CEPHALGIA
Oleh:
Melisa
Citra Ika
M
(11.2016.
366)
PEMBIMBING:
Dr. Hexanto, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF
RS PANTIWILASA DOKTER CIPTO
PERIODE 24 SEPTEMBER 2018 – 27 OKTOBER 2018
PENDAHULUAN
Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang bola
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Sakit kepala pada
Referat Cephalgia | 1
kenyataannya adalah gejala dan dapat menunjukkan penyakit organic, respon stress,
vasodilatasi, tegangan otot rangka, atau kombinasi respon tersebut.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine,
tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit
kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang
disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular
kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit
kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat
gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat
kelainan psikiatri.
DEFINISI
Nyeri kepala atau cephalgia merupakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada
daerah atas kepala, memanjang dari orbita sampai ke arah belakang kepala yaitu area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk. Ada pendapat lain mengatakan cephalgia adalah
rasa nyeri atau tidak enak di antara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur
nyeri yang sensitif.1,2
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasisi rumah sakit pada 5 rumah sakit di
Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut, Migren tanpa aura
Referat Cephalgia | 2
10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension Type Headache 31%, Chronic Tension Type
Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14%. 2,3
ETIOLOGI
Bangunan yang mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa nyeri, dapat
distimulasikan oleh traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi neoplasma (keganasan), zat
biokimiawi yang terlepas pada nyeri kepala tertentu.
Stimulasi bangunan peka nyeri yang berada di atas tentorium serebellum cenderung
menimbulkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital. Semua jaringan kulit kepala
(scalp), wajah, leher, dan kuduk peka terhadap rangsang nyeri. Nyeri kepala dapat langsung
terjadi pada penyakit di mata dan bangunan di orbita, rongga hidung dan sinus paranasal,
gigi, telinga bagian eksterna dan bagian tengah.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa nyeri kepala dapat disebabkan oleh :
Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya
Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fosa anterior dan fosa posterior
atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.
Traksi, peranjakan atau penyakit pada saraf kranila V, IX, X dan tiga saraf spinal
servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3)
Perubahan tekanan intrakranial
Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung telinga dan leher kuduk.
Secara garis besar dan sederhana nyeri kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
Vaskular.
Kontraksi otot (nyeri kepala jenis tegang).
Keadaan ekstrakranial atau intrakranial, struktural atau inflamasi. 3
Referat Cephalgia | 3
FAKTOR RISIKO
Faktor resiko terjadinya nyeri kepala adalah kelelahan berkendara, mengkonsumsi
alkohol berlebihan, trauma kepala, kelainan vaskular, saraf atau metabolisme, penyakit
sistemik seperti anemia, hipertensi, hipotensi, postur/posisi tubuh yang salah, gaya hidup,
jenis kelamin, riwayat keluarga dan genetik.2
Referat Cephalgia | 4
Selain saraf trigeminus terdapat saraf cranial VII, IX, X yang menginervasi meatus
auditorius eksterna dan membrane timpani. Saraf cranial IX menginervasi rongga telinga
tengah, saraf cranial IX dan X menginervasi faring dan laring. Servikalis yang terlibat dalam
sakit kepala adalah C1, C2 dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginervasi otot suboksipital
triangle obliqus superior, inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus
dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superficial posterior,
longissimus capitis dan splenius. Sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater
occipital nerve.4,5
PATOFISIOLOGI
Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu
akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.5
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus
nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga, yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme
otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya
aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga
perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan
jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal
seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dan lainnya. Pada suhu 45 0C, jaringan–
jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar
populasi.5
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya
yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung
merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah
dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan
zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat
sebanding dengan intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan
Referat Cephalgia | 5
membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus
kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan
enzim proteolitik.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor
nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu,
seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan
jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan
sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan
berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut,
merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini
disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari
saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30 m/s.
Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan
neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya
memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.
Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1
detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik,
kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini
ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan
mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P. 5
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh
dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow-chronic pain
pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan
berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua
traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk
fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.6
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I
(lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus
spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak
melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area
Referat Cephalgia | 6
retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian
kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn
dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.Adanya sensori taktil dan
nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana
rangsangan tersebut diberikan.
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan
sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus
ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila
keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal
kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya
dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan
serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan
menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.
Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan
hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus.
Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu :
nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon.
area tektum dari mesensefalon,
regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang
otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui
intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus
dan bagian basal otak.5,6
KLASIFIKASI
Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik
struktural maupun fungsional, maka diperlukan klasifikasi dan kriteria diagnosis dan masing-
masing jenis nyeri kepala agar didapatkan kesamaan pengertian. Usaha klasifikasi tersebut
membutuhkan waktu bertahun-tahun, melibatkan para pakar dari seluruh dunia, dan pada
tahun 2004 dihasilkan klasifikasi nyeri kepala oleh International Headache Society (IHS).1-3
1. Sakit kepala bisa merupakan keluhan primer atau sekunder:
Referat Cephalgia | 7
Primer : suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik
merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena adanya penyakit lain.
Sekunder : sakit kepala merupakan gejala ikutan karena adanya penyakit lain
PRIMER
Migraine
nyeri kepala tension
nyeri kepala cluster
sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya.
SEKUNDER
2. Berdasarkan lokasi
Referat Cephalgia | 8
Gambar 1.
Tipe berdasarkan Lokasi sakit kepala
Referat Cephalgia | 9
Usia lebih dari 55 tahun
Sakit kepala pada anak
Epidemiologi TTH
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi f3
% danTension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih
banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56
%.Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.1,2
Klasifikasi TTH
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung
selama 30 menit–7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan
lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Referat Cephalgia | 10
Diagnosa TTH
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya 2 dari berikut
ini:
1. adanya sensasi tertekan/terjepit,
2. intensitas ringan–sedang,
3. lokasi bilateral,
4. tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah
satu dari fotofobia dan fonofobia.1,3
PENATALAKSANAAN TTH
Meskipun sakit kepala tension-type umum dan berdampak besar pada masyarakat,
sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan. Banyak
Referat Cephalgia | 11
percobaan sebelumnya termasuk pasien dengan gabungan-tipe tension dan migrain tanpa
aura dan pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan berlebihan-pengobatan. 1,3
Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA khususnya untuk pengobatan sakit
kepala tension. Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini dan risiko penggunaan
berlebihan-obat-obatan sakit kepala pada pasien dengan sakit kepala sering, terapi
profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit kepala tension-type
kronis adalah sebuah gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral efek
modulasi nyeri cenderung paling efektif.3,7
Obat antidepresan
Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepala tension-type kronis,
dan beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada
studi double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan
maprotiline. 7,8,9
Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau durasi sakit kepala sekitar 50%
pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain menemukan ini
tidak lebih baik daripada placebo. 9
Pada anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline (atau obat serupa) adalah
10 mg pada waktu tidur. Pada dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu tidur.
Dosis dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau efek samping tidak dapat
ditoleransi. Antidepresan biasanya diberikan dari 4 sampai 6 minggu untuk bisa
menunjukkan efek menguntungkan. 9
Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh
pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada sakit kepala tension-type kronis. 9
SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol.
Obat ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih
rendah. 9
Relaksan otot
Referat Cephalgia | 12
Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan
metaxalone umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepala tension-type kronis,
tetapi belum terbukti efektif untuk melegakan nyeri akut. 3,9
Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada
1972 studi double-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau
lebih perbaikan pada sakit kepala tension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang
menerima plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur.
Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit kepala
tension-type kronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya dititrasi dari
2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek
samping paling umum dari agen ini.
Anti konvulsi
Antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), asam valproate telah
dievaluasi untuk keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala harian kronis”. Mathew
dan Ali mengevaluasi kemanjuran valproate 1.000 hingga 2.000 mg per hari pada 30 pasien
dengan
sakit kepala harian kronis membandel (migrain tanpa aura dan sakit kepala tension-type
kronis) dalam percobaan open-label. Level darah dipertahankan antara 75 dan 100 mg/mL.
Pada bulan ketiga terapi, dua pertiga pasien telah membaik secara signifikan. Efek samping
yang paling sering dilaporkan adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan
mual.9
Toksin botulinum
Referat Cephalgia | 13
Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk
meredakan sakit kepala tension-type kronis pada seri kecil pasien. Hasil dari uji klinis kecil
telah dicampur, dan dua uji terkontrol-plasebo besar saat ini sedang dilakukan. 9
Sumatriptan
Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepala tension-type. Obat ini
tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit kepala
tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-type episodik berat pada pasien bersama
dengan migrain tampaknya merespon terhadap agen ini.3
Komplikasi TTH
Komplikasi TTH adalah rebound headache, yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan. 3
Pencegahan TTH
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga
teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan
biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan
behavioral therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah
posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.1,3,7
MIGRAINE
Definisi Migraine
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai
mual muntah, fotofobia dan fonofobia.10
Referat Cephalgia | 14
meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS
(mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada
pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
Referat Cephalgia | 15
masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini
beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari
mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering
ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44
tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine
jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine
yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin
besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.10
Klasifikasi migraine
migraine dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura:
•Migraine Tanpa Aura
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4–72 jam. Karakteristik
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dgn aktifitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan nause dan atau muntah dan fotofobia dan fonofobia.
Kriteria Diagnosis :
A. Sekurang- kurang 5 kali serangan yang termasuk kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan
tidak cukup).
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang- kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut:
o Lokasi unilateral
o Sifatnya mendenyut
o Intensitas sedang sampai berat
o Diperberat oleh kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang- kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini :
o mual dan atau muntah
o fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
•Migraine Dengan Aura
Referat Cephalgia | 16
Terdiri dari aural visual yang muncul secara gradual yang mendahului nyeri kepala
dan berlangsung sekitar 15 – 30 menit. Gangguan visual dapat berupa scotoma yang
bersintilasi, bergerak, atau dapat juga gangguan dilapang penglihatan seperti garis, spectra
fortifikasi (garis bergerigi) atau distorsi penglihatan yang muncul di sebagian atau seluruh
lapang pandang.
Gejala nonvisual, yang tidak berkaitan dengan penglihatan, dapat berlangsung
singkat, seperti hemiparesis, yang dapat juga mendahului nyeri kepala sebagai aura.
Kriteria Diagnosis :
A.sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan seperti kriteria B – D.
B.Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik.
- Gangguan visual reversibel seperti : Positif (cahaya berkedi-kedip, bintik-bintik atau
garis). Negatif (hilang penglihatan).
- Gangguan sensoris reversibel termasuk positif (nyeri) / negatif (hilang rasa).
- Gangguan bicara disfasia yg reversibel sempurna
C.Paling sedikit 2 dibawah ini.
- Gejala visual homonim dan/ gejala sensoris unilateral.
- Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 mnt dan / jenis aura lainnya
≥ 5 menit.
- Masing – masing gejala berlangsung 5 – 60 menit
D.Nyeri kepala memenuhi kriteria migraine tanpa aura
E.Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Patofisiologi MigraineTe
Teori vaskular
Menurut teori atau hipotesis vascular aura disebabkan oleh vasokontriksi
intraserebral diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial. Aura merupakan manifestasi
penyebaran depresi, suatu peristiwa neuronal yang di karakteristik oleh gelombang
penghambatan yang menyebabkan turunnya aliran darah otak sampai 25-35%. Nyeri
diakibatkan oleh aktivitas trigeminal yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif
→vasodilatasi plasma protein ekstravasation dan nyeri. Aktivitas di dalam trigeminal di
regulasi oleh saraf noreadrenergik dan serotonergik. Resptor 5HT, terutama 5HT1 dan
5HT2→ ikut terlibat dalam patofisiologi migren.4,8
Referat Cephalgia | 17
Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi → menurunkan aliran darah
cranial → terjadi iskemia → aura. Iskemi selanjutnya akan berkurang dan diikuti oleh
periode vaodilatasi serebral, neurogenic inflamasi dan nyeri.
Referat Cephalgia | 18
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang
menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang
supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti
dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino
eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan
neurotransmiter lagi.4,8
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga
mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis
yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-
senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan
dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi
yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.
Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi
batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak.
Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat
vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-
HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migraine dengan efektif.
MANIFESTASI KLINIS
Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu: 3
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit/malas berbicara.
Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien
untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
Referat Cephalgia | 19
periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada
wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali
dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan
autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot
dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.
DIAGNOSA MIGRAINE
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda–tanda khas
migraine. Kriteria diagnostic IHS untuk migraine dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migraine dengan satu atau
lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa
disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih
dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura
dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. 1,3,10
Kriteria diagnostik IHS untuk migraine tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria
berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2)
sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi
mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Referat Cephalgia | 20
Diferensial diagnosa migraine adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri,
glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis
nodosa, dan cluster headache.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Terapi Abortif
1.Sumatriptan
Referat Cephalgia | 21
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan
dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis
maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists.
Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang
mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan
vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas
saraf trigeminal. Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat
mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi
reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme
utama dari efek terapeutik golongan triptan.
Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura. Dosis & Cara Pemberian:
dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam
kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
2.Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan
berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis
maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal
spray.
Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa.
Tidak ditujukan untuk terapi profilaksjis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi
atau basilar.
Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi
serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan
manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang
setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering,
dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark
miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
Referat Cephalgia | 22
3.Eletriptan
Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan 5-
HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi
yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu, aktivasi reseptor 5-
HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-
inflammatory neuropeptida.
Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.
Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam
kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya
serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas.
Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah
yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional
tentang pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache
diary yang berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan,
disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering
diberikan:
a.Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara
gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mgg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
Referat Cephalgia | 23
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migraine.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif
untuk mencegah serangan migraine.
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
Terapi abortif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap
pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya.
Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti
kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat
stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip,
perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-
faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk
berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah
yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat
seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.
Komplikasi Migraine
Komplikasi migraine adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat–obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lainnya yang
berlebihan.
Pencegahan Migraine
Pencegahan migraine adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari,
Referat Cephalgia | 24
mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol), makan teratur, dan menghindari
stress.1,10,11
CLUSTER HEADACHE
Nyeri kepala atau muka unilateral yang hebat selama 15 menit-3 jam yang disertai
injeksi konjungtiva, lakrimasi, penyumbatan hidung ipsilateral beberapa kali dalam sehari
dalam kurun waktu beberapa minggu hingga bulan. Pada sebagian penderita menimbulkan
nyeri tekan di daerah dasar tengkorak dan leher ipsilateral. 6,11
Referat Cephalgia | 25
- Gejala otonom: penyumbatan hidung ipsilateral, pembengkakan jaringan lunak, dahi
berkeringat, lakrimasi, mata merah (injeksi konjungtiva) akibat aktivitas berlebihan
parasimpatis.
- Paralisis parsial simpatis sindroma Horner ringan (ptosis, miosis, anhidrosis),
bradikardia, muka merah atau pucat, nyeri di muka dan daerah arteri karotis
ipsilateral.
- Gejala migren : ggn gastrointestinal, fotofobia dan fonofobia ( tdk sebanyak migren)
- Perubahan perilaku selama serangan berupa kegelisahan : berlari-lari atau duduk
dalam posisi tertentu dengan mata yang dikompres, berteriak kesakitan dan kadang-
kadang ada upaya untuk bunuh diri.
- Gejala neurologik : hiperalgesia pada muka dan kepala
Faktor pencetus
Beberapa pemicu cluster headache meliputi:
Referat Cephalgia | 26
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan
obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache,
biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat
keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif
pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor
opiate.12
Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit
sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.
Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg
intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua
puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan
oral pada cluster headache.
Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut
cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien
bermanfaat menggunakan cara tersebut.
Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan
akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke
arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1
ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.12
2. Profilaksis
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau
jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat
digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan
pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat
hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat. 12
Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan
dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif
lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk
indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali
Referat Cephalgia | 27
sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari.
Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah
dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau
dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan
pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan
giginya).
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari
yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan
perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat
digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.
Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek
sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium
sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa
dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum sebesar
0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan
kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan
bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat
mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti
hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang menggunakan lithium
untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang
timbul karena penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi yang
tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya
adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada
migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang
digunakan adalah 9 mg perhari. 12
Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan
tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi
fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
Referat Cephalgia | 28
Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke
dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan
mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada
serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang
memanjang dan pada cluster headache kronis.
Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi
oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus
oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi
ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.12
CEPHALGIA SEKUNDER
Cephalgia sekunder terdiri dari nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala
dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal, nyeri kepala akibat
kelainan non vascular intracranial, nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun
withrawalnya, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan
hemostasis, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya, nyeri kepala yang
berkaitan dengan kelainan psikiatri.1,3,7
Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu
penyakit tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda
dari berbagai penyakit.
Kriteria diagnosis nyeri kepala sekunder menurut IHS adalah :
A). Nyeri kepala dengan satu atau lebih memenuhi criteria C dan D
B). Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui sebelumnya
C). Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain
D). Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan (lebih singkat
dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau remisi spontan dari penyakit
penyebabnya.
Referat Cephalgia | 29
Keluhan sakit gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit gigi, sehingga
kelainan atau penyakit gigi perlu dicari dan ditangani oleh dokter gigi.
2) Nyeri kepala pada sinusitis
Nyeri kepala ringan hingga hebat dirasakan di daerah muka, pipi, atau dahi, biasanya
juga disertai keluhan THT (Telinga hidung tenggorokan) misal berdahak, hidung
mampet, hidung meler, dan sebagainya.
3) Nyeri kepala pada kelainan mata
Kelainan pada mata seperti iritis, glaucoma, dan papilitis dapat menimbulkan nyeri
sedang hingga berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak merah disertai dengan
gangguan penglihatan.
4) Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi
Penderita tekanan darah tinggi dapat mengeluhkan nyeri kepala. Minum obat sakit
kepala saja tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena tekanan
darah tinggi merupakan ancaman terjadinya kerusakan organ-organ seperti ginjal,
otak, jantung, dan pembuluh darah.
5) Nyeri kepala akibat putus zat (withdrawal headache)
Nyeri kepala dapat terjadi akibat terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat sakit
kepala, kemudian ketika putus obat malah menimbulkan nyeri kepala.
TRIGEMINAL NEURALGIA
Trigeminal neuralgia (TN), juga dikenal sebagai tic douloureux, adalah sindrom nyeri
umum dan berpotensi melumpuhkan, patofisiologi tepat yang tetap tidak jelas. Kondisi ini
telah dikenal untuk mendorong pasien dengan neuralgia trigeminal ke jurang bunuh diri.
Meskipun temuan pemeriksaan neurologis normal pada pasien dengan berbagai idiopatik,
jenis yang paling umum dari neuralgia nyeri wajah, sejarah klinis yang khas. Trigeminal
neuralgia ditandai dengan nyeri unilateral mengikuti distribusi sensorik dari saraf kranial V-
biasanya menjalar ke rahang atas (V2) atau mandibula (V3) daerah di 35% dari pasien yang
terkena dampak (lihat gambar di bawah)-sering disertai dengan kejang wajah singkat atau
tic. Keterlibatan terisolasi divisi oftalmik jauh kurang umum (2,8%).
Biasanya, respon awal terhadap terapi carbamazepine adalah diagnostik dan sukses.
Meskipun mendapatkan bantuan ini awal memuaskan dengan obat, pasien mungkin
Referat Cephalgia | 30
mengalami nyeri terobosan yang membutuhkan obat tambahan dan, pada beberapa pasien,
satu atau lebih dari berbagai intervensi bedah. 3,7
Saraf trigeminal adalah yang terbesar dari semua saraf kranial. Ini keluar lateral pada
tingkat pertengahan pons dan memiliki 2 divisi-akar motor yang lebih kecil (porsi kecil) dan
akar sensorik yang lebih besar (sebagian besar). Akar motorik memasok temporalis,
pterygoideus, tensor timpani, tensor palati, mylohyoid, dan perut anterior digastric
tersebut. Akar motor juga mengandung serat saraf sensorik yang terutama memediasi
sensasi rasa sakit.
Ganglion gasserian terletak di fosa trigeminus (Meckel) dari tulang petrosa di fosa
kranial tengah. Ini berisi orde pertama umum serat sensorik somatik yang membawa rasa
sakit, suhu, dan sentuhan. Proses perifer neuron dalam bentuk ganglion 3 divisi saraf
trigeminal (yaitu, mata, rahang atas, dan bawah). Keluar Divisi oftalmik tempurung kepala
melalui fisura orbital superior, keluar divisi maksila dan mandibula foramen rotundum
melalui dan foramen ovale, masing-masing. Serat aferen proprioseptif perjalanan dengan
akar eferen dan aferen. Mereka adalah proses perifer dari neuron unipolar terletak di pusat
inti mesensefalik dari saraf trigeminal.
Karena patofisiologi yang tepat masih kontroversial, etiologi trigeminal neuralgia
(TN) dapat pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa
menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural
hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya
vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk
patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus.
Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudiandikategorikan sebagai trigeminal
neuralgia klasik.
Meskipun pengelompokan keluarga dipertanyakan ada, trigeminal neuralgia (TN)
yang paling mungkin adalah multifaktorial. Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal adalah
idiopatik, namun kompresi akar trigeminal oleh tumor atau anomali vaskuler dapat
menyebabkan rasa sakit serupa, seperti yang dibahas dalam Patofisiologi. Dalam satu studi,
64% dari kapal mengompresi diidentifikasi sebagai arteri, paling sering serebelum superior
(81%) vena kompresi diidentifikasi pada 36% kasus.
Neuralgia trigeminal dibagi menjadi 2 kategori, klasik dan gejala. Bentuk klasik,
dianggap idiopatik, sebenarnya termasuk kasus-kasus yang disebabkan oleh arteri yang
Referat Cephalgia | 31
normal hadir dalam kontak dengan syaraf, seperti arteri serebelum superior atau bahkan
arteri trigeminal primitif.
Bentuk gejala dapat mempunyai beberapa. Aneurisma, tumor, peradangan
meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons
menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Kursus vaskular yang abnormal dari arteri
serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Jarang, daerah demielinasi dari
multiple sclerosis mungkin tergesa-gesa (lihat gambar berikut), lesi pada pons di zona akar
masuknya serat trigeminus telah dibuktikan. Lesi ini dapat menyebabkan sindrom nyeri yang
sama seperti pada trigeminal neuralgia. Mikroskopis demonstrasi demielinasi dalam
demonstrasi primMicroscopic dari demielinasi dalam trigeminal neuralgia primer. Sebuah
akson berbelit-belit ini dikelilingi oleh mielin abnormal terputus-putus. (Mikroskop elektron;
3300×).12
EPIDEMIOLOGI TN
Pada tahun 1968, Penman melaporkan prevalensi AS trigeminal neuralgia (TN)
sebagai kira-kira 107 pria dan 200 wanita per 1 juta orang Pada tahun 1993, Mauskop
mencatat sekitar 40.000 pasien memiliki kondisi ini pada waktu tertentu. dengan kejadian 4-
5 kasus per 100.000. Perkiraan terbaru menunjukkan prevalensi sekitar 1,5 kasus per 10.000
penduduk, dengan kejadian sekitar 15.000 kasus per tahun.
Rushton dan Olafson melaporkan bahwa sekitar 1% dari pasien dengan multiple
sclerosis (MS) mengembangkan trigeminal neuralgia, bahwa Jensen dkk mencatat bahwa 2%
dari pasien dengan neuralgia trigeminal memiliki multiple sclerosis Pasien dengan kedua
kondisi. Sering memiliki bilateral trigeminal neuralgia.
Tidak ada kecenderungan geografis atau perbedaan rasial telah ditemukan untuk
neuralgia trigeminal. Namun, perempuan yang terkena sampai dua kali sesering laki-laki
(kisaran, 3:02-2:01). Selain itu, dalam 90% pasien, penyakit dimulai setelah usia 40 tahun,
dengan onset khas 60-70 tahun (usia pertengahan dan kemudian). Pasien yang hadir dengan
penyakit ketika berusia 20-40 tahun lebih mungkin untuk menderita lesi demielinasi di pons
sekunder multiple sclerosis; pasien yang lebih muda juga cenderung memiliki gejala
neuralgia trigeminal atau sekunder. Ada juga laporan sesekali kasus pediatrik neuralgia
trigeminal. Faktor risiko lain untuk sindrom ini adalah hipertensi. 3,12
Referat Cephalgia | 32
PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
Carbamazepine tetap merupakan kriteria standard, tetapi sejumlah obat lain telah
digunakan untuk waktu yang lama dan dengan sukses adil dalam trigeminal neuralgia(TN).
Agen ini harus dipertimbangkan berturut-turut dalam kasus perlawanan. Jarang, terapi
kombinasi dapat diberikan, tetapi harus tetap luar biasa karena alasan toleransi dan karena
efek sinergis jarang terjadi Jangka waktu pengobatan. Tergantung pada evolusi klinis tetapi
biasanya jangka panjang, sering bertahun-tahun berlangsung. Analgesik topikal telah gagal
pada pasien dengan manifestasi ophthalmologic neuralgia trigeminal. 2
Komplikasi TN
Komplikasi utama dalam neuralgia trigeminal adalah efek samping dan toksisitas
yang berpengalaman secara rutin dengan penggunaan jangka panjang agen antikonvulsan.
Komplikasi lain adalah kemanjuran berkurang selama beberapa tahun obat ini pada
neuralgia mengendalikan, yang memerlukan penambahan antikonvulsan kedua, yang dapat
menyebabkan lebih terkait obat reaksi yang merugikan.
Standar perawatan harus diterapkan untuk prosedur invasif, yang paling tunduk
pada klaim potensial. Perkutan bedah saraf prosedur dan prosedur dekompresi
mikrovaskuler menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang. Risiko perioperatif juga ada.
Lihat Neuralgia Trigeminal Bedah. Selain itu, pasien mungkin harus menunggu selama
beberapa minggu atau bulan setelah operasi untuk bantuan, dan beberapa menemukan
kelegaan hanya untuk 1-2 tahun dan kemudian harus mempertimbangkan pilihan operasi
kedua.
Beberapa pasien secara permanen kehilangan sensasi atas sebagian dari wajah atau
mulut. Kadang-kadang, pasien mungkin menderita kelemahan rahang dan / atau anestesi
kornea. Ulserasi kornea dapat hasil karena gangguan trofik dari deafferentation saraf.
Setelah setiap perawatan invasif, reaktivasi dari infeksi herpes simpleks tidak jarang.
Komplikasi anestesi dolorosa terburuk adalah, suatu dysesthesia wajah keras, yang mungkin
lebih melumpuhkan daripada trigeminal neuralgia asli. Dysesthesia ini dapat disebabkan
oleh prosedur dan, kadang-kadang, operasi.
Pencegahan
Referat Cephalgia | 33
Tidak ada terapi pencegahan yang spesifik. Pasien mungkin memiliki rasa sakit
selama berbulan-bulan atipikal pertanda, karena itu, pemahaman yang tepat terhadap
sindrom ini neuralgia trigeminal pra-dapat mengakibatkan pengobatan dini dan lebih
efisien. Pasien harus menghindari manuver yang memicu nyeri. Setelah diagnosis
ditegakkan, menasihati mereka bahwa ekstraksi gigi tidak mampu lega, memancarkan sakit
bahkan jika ke dalam gusi. Pada pasien yang ingin menjalani prosedur, mereka harus
menyadari potensi efek samping, serta melaporkan setiap sensasi diubah di wajah, terutama
setelah prosedur. Mereka harus diberitahu tentang potensi untuk dolorosa anestesi. 3,12
Cephalgia Sifat Lokasi Lama Intensitas & Frekuensi nyeri Gejala ikutan
nyeri
Diperberat aktivitas
Diperberat aktivitas
Referat Cephalgia | 34
listrik V)
PENUTUP
Sakit kepala/nyeri kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan
saraf, (3) gigi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi
sakit kepala primer, sakit kepala sekunder,serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer
dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia
trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi
menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit
kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan
kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala
akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah
akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA
Referat Cephalgia | 35
3. Stephen D. Silberstein, Wolff’s headache and Other Headache. London : Oxford
Universiy Press 2001.h.6-21.
4. Srivasta s. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview.
5. Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.2001;115-
119.Siebernagl, Stefan dan Florian Lang.Pain.Color Atlas of Pathophysiology.New York :
Thieme,2000.h.320-1.
6. Aru W.sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV.Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.h.934-6.
7. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
8. Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrison’s Internal Medicine. United states of
Amerika :McGraw-Hill Companies.2005. 85- 93.
9. Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some
consideration. URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2779399.
10. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department
of Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : www Dawn C. Buse,
PhD, Marcia F. T. Rupnow, PhD, and Richard B. Lipton, MD. 2009. Assesing And
Managing All Aspect of Migraine. URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2676125.
11. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache and Neurology. available at
http://www.medscape.com.
12. Singh MK. Trigeminal neuralgia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview.
Referat Cephalgia | 36