggu
 Prochlorperazine 25 mg oral atau suppose. Dosis maksimal 3 dosis per 24 jam
 Steroid merupakan "drug of choice" untuk status migrainosus seperti deksametason,
metilprednisolon
o Abortif spesifik: Bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAID, dipakai obat spesifik
seperti: triptans (naratripants, rizatriptan,sumatriptan,zolmatriptan). Dihidroergotamin
(DHE), obat golongan ergotamin.

Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria ini:2
1. Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan
2. Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala nyeri
kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3. Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan.
4. Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi dalam
waktu atau pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil.
Berikut obat-obatan yang digunakan untuk terapi migren:2
1. Analgetik: Obat pilihan pertama untuk serangan migren ringan dan sedang adalah
analgetik. Untuk mencegah drug overuse headache penggunaan analgetik tunggal
sebaiknya tidak lebih dari 15 hari per bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak
lebih dari 10 hari dalam sebulan.
2. Antiemetik: Penggunaan antiemetik pada serangan migren akut direkomendasikan
untuk pengobatan nausea dan potensial emesis karena diasumsikan bahwa obat-obat
antiemetik ini meningkatkan resorpsi analgetik. Metoklopramid 20 mg
direkomendasikan untuk dewasa dan remaja. Untuk anak anak sebaiknya diberikan
domperidon 10 mg karena kemungkinan timbulnya efek samping ekstrapiramidal pada
penggunaan metoklopramid.
3. Alkaloid ergot: Penelitian komperatif melaporkan bahwa triptan memiliki efikasi yang
lebih baik daripada alkaloid ergot. Keuntungan penggunaan alkaloid ergot adalah
angka rekurensinya lebih rendah pada beberapa pasien. Oleh karena itu, obat golongan

11
ini sebaiknya penggunaan terbatas pada pasien dengan serangan migren yang sangat
panjang atau dengan rekurensi yang reguler. Senyawa satu-satunya yang memiliki
bukti efikasi yang cukup adalah ergotamin tartrat dan dihidroergotamin 2 mg (oral dan
suppositoria). Alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat
pada dosis yang sangat rendah. Oleh karena itu, panggunaannya harus dibatasi hanya
sampai 10 hari saja perbulan. Efek samping terutama adalah nausea, muntah, parestesi
dan ergotisme. Kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dan serebrovaskuler, penyakit Raynaud, hipertensi, gagal ginjal,
kehamilan, dan masa laktasi.
4. Triptans (5-HT1B/1D-agonists): Untuk migren sedang sampai berat atau migren ringan
sampai sedang yang tidak responss terhadap analgesik atau NSAIDs. Sumatriptan s.c.
lebih efektif karena cepat mencapai terapeutik efek (±15 menit) pada 70-82%
penderita. Penderita harus mencoba satu macam obatuntuk 2-3 kali serangan sebelum
ingin menukar obat dengan jenis triptan lain.3

Tabel 2. Obat-obat untuk terapi simtomatis migren.2


Nama Obat Dosis (mg) Keterangan
5HTIB/ID agonist
Sumatriptan
Subkutan 6 Onsetnya cepat dibandingkan dengan
formulasi lainnya
Tablet 50-100
Suppositoria 25 Bermanfaat apabila pemberian peroral tidak
memungkinkan karena mual
Nasal Spray 20 Bermanfaat apabila pemberian per oral tidak
memungkinkan karena mual
Zolmitriptan Onsetnya cepat
Tablet 2,5
Oral disintegrating tablet 2,5
Nasal spray 2,5-5
Rizatriptan Onsetnya cepat, dosis optimal adalah 10 mg
Tablet 5-10
Oral disintegrating tablet 10 Dosis yang direkomendasikan 5 mg pada
pasien-pasien yang mendapat pengobatan

12
propanolol yang mana meningkatkan kadar
rizatriptan plasma.
Electriptan
Tablet 20,40 Dosis optimal adalah 40 mg (rasio efikasi /
tolerabilitas terbaik)
Dosis 20 mg direkomendasikan pada kasus
gagal ginjal atau gagal hati
Almotriptan
Tablet 12,5 Profil tolerabilitas baik
Frovatriptan
Tablet 2,5 Waktu paruh panjang, profil tolerabilitas
baik
Ergot derivatives
Ergotamine oral, rectal, 1-2 Diindikasikan pada kasus serangan migren
subkutan infrequent. Risiko terjadinya abuse dan nyeri
kepala kronis. Penggunaan berlebihan dapat
mengakibatkan ergotisme
NSAID
Asam asetil salisilat (ASA) 500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang
oral tak diinginkan pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat oral 500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang
tak diinginkan pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat i.v. 1000 Digunakan di rumah sakit. Risiko terjadinya
perdarahan
Diclofenac-K+oral (powder) 100 Pada kasus-kasus serangan migren frequent
dapat terjadi risiko abuse dan nyeri kepala
kronis
Diclofenac-Na+i.m. 75
Flurbiprofen oral 100-300
Ibuprofen oral 400-1200
Ibuprofen oral 200
Ketoprofen i.m. 100
Ketorolac i.m. atau i.v. 30-60 Uji klinis telah dilakukan pada tempat
khusus (ruang emergensi)

13
Metamizole (dipirone) i.v. atau 1000 Berpotensi terjadinya agranulocytosis
oral >0,1% dan hipotensi (formilasi i.v)
Naproksen oral 500-1500
Na+Naproksen oral 550-1500
Asam mefenamat per os 500 Efektif pada serangan migren menstrual
Analgesik kombinasi
Parasetamol + asetil salisilat + 500+500+130 Digunakan untuk serangan intensitas
kafein suppositoria sedang. Efektif juga pada pengobatan
migren menstrual. Pada kasus serangan
migren frequent, risiko terjadinya abuse dan
nyeri kepala kronis
Indometasin + 25+2+75 Pada kasus serangan migraine frequent,
prochlorperazine + kafein oral risiko terjadinya abuse dan nyeri kepala
kronis
Indometasin + 25-50 + 4-8 +
prochlorperazine + kafein 75-150
suppositoria
Parasetamol + kodein per os 400-650 + 6-
25
Antiemetik
Metoclopramide i.v. 0,1/kg 1-3 li Digunakan di rumah sakit
Terdapat juga profilaksis terhadap migren, tujuan terapi profilaksis migren mencakup:2
1. Mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan
2. Meningkatkan respons pasien terhadap pengobatan akut
3. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari serta mengurangi disabilitas
4. Mencegah penggunaan analgesik berlebihan
5. Mengurangi biaya pengobatan.
Indikasi kriteria pemberian terapi profilaksis berdasarkan:2
1. Apabila serangan migren mempunyai dampak sangat buruk pada kehidupan sehari
harinya, meskipun pasien telah mendapat pengobatan akut maupun perubahan pola hidup
dan menghindari faktor pencetus.
2. Frekuensi Serangan migren terlampau sering sehingga pasien berisiko jatuh pada
ketergantungan obat migren akut yang bisa menjadi drug overused.
3. Serangan nyeri kepala migren moderate-severe lebih dari 3 hah per bulan, dengan
14
pengobatan akut tidak efektif.
4. Serangan nyeri kepala migren lebih dari 8 kali sehari, meskipun pengobatan akutnya
efektif (Hal ini bisa jatuh ke drug overused headache).
5. Serangan berulang > 2x/minggu yang mengganggu aktivitas, meskipun telah diberikan
pengobatan akut yang adekuat.
6. Nyeri kepala migren yang sering atau berlangsung > 48 jam.
7. Pengobatan akut gagal/tidak efektif.
8. Ada kontraindikasi obat, efek samping obat akut muncul.
9. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, contohnya nigren basiler
hemiplegik, aura yang memanjang.
10. Keinginan permintaan penderita sendiri.
Formula Profilaksis Migren:2
 Pemakaian obat dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinis setelah 2-3 bulan.
 Pendidikan terhadap penderita.
 Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping
Evaluasi: Headache diary merupakan suatu gold standard evaluasi serangan,
frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respons obat.Terapi profilaksis migren
dianggap berhasil bila frekuensi serangan migren menurun 50% perbulan selama 3 bulan.2
Kriteria pengehentian pengobatan profilaksis migren:2
 Adanya efek samping obat
 Obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata dalam 1 bulan pemberian, dapat diganti
dengan jenis obat lain
 Pasien menunjukkan pengurangan nyeri, frekuensi serangan dan waktu harinya sebanyak
50% atau lebih
 Jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6-12 bulan maka pengobatan profilaksis
dihentikan secaratappering off.

Tabel 3.Obat-obatan yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis migren.2


Nama Obat Dosis
Level A: Terbukti efektif, sebaiknya ditawarkan kepada pasien yang

15
membutuhkan terapi profilaksis migren
Divalproex/sodium valproate 400-1000 mg/hari
Metoprolol 47,5-200 mg/hari
Petasites (butterbur) 50-75 mg dua kali sehari
Propanolol 120-240 mg/hari
Timolol 10-15 mg dua kali sehari
Topiramat 25-200 mg/hari
Level B: Probably effective, sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien yang
membutuhkan terapi profilaksis migren
Amiltriptilin 25-150 mg/hari
Fenoprofen 200-600 mg tiga kali sehari
Feverfew 50-300 mg dua kali sehari; 2,08-18,75 mg
tiga kali sehari untuk sediaan MIG-99
Histamin 1-10 ng subkutan 2 kali seminggu
Ibuprofen 200 mg dua kali sehari
Ketoprofen 50 mg tiga kali sehari
Magnesium 600 mg trimagnesium dicitrate setiap hari
Naproxen/naproxen sodium 500-1100 mg/hari untuk naproxen
550 mg dua kali sehari untuk naproxen
sodium
Riboflavin 400 mg/hari
Venlafaxine 150 mg extended release / hari
Atenolol 100 mg/hari

2. Tension Type Headache


Definisi Tension Type Headache (TTH)
Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan
sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, dirasakan
di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya tidak menonjol.
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala
dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH)

16
Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti
dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.9,10

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah :
1. Tension Type Headache episodik.
Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap
bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari.
2. Tension Type Headache kronik
Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap
bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.7

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)


Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana
disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf
pusat mengarah kepada CTTH,
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai
iskemia otot,
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis
( aktivasimolekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial
dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan
aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada
jaringan miofasial.
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks
serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang
deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik.
Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity.
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi
info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
17
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan
hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak,
dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan
eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH
sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur
persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri.
8. Aktivasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Bila pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu nyeri kepala. Ada beberapa teori
yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan
pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang
selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi
otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu
aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi
3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme
anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran
bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of
resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang
peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of
exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun
menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.7,8

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Tension-type headache episodik yang infrequent
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai beberapa
hari.Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai

18
sedang.Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada
fotofobia atau fonofobia. Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan (< 12
hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan/mengikat (kualitas tidak berdenyut)
3. Intensitasnya ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia,
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Tension-type headache episodik yang frequent


Nyeri kepala berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bilateral
menekan atau mengikat, tidak berdenyut. Intensitas ringan atau sedang, tidak bertambah berat
dengan aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah, tetapi mungkin terdapat
fotofobia/fonofobia. Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama paling tidak 3
bulan (12-180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala yang memiliki paling tidak 2 dari karakteristik, berikut:
1. Lokasinya bilateral
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin seperti berjalan atau naik
tangga.

D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Fotofobia dan fonofobia secara bersamaan.
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
19
Tension-type headache kronis
Nyeri kepala yang berasal dari tension type headache episodik dengan serangan tiap
hari atau serangan episodik nyeri kepala yang lebih sering yang berlangsung beberapa menit
sampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifat bilateral, menekan atau mengikat dalam kualitas
dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik
rutin. Kemungkinan terdapat mual, fotofobia atau fonofobia ringan. Kriteria Diagnostik:2
A. Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( ≥180 hari/ tahun) dan
juga memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus-menerus.
C. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Ringan atau sedang.
4. Tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin.
D. Tidak didapatkan:
1. Lebih dari satu: fotofobia, fonofobia atau mual yang ringan.
2. Mual yang sedang atau berat, maupun muntah.
E. Tidak ada kaitan dengan penyakit lain.

Penatalaksanaan Tension Type Headache


Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu terapi farmakologis, terapi
nonfarmakologis, dan terapi preventif. Prinsip penanganan tension type headache:2
1. Terapi tension-type headache meliputi modifikasi gaya hidup untuk mengurangi
kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi non farmakologis, dan terapi farmakologis
akut maupun profilaksis.
2. Tahap awal penting pada tata laksana tension-type headache adalah edukasi mengenai
faktor pencetus dan implementasi tatalaksana stres dan latihan untuk
mencegah/mengurangi tension-type headache.
3. Tension-type headache akut membaik dengan sendirinya atau dikeiola dengan analgetik
yang dijual bebas seperti asetaminofen, NSAID atau asam asetilsalisilat. Kombinasi
dengan kafein juga efektif.
4. Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy dan
pemijatan.
20
5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan dengan pekerjaan,
sekolah dan kualitas hidup, dan/atau penggunaan analgetik yang dijual bebas meningkat
(>10—15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi antidepresan trisiklik seperti
amitriptyline dan nortriptilin.

I. Terapi Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu:2
1. Analgetik: aspirin 1000 mg/hari, asetaminofen 1000 mg/hari, NSAIDs (Naproxen
660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hari, asam
mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal,
penyakit ginjal dan hepar, gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
3. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Pada tipe kronis, terapi yang digunakan:2
o Antidepresan:
 Jenis trisiklik: amitriptyline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai pencegahan
tension-type headache. Obat ini mempunyai efek analgetik dengan cara mengurangi
firing rate of trigeminal nucleus caudatus. Dalam jangka lama semua trisiklik dapat
menyebabkan penambahan berat badan (merangsang nafsu makan), mengganggu
jantung, hipotensi ortostatik dan efek antikolinergik seperti mulut kering, mata
kabur, tremor dan dysuria, retensi urin, konstipasi.
o Antiansietas:
 Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita dengan
komorbid ansietas. Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai.
Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat
memperburuk nyeri kepalanya.

Tabel 4. Obat-obat untuk TTH.2


Obat Dosis Level Keterangan
Rekomendasi
Ibuprofen 200-800 mg A Efek samping gastrointestinal,

21
risiko perdarahan
Ketoprofen 25 mg A Efek samping seperti
ibuprofen
Aspirin 500-1000 mg A Efek samping seperti
ibuprofen
Naproxen 375-550 mg A Efek samping seperti
ibuprofen
Diklofenak 12,5-100 mg A Hanya dosis 12,5-25 mg yang
diuji pada TTH
Parasetamol 1000 mg A Efek samping gastrointestinal
(oral) lebih sedikit dibanding
NSAIDs
Kombinasi kafein 65-200 mg B *
*
Kombinasi dengan kafein 65-200 mg meningkatkan efikasi ibuprofen dan
parasetamol, namun juga berisiko terjadinya medication-overuse headache
II. Terapi Nonfarmakologis:2
1. Terapi fisik (latihan postur dan posisi; masase, ultrasound, manual terapi, kompres
panas/dingin; akupuntur TENS / transcutaneus electrical stimulation)
2. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
3. Behaviour Treatment: Bisa dilakukan biofeedback, stress management therapy,
reassurance, konseling, terapi relaksasi, cognitive-behavioural therapy. Harus
diberikan penerangan yang jelas mengenai patofisiologi sederhana dan pengobatannya
serta tension-type headache bukanlah penyakit yang serius seperti tumor otak,
perdarahan otak dan sebagainya sehingga dapat mengurangi ketegangan penderita.

III. Terapi preventif farmakologis


Terapi ini perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat serangan nyeri kepala
pada Tension-type headache episodik dan serangan yang lebih dari 15 hari dalam satu
bulan (Chronic tension-type headache).2
Indikasi terapi preventif:2
1. Terapi preventif direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat nyeri kepala > 4
hari/bulan atau tidak ada respons terhadap terapi simtomatis, bahkan bila frekuensi
nyeri kepalanya rendah

22
2. Terapi dinyatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan dan/atau derajat
keparahan minimal 50%
3. Identifikasi faktor pencetus dan yang mengurangi nyeri kepala, jika memungkinkan
juga berperan dalam mengurangi frekuensi serangan
4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi (missal: penggunaan
amiltripyline dikontraindikasikan pada hipertrofi prostat dan glaukoma)
5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat
6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi pada dosis rendah
yang efektif dan ditoleransi dengan baik
7. Pasien harus dilibatkan dalam pemilihan terapi dan sedapat mungkin dianjurkan untuk
tidak mengonsumsi obat dalam jumlah banyak (kepatuhan minum obat berkebalikan
dengan jumlah obat yang dikonsumsi)
8. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat seharusnya
diminum, efikasi dan efek sampingnya. Pasien disarankan untuk mencatat serangan
nyeri kepala pada diary nyeri kepala untuk mengetahui frekuensi dan durasi nyeri
kepala, gangguan fungsional, jumlah obat simtomatis yang diminum, efikasi terapi
prevensi dan efek samping yang mungkin muncul.

Prinsip-prinsip pemilihan pengobatan:2


1. Obat berdasarkan efektivitas lini pertama, efek samping dan komorbid penderita.
2. Mulai dengan dosis rendah, dinaikkan sampai efektif atau tercapai dosis maksimal.
3. Obat diberikan dalam jangka waktu seminggu atau lebih.
4. Bisa diganti dengan obat lain bila obat pertama gagal,
5. Sedapat mungkin monoterapi.
Tabel 5. Rekomendasi terapi profilaksis utuk pasien tension-type headache.2
Obat Dosis Harian Level Rekomendasi
Obat Lini Pertama
Amiltriptilin 30-75 mg A
Obat Lini Kedua
Mirtazapin 30 mg B
Venafaxine 150 mg B
Obat Lini Ketiga
Clomipramin 75-150 mg B
Maprotilin 75 mg B

23
Mianserin 30-60 mg B

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan
masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri
kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati
sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 %
pasien dapat disembuhkan. Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala
yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll
yang berlebihan.

3. Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral yang timbul
dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa hidung tersumbat, rinore,
lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri. Nyeri kepala klaster (cluster headache)
merupakan nyeri kepala vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton,
sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia
migrenosa, atau migren merah (red migren) karena pada waktu serangan akan tampak merah
pada sisi wajah yang mengalami nyeri.

Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :8
 Penekanan pada nervus trigeminal  Pelepasan histamin.
(nervus V) akibat dilatasi pembuluh  Letupan paroxysmal parasimpatis.
darah sekitar.  Abnormalitas hipotalamus.
 Pembengkakan dinding arteri carotis  Penurunan kadar oksigen.
interna.  Pengaruh genetik

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :


 Alkohol.  Panas.
 Terpapar hidrokarbon.  Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.

24
 Stres.

Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori
yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:
 Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis
eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).8
 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan
struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi
autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus
terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar
oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla
oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh
beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus (teori
Lee Kudrow).8

Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk pada separuh
kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langit-
langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksiput. Nyeri kepala ini disertai
gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan berair, konjugtiva bengkak dan merah,
hidung tersumbat, sisi kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya
mengenai satu sisi kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral.
Nyeri kepala bersifat tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri
kepala sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien
dari tidurnya.7
Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam) yang terjadi
beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus adalah makanan atau
minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian menghilang selama beberapa bulan
sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi secara cluster (berkelompok).8

Diagnosis

25
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache
Society (IHS) adalah sebagai berikut: 8
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama
15 – 180 menit bila tidak ditatalaksana.
c. Nyeri kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrsimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien
setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi
setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh gangguan lainnya. Selain itu,
nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital atau
temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai
satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung
tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat
ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua
periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas
nyeri selama satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronis adalah serangan yang
kambuh lebih dari satu tahun tanpa periode remisi atau dengan periode remisi yang
berlangsung kurang dari satu bulan.8

Penatalaksanaan

26
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan
terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan
serangan.Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster.
Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan
pendekatan pengobatan yang bersifat merugikan.8
1. Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan
obat nyeri kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache,
biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat
keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif
pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.11
 Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit
sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.
 Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg
intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam
dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan
triptan oral pada cluster headache.
 Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster
headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat
menggunakan cara tersebut.
 Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut
cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah
lantai 30° dan beralih ke sisi nyeri kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml
lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.8

2. Pengobatan Pencegahan
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis.Preventif dianggap jangka pendek, atau
jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan
dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan
lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu
kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.8

27
 Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan
dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang
relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang
digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien
memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap
dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan
paling kurang sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan
cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek
samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva
(pasien harus terus memantau kebersihan giginya).
 Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari
yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan
pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode
cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari
nekrosis aseptik.
 Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek
sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis
lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Efek neurotoksik
termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus,
ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang.
 Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah,
dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari
komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
 Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke
dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan
mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari.
 Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh
stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus
oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti
termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Rooper AH, Samuel MA, Klein JP. Adams and Victor’s principles of neurology. 10 th
edition. New York: McGraw-Hill; 2014.
2. PERDOSSI. Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala Konsensus nasional IV.
Surabaya: Pusat Penerbitan FK UNAIR.
3. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery illustrated.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 1997.
4. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2008.
5. Sherwood L. Human physiology: from cell to systems. 7th edition. Belmont:
Brooks/Cole Cengage Learning; 2010.
6. IHS. International Classification of Headache Disorders 3 rd edition. Sage
2013:33(9):629.
7. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors.
Harrison;s neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: McGraw Hill; 2013.
8. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. New York:
McGraw Hill; 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai