Dosen Pembimbing
dr. Rastri Paramita, Sp.M,
Disusun Oleh
Risty Rizki Oktaviana
11.2017.279
KEPANITERAAN KLINIK
STTUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAM UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :…………………….
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT : RS MATA YAP
……………………
..
I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. S
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pemeriksa : Risty
II. ANAMNESIS
Anamnesis tanggal : 2 July 2019 dilakukan secara auto anamnesis
Keluhan Utama : Mata kiri terasa mengganjal
Pasien datang ke poliklinik Rumah Sakit Mata dr. Yap dengan keluhan mata kiri terasa
menggajal setelah terkena karet gelang sejak 3 hari SMRS. Awalnya setelah terkena karet gelang
pasien mengeluh matanya merah, sakit, berair, terasa ada yang mengganjal dan penglihatan
sedikit menurun. Pasien juga mengeluh sering silau apabila terkena cahaya akibatnya mata kiri
nya semakin menyipit dan selalu berair setiap kali terkena cahaya.
Pasien mengatakan sejak terkena karet gelang mata pasien menjadi luka seukuran jarum
namun kesokan hari luka itu sedikit membesar dan berwarna putih keabuan dan penglihatan
menjadi kabur. Pasien sudah berobat di RS Solo disarankan untuk dirujuk ke RS Mata dr. Yap,
dan diberikan Cataflam 50 mg, tequinol 500 mg, vigamox tiap 1 jam.
Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat hipetensi, kencing manis, asma, alergi obat dan
operasi mata disangkal oleh pasien
STATUS GENERALIS
Suhu : 36.5 ˚C
Paru : simetris kanan kiri, tidak ada retraksi sela iga, vesikuler
pada lapang paru
Abdomen : simetris kanan kiri, tidak tampak adanya massa, tidak ada
nyeri tekan, tidak teraba massa.
STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
-Axis Visus 2/60 6/18
-Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Distansia Pupil 65 mm 65 mm
-Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
-Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada
-Enofthalmus Tidak ada Tidak ada
-Deviasi Tidak ada Tidak ada
-Gerakan Bola Mata Normal ke semua arah Normal ke semua arah
3. SUPERSILIA
-Warna Hitam Hitam
-Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
-Edema Tidak ada Tidak ada
-Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
-Ekteropion Tidak ada Tidak ada
-Enteropion Tidak ada Tidak ada
-Blefarospasme Tidak ada ada
-Trikiasis Tidak ada Tidak ada
-Sikatriks Tidak ada Tidak ada
-Punctum Lakrimal Tidak tampak kelainan Tidak tampak kelainan
-Fissura Palpebra Tidak tampak kelainan Tidak tampak kelainan
-Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
-Hiperemis Tidak ada Hiperemis
-Folikel Tidak ada Tidak ada
-Papil Tidak ada Tidak ada
-Sikatriks Tidak ada Tidak ada
-Hordeolum Tidak ada Tidak ada
-Kalazion Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
-Sekret Tidak ada Tidak ada
-Injeksi Konjungtiva Tidak ada Ada
-Injeksi Siliar Tidak ada Ada
-Pendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
-Pterigium Tidak ada Tidak ada
-Pinguekula Tidak ada Tidak ada
-Nevus Pigmentosa Tidak ada Tidak ada
-Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SKLERA
-Warna Putih Merah
-Ikterik Tidak ikterik Tidak ikterik
-Nyeri Tekan Tidak ada Ada
8. KORNEA
-Kejernihan Jernih Jernih
-Permukaan Licin Licin
-Ukuran 12 mm 12 mm
-Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Infiltrat Tidak ada Ada
-Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
-Sikatriks Tidak ada Tidak ada
-Ulkus Tidak ada Ada
-Perforasi Tidak ada Tidak ada
-Arcus Senilis Ada Ada
-Edema Tidak ada Tidak ada
-Tes Plasido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
-Kedalaman Dalam Dalam
-Kejernihan Jernih Jernih
-Hifema Tidak ada Tidak ada
-Hipopion Tidak ada Tidak ada
-Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IRIS
-Warna Coklat Coklat
-Kripte Tidak ada Tidak ada
-Sinekia Tidak ada Tidak ada
-Koloboma Tidak ada Tidak ada
11. PUPIL
-Letak Tengah Tengah
-Bentuk Bulat Bulat
-Ukuran 3 mm 3 mm
-Reflek Cahaya Langsung Positif Positif
-Reflek Cahaya Tidak
Positif Positif
Langsung
12. LENSA
-Kejernihan Jernih Jernih
-Letak Tengah Tengah
-Tes Shadow Negatif Negatif
13. BADAN KACA
-Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI
-Batas Tegas Tegas
-Warna Jingga Jingga
-Ekskavasio Sulit dinilai Sulit dinilai
-Rasio Arteri : Vena Sulit dinilai Sulit dinilai
-C/D Rasio Sulit dinilai Sulit dinilai
-Makula Lensa Sulit dinilai Sulit dinilai
-Retina Sulit dinilai Sulit dinilai
-Eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai
-Pendarahan Sulit dinilai Sulit dinilai
-Sikatriks Sulit dinilai Sulit dinilai
-Ablasio Sulit dinilai Sulit dinilai
15. PALPASI
-Nyeri Tekan Negatif Positif
-Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
-Tensi Okuli N N
-Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
-Tes Konfrontasi Sesuai pemeriksa Sesuai pemeriksa
Elektrolit
Natrium 140.98
Kalium 4.48
Chlorida 105.74
Faal Kimia
Ureum 26
Kreatinin 1.08
Gula Darah
GDS 95
Imunologi
HbsAg Non Reaktif
Pemeriksaan EKG
Normal
Foto Thoraks
Kesan : Pulmo tak tampak kelainan
Besar Cor normal
Kultur sekret
Tes Fluorescene
Pewarnaan gram, KO
V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke poliklinik Rumah Sakit Mata dr. Yap
dengan keluhan mata kiri terasa mengganjal dan sakit ketika membuka mata sejak 3 haris SMRS.
Awalnya setelah terkena karet gelang pasien mengeluh matanya merah, sakit, berair, terasa ada
yang mengganjal dan penglihatan sedikit menurun. Pasien mengatakan sejak terkena karet
gelang mata pasien terdapat luka seukuran jarum namun kesokan hari luka itu sedikit membesar
dan berwarna putih keabuan dan penglihatan menjadi kabur. Pasien sudah berobat di RS Solo
disarankan untuk dirujuk ke RS Mata dr. Yap, dan diberikan Cataflam 50 mg, tequinol 500 mg,
vigamox tiap 1 jam.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 117/70 mmHg, suhu 36,5 0C, pernafasan 20x/menit, nadi
86x/menit. Status generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan mata didapatkan:
OD OS
3/60 Visus 6/12
12 TIO -
Normal Palpebra Normal
Normal Konjungtiva palpebra/bulbi Hiperemis
Putih Sklera Hiperemis
Jernih Kornea Ulkus
Normal Iris/pupil Prolaps iris
Dalam Kamera okuli anterior Dalam
Jernih Lensa Jernih
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Edukasi
Rujuk ke dokter spesialis untuk tatalaksana lanjut dan perencanaan operasi
Medikamentosa
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Functionam Dubia ad malam Dubia ad malam
Ad Sanationam Dubia ad malam Dubia ad malam
X. FOLLOW UP
2 July 2019
3 July 2019
5 July 2019
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai
dengan adanya infiltrate supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya
trauma pada oleh benda asing, dan dengan penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea yang luas
dapat menyebabkan komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.1
Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat meninggalkan
sekuel pada penglihatan. Descematokel dan perforasi merupakan kasus darurat mata yang
membutuhkan penanganan segera. Penatalaksanaan yang harus diutamakan adalah pencegahan
terhadap terjadinya perforasi kornea, karena sekali terjadinya perforasi, seringkali gangguan
penglihatan terjadi.1
Descematokel adalah sebuah lesi dimana terjadi destruksi dari epitelium dan stroma
dengan hanya menyisakan membran descement dan endotelium. Sifat alaminya yang sangat
elastis dan adanya tekanan intraokular, membran Descement akan menonjol ke arah anterior,
membentuk menyerupai kubah, bermembran transparan, yang mudah dikenali melalui
pemeriksaan slit lamp. Pada stadium ini, kornea menjadi sangat rentan untuk perforasi. Istilah
impending perforata memang kurang spesifik, namun seringkali digunakan pada berbagai
ulserasi dengan penipisan lapisan stroma yang parah dan secara klinis dapat menjadi perforasi.
Perforasi adalah kondisi dimana terdapat defek pada seluruh lapisan kornea dan adanya
hubungan antara anterior chamber dan permukaan bola mata. Descematokel dengan keluarnya
humour aquos secara teknis disebut perforasi. Jadi, berdasarkan terminologi tersebut, adanya
jaringan non-epitelial, penipisan kornea yang parah, harus mendapatkan penanganan darurat
yang membutuhkan intervensi khusus.1
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 50-90 µm (10% tebal kornea), berfungsi sebagai lapisan pelindung yang
memiliki permeabilitas kepada molekul kecil seperti O 2, glukosa dan CO2 Epitel
memiliki 3 jenis sel: sel skuamosa superfisial, sel sayap dan sel basal.
- Sel skuamosa superfisial berikatan satu sama lain melalui desmosom dengan sangat
ketat mengelilingi seluruh bagian sel dan akan menahan aliran air agar tidak bisa
keluar melalui permukaan epitel.
- Sel sayap merupakan bagian tengah dari lapisan epitel kornea. Sel basal secara aktif
membelah membentuk sel sayap dan sel skuamosa superfisial.
2. Membran Bowman
- Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang memiliki banyak pori untuk
jalan masuknya serabut saraf kornea ke lapisan epitel.
3. Stroma
- Stroma menyusun 90% dari ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang merupakan
sususnan kolagen gepeng, keratosit dan glikosaminoglikan. Kolagennya tersusun
secara paralel dan teratur dengan jarak yang sama, susunan seperti ini memberikan
kornea kemampuan untuk menyebarkan 98% dari cahaya yang masuk.
- Keratosit bertanggung jawab atas regulasi komponen stroma dan mensekresikan
MMP.
4. Membran Descement
- Merupakan membrana yang di sintesis oleh lapisan endotelium
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
- Strukturnya padat berikatan kuat yang berfungsi sebagai pencegah rembesnya aquos
humor ke dalam stroma.2
- Lapisan endotel tidak dapat bermitosis, dan densitasnya akan turun terus menerus
sering bertambahnya usia, peningkatan TIO dan inflamasi.
- Endotel berperan penting dalam mengatur hidrasi dari lapisan stroma melalui
mekanisme pompa Na-K-ATPase
Gambar 2. Lapisan Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin juga ditemukan diantara. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1,2
II. Epidemiologi
Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 kasus/tahun yang pada umumnya diawali dengan
keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada pengguna lensa kontak sekitar 4/10.000. Ulkus
kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadang-kadang
tidak diketahui penyebabnya. Berbagai mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit ini,
diantaranya adalah bakteri, jamur, virus.2,3,4
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi penyakit
yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama yang berusia di bawah
30 tahun adalah mereka yang memakai lensa kontak dan atau dengan trauma okuler, dan
kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operasi.4
III. Patofisiologi
Apabila kerusakan lapisan epithelium telah dimasuki oleh agen-agen asing menginfeksi
kornea, terjadi perubahan patologik pada lapisan kornea sehingga dapat terbentuk ulkus kornea
dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan
sikatrik. Hasil akhir dari stadium ulkus kornea ini tergantung kepada virulensi agen infektif,
mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan. Kemungkinan yang dapat terjadi
sebagai hasil akhir dari ulkus kornea : ulkus terlokalisir dan sembuh, perforasi, menyebar luas di
permukaan kornea dalam bentuk ulkus.
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan
menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan stroma.
Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus.
Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan. Pada
stadium ini, akan menimbulkan hiperemis pada pembuluh darah jaringan circumcorneal
yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi menuju kamera okuli anterior
melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan hipopion.
Ulserasi mungkin menyebar ke lateral atau ke arah dalam dan dapat menyebabkan
pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi.
c. Stadium regresi. 5
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune
selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk disekeliling
ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan fagosit yang menghambat
organisme dan sel nekrotik. Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang
meningkatkan respon imun humoral dan seluler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik
dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat
superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada kekaburan
pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman dan sebagian
lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan nebula. Makula dan
leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus yang lebih dari 1/3 stroma
kornea.
- Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat
khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
- Noninfeksi
Trauma
1. Kimia.
Asam: asam akan menyebabkan pengendapan protein permukaan
(koagulasi). Bila konsentrasinya rendah, maka tidak sifatnya destruktif,
dan kerusakan hanya pada bagian superfisialnya saja.
Alkali: seperti amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi reaksi
saponifikasi pada kornea dan kerusakan akan lebih dalam.
3. Abrasi kornea
Abrasio kornea umumnya akibat dari trauma seperti tertusuknya jari ke
mata, tergores cabang pohon, masuknya benda asing dalam mata
kemudian dikucek.
Non-trauma
1. Sjogren Syndrome
Ditandai dengan adanya keratokonjungtivitis sicca / mata kering yang
disebabkan karena defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea yang dapat
dilihat dengan flurosein.
2. Defisiensi vitamin A
3. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari
penyebabnya. Kebanyakan luka pada kornea menimbulkan rasa sakit dan diperparah oleh
kedipan (karena gesekan palpebra pada kornea), fotofobia juga sering dirasakan. Karena kornea
merupakan bagian dari media refraksi, luka pada kornea menyebabkan gangguan penglihatan
terutama jika letaknya di pusat. Dilatasi pembuluh darah (injeksi siliar) adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Meskipun mata berair umumnya tidak ada
sekret kecuali pada ulkus bakteri purulen. 1,3
Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada
kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan
asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema disertai injeksi siliar, hilangnya
sebagian epitel kornea dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva. Eksudat
purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma
dapat menunjukkan opasitas kornea. 2,4,7
VIII. Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang mungkin akan dikeluhkan oleh pasien dapat berupa mata nyeri, kemerahan,
penglihatan terganggu, silau jika melihat cahaya, dan rasa mengganjal. Hal lainnya yang
perlu ditanyakan adalah apakah pasien memiliki riwayat trauma, benda asing masuk ke mata,
pemakaian lensa kontak, riwayat penyakit autoimun, dan penggunaan steroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi: Didapatkan adanya injeksi siliar, hilangnya jaringan kornea (placido test),
- Visus: Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi cahaya yang masuk
ke media refraksi.
- Slit lamp
Pemeriksaan penunjang
- Tes fluoresen
Pada ulkus kornea terjadi kerusakan atau hilangnya sebagian permukaan kornea. Tes
fluoresens digunakkan untuk melihat defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
X. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Ulkus kornea perforasi adalah keadaan darurat yang harus segera di tangani agar tidak
terjadi komplikasi lebih lanjut pada kornea. Terapi pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus, anti jamur,
siklopegik dan mengurangi reaksi peradangan. Namun terapi tidak boleh ditunda hanya
karena organisme tidak teridentifikasi pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kornea. 11,12
B. Pembedahan11,12,13
1. Flap Konjungtiva
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus. Tujuan tindakan ini memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Jika sudah
sembuh flap konjungtiva dapat dilepaskan kembali.11
2. Transplantasi Membran Amnion
a. Indikasi
Transplantasi membran amnion digunakan pada defek epitel persisten yang
tidak respon terhadap pengobatan medikamentosa dan sebagai alternatif lain dari
tindakan flap konjungtiva dan tarsorafi. Transplantasi membran amnion merupakan
metode efektif untuk penatalaksanaan perforasi kornea nontraumatik dan
descemetokel. Metoda ini juga bermanfaat sebagai terapi permanen atau sebagai
tindakan sementara sampai inflamasi berkurang dan prosedur rekonstruksi tetap
dapat dilakukan. Disamping itu, teknik ini juga bermanfaat pada negara-negara yang
persediaan jaringan korneanya terbatas.11,12
b. Kontra indikasi
Kontra indikasi transplantasi membran amnion meliputi dry eye berat dengan
lagoftalmus, atau nekrosis hebat yang mengiringi iskemik.11,12
3. Keratoplasti
Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea yang serius,
misalnya jaringan parut, edema, penipisan dan distorsi. Istilah keratoplasti penetrans
berarti penggantikan kornea seutuhnya dan keratoplasti lamelar berarti penggantian
sebagian dari ketebalan kornea.11,12
Donor yang lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans dan terdapat
hubungan langsung antara umur dengan kesehatan dan jumlah sel endotel. Karena sel
endotel sangat cepat mati, mata hendaknya segera diambil segera setelah donor
meninggal dan segera dibekukan. Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam, dan
sebaiknya dalam 48 jam. Untuk keratoplasti lamelar, kornea tersebut dapat dibekukan,
didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama beberapa minggu, sel endotel tidak
penting untuk prosedur ini.11,12
Gambar 7. Keratoplasti. (A) Penetrating, (B) Lamellar2
4. Keratoprosthesis
Keratoprosthesis atau pemasangan kornea buatan bisa dilakukan pada kerusakan kornea
yang sangat berat, dikarenakan hasil dari flap konjungtiva dan transplantasi membran
amnion sangat buruk. Selain itu, tindakan dapat dilakukan jika tidak adanya pendonor
kornea atau dengan pasien yang tidak menyetujui tindakan transplantasi kornea.11,12
XI. Komplikasi
2. Descemetocele: Ulkus yang disebabkan oleh agen virulen, terutama pneumokokus dapat
menembus kornea dengan cepat dan sampai ke membran descemet dan ditambah dengan
peningkatan tekanan intraokuler, maka terjadilah herniasi dalam bentuk vesikel
transparan yang disebut dengan descemetocele. Kejadian ini adalah tanda / impending
perforation.
3. Perforasi kornea: Peningkatan tekanan tiba-tiba seperti batuk, atau bersin dapat membuat
bagian yang lemah dan rentan terjadi perforasi menjadi perforasi. Ketika perforasi terjadi,
nyeri yang dirasakan pasien akan berkurang dan terasa adanya cairan hangat (aqueous)
yang keluar dari mata. Selanjutnya setelah terjadi perforasi, iris dapat keluar melalui
lubang perforasi (prolaps iris), infeksi dapat menyebar ke dalam bola mata, dan katarak
kapsular anterior dapat terjadi bila lensa bersentuhan dengan ulkus.
4. Sikatriks kornea: Pembentukan sikatriks tergantung dari dalamnya lapisan kornea yang
terkena. Lapisan bowman tidak dapat beregenerasi dan akan digantikan dengan jaringan
fibrosa.
Jaringan parut terbentuk karena adanya regenerasi dari kolagen dan pembentukan
jaringan fibrosa. Jaringan yang baru terbentuk ini memiliki susunan yang berbeda dengan
susunan kolagen alami, maka timbulah kekeruhan.
Beberapa bentuk sikatrik, yaitu :
Nebula, kabut halus pada kornea yang hanya dapat terlihat dengan slit lamp.
Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas.
Leukoma, kekeruhan kornea berwarna putih padat.
Leukoma adheren : kekeruhan kornea atau sikatriks kornea dengan
menempelnya iris di dataran belakang, merupakan komplikasi yang terjadi pada
kasus ulkus kornea perforasi.
XII. PROGNOSIS
Definisi
Iris adalah suatu bagian berwarna dan tipis terletak pada anterior lensa mata. Prolaps iris
terjadi jika bagian dari iris atau ada jaringan iris yang keluar dari tempat seharusnya.
Prolaps iris dapat terjadi misalnya saat kornea mengalami perforasi karena berbagai hal,
adanya perforasi pada kornea mengakibatkan humor aqueous secara cepat keluar dan
terakumulasi didepan iris sehingga mendorong iris keluar. Iris merupakan salah satu jaringan
sensitive pada mata, pada saat terjadi prolaps maka penderita akan merasakan nyeri, misalnya
penderita dengan ulkus
Etiologi dan Gejala Klinis
Kornea yang mengalami prolaps iris akan mengalami nyeri hebat yang sebelumnya sudah
mereda. Iris dapat mengalami prolaps misalnya pada tindakan bedah (katarak, transplantasi
kornea), didahului danya trauma pada mata (laserasi kornea, laserasi sclera), perforasi ulkus
kornea, akibat kornea yang melarut berhubungan dengan penyakit rheumathoid arthritis. Akan
tetapi dengan semakin berkembangnya tehnik bedah micro pada mata maka jarang dijumpai
prolaps iris akibat pembedahan begitu pula prolaps iris akibat perforasi ulkus kornea. Yang saat
ini sering dijumpai adalah prolaps iris akibat adanya trauma pada mata meskipun insidensinya
tidak diketahui secara pasti.
Pada kasus prolaps iris perifer dapat menimbulkan sinekia anterior parsial, akan tetapi
bila prolaps iris berada ditengah maka dapat menimbulkan sinekia anterior total. Prolaps iris
dapat diamati dengan jelas pada kasus perforasi kornea. Manifestasi klinisnya bervariasi
tergantung dari durasi atau lama terjadinya prolaps iris, pada kasus dini maka iris masih terlihat
viable tapi jika terlalu lama maka iris akan terlihat kering dan tidak viable. Tekanan intraocular
dapat kurang dari normal tapi jarang menimbulkan hipotoni pada kasus prolaps iris.
Pada stadium lanjut prolaps iris dapat terjadi iridocyclitis, cystoids macular edema atau
glaucoma. Prolaps iris dapat memacu terjadinya infeksi pada mata, menurunkan proses
epitelisasi, peningkatan jaringan fibros bahkan meskipun jarang dapat juga menimbulkan
ophtalmia symphatica.
Penatalaksanaan
Prolaps iris merupakan suatu kondisi yang membahayakan dan bersifat serius, penanganan harus
diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut. Penanganan secara medikamentosa hanya dapat dilakukan jika prolaps iris kecil,
terlindung oleh konjungtiva dan tanpa komplikasi atau penyulit lain. Pemberian obat tetes
antibiotic dan cyclopegik dapat dilakukan selama fase akut. Antibiotik secara intravena dapat
diberikan pada kasus yang berat atau masif untuk menghindari penyebaran infeksi intraocular,
sementara tetanus toxoid dapat pula diberikan tergantung dari riwayat imunisasi pasien dan jenis
dari lukanya.
Tindakan bedah dilakukan ketika konjungtiva tidak dapat melindungi atau menutupi prolaps iris
dan terdapat penyulit atau komplikasi. Tujuannya adalah untuk mengembalikan integritas
anatomi mata dan mengembalikan fungsi visual mata. Melalui tehnik incisi paracentesis pada
kasus incarserata iris perifer dapat diberikan acetylcoline sementara pada kasus incarserata iris
central dapat diberikan epinephrine intraocular. Jika tehnik incise paracentesis tidak berhasil
maka dapat dilakukan injeksi viscoelastic pada bilik anterior di region iris yang mengalami
prolaps dengan syarat : prolaps yang terjadi tidak > 24-36 jam, iris masih viable atau masih ada
tanda-tanda untuk epitelisasi. Jika tetap tidak berhasil maka dilakukan tehnik spatula
cyclodialisis dengan ujung panjang, dilakukan sepanjang incise paracentesis.
Komplikasi
Komplikasi berat akibat prolaps iris yang mungkin terjadi antara lain:
1. Endopthalmitis
2. Adanya epitelisasi berlebih dan pembentukan jaringan fibrosis
3. Iritis,
4. Cystoids macular edema
5. Glaukoma sekunder.
ANALISA KASUS
1. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata : Pemeriksaan anatomi dan fisiologi mata serta kelainan
pada pemeriksaan mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga Jakarta FKUI 2008. Hal.
27-30.
3. Erry. Media Litbang Kesehatan. media.neliti.com. 2012. [cited 29 june 2019]. Available
from:https://media.neliti.com/media/publications/162281-ID-distribusi-dan-karakteristik-
sikatrik-ko.pdf)
5. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Fourth Edition. New Age International: New
Delhi. 2007. Pg. 80-82; 90-110; 170-3
7. Lang K Gerhard. Cornea. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York. Thieme
Stuttgart. 2000. Pg.130-34
8. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Microbial and Parasitic Infection of Cornea and Sclera.
In : Basic and Clinical Science Cource. External Disease and Cornea. Section 8. USA : AAO;
2011-2012 : Pg.158-71
9. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of Medicine NIH National
Institutes of Health. Available from URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm
10. Arthur L.S.M, Constable I.J. Conjunctiva, Sclera and Cornea. In: Color Atlas of
Ophthamology. Third Edition. World Science. Pg. 33-50
11. Galloway NR. Common Eye Disease and their Management. Third Edition. 2000. New
York: Springer. Pg. 53-55
12. Farida Y. Corneal Ulcers Treatment. Majority Journal. Vol. 4 No. 1. Lampung : Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. 2015. Hal. 119-127.
13. Basic and Clinical Science Course. Surgery of the Ocular Surface, part 10, Section 8. USA:
American Academy of Ophtalmology. 2009. p.421-443
14. Suhardjo, Angela NA. Buku Ilmu Ksehatan Mata. Edisi-3. Departemen Ilmu kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta; 2017: Hal. 1-130