Anda di halaman 1dari 65

Case Report Session

Cephalgia

Oleh :

Audra Lovita Vianny 1740312453

Arif Bima Al Birru 1840312219

Yulia Oksi Yolanda 1840312218

Preseptor :

dr. Amilus Ismail, SpS

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RS ACHMAD MOCHTAR

BUKITTINGGI

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

Dari seluruh kondisi nyeri yang dialami oleh manusia, tidak diragukan lagi
kalau cephalgia atau nyeri kepala adalah yang paling sering dialami sebagai alasan
utama seseorang pergi untuk mencari pertolongan kesehatan. Faktanya, banyak
sekali klinik nyeri kepala yang didirikan di banyak pusat kesehatan. Selain
banyaknya frekuensi pada praktik umum, banyak nyeri kepala disebabkan oleh
penyakit umum dibanding dengan penyakit neurologis, dan perlu menjadi perhatian
tenaga kesehatan. Meskipun demikian, selalu ada pertanyaan mengenai penyakit
intrakranial, sehingga pendekatan kepada pasien sangat sulit dilakukan tanpa
mengetahui pengobatan neurologi. Mengapa begitu banyak nyeri yang berpusat di
kepala masih menjadi pertanyaan. Beberapa penjelasan yang mungkin karena
wajah dan kepala kaya akan reseptor nyeri dibanding banyak bagian tubuh lain,
mungkin untuk melindungi organ-organ penting dari tulang tengkorak. Juga,
hidung dan mulut, mata, telinga (organ halus dan sangat sensitif) semua di kepala
dan harus dilindungi, ketika dipengaruhi oleh penyakit, mampu menciptakan nyeri
dengan caranya tersendiri.1,2
Dalam laporan kasus ini, diharapkan penulis dan pembaca mampu mengerti
mengenai cephalgia itu sendiri dalam definisinya sendiri, epidemiologi, fisiologi
nyeri kepala, patofisiologi nyeri kepala, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, klasifikasi nyeri kepala, cephalgia primer, cephalgia sekunder,
trigeminal neuralgia, dan tanda bahaya nyeri kepala serta kaitannya dengan kondisi
pasien yang dilaporkan. Dengan demikian, manajemen dalam menangani pasien
dengan cephalgia dapat dilakukan dengan tepat.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cephalgia

Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah

kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. 2 Rasa nyeri ini timbul

dari struktur yang sensitive atau peka nyeri. Struktur yang sensitive nyeri terbagi

atas organ intrakranial dan ekstrakranial. Organ yang sensitif nyeri pada intrakranial

meliputi sinus venous, vena kortikal, arteri basal, anterior dura, fossa tengah dan

belakang. Organ ekstrakranial yang sensitive nyeri adalah pembuluh darah dan otot

kepala, organ-organ mata, membrane mukosa hidung dan sinus paranasal, telinga

luar dan tengah, gigi dan gusi.3

Gambar 1. Organ-organ yang sensitive nyeri.3

3
2.2 Epidemiologi

Hampir setiap orang pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya.

Sekitar 90% orang sekurangnya pernah mengalami nyeri kepala dalam satu tahun.

Sekitar 40% keluhan nyeri kepala tersebut membuat seseorang mengalami

gangguan fungsi dan aktivitas sehari - hari. Pada sebagian besar kasus nyeri kepala

penyebabnya tidak serius, tidak merusak otak dan tidak mengancam nyawa.

Penelitian pada masyarakat mengenai angka kejadian nyeri kepala

didapatkan bahwa 78% nyeri kepala berupa tension type headache, dan didapatkan

migrain sebanyak 16 %. Sisanya menderita nyeri kepala sekunder. Pada kelompok

nyeri kepala sekunder didapatkan bahwa penyebab terseringnya adalah rasa lapar

19%, gangguan hidung atau sinus 15%, trauma kepala 4% dan penyakit intrakranial

non vaskular termasuk tumor 0.5 %. 4

Pada suatu penelitian di unit gawat darurat didapatkan bahwa dari 3799

penederita yang diperiksa selama satu tahun, 86% merupakan penderita nyeri

kepala primer dan 61% didiagnosis mengidap migren. Hanya 6,4% mengalami

nyeri kepala sekunder dan sinusitis merupakan penyebab paling sering, diikuti oleh

nyeri kepala pasca trauma sebesar 1,5% bocornya cairan serebrospinal sebanyak

0,5 % dan gangguan vaskular sebanyak 0,5%.4

Peneliti metaanalisis mendapatkan bahwa hanya 0,18% pasien dengan

migren mempunyai gangguan neurologi abnormal yang berarti. Dari penelitian-

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan

nyeri kepala berat lebih besar kemungkinannya menderita nyeri kepala primer

dibanding dengan nyeri kepala sekunder. Menurut Lindsay dan Bone, bahwa pada

4
suatu praktek dokter umum 45% nyeri kepala berupa TTH ,diikuti 30% jenis migren

dan nyeri kepala klaster sebesar 1% ,dan neuralagia didapatkan kurang dari 1%.4

2.3 Patofisiologi Cephalgia

Dalam rongga tengkorak terdapat struktur-struktur yang relatif peka akan

nyeri. Struktur-struktur itu sendiri dapat berupa sinus vena anterior dan cabang

kortikalnya, arteri besar di dasar otak, lapisan duramater pada fossa anterior dan

posterior, saraf kranialis n.V, n.IX, dan n.X, serta ketiga saraf spinal bagian atas. 4

Bangunan-bangunan diatas ini mengandung ujung saraf yang sensitif

terhadap rasa nyeri yang dapat distimulasi oleh suatu traksi (tarikan), inflamasi,

tekanan, infiltrasi neoplasma,dan zat biokimiawi yang dilepas pada jenis nyeri

kepala tertentu. Stimulasi struktur yang peka nyeri yang berada di atas tentorium

serebri cenderung menimbulkan rasa nyeri pada daerah fronto-temporal atau daerah

parietal. Stimulasi pada struktur yang terdapat pada daerah fossa posterior

mengakibatkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital. 4

Nyeri kepala dapat terjadi sebagai suatu gejala pada penyakit-penyakit di

organ lain, seperti pada gangguan di daerah orbita, rongga nasal, gangguan sinus

paranasal, gangguan gigi, gangguan telinga bagian luar dan tengah juga dapat

menimbulkan gejala sakit kepala.4

Nyeri kepala sendiri secara umum dapat disebabkan oleh: 4

1. Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya.

2. Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fossa anterior dan fossa

posterior atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.

5
3. Traksi, peranjakan, atau penyakit pada saraf kranial N.V, N. IX,dan N.X dan

tiga saraf spinal servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3).

4. Perubahan tekanan intrakranial.

5. Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga, dan leher kuduk.

Berdasar mekanisme dan asalnya sakit kepala dapat dibagi menjadi:

Vaskular, Kontraksi otot, dan Kelainan pada struktur maupun inflamasi

ekstrakranial atau intracranial. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sakit kepala

dapat dibedakan menjadi:4

 Nyeri kepala yang telah berlangsung kronis seperti migren, tension type

headache, nyeri di daerah tulang servikal leher, sinusitis, penyakit gigi dan nyeri

kepala klaster.

 Nyeri kepala yang timbul mendadak. Penyebab yang sering dapat berupa

pendarahan subarachnoid, penyakit pembuluh darah di otak (serebrovaskular)

lainnya, radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis), dan

penyakit mata (glaucoma). Penyebab yang kurang sering seperti bangkitan

kejang dan ensefalopati hipertensif.

 Nyeri kepala yang berlangsung subakut seperti massa di rongga intracranial,

neuralgia trigeminal dan neuralgia glosofaringeal.

Pada penderita nyeri kepala, mengingat penyebabnya yang banyak, harus

dilakukan pendekatan atau pemeriksaan yang sangat teliti dan sistematis.pemeriksa

dan penderita harsus menelusuri keluhan yang didelita dengan seksama. Evaluasi

mencangkup riwayat keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.4

6
2.4 Klasifikasi Cephalgia

Cephalgia dapat diklasifikasikan menurut ICHD II (International

Classification of Headache Disorders) oleh organisasi IHS (International

Headache Society) menjadi nyeri kepala primer,nyeri kepala sekunder, dan nyeri

kepala neuralgia kranial tengah beserta nyeri wajah primer lainnya.

(1) Nyeri kepala primer

a. Migren

b. Tension type headache

c. Nyeri kepala klaster

d. Nyeri kepala primer lainnya.

(2) Nyeri kepala sekunder

a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher

b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal

c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskuler intracranial

d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withrawalnya

e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis

g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,

leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau

cranial lainnya

h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.

7
(3) Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya

a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial

b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer

2.5 Nyeri Kepala Primer

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan

penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik.

Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :2

Migren, Tension Type Headache, Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal

Hemicrania, serta Other primary headaches.

2.5.1. Migren

2.5.1.1 Definisi

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala

dengan serangan nyeri yang berlansung 4 sampai 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,

sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh

aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia. 6

2.5.1.2 Etiologi Migren

Migren diduga bersifat neurovaskular, namun hal tersebut masih

diperdebatkan. Pada migren, terdapat faktor genetik yang memiliki peranan yang

cukup penting untuk mencetuskan serangan migren. 4 Berbagai faktor pemicu

serangan migren, seperti stress, terutama setelah stress berakhir, misalnya pada

akhir minggu atau hari libur, latihan fisik yang berlebihan, cuaca panas, konsumsi

8
alkohol, dan konsumsi beberapa makanan tertentu yang dapat menjadi pencetus

terjadinya serangan migrain, misalnya keju, cokelat, anggur merah, MSG, dan

lainnya. Selain itu, faktor hormonal juga mempengaruhi terjadinya migren.

2.5.1.3 Klasifikasi

Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Migren dengan aura

Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali dengan

adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri

kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi

berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit

yaitu sekitar 5-20 menit.

2) Migren tanpa aura

Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri kepalanya

hampir sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah satu

bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia

dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.

2.5.1.4 Patofisiologi 4

Teori vaskular

Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam

terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri

kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang

mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf

nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh

9
darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut

jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan nyeri

kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin

akan mengurangi nyeri kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin

akan memperburuk nyeri kepala.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut

oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus

trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam

jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah

multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang

tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,

adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah

besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di

dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem

gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke

sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan

penekanan pemberian nutrisi.

Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan

terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang

memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi

oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita

migren yang sedang tidak mengalami serangan mengalami

10
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital,

yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.

Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan

mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap

epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migren,

sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur

trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migren.Mekanisme migren

berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat

segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen

secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular

yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah,

maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)

Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical

spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di

substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit.

Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang

sama membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi.

Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino

eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi

depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.

11
Gambar 1. Patofisiologi Migrain

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis

nukleus kaudatus, memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura,

kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis

kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan

menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa

neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P

akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya

menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril

neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga

terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak

bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak.

Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang

bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya

12
Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat

menghilangkan migren dengan efektif.

2.5.1.5 Manifestasi Klinis 4

a. Migren tanpa aura

Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan

durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas

fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.

b. Migren dengan aura

Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu periode yang

disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual

atau hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita.

Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah

tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-

kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti

sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya.

Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan

dan tungkainya.

Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum nyeri

kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya nyeri

kepala. Nyeri karena migren bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau

di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi

kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi nyeri

kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migren bisa sering

13
terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian menghilang selama

beberapa minggu, bulan bahkan tahun. Migren dengan aura dapat dibagi

menjadi empat fase, yaitu:

 Fase I Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang

berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala:

kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan

makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,

sulit atau malas berbicara.

 Fase II Aura

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan

bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah

serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan

penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah

dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

 Fase III nyeri kepala

Fase nyeri kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu

yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi

keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa

hari.

14
 Fase IV pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan

dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi,

dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

2.5.1.6 Diagnosis

Migren tanpa aura

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.

B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau

tidak berhasil diobati).

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :

1. Lokasi unilateral

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4.Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita

menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Mual dan/atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migren dengan aura

Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau

berbahasa.Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam,

15
kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.

Kriteria diagnostik :

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi

tidak dijumpai kelemahan motorik:

1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang

berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya

penglihatan).

2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and

needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan

/atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.

3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.

D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60

menit

E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

2.5.1.7 Penatalaksanaan Migren

Sasaran pengobatan tergantung pada lama dan intensitas nyeri, gejala

penyerta, derajat disabilitas serta respons awal dari pengobatan yang mungkin pula

ditemukan penyakit lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Oleh

16
karena itu harus hati-hati memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat uang

diberikan rektal, nasal, subkutan atau intravena.Tatalaksana pengobatan migren

dibagi menjadi 3 kategori:2

1. Langkah umum

Perlu menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola tidur,

makanan, stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip,

perubahan cuaca berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di

pesawat udara.

2. Terapi abortif

Abortif non spesifik: Pada serangan ringan sampai sedang atau

serangan berat atau berepons baik terhadap obat yang sama daoat dipakai:

analgetik, NSAID (oral). Obat-obatan yang dapat diberikan:

 Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam

 Aspirin 500-1000 mg /4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari

 Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari

 Naproxen sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis maksimal 1,5 g/hari

 Diklofenak potasium (powder) 50 mg-100 mg/hari dosis tunggal

 Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau

bersamaan dengan pemberian analgetik, NSAID atau ergotamine

derivate menghilangkan nyeri disertai mual, muntah, dan

memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat dalam usus

dan efektif dikombinasikan dengan dihidroergotamin i.v.

 Ketorolac 60 mg i.m./15-30 menit. Dosis maksimal: 120 mg/hari.

17
 Butorphanol spray (1 mg) sediaan nostril, dapat diulang 1 jam lagi.

Maksimal 4 spray/hari. Penggunaan terbatas 2 kali seminggu

 Prochlorperazine 25 mg oral atau suppose. Dosis maksimal 3 dosis per

24 jam


Steroid merupakan "drug of choice" untuk status migrainosus seperti

deksametason, metilprednisolon

Abortif spesifik: Bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAID,

dipakai obat spesifik seperti: triptans (naratripants,

rizatriptan,sumatriptan,zolmatriptan). Dihidroergotamin (DHE), obat

golongan ergotamin.

Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi

kriteria ini:2

1. Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan

2. Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat)

menjadi skala nyeri kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri

kepala) sesudah 2 jam

3. Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan.

4. Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat

lagi dalam waktu atau pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil.

Berikut obat-obatan yang digunakan untuk terapi migren:2

1. Analgetik: Obat pilihan pertama untuk serangan migren ringan dan

sedang adalah analgetik. Untuk mencegah drug overuse headache

penggunaan analgetik tunggal sebaiknya tidak lebih dari 15 hari per

18
bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak lebih dari 10 hari

dalam sebulan.

2. Antiemetik: Penggunaan antiemetik pada serangan migren akut

direkomendasikan untuk pengobatan nausea dan potensial emesis karena

diasumsikan bahwa obat-obat antiemetik ini meningkatkan resorpsi

analgetik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan

remaja. Untuk anak anak sebaiknya diberikan domperidon 10 mg karena

kemungkinan timbulnya efek samping ekstrapiramidal pada penggunaan

metoklopramid.

3. Alkaloid ergot: Penelitian komperatif melaporkan bahwa triptan

memiliki efikasi yang lebih baik daripada alkaloid ergot. Keuntungan

penggunaan alkaloid ergot adalah angka rekurensinya lebih rendah pada

beberapa pasien. Oleh karena itu, obat golongan ini sebaiknya

penggunaan terbatas pada pasien dengan serangan migren yang sangat

panjang atau dengan rekurensi yang reguler. Senyawa satu-satunya yang

memiliki bukti efikasi yang cukup adalah ergotamin tartrat dan

dihidroergotamin 2 mg (oral dan suppositoria). Alkaloid ergot dapat

menginduksi drug overuse headache sangat cepat pada dosis yang

sangat rendah. Oleh karena itu, panggunaannya harus dibatasi hanya

sampai 10 hari saja perbulan. Efek samping terutama adalah nausea,

muntah, parestesi dan ergotisme. Kontraindikasi pemberian obat ini

pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler,

penyakit Raynaud, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi.

19
4. Triptans (5-HT1B/1D-agonists): Untuk migren sedang sampai berat atau

migren ringan sampai sedang yang tidak responss terhadap analgesik

atau NSAIDs. Sumatriptan s.c. lebih efektif karena cepat mencapai

terapeutik efek (±15 menit) pada 70-82% penderita. Penderita harus

mencoba satu macam obatuntuk 2-3 kali serangan sebelum ingin

menukar obat dengan jenis triptan lain.3

Tabel 2. Jenis Obat untuk Migrain


Nama Obat Dosis (mg) Keterangan
5HTIB/ID agonist
Sumatriptan
Subkutan 6 Onsetnya cepat dibandingkan dengan formulasi lainnya
Tablet 50-100
Suppositoria 25 Bermanfaat apabila pemberian peroral tidak
memungkinkan karena mual
Nasal Spray 20 Bermanfaat apabila pemberian per oral tidak
memungkinkan karena mual
Zolmitriptan Onsetnya cepat
Tablet 2,5
Oral disintegrating tablet 2,5
Nasal spray 2,5-5
Rizatriptan Onsetnya cepat, dosis optimal adalah 10 mg
Tablet 5-10
Oral disintegrating tablet 10 Dosis yang direkomendasikan 5 mg pada pasien-pasien
yang mendapat pengobatan propanolol yang mana
meningkatkan kadar rizatriptan plasma.
Electriptan
Tablet 20,40 Dosis optimal adalah 40 mg (rasio efikasi / tolerabilitas
terbaik)
Dosis 20 mg direkomendasikan pada kasus gagal ginjal
atau gagal hati
Almotriptan
Tablet 12,5 Profil tolerabilitas baik
Frovatriptan
Tablet 2,5 Waktu paruh panjang, profil tolerabilitas baik
Ergot derivatives
Ergotamine oral, rectal, 1-2 Diindikasikan pada kasus serangan migren infrequent.
subkutan Risiko terjadinya abuse dan nyeri kepala kronis.
Penggunaan berlebihan dapat mengakibatkan ergotisme
NSAID
Asam asetil salisilat (ASA) 500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang tak diinginkan
oral pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat oral 500-1000 Profil efikasi/tolerabilitas baik, efek yang tak diinginkan
pada gastrointestinal
Lisin asetilsalisilat i.v. 1000 Digunakan di rumah sakit. Risiko terjadinya perdarahan
Diclofenac-K+oral (powder) 100 Pada kasus-kasus serangan migren frequent dapat terjadi
risiko abuse dan nyeri kepala kronis
20
Diclofenac-Na+i.m. 75
Flurbiprofen oral 100-300
Ibuprofen oral 400-1200
Ibuprofen oral 200
Ketoprofen i.m. 100
Ketorolac i.m. atau i.v. 30-60 Uji klinis telah dilakukan pada tempat khusus (ruang
emergensi)
Metamizole (dipirone) i.v. 1000 Berpotensi terjadinya agranulocytosis >0,1% dan
atau oral hipotensi (formilasi i.v)
Naproksen oral 500-1500
Na+Naproksen oral 550-1500
Asam mefenamat per os 500 Efektif pada serangan migren menstrual
Analgesik kombinasi
Parasetamol + asetil salisilat + 500+500+ Digunakan untuk serangan intensitas sedang. Efektif juga
kafein suppositoria 130 pada pengobatan migren menstrual. Pada kasus serangan
migren frequent, risiko terjadinya abuse dan nyeri kepala
kronis
Indometasin + 25+2+75 Pada kasus serangan migraine frequent, risiko terjadinya
prochlorperazine + kafein oral abuse dan nyeri kepala kronis
Indometasin + 25-50 + 4-
prochlorperazine + kafein 8 + 75-150
suppositoria
Parasetamol + kodein per os 400-650 +
6-25
Antiemetik
Metoclopramide i.v. 0,1/kg 1- Digunakan di rumah sakit
3x

Terdapat juga profilaksis terhadap migren, tujuan terapi profilaksis migren

mencakup:2

1. Mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan

2. Meningkatkan respons pasien terhadap pengobatan akut

3. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari serta mengurangi disabilitas

4. Mencegah penggunaan analgesik berlebihan

5. Mengurangi biaya pengobatan.

Indikasi kriteria pemberian terapi profilaksis berdasarkan:2

1. Apabila serangan migren mempunyai dampak sangat buruk pada

kehidupan sehari harinya, meskipun pasien telah mendapat pengobatan

akut maupun perubahan pola hidup dan menghindari faktor pencetus.

21
2. Frekuensi Serangan migren terlampau sering sehingga pasien berisiko

jatuh pada ketergantungan obat migren akut yang bisa menjadi drug

overused.

3. Serangan nyeri kepala migren moderate-severe lebih dari 3 hah per

bulan, dengan pengobatan akut tidak efektif.

4. Serangan nyeri kepala migren lebih dari 8 kali sehari, meskipun

pengobatan akutnya efektif (Hal ini bisa jatuh ke drug overused

headache).

5. Serangan berulang > 2x/minggu yang mengganggu aktivitas, meskipun

telah diberikan pengobatan akut yang adekuat.

6. Nyeri kepala migren yang sering atau berlangsung > 48 jam.

7. Pengobatan akut gagal/tidak efektif.

8. Ada kontraindikasi obat, efek samping obat akut muncul.

9. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, contohnya nigren

basiler hemiplegik, aura yang memanjang.

10. Keinginan permintaan penderita sendiri.

Formula Profilaksis Migren:2

 Pemakaian obat dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start

low go slow) sampai dosis efektif. Efek klinis setelah 2-3 bulan.

 Pendidikan terhadap penderita.

 Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek

samping

22
Evaluasi: Headache diary merupakan suatu gold standard evaluasi

serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respons

obat.Terapi profilaksis migren dianggap berhasil bila frekuensi serangan

migren menurun 50% perbulan selama 3 bulan. 2

Kriteria pengehentian pengobatan profilaksis migren: 2

 Adanya efek samping obat

 Obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata dalam 1 bulan pemberian,

dapat diganti dengan jenis obat lain

 Pasien menunjukkan pengurangan nyeri, frekuensi serangan dan waktu

harinya sebanyak 50% atau lebih

 Jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6-12 bulan maka

pengobatan profilaksis dihentikan secaratappering off.

Tabel 3.Obat-obatan yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis migren. 2

Nama Obat Dosis


Level A: Terbukti efektif, sebaiknya ditawarkan kepada pasien yang membutuhkan terapi
profilaksis migren
Divalproex/sodium valproate 400-1000 mg/hari
Metoprolol 47,5-200 mg/hari
Petasites (butterbur) 50-75 mg dua kali sehari
Propanolol 120-240 mg/hari
Timolol 10-15 mg dua kali sehari
Topiramat 25-200 mg/hari
Level B: Probably effective, sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien yang membutuhkan
terapi profilaksis migren
Amiltriptilin 25-150 mg/hari
Fenoprofen 200-600 mg tiga kali sehari
Feverfew 50-300 mg dua kali sehari; 2,08-18,75 mg tiga kali
sehari untuk sediaan MIG-99
Histamin 1-10 ng subkutan 2 kali seminggu
Ibuprofen 200 mg dua kali sehari
Ketoprofen 50 mg tiga kali sehari
Magnesium 600 mg trimagnesium dicitrate setiap hari
Naproxen/naproxen sodium 500-1100 mg/hari untuk naproxen
550 mg dua kali sehari untuk naproxen sodium
Riboflavin 400 mg/hari
Venlafaxine 150 mg extended release / hari
Atenolol 100 mg/hari 23
2.5.2 Tension Type Headache

2.5.2.1 Definisi Tension Type Headache (TTH)

Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit sampai hari,

dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai

berat, dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala

penyerta nya tidak menonjol. Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat

kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis,

M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis

posterior, dan M.levator skapula).

2.5.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH)

Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress,

depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata,

kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan

neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin. 9,10

2.5.2.3 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)

Klasifikasi TTH adalah :

1. Tension Type Headache episodik.

Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak

mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH)

dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari.

2. Tension Type Headache kronik

Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih

dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan. 7

24
2.5.2.4 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan

hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya

TTH :

1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer

dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan

disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,

2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen

tanpa disertai iskemia otot,

3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang

akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu

dorsalis ( aktivasimolekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada

jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer

yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan

pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial.

4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan

korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap

nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan

menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan

supraspinal decending paininhibit activity.

5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan

interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.

25
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan

hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan

noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta

endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.

7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress

pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan

aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi

dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan

sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri.

8. Aktivasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Bila pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu nyeri kepala. Ada

beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)

akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah

menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion

kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan

sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga

terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu

aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi

P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat

dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of

exhausted.

26
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan

mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob.

Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga

merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan

menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan

berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana

aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber

energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga

terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf. 7,8

2.5.2.5 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Tension-type headache episodik yang infrequent

Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai

beberapa hari.Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan

sampai sedang.Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan

mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia. Kriteria Diagnostik:2

A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan (<

12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.

B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.

C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:

1. Lokasi bilateral

2. Menekan/mengikat (kualitas tidak berdenyut)

3. Intensitasnya ringan atau sedang

4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.

27
D. Tidak didapatkan:

1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).

2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia,

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Tension-type headache episodik yang frequent

Nyeri kepala berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri

kepala bilateral menekan atau mengikat, tidak berdenyut. Intensitas ringan atau

sedang, tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah,

tetapi mungkin terdapat fotofobia/fonofobia. Kriteria Diagnostik:2

A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama

paling tidak 3 bulan (12-180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.

B. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.

C. Nyeri kepala yang memiliki paling tidak 2 dari karakteristik, berikut:

1. Lokasinya bilateral

2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut)

3. Intensitas ringan atau sedang

4. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin seperti berjalan

atau naik tangga.

D. Tidak didapatkan:

1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).

2. Fotofobia dan fonofobia secara bersamaan.

E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

28
Tension-type headache kronis

Nyeri kepala yang berasal dari tension type headache episodik dengan

serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala yang lebih sering yang

berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifat bilateral,

menekan atau mengikat dalam kualitas dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri.

Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin. Kemungkinan terdapat mual,

fotofobia atau fonofobia ringan. Kriteria Diagnostik:2

A. Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( ≥180 hari/

tahun) dan juga memenuhi kriteria B-D.

B. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus-menerus.

C. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut:

1. Lokasi bilateral.

2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).

3. Ringan atau sedang.

4. Tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin.

D. Tidak didapatkan:

1. Lebih dari satu: fotofobia, fonofobia atau mual yang ringan.

2. Mual yang sedang atau berat, maupun muntah.

E. Tidak ada kaitan dengan penyakit lain.

2.5.2.6 Penatalaksanaan Tension Type Headache

Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu terapi farmakologis, terapi

nonfarmakologis, dan terapi preventif. Prinsip penanganan tension type headache:2

1. Terapi tension-type headache meliputi modifikasi gaya hidup untuk

29
mengurangi kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi non farmakologis, dan

terapi farmakologis akut maupun profilaksis.

2. Tahap awal penting pada tata laksana tension-type headache adalah edukasi

mengenai faktor pencetus dan implementasi tatalaksana stres dan latihan untuk

mencegah/mengurangi tension-type headache.

3. Tension-type headache akut membaik dengan sendirinya atau dikeiola dengan

analgetik yang dijual bebas seperti asetaminofen, NSAID atau asam

asetilsalisilat. Kombinasi dengan kafein juga efektif.

4. Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy

dan pemijatan.

5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan dengan

pekerjaan, sekolah dan kualitas hidup, dan/atau penggunaan analgetik yang

dijual bebas meningkat (>10—15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis

meliputi antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dan nortriptilin.

Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu:2

1. Analgetik: aspirin 1000 mg/hari, asetaminofen 1000 mg/hari, NSAIDs

(Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-

400 mg/hari, asam mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800 mg/hari,

diklofenak 50-100 mg/hari). Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat

menyebabkan iritasi gastrointestinal, penyakit ginjal dan hepar, gangguan

fungsi platelet.

2. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.

3. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.

30
Pada tipe kronis, terapi yang digunakan:2

o Antidepresan:

 Jenis trisiklik: amitriptyline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai

pencegahan tension-type headache. Obat ini mempunyai efek analgetik

dengan cara mengurangi firing rate of trigeminal nucleus caudatus. Dalam

jangka lama semua trisiklik dapat menyebabkan penambahan berat badan

(merangsang nafsu makan), mengganggu jantung, hipotensi ortostatik dan

efek antikolinergik seperti mulut kering, mata kabur, tremor dan dysuria,

retensi urin, konstipasi.

o Antiansietas:

 Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita

dengan komorbid ansietas. Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering

dipakai. Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga

dapat memperburuk nyeri kepalanya.

Tabel 4. Obat-obat untuk TTH.2

Level
Obat Dosis Keterangan
Rekomendasi
Ibuprofen 200-800 mg A Efek samping gastrointestinal,
risiko perdarahan
Ketoprofen 25 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Aspirin 500-1000 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Naproxen 375-550 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Diklofenak 12,5-100 mg A Hanya dosis 12,5-25 mg yang diuji
pada TTH
Parasetamol 1000 mg (oral) A Efek samping gastrointestinal lebih
sedikit dibanding NSAIDs
Kombinasi kafein 65-200 mg B *
*
Kombinasi dengan kafein 65-200 mg meningkatkan efikasi ibuprofen dan

parasetamol, namun juga berisiko terjadinya medication-overuse headache

31
II. Terapi Nonfarmakologis:2

1. Terapi fisik (latihan postur dan posisi; masase, ultrasound, manual terapi,

kompres panas/dingin; akupuntur TENS / transcutaneus electrical

stimulation)

2. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin

3. Behaviour Treatment: Bisa dilakukan biofeedback, stress management

therapy, reassurance, konseling, terapi relaksasi, cognitive-behavioural

therapy. Harus diberikan penerangan yang jelas mengenai patofisiologi

sederhana dan pengobatannya serta tension-type headache bukanlah

penyakit yang serius seperti tumor otak, perdarahan otak dan sebagainya

sehingga dapat mengurangi ketegangan penderita.

III. Terapi preventif farmakologis

Terapi ini perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat serangan

nyeri kepala pada Tension-type headache episodik dan serangan yang lebih dari

15 hari dalam satu bulan (Chronic tension-type headache).2

Indikasi terapi preventif:2

1. Terapi preventif direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat nyeri

kepala > 4 hari/bulan atau tidak ada respons terhadap terapi simtomatis,

bahkan bila frekuensi nyeri kepalanya rendah

2. Terapi dinyatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan dan/atau

derajat keparahan minimal 50%

3. Identifikasi faktor pencetus dan yang mengurangi nyeri kepala, jika

memungkinkan juga berperan dalam mengurangi frekuensi serangan

32
4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi (missal:

penggunaan amiltripyline dikontraindikasikan pada hipertrofi prostat dan

glaukoma)

5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat

6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi pada dosis

rendah yang efektif dan ditoleransi dengan baik

7. Pasien harus dilibatkan dalam pemilihan terapi dan sedapat mungkin

dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat dalam jumlah banyak (kepatuhan

minum obat berkebalikan dengan jumlah obat yang dikonsumsi)

8. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat

seharusnya diminum, efikasi dan efek sampingnya. Pasien disarankan untuk

mencatat serangan nyeri kepala pada diary nyeri kepala untuk mengetahui

frekuensi dan durasi nyeri kepala, gangguan fungsional, jumlah obat

simtomatis yang diminum, efikasi terapi prevensi dan efek samping yang

mungkin muncul.

Prinsip-prinsip pemilihan pengobatan:2

1. Obat berdasarkan efektivitas lini pertama, efek samping dan komorbid

penderita.

2. Mulai dengan dosis rendah, dinaikkan sampai efektif atau tercapai dosis

maksimal.

3. Obat diberikan dalam jangka waktu seminggu atau lebih.

4. Bisa diganti dengan obat lain bila obat pertama gagal,

5. Sedapat mungkin monoterapi.

33
Tabel 5. Rekomendasi terapi profilaksis utuk pasien tension-type headache.2

Obat Dosis Harian Level Rekomendasi


Obat Lini Pertama
Amiltriptilin 30-75 mg A
Obat Lini Kedua
Mirtazapin 30 mg B
Venafaxine 150 mg B
Obat Lini Ketiga
Clomipramin 75-150 mg B
Maprotilin 75 mg B
Mianserin 30-60 mg B

2.5.2.7 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)

TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak

membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan

menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa

pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia.

TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan

penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan. Komplikasi

TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh

penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang

berlebihan.

2.5.3 Cluster Headache

2.5.3.1 Definisi

Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral

yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa

hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri. Nyeri

34
kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga

dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala

histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren

merah (red migren) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah

yang mengalami nyeri.

2.5.3.2 Etiologi

Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :8

 Penekanan pada nervus  Pelepasan histamin.

trigeminal (nervus V) akibat  Letupan paroxysmal parasimpatis.

dilatasi pembuluh darah sekitar.  Abnormalitas hipotalamus.

 Pembengkakan dinding arteri  Penurunan kadar oksigen.

carotis interna.  Pengaruh genetik

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :

 Alkohol.  Terlalu banyak atau

 Terpapar hidrokarbon. terlalu sedikit tidur.

 Panas.  Stres.

2.5.3.3 Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan

tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:

 Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri

karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).8

 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak

dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi

35
hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom.

Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan

respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun.

Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun.

Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta

nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh

beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus

kavernosus (teori Lee Kudrow).8

2.5.3.4 Manifestasi Klinis

Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk

pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi,

lubang hidung, langit-langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke

oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah

dan berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi kepala menjadi

merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya mengenai satu sisi kepala, tapi

kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat

tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala

sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien

dari tidurnya.7

Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam)

yang terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus

adalah makanan atau minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian

36
menghilang selama beberapa bulan sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi

secara cluster (berkelompok).8

2.5.3.5 Diagnosis

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International

Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut: 8

a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri

temporal selama 15 – 180 menit bila tidak ditatalaksana.

c. Nyeri kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :

1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrsimasi

2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea

3. Edema kelopak mata ipsilateral

4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral

5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral

6. Kesadaran gelisah atau agitasi

d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari

e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru

untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut,

pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri

kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh

gangguan lainnya. Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada

orbita unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai

37
150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini:

injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore

ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral,

ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.

Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat

dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode

remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronis

adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun tanpa periode remisi atau

dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari satu bulan. 8

2.5.3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam

pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan

untuk menekan serangan.Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan

saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan

neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat

merugikan.8

1. Pengobatan Serangan Akut

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit,

sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.

Penggunaan obat nyeri kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-

pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita

migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan saat

38
pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan

oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate. 11

 Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15

menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster

headache akut.

 Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan

zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache.

Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak

terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster headache.

 Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan

akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun

beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.

 Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati

serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala

dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi nyeri kepala.

Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang

setekah 15 menit.8

2. Pengobatan Pencegahan

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh

lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis.Preventif dianggap jangka

pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa

lama dapat digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan

verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien

39
dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus

oksipital mungkin lebih tepat.8

 Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik

dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan

dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih

tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah

dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari,

dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari.

Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang

sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan

cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg

perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan

hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya).

 Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama

empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai

pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering

menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali

setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.

 Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena

efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode.

Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis

terbagi. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel,

40
penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda

ekstrapiramidal, dan kejang.

 Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari)

dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia

dengan mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam

pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif

untuk pengobatan cluster headache.

 Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan

lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke

lokasi serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari.

 Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache

didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey

matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas

untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau

pangkal sensorik nervus trigeminus.

2.6 Nyeri Kepala Sekunder

Ketika seorang pasien memiliki nyeri kepala pertama kalinya, atau tipe

nyeri kepala yang baru, dan pada waktu yang sama terdapat tumor otak yang

berkembang, secara langsung disimpulkan bahwa nyeri kepala tersebut adalah

sekunder karena tumor. Pasien seperti itu akan diberikan hanya satu diagnosis nyeri

kepala (yaitu nyeri kepala karena neoplasia intracranial), walaupun nyeri kepala

tersebut identik dengan migren, TTH, ataupun klaster. Dengan kata lain, nyeri

kepala baru terjadi ketika ada gejala lain yang disadari mampu menyebabkan hal

41
tersebut selalu didiagnosis sebagai nyeri kepala sekunder. Berikut merupakan

kriteria diagnosis cephalgia sekunder:8

A. Nyeri kepala apapun yang memenuhi kriteria C

B. Gangguan lain yang secara ilmiah didokumentasi menjadi penyebab nyeri

kepala yang sudah didiagnosis.

C. Bukti kausa didemonstrasikan oleh setidaknya dua gejala berikut:

1. Nyeri kepala sudah berkembang pada relasi temporal menuju onset dari kausa

terduga

2. Satu atau kedua dari:

i. Nyeri kepala secara signifikan berkembang parallel seiring dengan

perkembangan kausa terduga

ii. Nyeri kepala sudah secara signifikan berkembang parallel dengan

berkembangnya kausa terduga

3. Nyeri kepala mempunyai karakteristik tipikal untuk kelainan dikarenakan

kausa tersebut

4. Bukti lain yang berwujud kausa

D. Tidak dihitung lebih baik oleh diagnosis ICHD-3 lain.

42
2.7 Cephalgia Neuralgia Kranial, Sentral Beserta Nyeri Fasial Primer

Lainnya

2.7.1 Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia (tic douloureux) merupakan sebuah kelainan sistem

saraf. Merupakan serangan nyeri wajah unilateral dan bersifat spontan, episodik,

menusuk, seperti tersengat listrik, melibatkan cabang N. trigeminus (N. V) bagian

atas V1 (N. Ophtalmikus) meliputi persarafan pada kulit kepala, dahi, dan kepala

bagian depan, cabang bagian tengah V2 (N. Maxillaris) meliputi pipi, rahang atas,

bibir atas, gigi dan gusi, dan sisi hidung, cabang bagian bawah wajah V3 (N.

Mandibular) menyarafi rahang bawah, gigi, bibir bawah, gigi, dan gusi.2

Gambar 4. Tiga divisi sensori mayor dari nervus trigeminus.

2.7.1.1 Etiologi

Faktor pencetus nyeri antara lain sentuhan, berbicara, makan, minum,

mengunyah, menyikat gigi, menyisir rambut, bercukur rambut, air saat mandi.

Terdapat trigger area pada plica nasolabialis. Nyeri umumnya menghilang dalam

jangka waktu bervariasi.2

43
2.7.2 Trigeminal Neuralgia Klasik

Trigeminal neuralgia klasik biasanya berawal pada cabang kedua atau

ketiga nervus trigeminus yang mempersarafi pipi dan dagu. Kurang dari 5%

pasien mengenai cabang pertama nervus trigeminus. Rasa nyeri tidak pernah

menjalar ke sisi berlawanan, tetapi nyeri dapat terjadi bilateral walaupun jarang,

dan penyebab sentral seperti sklerosis multiple harus dipertimbangkan. Di antara

serangan biasanya tanpa gejala, tetapi nyeri tumpul dapat bertahan lama pada

beberapa kasus. Sesudah serangan nyeri biasanya terdapat periode refrakter saat

nyeri tidak dapat dipicu.

Kriteria Diagnostik:2

A. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan 1

atau lebih cabang N. trigeminus dan memenuhi kriteria B dan C.

B. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi karakteristik sebagai berikut:

1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam

2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus

C. Jenis serangan stereotyped pada setiap individu

D. Tidak ada defisit neurologis

E. Tidak berkaitan dengan gangguan lain

44
2.7.1.1 Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia Klasik

1. Terapi farmakologi

Tabel 6. Terapi Farmakologi pada Trigeminal Neuralgia. 2

Obat Dosis
(mg/hari)
Carbamazepin 100-600
Pregabalin 150-300
Baclofen 60-80
Phenytoin 200-400
Lamotrigine 100-400
Topiramat 150-300
Oxcarbazepine 300-2400
Gabapentin 1200-3600
2. Terapi bedah: indikasinya adalah nyeri intractable efek samping obat

yang tidak dapat diterima. Ada lima prosedur terapi pembedahan pada

trigeminal neuralgia yaitu: Gamma Knife Radiosurgery,

radiofrequency electrocoagulation, gliserol injeksi, balon

microcompression, mikrovaskuler dekompresi.

2.7.1.2 Trigeminal Neuralgia Simtomatis

Nyeri sama dengan trigeminal neuralgia klasik akan tetapi ini disebabkan

oleh kelainan structural (yang nyata dibuktikan pada pemeriksaan canggih)

selain dari kompresi pembuluh darah. Kemungkinan terdapat gangguan sensorik

pada distribusi cabang saraf trigeminus yang sesuai.Pada trigeminal neuralgia

simtomatis tidak didapatkan periode refrakter setelah serangan tiba-tiba, tidak

seperti trigeminal neuralgia klasik.

45
Kriteria Diagnostik:2

A. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit

dengan atau tanpa nyeri persisten di antara serangan peroksismal,

melibatkan satu atau lebih cabang/divisi nervus trigeminus

B. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik nyeri berikut:

a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam

b. Depresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus

C. Jenis serangan stereotyped pada setiap individu

D. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan

structural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau

eksplorasi fossa posterior.

2.8 Tanda Bahaya Nyeri Kepala

Berikut merupakan gejala nyeri kepala yang perlu penanganan serius:

- Nyeri kepala terberat selama ini

- Nyeri kepala berat pertama kalinya

- Nyeri subakut yang memburuk selama berhari-hari atau berminggu-

minggu

- Hasil pemeriksaan neurologi abnormal

- Demam atau gejala sistemik yang tidak bisa dijelaskan

- Muntah yang mendahului nyeri kepala

- Nyeri yang diinduksi oleh membungkuk, mengangkat, batuk

- Nyeri yang mengganggu tidur atau muncul sesaat setelah bangun

- Diketahui ada penyakit sistemik

46
- Mulai setelah usia 55 tahun

- Nyeri diasosiasikan dengan nyeri tekan setempat, misalnya area arteri

temporal

Tabel 7.Cephalgia.
Intensitas dan Gejala
Jenis Sifat Lokasi Durasi
Frekuensi Ikutan
Migren Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat, Nausea,
tanpa aura mengganggu vomitus,
aktivitas fotofobia,
fonofobia
Migren Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat, Gangguan
dengan Aura 5-60 mengganggu sensorik
aura detik aktivitas reversible
Klaster Tajam, Unilateral 15-180 detik Sangat berat Lakrimasi,
menusuk rhinorrea
TTH Tumpul, Bilateral 30 menit – 7 Ringan- Depresi,
menekan hari sedang, cemas
mengganggu
aktivitas
Trigeminal Panas, seperti Sepanjang Beberapa Ringan-sedang Gangguan
Neuralgia tersengat inervasi N. detik – 2 sensorik pada
listrik V menit N. V

47
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Novianof
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 Tahun
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Jangkak Campago, Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi
Pekerjaan : Pensiunan

Seorang pasien wanita berumur 65 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Achmad
Muchtar Bukittinggi tanggal 22 Juli 2019 dengan:
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri kepala hebat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri pada
awalnya dirasakan pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke kepala
bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Nyeri kepala tidak
berdenyut, nyeri terasa seperti diikat, nyeri terus menerus, lama nyeri lebih
kurang 30 menit, nyeri kepala timbul dan bertambah bila melihat cahaya
yang silau, nyeri tidak bertambah pada saat aktifitas rutin, nyeri berkurang
dengan beristirahat. Keluhan nyeri kepala seperti ini sudah dirasakan sejak
1 tahun sebelum masuk rumah sakit dan nyeri biasanya dirasakan selama
hampir sebulan tetapi berkurang dengan obat antinyeri.
- Nafsu makan berkurang karena sakit kepala
- Terkadang pasien tidak bisa tidur karena sakit kepala
- Mual dan muntah tidak ada
- Kejang tidak ada
- Demam tidak ada

48
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.
- Riwayat diabetes melitus tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

Riwayat Pekerjaan dan Sosial


- Pasien merupakan seorang pensiunan PNS (Guru) dan sekarang bekerja
mengelola homestay.
- Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok
- Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol

PEMERIKSAAN FISIK (24 Juli 2019)


I. Umum
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 82x/menit
Frekuensi nafas : 20x / menit
Suhu : 36,8 0 C
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 80 Kg
Turgor kulit : Baik

II. Status Internus


Kulit : Tidak ada kelainan
Kelenjer getah bening : Tidak ada pembesaran KGB
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik,

49
Mulut : Tidak ditemukan kelainan
Thorak : Normothorax, simetris (statis dan dinamis)
Paru:
Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung:
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada
Abdomen:
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan dan lepas(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae:
Inspeksi : Tidak tampak deformitas
Palpasi : Tidak teraba krepitasi, gibus tidak ada

III. Status Neurologikus


GCS E4 M6 V5
1. Tanda Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
Laseque sign : (-)

50
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil isokor, diameter 3mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis


N.I (olfaktorius):
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif dengan bahan Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. II (optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan 5/5 5/5
Lapangan pandang Luas Luas
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. III (okulomotorius), N. IV (trochlearis), dan N. VI (abdusen)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis - -
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nystagmus - -
Ekso/endophtalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Reflex cahaya + +
Reflex akomodasi + +
Reflex konvergensi + +

51
N. IV (troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. VI (abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan bola mata ke + +
lateral
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N. V (trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Menggerakan rahang Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Menggigit Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Mengunyah Dapat dilakukan Dapat dilakukan

Sensorik
Divisi ophtalmika
Reflek kornea + +
Sensibilitas + +
Divisi maksila
Reflex maseter + +
Sensibilitas + +
Divisi mandibular
Sensibilitas + +

52
N. VII (fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata + +
Fisura palpebra Kelopak mata dapat Kelopak mata dapat
menutup menutup
Menggerakan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/ bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Hiperakusis + +

N. VIII (vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Swabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Nystagmus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (glossofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan pemeriksaan
Reflex muntah Tidak dilakukan pemeriksaan

53
N. X (vagus)
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan +
Suara Normal
Nadi Regular

N. XI (asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan +
Menoleh ke kiri +
Mengangkat bahu + +

N. XII (hipoglossus)
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah luar Simetris
Tremor -
Fasikulasi -
Atrofi -

4. Koordinasi
Keseimbangan Koordinasi
Stepping gait Tidak dilakukan Tes tumit lutut Baik
Romberg test Tidak dilakukan Rebound -
phenomen
Romberg test Tidak dilakukan Supinasi pronasi Baik
dipertajam
Tandem gait Tidak dilakukan Tes hidung-jari Baik
Tes jari-jari Baik

54
5. Motorik
A. Badan Respirasi Spontan, regular
Duduk -
B. Berdiri dan Gerakan -
berjalan spontan
Tremor -
Atetosis -
Mioklonik -
Korea -
C. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Baik Baik Baik Baik
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Sensibilitas
Sensibilitas taktil +/+
Sensibilitas nyeri +/+
Sensibiliast termis +/+
Sensibilitas sendi dan posisi +/+
Sensibilitas getar +/+
Sensibilitas kortikal +/+
Stereognosis +
Pengenalan 2 titik +/+
Pengenalan rabaan +/+

55
7. Refleks
A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps + +
Berbangkis - - Triseps + +
Laring - - KPR + +
Masseter - - APR + +
Dinding perut + Bulbokavernosa Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Atas + + Kremaster Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tengah + + Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Bawah + +
B. Patologis
Lengan Tungkai
Hofmann- - - Babinski - -
Tromner
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

8. Fungsi otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Keringat : Normal

56
9. Fungsi luhur : Baik

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah Rutin Elektrolit
Hemoglobin : 12.0 g/dL Natrium :134.6 mEq/l
Hematokrit : 35% Kalium : 2.65 mEq/l
Leukosit : 7.580/uL Klorida : 97.5 mEq/l
Trombosit : 227.000/uL

2. Rontgen Cervical Antero Posterior dan Lateral

Expertise Rontgen
Ukuran corpus vertebrae normal. Tidak tampak lesi litik/blastik. Tampak osteofit
fasies posterior CV C5-7. Kurva dan aligment normal. Pedicle, DIV Normal, FIV
tidak dapat dinilai. Prosessus spinosus tidak tampak kelainan.
Kesan : Spondilosis C5-7

57
3. Brain CT

Kesan : Hasil Dalam Batas Normal

Konsultasi ke Bagian Psikiatri dengan diagnosis gangguan mental perilaku akibat


kondisi medis umum. Terapi dari bagian psikiatri adalah lorazapem 2 mg dan
psikoterapi supprtif individu

58
Diagnosa Klinik : Sefalgia Kronik
Diagnosa Topik : Pain Sensitive Structure
Diagnosa Etiologi : Tension Type Headache Tipe
Diagnosa Sekunder : Hipertensi stage I
Hipokalemia ec low intake
Gangguan mental dan perilaku akibat
kondisi medis umum
Diagnosis Banding : Migrain
Nyeri kepala servikogenik (Sindorma
Servikal )

Penatalaksanaan
1. Umum
- Istirahat
2. Khusus
- IVFD Nacl 0.9% 16 tpm
- Clobazam 1 x ½ tablet p.o
- Paracetamol 3 x 500 mg p.o (Kapan Perlu)
- Amlodipin 1 x 10 mg p.o
- KSR 3 x 1 mg p.o
- Lorazepam 2 mg p.o
- Meloxicam 1 x 7.5 mg p.o
- Psikoterapi supportif individu

59
BAB 4

ANALISA KASUS

Seorang perempuan berusia 65 tahun datang ke IGD RSUD Achmad Mochtar

Bukittinggi dengan keluhan nyeri kepala hebat sejak ± 7 hari SMRS. Nyeri pada

awalnya dirasakan di leher bagian belakang kemudian menjalar ke kepala bagian

belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Nyeri kepala tidak berdenyut,t

terasa seperti diikat, nyeri terus menerus, lama nyeri lebih kurang 30 menit, nyeri

kepala timbul dan bertambah bila melihat cahaya yang silau, nyeri tidak bertambah

saat aktifitas rutin. Keluhan nyeri kepala sudah berlangsung sejak satu tahun yang

lalu dan berlangsung selama hampir sebulan, akan tetapi nyeri berkurang dengan

konsumsi antinyeri. Nyeri yang dirasakan juga mengganggu kualitas tidur pasien.

Keluhan nyeri yang dirasakan pasien menunjukkan gejala dari nyeri kepala

primer yaitu tipe tension type headache (TTH). Ditinjau dari usia dan jenis

kelaminnya, TTH paling sering terjadi di usia 40-49 tahun, akan tetapi masih cukup

sering terjadi di usia >60 tahun sedangkan berdasarkan jenis kelamin, perempuan

lebih beresiko dibandingkan laki-laki. Nyeri yang terasa pada pasien berkurang

dengan konsumsi obat antinyeri yang dibeli oleh pasien sendiri di warung sehingga

kebiasaan ini dapat menimbulkan toleransi terhadap nyeri tersebut. Nyeri yang

dirasakan pasien saat dilakukan pemeriksaan diakui pasien sebagai nyeri terberat

yang pernah dialami oleh pasien.

Keluhan lain yang dialami pasien adalah penurunan nafsu makan, akan tetapi

keluhan keluhan seperti mual dan muntah tidak ada, kejang tidak ada, serta demam

60
tidak ada. Penurunan nafsu makan juga dapat terjadi pada TTH akan tetapi TTH

bukan penyebab primer melainkan rasa nyeri yang dirasakan pasien sebagai

penyebab primer.

Riwayat penyakit dahulu pada pasien ini adalah tekanan darah (hipertensi)

sejak satu tahun yang lalu dan kontrol tidak teratur sedangkan riwayat diabetes

mellitus dan riwayat trauma tidak ada. Keluhan nyeri kepala pada pasien tidak ada

hubungannya dengan hipertensi. Literatur menyebutkan bahwa hanya 5% pasien

dengan diagnosis hipertensi stage II yang kemungkinan mengalami keluhan nyeri

kepala.

Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan seperti yang dialami pasien.

Pasien merupakan seorang pensiunan PNS (Guru) dan sekarang sedang mengelola

homestay. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan

minum alkohol. Salah satu faktor resiko dari TTH adalah stress akan tetapi pasien

menyangkal jika pasien sedang mengalami stress.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 (E4M6V5), komposmentis

kooperatif, tekanan darah 140/90mmHg, frekuensi nadi 82 kali/menit, frekuensi

nafas 20 kali/menit dan suhu 36,80C. Berat badan pasien adalah 80 kg dengan badan

155cm sehingga IMT pasien adalah 33,29 yang menurut kriteria IMT Asia berada

pada klasifikasi obesitas tipe I. Berdasarkan artikel NCBI berjudul “Obesity and

Headache: Part I – A Systemic Review of the Epidemiology of Obesity and

Headache” menyatakan bahwa seseorang dengan obesitas memiliki resiko 1,4 kali

lebih besar untuk mengalami TTH dibandingkan dengan mereka dengan berat

badan normal (normoweight).

61
Status internus pasien dalam batas normal sedangkan untuk status

neurologikus GCS pasien memiliki total skor 15, tidak ada tanda rangsang

meningeal, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial. Pemeriksaan

keduabelas saraf kranial pasien dalam batas normal. Pemeriksaan keseimbangan

tidak dilakukan sedangkan untuk pemeriksaan koordinasi seluruhnya baik.

Pemeriksaan motoric yang dilakukan dalam batas normal dengan kekuatan motorik

pada ekstermitas atas dan bawah sama, yaitu dapat melawan gravitasi dan melawan

tahanan atau kekuatan normal. Pemeriksaan sensorik dan sensibilitas dalam batas

normal. Fungsi otonom seperti miksi, defekasi, dan sekresi keringat keseluruhannya

dalam batas normal. Pemeriksaan fungsi luhur pada pasien dalam batas normal.

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan

fisis yang normal. Anamnesis menunjukkan adanya gejala khas pada nyeri kepala

primer yaitu Tension Type Headache (TTH). Selain itu karakteristik gejalanya juga

dijadikan dasar untuk mendiagnosis nyeri kepala tipe ini sehingga informasi tentang

tipe nyeri, lokasi, frekuensi dan durasinya harus jelas. 8 Tension Type Headache

harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari berikut ini :

(1) adanya sensasi tertekan/terjepit/terikat,

(2) intensitas ringan-sedang/berat

(3) lokasi bilateral

(4) tidak diperburuk aktivitas.

(5) Selain itu, tidak ada mual muntah,

(6) Mungkin ada fotofobia atau fonofobia.

62
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang/berat, tumpul seperti

ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah

kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,

insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan

rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Pemeriksaan Penunjang yang Dilakukan

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan

pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak

memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI. Pada

pemeriksaan laboratorium dari pasien didapatkan hasil dalam batas normal kecuali

pada kalium yaitu 2,65 mEq/l yang menandakan pada pasien mengalami

hipokalemia. Hipokalemia pada pasien kemungkinan disebabkan low intake

dikarenakan penurunan nafsu makan yang dialami oleh pasien.

Pada pemeriksaan radiologi yaitu rontgen servikal anterior dan posterior

didapatkan kesan spondilosis C5-7, tetapi tidak sesuai dengan klinis pasien. Pada

cervicogenic headache nyeri dirasakan menjalar ke dermatom yang sesuai dengan

lokasi spondilosis, nyeri berhubungan dengan posisi dan diperberat dengan

aktivitas. Selain itu, pada TTH salah satu dari kriteria diagnosisnya adalah tidak

disertai dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan Brain CT didapatkan kesan dalam

batas normal. Hal ini semakin menegakkan diagnosis TTH.

Pasien dikonsultasikan ke bagian psikiatri dikarenakan adanya kecurigaan

gangguan somatoform yang dialami oleh pasien. Diagnosis dari bagian psikiatri

adalah gangguan mental perilaku akibat kondisi medis umum.

63
Terapi yang Diberikan

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah terapi non-farmakologi dan

terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi : bed rest, dan menghindari faktor yang

memperberat dari keluhan, selanjutnya pada pasien ini juga diberikan terapi

farmakologinya adalah IVFD NaCl 0,9% 16 tetes permenit sebagai pengganti

cairan tubuh, selain itu diberikan Clobazam 1x½ tablet untuk menangani keluhan

sulit tidur pasien dikarenakan Clobazam mengandung Benzodiazepine,

paracatemol 3x500mg peroral sebagai antianalgetik dan antipiretik pada pasien,

amlodipine 1x10mg peroral untuk mengatasi hipertensi pasien, KSR 3x1mg peroral

untuk mengatasi hypokalemia pasien dan meloxicam 1x75 mg peroral sebagai Non-

steroid Anti-Inflamation (NSAIDs). Meloxicam bekerja dengan cara menghambat

enzim yang memproduksi prostaglandin, yaitu senyawa yang dilepas tubuh yang

menyebabkan rasa sakit serta reaksi radang dengan menghalangi prostaglandin,

diharapkan dapat mengurangi rasa sakit dan peradangan. Bagian psikiatri

memberikan pengobatan lorazepam 2mg peroral dan psikoterapi suportif indvidu.

Kesimpulan

Berdasakan data-data tersebut maka diagnosis pada pasien ditegakkan

dengan diagnosis klinik sefalgia kronik, diagnosis topik yaitu pain sensitive

structure, diagnosis etiologi Tension Type Headache Cronic, dengan diagnose

sekunder Hipertensi stage I, hypokalemia ec low intake dan gangguan mental dan

perilaku akibat kondisi medis. Diagnosis banding pada pasien ini adalah migraine

dan nyeri kepala servikogenik (Sindroma Servikal) ec spondylosis C5-7 Pasien ini

memiliki prognosis quo ad vitam dan quo ad fungsional dubia ad bonam

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Rooper AH, Samuel MA, Klein JP. Adams and Victor’s principles of

neurology. 10th edition. New York: McGraw-Hill; 2014.

2. PERDOSSI. Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala Konsensus

nasional IV. Surabaya: Pusat Penerbitan FK UNAIR.

3. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery

illustrated. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1997.

4. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk.

Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2008.

5. Sherwood L. Human physiology: from cell to systems. 7th edition. Belmont:

Brooks/Cole Cengage Learning; 2010.

6. IHS. International Classification of Headache Disorders 3 rd edition. Sage

2013:33(9):629.

7. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J,

editors. Harrison;s neurology in clinical medicine. 3 rd edition. New York:

McGraw Hill; 2013.

8. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. New

York: McGraw Hill; 2012.

65

Anda mungkin juga menyukai