Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dari semua rasa nyeri yang terjadi pada manusia, nyeri kepala merupakan alasan paling
sering dan paling banyak yang membuat seseorang mencari pertolongan medis. Faktanya
terdapat banyak sekali kasus nyeri kepala yang ditemukan di berbagai pusat pelayanan medis.
Mangapa banyak rasa nyeri yang berpusat di kepala menjadi pertanyaan yang menarik untuk
dicari jawabannya. Satu hal yang penting adalah fakta bahwa wajah dan kulit kepala (scalp)
merupakan daerah yang lebih banyak disuplai oleh reseptor nyeri dibandingkan daerah lain pada
tubuh. Begitu juga dengan hidung (nasal) dan jalur oral, mata, dan telinga, semua bagian tersebut
terdiri dari struktur yang rumit dan sensitif, dimana ketika terkena suatu penyakit, setiap bagian
tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Bila rasa nyeri terjadi di bagian kepala, tentu saja hal ini
menjadi perhatian yang lebih besar dibandingkan bila nyeri terjadi di bagian tubuh yang lain,
dikarenakan di dalam kepala terdapat struktur penting yaitu otak.

Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri kepala. Sekitar lebih dari 40% dari semua
orang mengalami nyeri kepala hebat pada setiap tahun. Mekaninsme otak untuk menghasilkan
nyeri kepala diaktivasi oleh berbagai faktor. Faktor genetik juga diperkirakan turut berperan,
sehingga pada bebrapa orang dapat terjadi nyeri kepala yang lebih sering dan lebih hebat.

Nyeri kepala merupakan gejala yang umumnya terjadi ringan namun bisa juga
merupakan gambaran manifestasi dari suatu penyakit yang serius seperti tumor otak, ruptur
aneurisma atau arteritis giant sel. Secara umum, kata nyeri kepala menggambarkan seluruh rasa
sakit dan nyeri yang berlokasi di kepala, tetapi dalam praktiknya nyeri kepala diartikan sebagai
rasa tidak nyaman pada daerah tengkorak (kepala). Terdapat beberapa terminologi yang
berhubungan dengan nyeri kepala, yang harus dibedakan dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam
bab selanjutnya.

1
1.2. Epidemiologi

Nyeri kepala terhitung 1-4% dari seluruh kunjungan unit gawat darurat (UGD) dan
merupakan urutan nomor sembilan dari alasan paling banyak yang membuat pasien datang
mencari tenaga medis. Lebih dari 90% nyeri kepala yang dilaporkan merupakan nyeri kepala
akibat kontraksi otot.

Nyeri kepala dapat terjadi pada semua umur, tetapi mayoritas pasien adalah usia dewasa
muda. Sekitar 60% onset nyeri kepala terjadi pada mereka yang berumur lebih dari 20 tahun.
Pada nyeri kepala dengan onset usia lanjut (elderly), tenaga medis tidak boleh menganggap
(asumsi) bahwa nyeri kepala tersebut dikarenakan sebab yang ringan, sampai etiologi-etiologi
patologi sudah dieksplor.

Prevalensi nyeri kepala di USA adalah 1 dari 6 orang (16,54%) atau sekitar 45 juta orang
mengalami nyeri kepala kronik, dan 20 juta diantaranya merupakan wanita. 75% dari jumlah
tersebut merupakan Tension Type Headache.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Cephalgia

Cephalgia atau nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan
sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman antara daerah
orbita dan oksipital yang muncul dari struktur yang sensitif nyeri.

2.2. Etiologi Cephalgia

Penyebab cephalgia atau nyeri kepala dapat disesabkan oleh banyak faktor. Cephalgia
dapat disebabkan adanya kelainan di kepala, jaringan sistem saraf, dan pembuluh darah. Nyeri
kepala yang kronik umumnya disebabkan oleh migrain, ketegangan, kelainan emosi atau depresi,
juga dapat dikarenakan adanya lesi intrakranial, akibat cedera kepala, spondilosis servikal,
penyakit gigi, penyakit mata, gangguan sendi temporomandibular, penyakit hidung.

2.3. Struktur Kranial yang Sensitif Nyeri

Pengertian mengenai nyeri kepala semakin diperjelas oleh observasi yang dilakukan
selama operasi otak oleh Ray and Wolff. Observasi ini menginformasikan bahwa hanya beberapa
struktur kranial tertentu sensitif terhadap nyeri (stimulus noxious). Struktur tersebut antara lain:

- kulit, jaringan subkutaneus, otot, arteri ekstrakranial, dan periosteum tengkorak

-struktur pada mata, telinga, rongga hidung, dan sinus paranasal.

-sinus venosus intracranial, terutama struktur perikavernosus.

3
- bagian dari dura pada dasar otak dan arteru di dalam dura, umumnya bagian proksimal pada
arteri serebral anterior dan media, dan segmen intrakranial pada arteri carotis interna.

- bagian tengah meningeal dan arteri temporal superfisial

- optik, okulomotor, trigeminal, glosofaringeal, vagus, dan ketiga nervus servikal yang pertama.

Rasa nyeri secara praktis merupakan sensasi yang diproduksi melalui stimulasi dari
struktur-struktur tersebut. Rasa nyeri timbul melalui dinding pembuluh darah yang mengandung
pain fiber. Bagian pia-arachnoid, dan dura melewati konveksitas otak, parekim otak, dan
ependima, dan pleksus koroidalis kurang sensitif.

Daerah proyeksi nyeri merupakan hal yang penting untuk memahami asal dari nyeri
kranial. Rasa nyeri yang timbul dari distensi arteri meningeal media akan diproyeksikan pada
area belakang mata dan temporal. Nyeri dari segmen intrakranial pada arteri carotis interna dan
bagian proksimal pada arteri serebral anterior dan media akan dirasakan pada daerah mata dan
orbitotemporal. Serabut saraf dimana stimulus sensoris kepala ditransmisikan ke susunan saraf
pusat (SSP) adalah nervus trigeminal, umumnya cabang satu dan kadang kala cabang dua,
dimana akan meneruskan impuls ke depan kepala, orbita, fosa anterior dan media pada
tengkorak, dan permukaan atas dari tentorium. Cabang spenopalatina dari nervus fasialis akan
meneruskan impuls dari daerah nasoorbital. Nervus kranial ke sembilan dan sepuluh serta ketiga
nervus servikal pertama mentransmisikan impuls dari permukaan inferior tentorium dam semua
fossa posterior. Serabut saraf simpatetik dari tiga ganglia servikal dan serabut saraf
parasimpatetik dari ganglia.

Nyeri dari struktur supratentorial akan meneruskan ke dua pertiga anterior kepala sampai
ke daerah sensoris yang disuplai nervus trigeminus cabang satu dan dua. Nyeri dari struktur
infratentorial meneruskan ke verteks dan belakang kepala dan leher melalui akar-akar serabut
saraf servikal. Masukan (input) sensoris trigeminal dan servikal atau neuron yang setinggi level
C2 memungkinkan nyeri dari leher dan daerah oksipital akan diteruskan ke daerah depan kepala
dan sekitarnya. Nervus kranial tujuh, sembilan dan sepuluh akan memproyeksikan nyeri pada
daerah nasoorbita, telinga, dan tenggorokan. Ada kemungkinan nyeri lokal pada kulit kepala
(scalp). Serabut nyeri dental atau sendi temporomandibular akan dibawa oleh nervus trigeminal
cabang dua dan tiga. Dengan pengecualian porsi servikal pada arteri carotis interna, dimana nyeri

4
meneruskan ke alis dan supraorbita, dan daerah tulang belakang servikal, dimana akan
memproyeksikan ke oksiput, nyeri karena penyakit pada bagian ektrakranial pada tubuh tidak
diteruskan ke kepala. Namun, kondisi yang jarang seperti pada angina pektoris dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman pada verteks kranial dan daerah sekitarnya juga pada rahang.

2.4. Mekanisme Nyeri Kranial

Studi-studi yang dilakukan Ray dan Wolff 70 tahun yang lalu telah mendemonstrasikan
adanya beberapa mekanisme yang menjadi asal nyeri kranial. Secara lebih spesifik, lesi massa
intrakranial menyebabkan nyeri kepala jika mereka berubah bentuk (deform), menggeser
(displace), atau melakukan traksi pada pembuluh darah dan struktur dura pada basis otak, dan hal
ini dapat terjadi lama sebelum tekanan intrakranial meningkat. Mayoritas pasien dengan tekanan
intrakranial yang tinggi mengeluhkan nyeri kepala bioksipital dan bifrontal yang berfluktuasi
tingkat keparahannya, yang kemungkinan dikarenakan traksi pada pembuluh darah atau dura.

Dilatasi pada arteri intrakranial ataupun ektrakranial (dan kemungkinan adanya


sensitisasi pada pembuluh darah) yang dikarenakan oleh sebab apa pun akan menghasilkan nyeri
kepala. Nyeri kepala yang mengikuti kejang, infus histamin, dan minum alkohol, memungkinan
terjadinya vasodilatasi serebral. Mekanisme yang sama juga terjadi pada nyeri kepala yang hebat,
bilateral, nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah
secara ekstrim.

Infeksi atau penyumbatan sinsus paranasal akan disertai rasa nyeri yang umumnya
berasal dari sinus maksilaris dan frontalis. Umumnya hal ini berkaitan dengan adanya nyeri pada
kulit dan kranium pada distribusi yang sama. Nyeri dari sinus etmoid dan sphenoid dalah
terlokalisir dalam pada bagian tengah (midline) belakang pada dasar hidung atau kadang pada
verteks. Mekanisme pada kasus ini meliputi perubahan pada tekanan dan iritasi pada dinding
sinus yang sesnsitif nyeri.

Nyeri kepala dengan penyebab ocular atau mata, umumnya berlokasi di sekitar orbita,
bagian depan kepala, dengan tipe nyeri yang cederung dikarenakan penggunaan mata yang
terlalu lama untuk melakukan kerja dalam padangan dekat. Penyebab utama adalah hipermetropi

5
dan astigmatisma dimana akan terjadi kontraksi pada ekstraokular juga pada otot frontal,
temporal, dan oksipital. Mekanisme lain yang mungkin terlibat adalah adanya kondisi yang
meningkatkan tekanan intraokuler yang akan mengakibatkan ranya nyeri pada daerah mata dan
dapat menjalar ke bagian depan kepala.

Nyeri kepala karena iritasi mengingeal (karena infeksi atau perdarahan) umumnya
memiliki onset akut, berat, menyeluruh, konstan, dan berkaitan dengan kekakuan pada leher.
Dilatasi dan inflamasi pada pembuluh darah meningeal dan iritasi kimiawi pada reseptor nyeri
pembuluh darah besar dan meningeal oleh zat-zat kimia endogen seperti serotonin dan plasma
kinin, merupakan factor penting dalam menimbulkan nyeri dan spasme pada ekstensor leher.

Lumbar puncture (LP) atau nyeri kepala karena rendahnya CSF (Cerebro Spinal Fluid)
secara spontan (spontaneous low CSF pressure headache), hal ini terjadi karena kebocoran CSF
ke jaringan lumbal melalui bekas tusukan jarum spinal atau robeknya meningens yang terjadi
secara spontan maupun karena trauma spinal.

2.5. Klasifikasi Cephalgia

Tujuan utama ketika tenaga medis dihadapkan dengan pasien dengan nyeri di bagian
kepala adalah untuk menentukan apakah nyeri kepala tersebut adalah primer atau sekunder.
Berikut adalah klasifikasi cephalgia menurut IHS (International Headache Society) classification
ICHD-II

1. Nyeri Kepala Primer

-Migrain

-Tension Type Headache

-Cluster Headache

-Other primary headache

6
2. Nyeri kepala Sekunder

- nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan leher

- nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal

- nyeri kepala akibat kelainan non vascular intracranial

- nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun withrawalnya

-nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis

- nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya

- nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.

2.6. Cephalgia Primer

2.6.1. Migrain

A. Definisi

Migrain adalah suatu kondisi kronis yang dikarakterisik oleh nyeri kepala
episodik dengan intensitas sedang sampai berat yang berakhir dalam waktu 4 – 72 jam
(International Headache Society). Nyeri biasanya terjadi unilateral, berdenyut, nyeri
dirasakan dengan intesitas sedang sampai berat, bertambahy berat dengan aktivitas, dan
dapat diserati mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia.

B. Etiologi

Sekitar 70% pasien memiliki anggota keluarga dengan riwayat migrain. Berbagai
faktor lingkungan dan perilaku juga dapat berpengaruh pada timbulnya serangan migrain
pada orang dengan predisposisi migraine. Resiko migrain meningkat empat kali pada
mereka yang mempunyai anggota keluarga menderita migrain. Namun dari studi yang
adam dikatakan bahawa tidak ada keterkaitan genetik pada migrain tanpa aura.

7
Berbagai hal yang dapat mencetuskan terjadinya migraine antara lain stres,
kurang tidur maupu kelebihan tidur, obat-obatan (vasodilator, kontrasepsi oral), merokok,
terpapar sinar yang terlalu terang, bau yang terlalu menyengat (parfum), perubahan
hormonal (seperti menstruasi, kehamilan), cedera kepala, perubahan cuaca, penyakit
metabolic maupun infeksi, kelelahan fisik. Makanan cina dan zat tambahan pada
makanan dapat mencetuskan migrain. Termasuk alkohol, kafein, coklat, pemanis buatan
(seperti aspartame, sakarin), MSG, dan daging yang mengandung nitrit. Makanan yang
mengandung tiramin juga dapat memprovokasi migrain, contohnya yogurt, hati ayam,
pisang, alpukat.

C. Epidemiologi

Di Amerika Serikat lebih dari 30 juta orang mengalami migraine satu kali atau
lebih setiap tahun. Sekitar 75% dari seluruh penderita migrain adalah wanita. WHO
memperkirakan prevalensi di dunia mengenai angka migrain adalah 10% dan prevalensi
seumur hidup adalah 14%. Prevalensi migrain lebih tinggi di Amerika Utara, diikuti oleh
Amerika Selatan dan Amerika Tengah, Eropa, Asia, dan Afrika. Migrain tanpa aura lebih
sering terjadi dibandingkan migrain dengan aura yaitu 9:1. Prevalensi mencapai puncak
pada sekitar usia 30-40 tahun. Angka kejadian dan frekuensi menurun pada individu
dengan usia lebih dari 40 tahun. Dari sejumlah data penelitian didapatkan data bahwa
jenis kelamin wanita lebih berpotensi untuk mengalami mingrain yaitu sekitar 14-17%
dibandingkan dengan pria yaitu 5-6%.

D. Klasifikasi Migrain

Secara garis besar migrain dibagi menjadi dua, yaitu:

1). Migraine dengan Aura

Disebut juga migrain klasik memiliki karakter yaitu nyeri kepala unilateral yang
didahului oleh berbagai macam visual, sensoris, gejala motor, yang secara umum dikenal
sebagai aura. Pada umumnya aura terdiri dari manifestasi visual seperti skotoma,
fotofobia, dan manifestasi visual. Manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60
menit, umumnya hanya sekitar 5-20 menit.

8
Migrain dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase:

I Fase Prodromal

Merupakan suatu rangkaian “peringatan” sebelum terjadi serangan,


meliputi perubahan mood, perubahan perasaan /sensasi (bau atau rasa), atau lelah
dan ketegangan otot.

Fase prodromal berlangsung secara pelan-pelan dalam hitungan jam


ataupun hari sebelum terjadi serangan. Gejala dapat berupa ketakutan (anxiety),
kegelisahan (irritability), euphoria, mengantuk, sensitive terhadap suara, cahaya,
ataupun bau.

II Aura

Gangguan visual (silau, garis zig-zag, defek lapangan pandang),


kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
yang mendahului serangan sakit kepala. Terjadi selama 5-20 menit, kadang dapat
berlangsung sampai 60 menit.

III Nyeri kepala

Umumnya terjadi satu sisi, berdenyut-denyut, disertai mual dan muntah,


sensitif terhadap cahaya dan suara. Terjadi antara 4 – 72 jam.

IV Postdrome

Tanda-tanda lain migrain yang timbul mengikuti setelah migrain seperti


tidak bisa makan, tidak konsentrasi, kelelahan.

2). Migrain tanpa Aura

Merupakan migrain yang lebih banyak terjadi. Nyeri pada salah satu sisi kepala
dan bersifat pulsatil, dapat disertai mual, fotofobia, dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung 4-72 jam.

9
E. Patofisologi

Mekaninsme terjadinya migrain masih belum diketahaui secara pasti. Berikut


adalah beberapa teori mengenai patofisiologi migraine.

1). Teori Vaskular

Menurut teori ini, iskemia yang terjadi dikarenakan vasokontriksi intrakranial


berperan dalam terjadinya aura pada migraine dan hal ini akan diikuti oleh rebound
vasodilatasi dan aktivasi nervus nosiseptif perivaskular.

Teori ini didasari pada observasi 3 hal yaitu:

- Pembuluh darah ekstrakranial menjadi melebar dan berdenyut (pulsatile) selama


serangan migrain
- Stimulasi pembuluh darah intracranial pada seseorang yang sadar (awake)
menginduksi terjadinya nyeri kepala
- Vasokontrikstor (seperti ergot) akan memperbaiki keadaan nyeri kepala, sementara
vasodilator (seperti nitrogliserin) akan memprovokasi terjadinya nyeri kepala.

Meskipun demikian teori ini tidak dapat menjelaskan fase prodromal dan
gambaran lainnya yang berkaitan dengan migraine, efikasi pada beberapa obat yang
digunakan untuk mengobati migraine faktanya tidak mempunyai efek pada pembuluh
darah, dan fakta bahwa sebagian besar pasien tidak mengalami aura.

2). Teori Neurovaskular

Teori ini berpegang bahwa sejumlah keadaan neural dan vascular yang kompleks
menginisiasi terjadinya migraine. Menurut teori ini, migraine secara utama merupakan
proses neurogenik dengan perubahan sekunder pada perfusi serebral.

Pasien migrain yang sedang tidak mengalami nyeri kepala apa pun, mempunyai
keadaan hipereksitabilitas neuronal pada korteks serebral, terutama di kortks oksipital.
Penemuan ini didapatkan pada studi degan transcranial magnetic stimulation dan MRI
fungsional.

10
3). Cortical Spreading Depression (CSD)

Cortical spreading depression (CSD) adalah gelombang eksitasi neuronal pada


area abu-abu kortikal yang menyebar dari asal mulanya dengan rata-rata 2-6mm/menit

Depolarisasi ini mengakibatkan fenomena kortikal primer atau fase aura, yang
kemudian akan mengaktivasi serabut saraf trigeminal yang menyebabkan fase nyeri
kepala. Dasar neurokimia pada CSD adalah melepaskan potassium atau excitatory amino
acid glutamate dari jaringan neural. Pelepasan ini akan menyebabkan depolarisasi pada
jaringan sekitar, yang kemudian akan diikuti dengan pelepasan lebih banyak
neurotransmitter, yang akan memperbesar penyebaran depresi.

Positron emission tomography (PET) scanning menggambarkan penurunan aliran


darah secara moderat selama terjadinya migrain dengan aura, tetapi penyebaran oligemia
tidak berkorespondensi dengan wilayah vaskular. Oligemia sendiri tidak cukup untuk
menyebabkan gangguan fungsi. Sedangkan penurunan aliran yang dikarenakan
penyebaran depresi akan menurunkan metabolisme.

Meskipun CSD diperkirakan menghasilkan manifestasi klinis pada migrain


dengan aura, penyebaran oligemia dapat secara klinis silent (migraine tanpa aura). Hal ini
mungkin dikarenakan beberapa ambang perlu dilewati atau dibutuhkan untuk
menghasilkan gejala pada pasien dengan aura tetapi tidak pada mereka yang tanpa aura.

Aktivasi dari sistem trigeminovaskular dari CSD menstimulasi neuron nosiseptif


pada pembuluh darah dural untuk melepaskan protein plasma dan zat-zat yang
mencetuskan nyeri seperti calcitonin gene-related peptide(CGRP), substansi P,
vasoaktive intestinal peptide, dan neurokinin A. Kombinasi keadaan inflamasi steril
disertai dengan vasodilatasi lebih lanjut akan menghasilkan nyeri.

11
4). Zat vasoaktif dan neurotransmitter

Aktivitas nervus perivaskular juga melepaskan za-zat seperti substansi P (SP),


neurokinin A (NKA), calcitonin gene-related peptide (CGRP), dan nitric oxide (NO),
substansi-substansi tersebut akan berinteraksi dengan dinding pembuluh darah dan akan
mengakibatkan dilatasi, ekstravasasi protein, dan inflamasi steril, menstimulasi kompleks
trigeminoservikal. Informasi kemudian akan disampaikan ke thalamus dan korteks untuk
menimbulkan rasa nyeri.

Mekanisme lain dapat berupa aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi
dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini terjadi sebagai akibat
pelepasan 5-hidrokditriptamin (5 –HT) yang bersifat vasokontriktor. Pemberian antagonis
seperti dopamine (contoh prokloeperazin) dan antagonis 5-HT (sumatriptan) secara
efektif dapat menghilangkan migrain.

F. Diagnosis

Berikut adalah kriteria diagnosis menurut IHS

1). Migrain tanpa aura

A). Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi criteria B-D

B). Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati)

C). Nyeri kepala mempunyai sekurangnya dua dari karakteristik berikut:

1. lokasi unilateral

2. kualitas berdenyut

3. intenstitas nyeri sedang atau berat

4. keadaan bertambah berat dengan aktivitas fisik atau penderita


menghindari aktivitas fisik rutin ( seperti berjalan atau naik tangga)

12
D). Selama nyeri kepala disertai salah satu di bawah ini

1. mual dan / atau muntah

2. fotofobia dan fonofobia

E). Tidak berkaitan dengan kelainan lain

2). Migrain dengan aura

A). Sekurangnya terdapat 2 serangan yang memenuhi criteria B-D

B). Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari di bawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:

1. gangguan visual yang reversible meliputi gambaran positif ( cahaya


yang berkedip-kedip, bintik-bintik, atau garis-garis) dan gambaran negatif
(hilangnya penglihatan)

2. gangguan sensoris yang reversible termasuk kelompok positif ( pin,


jarum), dan /atau kelompok negative ( hilang rasa, baal)

3. gangguan bicara disfasia yang reversibel.

C). Sekurangnya ada dua dari kriteria di bawah ini

1. gejala visual homonym dan/atau gejala sensoris unilateral

2. setidaknya timbul satu macam aura secara gradual >5 menit dan/atau
jenis aura yang lainnya > 5 menit

3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit

D). Nyeri kepala memenuhi criteria B-D

E). tidak berkaitan dengan kelainan lain

13
G. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, pencitraan seperti CT scan dan MRI,


ataupun pungsi lumbal untuk menyingkirkan nyeri kepala akibat penyakit struktural,
metabolik, infeksi, maupun penyebab lain. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk
memeriksa apabila terdapat penyakit lain (komorbid) yang dapat memperparah nyeri
kepala atau yang dapat menjadi penyulit pengobatan.

H. Penatalaksanaan

Terapi bertujuan menghilangkan gejala/nyeri pada saat serangan(terapi abortif) atau


mencegah serangan (terapi profilaksis)

Terapi abortif dimulai pada saat terjadinya serangan sedangkan terapi profilaksis
diperlukan jika serangan terjadi lebih dari 2-3 kali sebulan, serangan berat dan
menyebabkan gangguan fungsi, terapi simptomatik gagal atau menyebabkan efek
samping yang serius.

1). Terapi Abortif

- Dapat diberikan analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol


- NSAIDs : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan pelepasan 5-HT.
Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
- Golongan triptan: Agonis reseptor 5-HT menyebabkan vasokonstriksi. Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik. Efikasinya setara dengan
dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat. Sumatriptan oral lebih efektif
dibandingkan ergotamin per oral.
Sumatriptan: dosis 4-6 mg secara subkutan . dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
Digunakan untuk serangan migrain akut dengan atau tanpa aura

- Ergotamin: Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi reseptor 5-HT1


presinaptik. Pemberian IV dpt dilakukan untuk serangan yang berat

14
Ergotamine tatrat: dosis 0,25-0,5 mg secara subkutan atau IM. Dosis tidak boleh
melewati 1mg/24 jam.

2). Terapi Profilaksis

- Beta bloker: merupakan drug of choice untuk prevensi migrain

Contoh: atenolol 40-160 mg/hari, metoprolol 100-200 mg/hari, propanolol dimulai


dari dosis 10-20 mg dengan pemberian 2-3x/hari dan dapat ditingkatkan secara gradual
menjadi 240 mg/hari

- Antidepresan trisiklik

Pilihan: amitriptilin dosis 25-125mg, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin

Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat

- Metisergid: dosis 2-6mg/hari, merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-


HT2
- Asam/Na Valproat: dosis 250 mg dengan pemberian 3-4x/hari, dapat menurunkan
keparahan, frekuensi dan durasi pada 80% penderita migrain
- NSAIDs: Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif

Tidak disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI

- Verapamil: merupakan terapi lini kedua atau ketiga

I. Pencegahan

Pencegahan migren dapat dilakukan dengan mecegah ataupun menghindari hal-


hal yang dapat mencetuskan terjadinya serangan migrain. Misalnya dengan mencegah
kelelahan fisik, tidur cukup, mengurangi makanan yang dapat menpresipitasi migrain,
mengontrol hipertensi, dan menghindari stress.

15
J. Komplikasi

Dapat terjadi rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan penggunaan obat-
obat untuk nyeri kepala yang dipakai secara berlebihan seperti aspirin, asetaminofen, dan
lain-lain.

K. Prognosis

Pada sebagian besar orang, migrain dapat menghilang seutuhnya, yang lebih
dikarenakan faktor usia (penuaan). Penurunan kadar estrogen dan progesterone pada
wanita menopause berperan pada remisi migrain pada wanita. Namun migrain juga dapat
meningkatkan factor risiko untuk terkena penyakit stroke, sebelum berusia 50 tahun.
Sekitar 19% dari semua kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migrain.
Selain itu migrain juga meningkatkan faktor risiko untuk terkena penyakit jantung.

2.6.2. Tension Type Headache (TTH)

TTH merupakan nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk ( meliputi M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoideus, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M. levator skapula).

Nyeri kepala berupa rasa nyeri tumpul yang konstan, atau perasaan menekan yang
tidak enak pada leher, pelipis, dahi, atau di sekitar kepala, leher terasa kaku. Umumnya
terjadi secara bilateral (terjadi pada kedua belah sisi pada waktu yang sama).3,9

16
Gambar 1. Tension Type Headache

A. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dan faktor resiko TTH antara lain stres, bekerja dalam posisi yang sama
atau menetap dalam waktu lama, keadaan depresi, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, ketidakseimbangan neurotransmitter (seperti dopamine, serotonin,
norepinefrin, dan enkephalin).

B. Epidemiologi

Merupakan jenis nyeri kepala yang paling banyak dijumpai. Angka kejadian TTH
adalah 78% sepanjang hidup. TTH dapat terjadi pada semua umur. Sekitar 60% onset
terjadi pada mereka yang berumur lebih dari 20 tahun. Jenis kielamin perempuan
diktakan lebih berpotensi untuk mengalami TTH.

C. Klasifikasi

TTH dibagi menjadi Episodic Tension Type Headache (ETTH) dan Chronic
Tension Type Headache(CTTH)

1. Episodic Tension Type Headache

Jika seseorang menderita sedikitnya 10 kali sakit kepala yang lamanya berkisar 30
menit – 7 hari, dan frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.

17
2. Chronic Tension Type Headache

Frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6
bulan.

D. Patofisiologi

Patofisiologi secara pasti belum diketahui secara jelas. Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan didapatkan data bahwa terdapat beberapa keadaan yang
berhubungan dengan terjadinya TTH. Diantaranya adalah disfungsi sistem saraf pusat
dan disfungsi sistem saraf perifer. Disfungsi sistem saraf pusat diketahui lebih mengarah
kepada kondisi CTTH. Sedangkan disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada
ETTH. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot.

Keadaan lainnya berhubungan dengan transmisi nyeri TTH melalui nukleus


trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitisasi second order neuron pada
nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekus NO) sehingga meningkatkan
input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi
mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Keadaan ini akan
meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial.

Hiperfleksibilitas neuron sentral nosiseptif pada nucleus trigeminal, thalamus, dan


korteks serebri yang diikuti hipersensitivitas supraspinal (limbic) terhadap nosiseptif.
Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, termal) akan menurun di sefalik dan
ektrasefalik. Selain itu terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit
activity.

Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak dapat menyebabkan salah interpretasi
informasi pada otak yang disalahartikan sebagai nyeri. Terdapat hubungan antara jalur
serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya
TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak serta abnormalitas serotonin

18
platelet, penurunan beta endorphin, dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan
maseter berperan dalam terjadinya TTH.

Faktor psikogenik seperti stress mental dan keadaan non-fisiologikal motor stress
akan melepaskan zat iritatif yang menstimulasi perifer dan mengaktivasi struktur persepsi
nyeri supraspinal kemudian memodulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri.

E. Diagnosis

TTH didiagnosis bila memenuhi sedikitnya dua dari tanda-tanda berikut, yaitu:

o Rasa menekan/berat
o berlokasi di kedua belah sisi kepala (bilateral)
o Sakit dengan intensitas ringan sampai sedang
o Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin

Selain itu dapat disertai tanda-tanda berikut:

o Tidak mual atau muntah


o Mungkin sensitif terhadap cahaya atau suara, tapi tidak keduanya

Kemudian kondisi ini tidak berkaitan dengan penyakit lain.

F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada uji yang spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan apa pun.

G. Penatalaksanaan
Terapi Non-farmakologi

19
- Relaksasi dapat membantu dalam tatalaksana TTH. Pasien dapat melakukan latihan
peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit. Pernafasan dengan
diafragma atau metode relaksasi otot yang lain
- Istirahat cukup. Dapat melakukan perubahan posisi tidur.
- Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah : Pencahayaan yang tepat untuk
membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau saat menonton televisi. Hindari
eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising. Hindari suhu rendah pada saat
tidur pada malam hari

Terapi farmakologi
- Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat seperti aspirin, asetaminofen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic
- Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,
misalnya karena anxietas atau depresi.
Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
- Hindari penggunaan analgesik secara kronis karena dapat memicu rebound headache

H. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan menghindari terjadinya stress, melakukan olahraga
teratur, istirahat cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi. Jika
pernyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka diperlukan psikoterapi.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa rebound headache yaitu nyeri kepala yang
timbul akibat menggunakan obat-obat untuk menangani nyeri kepala secara berlebihan.

J. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik. TTH dapat menimbulkan kondisi dimana nyeri
terasa menyakitkan namun tidak membahayakan. TTH dapat sembuh dengan perawatan

20
atau dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakang munculnya nyeri
kepala.

2.6.3. Cluster Headache


Merupakan nyeri kepala vascular yang juga dikenal dengan nyeri kepala Horton,
sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine, atau mingrain merah, karena waktu
serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.

A. Epidemiologi
Cluster headache 100 kali lebih jarang ditemui dibandingkan dengan mingrain.
Umumnya serangan pertama muncul pada usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh
pasien. Ditemukan terutama pada dewasa muda, jenis kelamin pria, dengan perbandingan
pria dan wanita adalah 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya terjadi
pada dini hari menjelang pagi yang akan membuat pasien terbangun dari tidurnya. Untuk
cluster headache didapatkan data bahwa hal ini lebih sering terjadi pada populasi Afika
Amerika.

B. Etiologi
Penyebab cluster headache antara lain:
- Penekanan pada nervus trigeminal (N.V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.
- Pembengkakan dinding arteri karotis interna
- Pelepasan histamine
- Letupan paroksismal parasimpatis
- Abnormalitas hipotalamus
- Penurunan kadar oksigen

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan cluster headache adalah:


- Alkohol
- Stress
- Terlalu banyaak atau terlalu sedikit tidur
- Terpapar hidrokarbon

21
C. Patofisiologi
Belum diketahui secara pasti. Teori yang banyak dianut adalah cluster headache
timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri carotis eksterna yang diperantarai
histamine intrinsik (Teori Horton).
Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan
struktur yang berkaitan denganyan, hal ini ditandai dengan disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menyebabkan defisiensi
autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus
terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini serangan dapat dipicu oleh kadar
oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla
oblongata serta nervus V,VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh
berbagai macam neuropeptida (seperti substansi P) terutama pada sinus kavernosus
(Teori Lee Kudrow).

D. Diagnosis
Berdasarkan criteria IHS, diagnosis cluster headache adalah :
A). Paling sedikit 5 kali serangan dengan criteria di bawah ini
B). Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal
selama 15-180 menit bila tidak ditatalaksana.
C). Sakit kepala disertai satu dari criteria di bawah ini:
1). Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrimasi
2). Kongesti nasal ipsilateral dan atau rinorea
3). Edema kelopak mata ipsilateral
4). Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5). Miosis dan atau ptosis
6). Kesadaran gelisah atau agitasi
D). Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
E). Tidak berhubungan dengan kelainan lain

American Headache Society pada tahun 2004 menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosis cluster headache, yaitu :

22
- pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala
yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan dikarenakan oleh gangguan
lainnya.
- nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital
atau temporal, dan nyeri berlangsung antara 18-150 menit jika tidak diobati.
- disertai gejala-gejala berikut: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung
tersumbat atau rinorea ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi
berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.

Cluster headache episodik adalah setidaknya terdapat dua periode cluster yang
berlangsung tuhuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama
satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronik adalah serangan yang kambuh
lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang
dari satu bulan.

E. Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana adalah untuk menghilangkan nyeri (terapi abortif) dan
mencegah serangan (profilaksis)
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
Obat-obat untuk terapi abortif:
- Oksigen
- Ergotamin
Dihidroergotamin 1 mg IM efektif dalam menghilangkan serangan akut.
- Sumatriptan
Dosis 6 mg secara subkutan, atau 20 mg secara intranasal, efektif untuk pengobatan
akut.
- Lidokain: tetes hidung topical lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan
akut cluster headache. Dosis 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setelah 15 menit.
Pasien diposisikan tidur terlentang dengan kepala dimiringkan ke belakang kea rah
lantai 30o dan beralih ke sisi nyeri kepala.

23
Terapi Profilaksis
Pilihan pengobatan profilaksis ditentukan oleh lamanya serangan, bukan dari jenis
episodik ataupun kronik.
Obat-obat untuk terapi profilaksis:
- Verapamil
Beberapa ahli menyarankan verapamil sebagai pengobatan lini pertama.
- Litium
Biasanya digunakan untuk cluster headache kronik. Dosis 600mg-900mg/hari dalam
dosis terbagi.
- Ergotamin
- Metisergid
- Kortikosteroid
Prednisone 1mg/kgBB sampai dengan 60 mg selama empat hari yang diturunkan
bertahap selama tiga minggu digunakan sebagai pengobatan preventif jangka pendek.
- Topiramat
Digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis 100-200 mg / hari

Gambar 2. Perbandingan Cephalgia Primer

24
2.7. Cephalgia Sekunder
Cephalgia sekunder terdiri dari nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan
leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal, nyeri kepala akibat kelainan
non vascular intracranial, nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun withrawalnya, nyeri
kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis, nyeri kepala yang
berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial atau cranial lainnya, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.

Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit
tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda dari berbagai
penyakit.
Kriteria diagnosis nyeri kepala sekunder menurut IHS adalah :
A). Nyeri kepala dengan satu atau lebih memenuhi criteria C dan D
B). Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui sebelumnya
C). Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain
D). Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan (lebih
singkat dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau remisi spontan dari
penyakit penyebabnya.

Beberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi adalah:


1). Nyeri kepala karena sakit gigi
Keluhan sakit gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit gigi, sehingga
kelainan atau penyakit gigi perlu dicari dan ditangani oleh dokter gigi.
2). Nyeri kepala pada sinusitis
Nyeri kepala ringan hingga hebat dirasakan di daerah muka, pipi, atau dahi,
biasanya juga disertai keluhan THT (Telinga hidung tenggorokan) misal berdahak,
hidung mampet, hidung meler, dan sebagainya.
3). Nyeri kepala pada kelainan mata
Kelainan pada mata seperti iritis, glaucoma, dan papilitis dapat menimbulkan
nyeri sedang hingga berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak merah disertai dengan
gangguan penglihatan.

25
4). Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi
Penderita tekanan darah tinggi dapat mengeluhkan nyeri kepala. Minum obat sakit
kepala saja tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena tekanan darah
tinggi merupakan ancaman untuk terjadinya kerusakan organ-organ seperti ginjal, otak,
jantung, dan pembuluh darah.
5). Nyeri kepala akibat putus zat (withdrawal headache)
Nyeri kepala dapat terjadi akibat terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat
sakit kepala, kemudian ketika putus obat malah menimbulkan nyeri kepala.

26
Jenis Lama frekuensi rasa Lokasi Gejala Ikutan
Cephalgia waktu sakit/sifat
migraine 4-72 jam sporadik <5 berdenyut unilateral mual muntah,
tanpa aura serangan fotofobia,
nyeri fonofobia
migraine <60 menit sporadic, berdenyut unilateral gangguan
dengan aura 2 serangan visual,
didahului gangguan
gejala visual sensorik,
atau gangguan
sensoris bicara
gradual
>5menit
TTH 30 menit- 7 terus tumpul, daerah depresi,
hari menerus tekan, servikal, leher ansietas, stres
mengikat
Cluster type 15-180 periodic, 1x- tajam, unilateral lakrimasi
headache menit 8x perhari tertusuk- orbita, ipsilateral,
tusuk periorbita rinorea
ipsilateral,
miosis/ ptosis
ipsilateral, dahi
dan wajah
berkeringat
secondary lama berdenyut tergantung
lebih dari 3 lokasi, misal
bulan gigi seperti di
daerah
pelipis,
sinusitis di
daerah
maksila

Tabel 1. Perbandingan Beberapa Jenis Cephalgia

27
Red Flag Consider Probable
Investigation
sudden onset SAH, Bleed into a mass, Neuroimaging
headache AV malformation, Mass Lumbar
lesion (especially Puncture
posterior fossa)
Worsening Pattern Mass lesion, SDH Neuroimaging
headache Medical overuse
Headache with meningitis, encephalitis, neuroimaging
systemic illness collagen vascular lumbar
disease, systemic puncture
infection blood test
focal neurological mass lesion, AV neuroimaging
signs other than malformation, collagen
typical visual or collagen vascular vascular
sensorial aura disease evaluation
papiloedema mass lesion, neuroimaging
pseudotumor, lumbal
encephalitis, meningitis puncture
headache in encephalitis, meningitis neuroimaging
children lumbar
puncture
Headache in mass lesion, stroke neuroimaging
elderly haemoraghe, iscemic

Tabel 2. Red Flag Cephalgia

28
BAB III

PENUTUP

Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang sering dikeluhakan pasien dan
membuat pasien datang mencari pertolongan medis. Terdapat berbagai jenis nyeri kepala dengan
definisi, etiologi, patofisiologi yang berbeda-beda. Dengan demikian penatalaksaannya pun
menjadi berbeda. Secara garis besar cephalgia dibagi menjadi cephalgia primer dan cephalgia
sekunder.

Penegakkan diagnosis untuk masing-masing jenis cephalgia dapat menggunakan criteria


diagnosis yang dikeluarkan IHS (International Headache Society). Dengan adanya criteria
terserbut memudahkan untuk membedakan masing-masing jenis cephalgia. Dan perlu juga
diperhatikan nyeri kepala yang menjadi tanda dari suatu penyakit yang dapat mebahayakan.

29

Anda mungkin juga menyukai