Case Ariey (Anemia)
Case Ariey (Anemia)
KEPANITERAAN DASAR
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT BETHESDA LEMPUYANGWANGI
IDENTITAS PASIEN
Nama: Bp. JS Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur: 09-09-1960 (57 tahun) Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Bernikah Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SLTA
Alamat: Kricak Kidul TR 1/338 RT 34/8, Tanggal masuk RS :
Tegalrejo, Yogyakarta. 16 Agustus 2018 pukul 20.30
ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnesis
Keluhan Utama: Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 hari SMRS.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien datang ke IGD RSU Bethesda Lempuyanganwangi Yogyakarta dengan keluhan
pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 hari yang lalu. BAB berdarah sudah 5x
sehari dengan tinja bewarna coklat, terdapat ampas, tidak ada lender. Pasien juga merakan nyeri
pada perut seperti melilit. Keluhan lain yang dirasakan adalah lemas dan terdapat sesak napas.
Keluhan pusing, mual dan muntah tidak ada. BAK dalam batas normal. Pasien mempunyai
1
riwayat Hemoroid dengan pengobatan Lactulac 2x10 cc, hemobion 2x1mg, anti hemoroid
2x1mg, megatic gel 3x oles, lansoprazol 1x30mg dan tranexamat 3x250mg. Tidak ada alergi
obat.
Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )
( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / Saluran kemih
( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Hernia
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit prostat
( - ) Batu rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( + ) Hemorroid
( - ) Campak ( - ) Hipertensi ( - ) Diabetes
( ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Korea ( - ) Jantung ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Jantung
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu Lain Lain: ( - ) Operasi
( - ) Kecelakaan
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Lain - lain
Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
2
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan
Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( - ) Bibir ( - ) Lidah
( - ) Gusi ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatisis
Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
3
( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk
Katamenia
( - ) Leukore ( - ) Perdarahan
( - ) Lain – lain
Haid
( - ) Haid terakhir ( - ) Jumlah dan lamanya ( - ) Menarche
( - ) Teratur / Tidak ( - ) Nyeri ( - ) Gejala klimakterum
( - ) Gangguan haid ( - ) Pasca menopause
4
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / Hiper-esthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (’tick’)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (Vertigo)
( - ) lain – lain ( - ) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
( - ) Bengkak ( - ) Deformitas
( - ) Nyeri ( - ) Hiperemis
A. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 16 Agustus 2018/ Parkit 5A
Pemeriksaan umum
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 53 kg
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 81x/menit, regular
Suhu : 37,30C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20x/menit, abdominaltorakal, reguler
Sianosis : (-)
Udema umum : (-)
Cara berjalan : Tegak
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : Aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : Sesuai umur
IMT : 20,76
Pemeriksaan Fisik
Kepala
5
Ekspresi wajah : Tampak tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, halus, kuat Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
Mata
Exophthalmus : -/- Enopthalmus : -/-
Kelopak : Oedem -/- Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis +/+ Visus : Tidak dilakukan
Sklera : Ikterik -/- Gerakan mata : Aktif
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Nystagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : (-) Selaput pendengaran : Utuh, intak (+)
Lubang : Normal, lapang Penyumbatan : (-)
Serumen : ada di liang telinga luar Perdarahan : (-)
Cairan : (-)
Mulut
Bibir : Lembab, sianosis (-) Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis
Langit-langit : Tidak ada celah Bau pernafasan : Normal, tidak bau
Trismus : Tidak ada Selaput lendir : Normal
Faring : Tidak hiperemis
Lidah : Bersih, tidak atrofi
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 cmH20
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : Tidak teraba membesar
Deviasi trakea : Tidak ada
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga normal
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
6
Buah dada : Simetris, tidak ada benjolan
Depan Belakang
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Inspeksi
Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kanan - Fremitus taktil simetris - Fremitus taktil simetris
- Nyeri tekan (-) - Nyeri tekan (-)
Palpasi
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kiri - Fremitus taktil simetris - Fremitus taktil simetris
- Nyeri tekan (-) - Nyeri tekan (-)
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Perkusi
Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan - Wheezing (-) - Wheezing (-)
Auskultas
i Kiri - Wheezing (-) - Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS VI, linea midklavikula kiri
Perkusi Batas atas : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS VI 1 cm medial linea midklavicula kiri
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Auskultasi BJ I-II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pembuluh darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
7
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi : Datar, tidak ada benjolan dan lesi kulit, dilatasi vena (-)
Palpasi : Supel
Dinding perut : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), nyeri lepas (-),
defans muskular (-), massa (-)
Hati : Tidak teraba pembesaran
Limpa : Tidak teraba pembesaran
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus hiperperistaltik
8
Otot (tonus dan massa) : Normotonus Normotonus
Eutrofi Eutrofi
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedema : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada Tidak ada
Refleks
Kanan Kiri
Refleks tendon + +
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 16 Agustus 2018
1. Laboratorium Darah Lengkap:
Darah Rutin
- Hb : 5,4 g/dL
- Ht : 18,4 %
- Leukosit : 5,91 /mm3
- Eritrosit : 2,36/mm3
- Trombosit : 202.000/mm3
- MCV : 78,0 fL
- MCH : 22,9 pg
- MCHC : 29,3 g/dL
Diff Count
- Neut : 67,5%
9
- Lymph : 19,0%
- Mono : 8,1%
- Eo : 4,7%
- Baso : 0,7%
10
- MCV : 80,9 fL
- MCH : 25,2 pg
- MCHC : 31,2 g/dL
Diff Count
- Neut : 72,0%
- Lymph : 17,9%
- Mono : 5,3%
- Eo : 4,2%
- Baso : 0,6%
RINGKASAN (RESUME)
Pasien datang ke IGD RSU Bethesda Lempuyanganwangi Yogyakarta dengan keluhan
pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 hari yang lalu. BAB berdarah sudah 5x
sehari dengan tinja bewarna coklat, terdapat ampas, tidak ada lender. Pasien juga merakan nyeri
pada perut seperti melilit. Keluhan lain yang dirasakan adalah lemas dan terdapat sesak napas.
Keluhan pusing, mual dan muntah tidak ada. BAK dalam batas normal. Pasien mempunyai
riwayat Hemoroid dengan pengobatan Lactulac 2x10 cc, hemobion 2x1mg, anti hemoroid
2x1mg, megatic gel 3x oles, lansoprazol 1x30mg dan tranexamat 3x250mg. Tidak ada alergi
obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 110/60, nadi 81x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37,3 oC,
dengan kedua mata conjungtiva anemis, nyeri tekan pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan
penunjang darah lengkap didapatkan:
- Darah lengkap: Hb: 5,4 g/dL, Ht: 18,4 %, Eritrosit:2,36/mm3, MCV: 78,0 Fl, MCH:
22,9 PG, MCHC: 31,7 g/dL.
- Diff Count: Limfosit: 19,0%, Monosit: 8,1%, Eosinofil: 4,7%
Daftar Masalah:
1. Anemia
2. Hemorrhoid
11
Rencana pengobatan :
- Inj. Asam Traneksamat 3x250mg
- Lansoprazole 1x30mg
- Fondazen 3x1
- Lactulose 2x10 cc
Rencana pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah lengkap
- Morfologi darah tepi
- Rectal touche
- EKG
Rencana edukasi:
- Minum obat-obatan untuk penyakitnya.
- Makan makanan yang mengandungi serat tinggi.
- Minum air yang banyak.
- Jangan kelamaan di toilet
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
16/08/2018 BAB darah sejak Compos mentis - Anemia - Inj. Asam
3 hari yang lalu, TD: 110/60mmHg - Hemoroid Traneksamat
sesak (+), lemas N: 81x/menit 3x250mg
(+), nyeri perut S: 37,3 C - Lansoprazole
bawah (+), BAK P: 20x/menit 1x30mg
dalam batas SaO2: 99% - Fandozen 3x1
normal. - Lactulose 2x10
- Transfusi PRC 2
kolf (239 cc &
254cc)
Plan: Cek PDL
12
17/08/2018 BAB cair 1x Compos mentis - Anemia - Inj. Asam
masih ada darah TD: 120/70 mmHg - Hemoroid Traneksamat
sedikit, sesak N: 71x/menit 3x250mg
sudah berkurang S: 36,6 C - Lansoprazole
(+), lemas (+), P: 20 x/menit 1x30mg
pusing (+), nyeri SaO2: 99% - Fandozen 3x1
perut masih ada - Lactulose 2x10
(+). BAK dalam - Transfusi PRC 1
batas normal kolf (250cc)
Plan: Cek PDL
18/08/2018 BAB sudah tidak Compos mentis. - Anemia - Inj. Asam
berdarah, sesak TD:120/70 mmHg - Hemoroid Traneksamat
(-), lemas (-), N: 72x.menit 3x250mg
pusing (-), nyeri S: 36,4 C - Lansoprazole
perut (-), BAK P: 21x/menit 1x30mg
dalam batas SaO2: 99% - Fandozen 3x1
normal - Lactulose 2x10
Plan: Cek PDL
KESIMPULAN
Pasien datang ke IGD RSU Bethesda Lempuyanganwangi Yogyakarta dengan keluhan
pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 hari yang lalu. BAB berdarah sudah 5x
sehari dengan tinja bewarna coklat, terdapat ampas, tidak ada lender. Pasien juga merakan nyeri
pada perut seperti melilit. Keluhan lain yang dirasakan adalah lemas dan terdapat sesak napas.
Keluhan pusing, mual dan muntah tidak ada. BAK dalam batas normal. Pasien mempunyai
riwayat Hemoroid dengan pengobatan Lactulac 2x10 cc, hemobion 2x1mg, anti hemoroid
2x1mg, megatic gel 3x oles, lansoprazol 1x30mg dan tranexamat 3x250mg. Tidak ada alergi
obat., dan hasil pemeriksaan tekanan darah saat di rumah sakit 110/60 mmHg, nadi 81x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 37,3C. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kedua mata
conjungtiva anemis, dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap didapat Hb: 5,4 g/dL, Ht: 18,4 %,
Eritrosit:2,36/mm3, MCV: 78,0 Fl, MCH: 22,9 PG, MCHC: 31,7 g/dL.
13
PROGNOSIS
Quo Ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanactionam : dubia ad bonam
ANALISIS KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan,
maka dapat didiagnosis pasien menderita:
Anemia
Anemia (dari anaimia Yunani kuno, yang berarti 'kekurangan darah') didefinisikan oleh
penurunan jumlah total hemoglobin atau jumlah sel darah merah.1 Menurut World Health
Organization (WHO), anemia didefinisikan sebagai 'kondisi di mana jumlah sel darah merah
atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis.2 WHO juga mendefinisikan anemia sebagai Hb <13.0 g/dL pada pria yang lebih tua
dari 15 tahun, <11.0 g/dL pada wanita hamil dan <12.0 g/dL pada wanita yang tidak hamil yang
lebih tua dari usia 15 tahun.3 Anemia merupakan penyakit paling umum secara global dan salah
satu kondisi yang paling sering dihadapi oleh dokter umum. Dalam database global WHO,
anemia diperkirakan mempengaruhi 1,6 miliar orang. Ketika anemia bermanifestasi dalam
berbagai kondisi, penting untuk menggunakan pendekatan diagnostik terstruktur. Pendekatan
yang direkomendasikan yang ditetapkan dalam artikel ini menggabungkan pertimbangan klinis
dan patofisiologi, karakteristik sel darah merah, dan aktivitas sumsum tulang.1
Klasifikasi anemia
Secara umum, ada tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel darah merah:4
14
Jika sel darah merah lebih kecil dari biasanya, disebut anemia mikrositik. Penyebab
utama dari jenis ini adalah kekurangan zat besi (tingkat besi rendah) anemia dan
thalassemia.
Jika ukuran sel darah merah normal (tetapi jumlahnya rendah), disebut anemia
normositik, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis atau anemia yang terkait
dengan penyakit ginjal.
Jika sel darah merah lebih besar dari normal, maka itu disebut anemia makrositik.
Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia pernisiosa dan anemia yang berhubungan
dengan alkoholisme.
Epidemiologi
Menurut database global WHO, anemia diperkirakan mempengaruhi 1,6 miliar orang. Prevalensi
tertinggi ditemukan pada anak-anak usia prasekolah (47,4%), diikuti oleh wanita hamil (41,8%),
wanita yang tidak hamil (30,2%), anak usia sekolah (25,4%), dan laki-laki (12,7%).2 Menurut
data epidemiologi dari WHO, 24,8% dari populasi manusia saat ini menderita anemia di mana
sebagian besar disebabkan oleh anemia defisiensi besi. Anemia mikrositik hipokromik lebih
sering terjadi pada wanita premenopause karena mereka kehilangan darah dengan setiap siklus
menstruasi. Di antara populasi wanita, hampir 41% dari semua wanita hamil menderita anemia
sementara di antara wanita pra-menopause yang tidak hamil 30% wanita berjuang dengan
anemia. Populasi laki-laki biasanya resisten terhadap anemia akibat dari sirkulasi kadar
testosteron. Namun, 12,7% pria dewasa juga menderita anemia secara global. Setelah populasi
wanita, anak usia pra-sekolah paling menderita karena anemia karena kekurangan zat besi dalam
makanan utama mereka. Susu manusia mengandung 0,3 mg / L zat besi namun ini belum
mencukupi. Di sisi lain, susu sapi mengandung dua kali lipat jumlah zat besi, tetapi zat besi itu
memiliki bioavailabilitas yang buruk.5
Etiologi
Anemia mikrositik, hipokromik, seperti namanya, adalah jenis anemia di mana sel darah merah
yang bersirkulasi itu itu ukurannya lebih kecil dari ukuran sel darah merah biasa (mikrositik) dan
mengalami penurunan warna merah (hipokromik). Penyebab paling umum dari anemia jenis ini
adalah menurunnya cadangan besi tubuh yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Antara
15
fator tersebut seperti akibat dari penurunan zat besi dalam diet, penyerapan zat besi yang buruk
di usus, kehilangan darah akut dan kronis, peningkatan permintaan zat besi dalam situasi tertentu
seperti kehamilan atau pemulihan dari trauma besar atau pembedahan.5
Patofisiologi
Anemia mikrositik hipokromik disebabkan oleh faktor apa pun yang menyebabkan simpanan zat
besi tubuh menurun. Hemoglobin adalah protein globular yang merupakan komponen utama sel
darah merah yang diproduksi di sumsum tulang oleh sel progenitor erythroid. Ini memiliki empat
rantai globin dua di antaranya adalah rantai globin alfa sementara dua lainnya adalah rantai beta
globin, keempat rantai ini melekat pada cincin porfirin (haeme) pusat yang mengandung besi
dalam bentuk besi (besi yang dikurangi) yang mampu mengikat empat molekul oksigen. Toko
besi yang berkurang menghentikan produksi rantai hemoglobin, dan konsentrasinya mulai
berkurang pada sel darah merah yang baru terbentuk karena warna merah dari sel darah merah
disebabkan oleh hemoglobin, warna sel darah merah yang baru terbentuk mulai memudar
sehingga disebut namanya, hipokromik. Karena sel darah merah yang baru diproduksi
mengandung lebih sedikit jumlah hemoglobin, mereka relatif berukuran kecil jika dibandingkan
dengan sel darah merah normal, demikian namanya, mikrositik.5
Manifestasi Klinis
Berbagai macam tanda dan gejala mungkin terlihat. Pemeriksaan sistematis mengarahkan
penyelidikan lebih lanjut dan dapat mengungkapkan penyebab yang mungkin.2
16
Scleral ictus, yang mengindikasikan kemungkinan hemolisis atau erythropoiesis yang
tidak efektif.
2. Neuromuskular
Kelemahan otot
Nyeri kepala, kurang konsentrasi, mengantuk, tinnitus
Parestesia, neuropati perifer, ataksia dan hilangnya sensasi getaran, dan propiosepsi pada
anemia pernisiosa.
3. Kardiovaskular
Sirkulasi hiperdinamik dengan haemik
Murmur
Gagal jantung
Diagnosa Anemia
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari
ringan sampai beart. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia
anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih
berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan
anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap
pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit
kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang.
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi apada penilitian kasus
ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl
memberi sensitivitas dan spesifisitas paling bail. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV,
17
MCH. MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit
sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Hapusan darah
tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikilositosis. Makin
berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis
berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia
dan mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin
(ring cell), atau memanjang seperti clips, disebut sebagai sel pencil (pencil cell atau cigar cell).
Kadangkadang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi
granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena
cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan
episode perdarahan akut. 6
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin
dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar
besi serum menurun < 50 µg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 µg/dl, dan
saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin < 16%, atau < 18%.
Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar
puncak pada jam 8 sampai 10 pagi. 6
Serum Feritin
Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 µg/l, tetapi ada
juga yang memakai < 15 µg/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi maslh
tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu dikoreksi. Pada suatu
penelitian pada pasien anemia di rumah saint di Bali pemakaian feritin serum < 12 µg/l dan <
20 µg/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan
96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum < 40 mg/1,
tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik
18
menganjurkan memakai angka feritin serum < 20 mg/1 sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika
terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin serum
sampai dengan 50-60 µg/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum
merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena
itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis,
meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan
adanya defisiensi besi. tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya
defisiensi besi. 6
Penatalaksanaan
Setelah anemia defisiensi besi telah terdiagnosis, diperlukan pemilihan terapi yang sesuai
berdasarkan keaadaan klinis pasien. Untuk pemilihan terapi pengobatan, yang dapat diilih
adalah terapi zat besi dalam bentuk oral atau intravena. 2
Terapi diet
Meningkatkan konsumsi zat besi pada diet saja tidak cukup untuk mengobati anemia
defisiensi besi dan dosis tinggi zat besi tambahan adalah sangat penting. Namun,
dengan meningkatkan asupan zat besi dan meningkatkan penyerapan dengan
meminimalkan inhibitor dan memaksimalkan peningkat dapat bermanfaat untuk
pencegahan sekunder defisiensi zat besi. 2
19
perawatan harus dilakukan selama tiga bulan berikutnya setelah anemia dikoreksi
untuk pengisian kembali dari simpanan besi di tubuh . Dokter sering menghadapi
tantangan mengelola IDA dengan asupan zat besi oral terutama ketika kehilangan zat
besi pada pasien melebihi jumlah maksimum besi yang usus mampu menyerap.
Selain itu, jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dari saluran GI sering terbatas
pada beberapa miligram per hari, dan akibatnya, suplementasi zat besi oral mungkin
tidak dapat bersaing dengan kerugian yang sedang terjadi. Kepatuhan dengan besi
oral buruk karena efek samping GI yang sering seperti nyeri di epigastrium, mual,
diare, dan konstipasi, yang membatasi penggunaan obat besi oral. 2
20
berbagai macam bahaya dari aspek imunologi. Oleh karena itu, simpanan transfuse
darah harus disimpan dengan segera, manajemen yang ditargetkan pada pasien
dengan anemia berat dan fungsi organ akhir, atau di mana IDA diperumit oleh
perdarahan akut yang sedang berlangsung. Perawatan besi harus selalu mengikuti
transfusi untuk mengembalikan zat besi. 2
Hemorroid
Hemorrroid dihasilkan dari pelebaran jaringan vaskular submukosa di saluran anus distal.
Jaringan vaskular ini didukung oleh jaringan ikat yang, ketika melemah, mengarah ke keturunan
atau prolaps dari hemorroid. Hemorroid internal berasal di atas garis dentate (yaitu,
persimpangan antara epitel kolumnar dan skuamosa) dan secara visual innervated dan, oleh
karena itu, tidak menimbulkan rasa sakit. Hemorroid eksternal berasal di bawah garis dentate,
memiliki persarafan somatik, dan dapat menyebabkan rasa sakit. Beberapa pasien memiliki
hemoroid internal dan eksternal (campuran). Hemorroid internal diklasifikasikan menurut tingkat
prolapsnya. Derajat 1 hemorroid mungkin berdarah tetapi tidak menonjol; derajat 2 hemorroid
menonjol dengan defekasi tetapi berkurang secara spontan; derajat 3 hemorroid menonjol dan
harus dikurangi dengan tangan; dan derajat 4 hemorroid secara permanen prolaps.7
Epidemiologi
Prevalensi hemorroid telah diperkirakan 4,4 persen orang dewasa AS, dengan prevalensi
tertinggi pada mereka yang berusia antara 45 dan 65 tahun. Faktor yang meningkatkan tekanan
intra-abdomen (misalnya, regangan yang berkepanjangan, sembelit, kehamilan, asites)
berkontribusi dilatasi, pembengkakan, dan prolaps jaringan vaskular hemoroid.7
Etiologi
Penyebab pasti hemorroid simtomatik tidak diketahui. Sejumlah faktor diyakini berperan,
termasuk kebiasaan buang air besar yang tidak teratur (sembelit atau diare), kurang olahraga,
faktor gizi (diet rendah serat), peningkatan tekanan intra-abdomen (regangan berkepanjangan,
asites, massa intra-abdomen , atau kehamilan), genetika, tidak adanya katup di vena hemoroid,
dan penuaan. Faktor lain yang diyakini meningkatkan risiko termasuk obesitas, duduk lama,
21
batuk kronis, dan disfungsi lantai panggul. Berjongkok saat buang air besar juga dapat
meningkatkan risiko hemorroid yang parah.8
Patofisiologi
Hemorroid adalah kelompok jaringan vaskular, otot polos, dan jaringan ikat yang terletak di
sepanjang saluran anus dalam tiga kolom — lateral kiri , kanan anterior kanan, dan posisi
posterior kanan. Hemorroid terdapat secara universal pada individu yang sehat sebagai bantalan
di sekitar anastomosis antara arteri dubur superior dan vena superior, tengah, dan inferior.
Meskipun demikian, istilah "hemorroid" umumnya dipanggil untuk mengkarakterisasi proses
patologis penyakit hemorroid simtomatik bukan struktur anatomi normal. Patofisiologi yang
tepat dari penyakit hemorroid simtomatik tidak dipahami dengan jelas. Berdasarkan teori-teori
sebelumnya dari hemorroid sebagai varices anorektal yang sekarang masih ada - seperti yang
ditunjukkan oleh Goenka dkk, pasien dengan hipertensi portal dan varises tidak memiliki
peningkatan kejadian hemorroid. Saat ini, teori lapisan saluran dubur, yang mengusulkan bahwa
hemorroid terjadi ketika jaringan pendukung bantal anal memburuk, lebih luas diterima.
Memajukan usia dan kegiatan seperti mengangkat yang berat, mengejan dengan buang air besar,
dan duduk lama dianggap berkontribusi pada proses ini. Oleh karena itu, hemorroid adalah
istilah patologis untuk menggambarkan pergeseran ke bawah abnormal dari bantal anal yang
menyebabkan dilatasi vena. Pada pemeriksaan histopatologi, perubahan yang terlihat pada
bantalan dubur meliputi dilatasi vena yang abnormal, trombosis pembuluh darah, proses
degeneratif pada serabut kolagen dan jaringan fibroelastik, dan distorsi dan pecahnya
subepithelialmuscle anal. Dalam kasus yang parah, reaksi peradangan yang menonjol yang
melibatkan vaskular dan jaringan ikat di sekitarnya telah dikaitkan dengan ulserasi mukosa,
iskemia, dan trombosis.9
Manifestasi Klinis
Rata-rata individu mengobati gejala hemorroid tanpa saran medis. Pasien dapat datang ke dokter
ketika gejala memburuk. Baik hemorroid internal maupun eksternal dapat menyebabkan
keluarnya cairan dubur dan gatal karena kesulitan untuk menjaga kebersihan. Hemorroid internal
biasanya menyebabkan prolaps atau perdarahan rektal tanpa rasa sakit yang dilaporkan sebagai
darah pada kertas toilet atau pendarahan yang berhubungan dengan gerakan usus. Hemorroid
22
eksternal dapat menyebabkan ketidaknyamanan anal karena pembengkakan. Trombosis
hemorroid eksternal dapat menyebabkan nyeri akut.10
Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat empat tingkat hemorrhoid interna, yaitu;10
Tingkat I: perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan dari
benjolan hemorrhoid.
Tingkat II: perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi prolaps
hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.
Tingkat III: perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps
hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV: hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi.
Diagnosis Hemorroid
Beberapa kondisi anorektal dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan yang terkait dengan
hemorroid. Faktor-faktor yang dapat menunjukkan kondisi yang lebih serius (misalnya, kanker,
penyakit radang usus) dan yang harus segera mempertimbangkan kolonoskopi termasuk
perubahan kebiasaan buang air besar, sakit perut, penurunan berat badan, perdarahan rektal
dengan darah di tinja, atau riwayat keluarga kanker usus besar.7
23
Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan Perineum
Pemeriksaan Rectal Toucher
Anoskopi
Pemeriksaan rectal toucher saja tidak dapat mendiagnosis atau mengecualikan hemorroid
internal; oleh itu perlu dilakukan anoskopi. Pada anoskopi, hemorroid internal muncul sebagai
dilatasi pembuluh darah biru keunguan, dan prolaps hemorroid internal muncul sebagai merah
muda gelap, berkilau, dan kadang-kadang massa lunak di tepi anus. Hemorroid eksternal tampak
kurang merah jambu dan, jika terjadi trombosis, hemorrhoid teraba sangat lembut dengan warna
keunguan. Skin tag perianal, yang sering merupakan sisa dari hemorroid eksternal sebelumnya,
mungkin dapat ditemukan. Beberapa spesialis merekomendasikan kolonoskopi untuk semua
pasien yang lebih tua dari 40 tahun yang memiliki gejala hemorrhoid dan perdarahan rektum.
American Society of Colon and Rectal Surgeons merekomendasikan pengambilan riwayat pasien
dan melakukan pemeriksaan fisik dengan anoskopi dan evaluasi endoskopi lebih lanjut jika ada
kekhawatiran untuk inflamasi. penyakit usus atau kanker. Evaluasi lengkap dari usus besar
dibenarkan dalam kelompok-kelompok berikut:7
Pasien yang berusia 50 tahun atau lebih dan belum menjalani pemeriksaan lengkap usus
besar dalam 10 tahun terakhir
Pasien yang berusia 40 tahun atau lebih dan belum menjalani pemeriksaan lengkap usus
besar dalam 10 tahun terakhir, dan yang memiliki satu kerabat tingkat pertama di mana
kanker kolorektal atau adenoma didiagnosis pada usia 60 tahun atau lebih muda.
Pasien yang berusia 40 tahun atau lebih dan belum menjalani pemeriksaan lengkap usus
besar dalam lima tahun terakhir, dan yang memiliki lebih dari satu kerabat tingkat
pertama di mana kanker kolorektal atau adenoma didiagnosis pada usia 60 tahun atau
lebih muda.
Pasien dengan anemia defisiensi besi
Pasien yang memiliki tes darah tinja okultisme positif.
Penatalaksanaan
24
Modifikasi gaya hidup dan makanan adalah sangat penting dalam pengobatan medis konservatif
penyakit hemorroid. Secara khusus, modifikasi gaya hidup harus mencakup peningkatan asupan
cairan oral, mengurangi konsumsi lemak, menghindari latihan yang menegangkan, dan teratur.
Rekomendasi diet seharusnya termasuk meningkatkan asupan serat, yang mengurangi geseran
aksi lewat bangku yang keras. Dalam meta-analisis tujuh uji coba acak membandingkan serat
dengan kontrol nonfiber, serat suplementasi (7-20 g / hari) mengurangi risiko bertahan gejala dan
perdarahan sebesar 50%. Namun, asupan serat memang demikian tidak memperbaiki gejala-
gejala prolaps, nyeri, dan gatal.9
Untuk terapi simptomatik, terdapat banyak pengobatan topikal yang mengandung berbagai
anestesi lokal, kortikosteroid, atau anti-inflamasi yang tersedia. Obat topikal yang terkenal
termasuk 0,2% gliseril trinitrat, yang telah dipelajari untuk menghilangkan hemorroid derajat I
atau II dapat menurunkan tekanan pada saluran anal tetapi mempunyai efek samping seperti
nyeri kepala. Kortikosteroid topikal dalam krim atau salep formulasi biasanya diresepkan, tetapi
keampuhannya tetap belum terbukti.9
Pada kasus trombosis, baik hemorroid internal maupun eksternal merespon dengan siap untuk
pengobatan konservatif terapi. Namun, ketika intervensi medis gagal mengatasi gejala atau jika
hemorroid menjadi parah, ada berbagai pilihan untuk prosedur invasive tersedia oleh spesialis
bedah kolorektal.9
Pencegahan
Sejumlah tindakan pencegahan dianjurkan, termasuk menghindari ketegangan saat mencoba
buang air besar, menghindari sembelit dan diare baik dengan makan makanan tinggi serat dan
minum banyak cairan atau dengan mengambil suplemen serat, dan mendapatkan latihan yang
cukup. Menghabiskan lebih sedikit waktu untuk buang air besar, menghindari membaca saat di
toilet, dan menurunkan berat badan untuk orang yang kelebihan berat badan dan menghindari
angkat berat juga disarankan.11
KESIMPULAN
25
Kesimpulannya, berdasarkan pada hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang telah didapatkan, maka pasien ini didiagnosa menderita Anemia Defisiensi Besi et
causa Hemorrhoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Terri D. J, David Y. G. Diagnosis and management of iron deficiency anemia in the 21st
century. Therapeutic Advances in Gastroenterology. 2011; 4(3): 177-184.
2. N Alli, J Vaughan, M Patel. Anaemia: Approach to diagnosis. SAMJ. January 2017; Vol.
107 (1): 23-27.
3. Salma AlDallal. Iron Deficiency Anaemia: A Short Review. Journal of Cancer Research
and Immuno-Oncology. 2016; Volume 2 (1): 1-6.
4. Joseph E Maakaron, Emmanuel C Besa. Anemia. 09 November 2017. Diunduh dari:
https://www.emedicinehealth.com/anemia/article_em.htm#anemia_causes pada 20
Agustus 2018.
5. Hammad S. Chaudhry1; Madhukar Reddy Kasarla. Anemia, Microcytic Hypochromic.
4th December 2017. Diunduh dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470252/,
pada 23 September 2018.
6. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ; 2006. h.634-40
26
7. Anne L. M, Jacqueline H, Timothy S. S. Hemorrhoids. American Family Physician
Journal. 15 July 2011: Volume 84 (2): 204-10.
8. Schubert, Sridhar, S, Schade, Wexner. What every gastroenterologist needs to know
about common anorectal disorders. World J Gastroenterol. 2009; 15 (26): 3201–09.
9. Zhifei S, John M. Review of hemorrhoid disease: presentation and management. Clinics
in Colon and Rectal Surgery. 2016; Vol. 29 (1): 22-9.
10. Moch. Agus Suprijono. Hemorroid. Sultan Agung. Agustud 2009; Vol 44 (118): 23-38.
11. Frank J D. The 5-Minute Clinical Consult 2013 (Griffith's 5 Minute Clinical Consult).
Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins. p. 572.
27