PENDAHULUAN
Dari semua rasa nyeri yang terjadi pada manusia, nyeri kepala merupakan alasan paling
sering dan paling banyak yang membuat seseorang mencari pertolongan medis. Faktanya
terdapat banyak sekali kasus nyeri kepala yang ditemukan di berbagai pusat pelayanan medis.
Mangapa banyak rasa nyeri yang berpusat di kepala menjadi pertanyaan yang menarik untuk
dicari jawabannya. Satu hal yang penting adalah fakta bahwa wajah dan kulit kepala (scalp)
merupakan daerah yang lebih banyak disuplai oleh reseptor nyeri dibandingkan daerah lain pada
tubuh. Begitu juga dengan hidung (nasal) dan jalur oral, mata, dan telinga, semua bagian tersebut
terdiri dari struktur yang rumit dan sensitif, dimana ketika terkena suatu penyakit, setiap bagian
tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Bila rasa nyeri terjadi di bagian kepala, tentu saja hal ini
menjadi perhatian yang lebih besar dibandingkan bila nyeri terjadi di bagian tubuh yang lain,
dikarenakan di dalam kepala terdapat struktur penting yaitu otak.
Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri kepala. Sekitar lebih dari 40% dari semua
orang mengalami nyeri kepala hebat pada setiap tahun. Mekaninsme otak untuk menghasilkan
nyeri kepala diaktivasi oleh berbagai faktor. Faktor genetik juga diperkirakan turut berperan,
sehingga pada bebrapa orang dapat terjadi nyeri kepala yang lebih sering dan lebih hebat.
Nyeri kepala merupakan gejala yang umumnya terjadi ringan namun bisa juga
merupakan gambaran manifestasi dari suatu penyakit yang serius seperti tumor otak, ruptur
aneurisma atau arteritis giant sel. Secara umum, kata nyeri kepala menggambarkan seluruh rasa
sakit dan nyeri yang berlokasi di kepala, tetapi dalam praktiknya nyeri kepala diartikan sebagai
rasa tidak nyaman pada daerah tengkorak (kepala). Terdapat beberapa terminologi yang
berhubungan dengan nyeri kepala, yang harus dibedakan dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam
bab selanjutnya.
1
1.2. Epidemiologi
Nyeri kepala terhitung 1-4% dari seluruh kunjungan unit gawat darurat (UGD) dan
merupakan urutan nomor sembilan dari alasan paling banyak yang membuat pasien datang
mencari tenaga medis. Lebih dari 90% nyeri kepala yang dilaporkan merupakan nyeri kepala
akibat kontraksi otot.
Nyeri kepala dapat terjadi pada semua umur, tetapi mayoritas pasien adalah usia dewasa
muda. Sekitar 60% onset nyeri kepala terjadi pada mereka yang berumur lebih dari 20 tahun.
Pada nyeri kepala dengan onset usia lanjut (elderly), tenaga medis tidak boleh menganggap
(asumsi) bahwa nyeri kepala tersebut dikarenakan sebab yang ringan, sampai etiologi-etiologi
patologi sudah dieksplor.
Prevalensi nyeri kepala di USA adalah 1 dari 6 orang (16,54%) atau sekitar 45 juta orang
mengalami nyeri kepala kronik, dan 20 juta diantaranya merupakan wanita. 75% dari jumlah
tersebut merupakan Tension Type Headache.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan
sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman antara daerah
orbita dan oksipital yang muncul dari struktur yang sensitif nyeri.
Penyebab cephalgia atau nyeri kepala dapat disesabkan oleh banyak faktor. Cephalgia
dapat disebabkan adanya kelainan di kepala, jaringan sistem saraf, dan pembuluh darah. Nyeri
kepala yang kronik umumnya disebabkan oleh migrain, ketegangan, kelainan emosi atau depresi,
juga dapat dikarenakan adanya lesi intrakranial, akibat cedera kepala, spondilosis servikal,
penyakit gigi, penyakit mata, gangguan sendi temporomandibular, penyakit hidung.
Pengertian mengenai nyeri kepala semakin diperjelas oleh observasi yang dilakukan
selama operasi otak oleh Ray and Wolff. Observasi ini menginformasikan bahwa hanya beberapa
struktur kranial tertentu sensitif terhadap nyeri (stimulus noxious). Struktur tersebut antara lain:
3
- bagian dari dura pada dasar otak dan arteru di dalam dura, umumnya bagian proksimal pada
arteri serebral anterior dan media, dan segmen intrakranial pada arteri carotis interna.
- optik, okulomotor, trigeminal, glosofaringeal, vagus, dan ketiga nervus servikal yang pertama.
Rasa nyeri secara praktis merupakan sensasi yang diproduksi melalui stimulasi dari
struktur-struktur tersebut. Rasa nyeri timbul melalui dinding pembuluh darah yang mengandung
pain fiber. Bagian pia-arachnoid, dan dura melewati konveksitas otak, parekim otak, dan
ependima, dan pleksus koroidalis kurang sensitif.
Daerah proyeksi nyeri merupakan hal yang penting untuk memahami asal dari nyeri
kranial. Rasa nyeri yang timbul dari distensi arteri meningeal media akan diproyeksikan pada
area belakang mata dan temporal. Nyeri dari segmen intrakranial pada arteri carotis interna dan
bagian proksimal pada arteri serebral anterior dan media akan dirasakan pada daerah mata dan
orbitotemporal. Serabut saraf dimana stimulus sensoris kepala ditransmisikan ke susunan saraf
pusat (SSP) adalah nervus trigeminal, umumnya cabang satu dan kadang kala cabang dua,
dimana akan meneruskan impuls ke depan kepala, orbita, fosa anterior dan media pada
tengkorak, dan permukaan atas dari tentorium. Cabang spenopalatina dari nervus fasialis akan
meneruskan impuls dari daerah nasoorbital. Nervus kranial ke sembilan dan sepuluh serta ketiga
nervus servikal pertama mentransmisikan impuls dari permukaan inferior tentorium dam semua
fossa posterior. Serabut saraf simpatetik dari tiga ganglia servikal dan serabut saraf
parasimpatetik dari ganglia.
Nyeri dari struktur supratentorial akan meneruskan ke dua pertiga anterior kepala sampai
ke daerah sensoris yang disuplai nervus trigeminus cabang satu dan dua. Nyeri dari struktur
infratentorial meneruskan ke verteks dan belakang kepala dan leher melalui akar-akar serabut
saraf servikal. Masukan (input) sensoris trigeminal dan servikal atau neuron yang setinggi level
C2 memungkinkan nyeri dari leher dan daerah oksipital akan diteruskan ke daerah depan kepala
dan sekitarnya. Nervus kranial tujuh, sembilan dan sepuluh akan memproyeksikan nyeri pada
daerah nasoorbita, telinga, dan tenggorokan. Ada kemungkinan nyeri lokal pada kulit kepala
(scalp). Serabut nyeri dental atau sendi temporomandibular akan dibawa oleh nervus trigeminal
cabang dua dan tiga. Dengan pengecualian porsi servikal pada arteri carotis interna, dimana nyeri
4
meneruskan ke alis dan supraorbita, dan daerah tulang belakang servikal, dimana akan
memproyeksikan ke oksiput, nyeri karena penyakit pada bagian ektrakranial pada tubuh tidak
diteruskan ke kepala. Namun, kondisi yang jarang seperti pada angina pektoris dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman pada verteks kranial dan daerah sekitarnya juga pada rahang.
Studi-studi yang dilakukan Ray dan Wolff 70 tahun yang lalu telah mendemonstrasikan
adanya beberapa mekanisme yang menjadi asal nyeri kranial. Secara lebih spesifik, lesi massa
intrakranial menyebabkan nyeri kepala jika mereka berubah bentuk (deform), menggeser
(displace), atau melakukan traksi pada pembuluh darah dan struktur dura pada basis otak, dan hal
ini dapat terjadi lama sebelum tekanan intrakranial meningkat. Mayoritas pasien dengan tekanan
intrakranial yang tinggi mengeluhkan nyeri kepala bioksipital dan bifrontal yang berfluktuasi
tingkat keparahannya, yang kemungkinan dikarenakan traksi pada pembuluh darah atau dura.
Infeksi atau penyumbatan sinsus paranasal akan disertai rasa nyeri yang umumnya
berasal dari sinus maksilaris dan frontalis. Umumnya hal ini berkaitan dengan adanya nyeri pada
kulit dan kranium pada distribusi yang sama. Nyeri dari sinus etmoid dan sphenoid dalah
terlokalisir dalam pada bagian tengah (midline) belakang pada dasar hidung atau kadang pada
verteks. Mekanisme pada kasus ini meliputi perubahan pada tekanan dan iritasi pada dinding
sinus yang sesnsitif nyeri.
Nyeri kepala dengan penyebab ocular atau mata, umumnya berlokasi di sekitar orbita,
bagian depan kepala, dengan tipe nyeri yang cederung dikarenakan penggunaan mata yang
terlalu lama untuk melakukan kerja dalam padangan dekat. Penyebab utama adalah hipermetropi
5
dan astigmatisma dimana akan terjadi kontraksi pada ekstraokular juga pada otot frontal,
temporal, dan oksipital. Mekanisme lain yang mungkin terlibat adalah adanya kondisi yang
meningkatkan tekanan intraokuler yang akan mengakibatkan ranya nyeri pada daerah mata dan
dapat menjalar ke bagian depan kepala.
Nyeri kepala karena iritasi mengingeal (karena infeksi atau perdarahan) umumnya
memiliki onset akut, berat, menyeluruh, konstan, dan berkaitan dengan kekakuan pada leher.
Dilatasi dan inflamasi pada pembuluh darah meningeal dan iritasi kimiawi pada reseptor nyeri
pembuluh darah besar dan meningeal oleh zat-zat kimia endogen seperti serotonin dan plasma
kinin, merupakan factor penting dalam menimbulkan nyeri dan spasme pada ekstensor leher.
Lumbar puncture (LP) atau nyeri kepala karena rendahnya CSF (Cerebro Spinal Fluid)
secara spontan (spontaneous low CSF pressure headache), hal ini terjadi karena kebocoran CSF
ke jaringan lumbal melalui bekas tusukan jarum spinal atau robeknya meningens yang terjadi
secara spontan maupun karena trauma spinal.
Tujuan utama ketika tenaga medis dihadapkan dengan pasien dengan nyeri di bagian
kepala adalah untuk menentukan apakah nyeri kepala tersebut adalah primer atau sekunder.
Berikut adalah klasifikasi cephalgia menurut IHS (International Headache Society) classification
ICHD-II
-Migrain
-Cluster Headache
6
2. Nyeri kepala Sekunder
-nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis
- nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya
2.6.1. Migrain
A. Definisi
Migrain adalah suatu kondisi kronis yang dikarakterisik oleh nyeri kepala
episodik dengan intensitas sedang sampai berat yang berakhir dalam waktu 4 – 72 jam
(International Headache Society). Nyeri biasanya terjadi unilateral, berdenyut, nyeri
dirasakan dengan intesitas sedang sampai berat, bertambahy berat dengan aktivitas, dan
dapat diserati mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia.
B. Etiologi
Sekitar 70% pasien memiliki anggota keluarga dengan riwayat migrain. Berbagai
faktor lingkungan dan perilaku juga dapat berpengaruh pada timbulnya serangan migrain
pada orang dengan predisposisi migraine. Resiko migrain meningkat empat kali pada
mereka yang mempunyai anggota keluarga menderita migrain. Namun dari studi yang
adam dikatakan bahawa tidak ada keterkaitan genetik pada migrain tanpa aura.
7
Berbagai hal yang dapat mencetuskan terjadinya migraine antara lain stres,
kurang tidur maupu kelebihan tidur, obat-obatan (vasodilator, kontrasepsi oral), merokok,
terpapar sinar yang terlalu terang, bau yang terlalu menyengat (parfum), perubahan
hormonal (seperti menstruasi, kehamilan), cedera kepala, perubahan cuaca, penyakit
metabolic maupun infeksi, kelelahan fisik. Makanan cina dan zat tambahan pada
makanan dapat mencetuskan migrain. Termasuk alkohol, kafein, coklat, pemanis buatan
(seperti aspartame, sakarin), MSG, dan daging yang mengandung nitrit. Makanan yang
mengandung tiramin juga dapat memprovokasi migrain, contohnya yogurt, hati ayam,
pisang, alpukat.
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat lebih dari 30 juta orang mengalami migraine satu kali atau
lebih setiap tahun. Sekitar 75% dari seluruh penderita migrain adalah wanita. WHO
memperkirakan prevalensi di dunia mengenai angka migrain adalah 10% dan prevalensi
seumur hidup adalah 14%. Prevalensi migrain lebih tinggi di Amerika Utara, diikuti oleh
Amerika Selatan dan Amerika Tengah, Eropa, Asia, dan Afrika. Migrain tanpa aura lebih
sering terjadi dibandingkan migrain dengan aura yaitu 9:1. Prevalensi mencapai puncak
pada sekitar usia 30-40 tahun. Angka kejadian dan frekuensi menurun pada individu
dengan usia lebih dari 40 tahun. Dari sejumlah data penelitian didapatkan data bahwa
jenis kelamin wanita lebih berpotensi untuk mengalami mingrain yaitu sekitar 14-17%
dibandingkan dengan pria yaitu 5-6%.
D. Klasifikasi Migrain
Disebut juga migrain klasik memiliki karakter yaitu nyeri kepala unilateral yang
didahului oleh berbagai macam visual, sensoris, gejala motor, yang secara umum dikenal
sebagai aura. Pada umumnya aura terdiri dari manifestasi visual seperti skotoma,
fotofobia, dan manifestasi visual. Manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60
menit, umumnya hanya sekitar 5-20 menit.
8
Migrain dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase:
I Fase Prodromal
II Aura
IV Postdrome
Merupakan migrain yang lebih banyak terjadi. Nyeri pada salah satu sisi kepala
dan bersifat pulsatil, dapat disertai mual, fotofobia, dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung 4-72 jam.
9
E. Patofisologi
Meskipun demikian teori ini tidak dapat menjelaskan fase prodromal dan
gambaran lainnya yang berkaitan dengan migraine, efikasi pada beberapa obat yang
digunakan untuk mengobati migraine faktanya tidak mempunyai efek pada pembuluh
darah, dan fakta bahwa sebagian besar pasien tidak mengalami aura.
Teori ini berpegang bahwa sejumlah keadaan neural dan vascular yang kompleks
menginisiasi terjadinya migraine. Menurut teori ini, migraine secara utama merupakan
proses neurogenik dengan perubahan sekunder pada perfusi serebral.
Pasien migrain yang sedang tidak mengalami nyeri kepala apa pun, mempunyai
keadaan hipereksitabilitas neuronal pada korteks serebral, terutama di kortks oksipital.
Penemuan ini didapatkan pada studi degan transcranial magnetic stimulation dan MRI
fungsional.
10
3). Cortical Spreading Depression (CSD)
Depolarisasi ini mengakibatkan fenomena kortikal primer atau fase aura, yang
kemudian akan mengaktivasi serabut saraf trigeminal yang menyebabkan fase nyeri
kepala. Dasar neurokimia pada CSD adalah melepaskan potassium atau excitatory amino
acid glutamate dari jaringan neural. Pelepasan ini akan menyebabkan depolarisasi pada
jaringan sekitar, yang kemudian akan diikuti dengan pelepasan lebih banyak
neurotransmitter, yang akan memperbesar penyebaran depresi.
11
4). Zat vasoaktif dan neurotransmitter
Mekanisme lain dapat berupa aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi
dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini terjadi sebagai akibat
pelepasan 5-hidrokditriptamin (5 –HT) yang bersifat vasokontriktor. Pemberian antagonis
seperti dopamine (contoh prokloeperazin) dan antagonis 5-HT (sumatriptan) secara
efektif dapat menghilangkan migrain.
F. Diagnosis
B). Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati)
1. lokasi unilateral
2. kualitas berdenyut
12
D). Selama nyeri kepala disertai salah satu di bawah ini
B). Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari di bawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
2. setidaknya timbul satu macam aura secara gradual >5 menit dan/atau
jenis aura yang lainnya > 5 menit
13
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
Terapi abortif dimulai pada saat terjadinya serangan sedangkan terapi profilaksis
diperlukan jika serangan terjadi lebih dari 2-3 kali sebulan, serangan berat dan
menyebabkan gangguan fungsi, terapi simptomatik gagal atau menyebabkan efek
samping yang serius.
14
Ergotamine tatrat: dosis 0,25-0,5 mg secara subkutan atau IM. Dosis tidak boleh
melewati 1mg/24 jam.
- Antidepresan trisiklik
Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat
I. Pencegahan
15
J. Komplikasi
Dapat terjadi rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan penggunaan obat-
obat untuk nyeri kepala yang dipakai secara berlebihan seperti aspirin, asetaminofen, dan
lain-lain.
K. Prognosis
Pada sebagian besar orang, migrain dapat menghilang seutuhnya, yang lebih
dikarenakan faktor usia (penuaan). Penurunan kadar estrogen dan progesterone pada
wanita menopause berperan pada remisi migrain pada wanita. Namun migrain juga dapat
meningkatkan factor risiko untuk terkena penyakit stroke, sebelum berusia 50 tahun.
Sekitar 19% dari semua kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migrain.
Selain itu migrain juga meningkatkan faktor risiko untuk terkena penyakit jantung.
TTH merupakan nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk ( meliputi M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoideus, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M. levator skapula).
Nyeri kepala berupa rasa nyeri tumpul yang konstan, atau perasaan menekan yang
tidak enak pada leher, pelipis, dahi, atau di sekitar kepala, leher terasa kaku. Umumnya
terjadi secara bilateral (terjadi pada kedua belah sisi pada waktu yang sama).3,9
16
Gambar 1. Tension Type Headache
Etiologi dan faktor resiko TTH antara lain stres, bekerja dalam posisi yang sama
atau menetap dalam waktu lama, keadaan depresi, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, ketidakseimbangan neurotransmitter (seperti dopamine, serotonin,
norepinefrin, dan enkephalin).
B. Epidemiologi
Merupakan jenis nyeri kepala yang paling banyak dijumpai. Angka kejadian TTH
adalah 78% sepanjang hidup. TTH dapat terjadi pada semua umur. Sekitar 60% onset
terjadi pada mereka yang berumur lebih dari 20 tahun. Jenis kielamin perempuan
diktakan lebih berpotensi untuk mengalami TTH.
C. Klasifikasi
TTH dibagi menjadi Episodic Tension Type Headache (ETTH) dan Chronic
Tension Type Headache(CTTH)
Jika seseorang menderita sedikitnya 10 kali sakit kepala yang lamanya berkisar 30
menit – 7 hari, dan frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.
17
2. Chronic Tension Type Headache
Frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6
bulan.
D. Patofisiologi
Patofisiologi secara pasti belum diketahui secara jelas. Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan didapatkan data bahwa terdapat beberapa keadaan yang
berhubungan dengan terjadinya TTH. Diantaranya adalah disfungsi sistem saraf pusat
dan disfungsi sistem saraf perifer. Disfungsi sistem saraf pusat diketahui lebih mengarah
kepada kondisi CTTH. Sedangkan disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada
ETTH. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot.
Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak dapat menyebabkan salah interpretasi
informasi pada otak yang disalahartikan sebagai nyeri. Terdapat hubungan antara jalur
serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya
TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak serta abnormalitas serotonin
18
platelet, penurunan beta endorphin, dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan
maseter berperan dalam terjadinya TTH.
Faktor psikogenik seperti stress mental dan keadaan non-fisiologikal motor stress
akan melepaskan zat iritatif yang menstimulasi perifer dan mengaktivasi struktur persepsi
nyeri supraspinal kemudian memodulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri.
E. Diagnosis
TTH didiagnosis bila memenuhi sedikitnya dua dari tanda-tanda berikut, yaitu:
o Rasa menekan/berat
o berlokasi di kedua belah sisi kepala (bilateral)
o Sakit dengan intensitas ringan sampai sedang
o Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada uji yang spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan apa pun.
G. Penatalaksanaan
Terapi Non-farmakologi
19
- Relaksasi dapat membantu dalam tatalaksana TTH. Pasien dapat melakukan latihan
peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit. Pernafasan dengan
diafragma atau metode relaksasi otot yang lain
- Istirahat cukup. Dapat melakukan perubahan posisi tidur.
- Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah : Pencahayaan yang tepat untuk
membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau saat menonton televisi. Hindari
eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising. Hindari suhu rendah pada saat
tidur pada malam hari
Terapi farmakologi
- Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat seperti aspirin, asetaminofen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic
- Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,
misalnya karena anxietas atau depresi.
Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
- Hindari penggunaan analgesik secara kronis karena dapat memicu rebound headache
H. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan menghindari terjadinya stress, melakukan olahraga
teratur, istirahat cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi. Jika
pernyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka diperlukan psikoterapi.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa rebound headache yaitu nyeri kepala yang
timbul akibat menggunakan obat-obat untuk menangani nyeri kepala secara berlebihan.
J. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik. TTH dapat menimbulkan kondisi dimana nyeri
terasa menyakitkan namun tidak membahayakan. TTH dapat sembuh dengan perawatan
20
atau dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakang munculnya nyeri
kepala.
A. Epidemiologi
Cluster headache 100 kali lebih jarang ditemui dibandingkan dengan mingrain.
Umumnya serangan pertama muncul pada usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh
pasien. Ditemukan terutama pada dewasa muda, jenis kelamin pria, dengan perbandingan
pria dan wanita adalah 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya terjadi
pada dini hari menjelang pagi yang akan membuat pasien terbangun dari tidurnya. Untuk
cluster headache didapatkan data bahwa hal ini lebih sering terjadi pada populasi Afika
Amerika.
B. Etiologi
Penyebab cluster headache antara lain:
- Penekanan pada nervus trigeminal (N.V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.
- Pembengkakan dinding arteri karotis interna
- Pelepasan histamine
- Letupan paroksismal parasimpatis
- Abnormalitas hipotalamus
- Penurunan kadar oksigen
21
C. Patofisiologi
Belum diketahui secara pasti. Teori yang banyak dianut adalah cluster headache
timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri carotis eksterna yang diperantarai
histamine intrinsik (Teori Horton).
Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan
struktur yang berkaitan denganyan, hal ini ditandai dengan disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menyebabkan defisiensi
autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus
terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini serangan dapat dipicu oleh kadar
oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla
oblongata serta nervus V,VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh
berbagai macam neuropeptida (seperti substansi P) terutama pada sinus kavernosus
(Teori Lee Kudrow).
D. Diagnosis
Berdasarkan criteria IHS, diagnosis cluster headache adalah :
A). Paling sedikit 5 kali serangan dengan criteria di bawah ini
B). Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal
selama 15-180 menit bila tidak ditatalaksana.
C). Sakit kepala disertai satu dari criteria di bawah ini:
1). Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrimasi
2). Kongesti nasal ipsilateral dan atau rinorea
3). Edema kelopak mata ipsilateral
4). Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5). Miosis dan atau ptosis
6). Kesadaran gelisah atau agitasi
D). Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
E). Tidak berhubungan dengan kelainan lain
American Headache Society pada tahun 2004 menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosis cluster headache, yaitu :
22
- pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala
yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan dikarenakan oleh gangguan
lainnya.
- nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital
atau temporal, dan nyeri berlangsung antara 18-150 menit jika tidak diobati.
- disertai gejala-gejala berikut: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung
tersumbat atau rinorea ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi
berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headache episodik adalah setidaknya terdapat dua periode cluster yang
berlangsung tuhuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama
satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronik adalah serangan yang kambuh
lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang
dari satu bulan.
E. Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana adalah untuk menghilangkan nyeri (terapi abortif) dan
mencegah serangan (profilaksis)
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
Obat-obat untuk terapi abortif:
- Oksigen
- Ergotamin
Dihidroergotamin 1 mg IM efektif dalam menghilangkan serangan akut.
- Sumatriptan
Dosis 6 mg secara subkutan, atau 20 mg secara intranasal, efektif untuk pengobatan
akut.
- Lidokain: tetes hidung topical lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan
akut cluster headache. Dosis 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setelah 15 menit.
Pasien diposisikan tidur terlentang dengan kepala dimiringkan ke belakang kea rah
lantai 30o dan beralih ke sisi nyeri kepala.
23
Terapi Profilaksis
Pilihan pengobatan profilaksis ditentukan oleh lamanya serangan, bukan dari jenis
episodik ataupun kronik.
Obat-obat untuk terapi profilaksis:
- Verapamil
Beberapa ahli menyarankan verapamil sebagai pengobatan lini pertama.
- Litium
Biasanya digunakan untuk cluster headache kronik. Dosis 600mg-900mg/hari dalam
dosis terbagi.
- Ergotamin
- Metisergid
- Kortikosteroid
Prednisone 1mg/kgBB sampai dengan 60 mg selama empat hari yang diturunkan
bertahap selama tiga minggu digunakan sebagai pengobatan preventif jangka pendek.
- Topiramat
Digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis 100-200 mg / hari
24
2.7. Cephalgia Sekunder
Cephalgia sekunder terdiri dari nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan
leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal, nyeri kepala akibat kelainan
non vascular intracranial, nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun withrawalnya, nyeri
kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis, nyeri kepala yang
berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial atau cranial lainnya, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.
Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit
tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda dari berbagai
penyakit.
Kriteria diagnosis nyeri kepala sekunder menurut IHS adalah :
A). Nyeri kepala dengan satu atau lebih memenuhi criteria C dan D
B). Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui sebelumnya
C). Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain
D). Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan (lebih
singkat dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau remisi spontan dari
penyakit penyebabnya.
25
4). Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi
Penderita tekanan darah tinggi dapat mengeluhkan nyeri kepala. Minum obat sakit
kepala saja tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena tekanan darah
tinggi merupakan ancaman untuk terjadinya kerusakan organ-organ seperti ginjal, otak,
jantung, dan pembuluh darah.
5). Nyeri kepala akibat putus zat (withdrawal headache)
Nyeri kepala dapat terjadi akibat terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat
sakit kepala, kemudian ketika putus obat malah menimbulkan nyeri kepala.
26
Jenis Lama frekuensi rasa Lokasi Gejala Ikutan
Cephalgia waktu sakit/sifat
migraine 4-72 jam sporadik <5 berdenyut unilateral mual muntah,
tanpa aura serangan fotofobia,
nyeri fonofobia
migraine <60 menit sporadic, berdenyut unilateral gangguan
dengan aura 2 serangan visual,
didahului gangguan
gejala visual sensorik,
atau gangguan
sensoris bicara
gradual
>5menit
TTH 30 menit- 7 terus tumpul, daerah depresi,
hari menerus tekan, servikal, leher ansietas, stres
mengikat
Cluster type 15-180 periodic, 1x- tajam, unilateral lakrimasi
headache menit 8x perhari tertusuk- orbita, ipsilateral,
tusuk periorbita rinorea
ipsilateral,
miosis/ ptosis
ipsilateral, dahi
dan wajah
berkeringat
secondary lama berdenyut tergantung
lebih dari 3 lokasi, misal
bulan gigi seperti di
daerah
pelipis,
sinusitis di
daerah
maksila
27
Red Flag Consider Probable
Investigation
sudden onset SAH, Bleed into a mass, Neuroimaging
headache AV malformation, Mass Lumbar
lesion (especially Puncture
posterior fossa)
Worsening Pattern Mass lesion, SDH Neuroimaging
headache Medical overuse
Headache with meningitis, encephalitis, neuroimaging
systemic illness collagen vascular lumbar
disease, systemic puncture
infection blood test
focal neurological mass lesion, AV neuroimaging
signs other than malformation, collagen
typical visual or collagen vascular vascular
sensorial aura disease evaluation
papiloedema mass lesion, neuroimaging
pseudotumor, lumbal
encephalitis, meningitis puncture
headache in encephalitis, meningitis neuroimaging
children lumbar
puncture
Headache in mass lesion, stroke neuroimaging
elderly haemoraghe, iscemic
28
BAB III
PENUTUP
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang sering dikeluhakan pasien dan
membuat pasien datang mencari pertolongan medis. Terdapat berbagai jenis nyeri kepala dengan
definisi, etiologi, patofisiologi yang berbeda-beda. Dengan demikian penatalaksaannya pun
menjadi berbeda. Secara garis besar cephalgia dibagi menjadi cephalgia primer dan cephalgia
sekunder.
29