Anda di halaman 1dari 63

Laporan Kasus

SEORANG WANITA 45 TAHUN DENGAN

NYERI KEPALA KRONIS DAN GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Oleh :
Yani Arlina

Moderator :
Dr. dr. Alifiati Fitrikasari, Sp.KJ (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI


STASE PSIKIATRI
BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022

0
TINJAUAN PUSTAKA

I. NYERI KEPALA

Nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak sebab yang
membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Nyeri kepala kronik biasanya disebabkan
oleh migren, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intrakranial, cedera
kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi senditemporomandibular,
hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya.1
Definisi menurut IASP (International assosiation for the study of pain), nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah
terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau
nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening
kearah atas dan belakang kepala dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada
wajah termasuk juga dalam nyeri kepala. Kini penanganan akan nyeri kepala sudah memiliki
standarisasi dari IHS untuk membedakan akan cluster headache, migrain, tension headache dan
dengan nyeri kepala lainnya.1,2
Nyeri kepala biasa disebabkan gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi nyeri kepala di
USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita nyeri kepala kronik dan
20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension
headache.1,3

1.1. Anatomi Otak

Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara


berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak
terdiri dari batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, serebelum, otak
depan(forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. 1,4
Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal
dan korteks serebrum. Masing-masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak

1
berfungsi sebagai berikut: asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer pusat pengaturan
kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, pengaturan refleks otot yangterlibat dalam
keseimbangan dan postur, penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis;
keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, pusat tidur.4
Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus otot,
koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hipotalamus berfungsi sebagai
berikut: mengatur banyak fungsihomeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran
urin, dan asupanmakanan, penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat
terlibatdalam emosi dan pola perilaku dasar. 4
Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran
kasar terhadap sensasi, beberapa tingkatkesadaran, berperan dalam kontrol motorik. Nukleus
basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap,
penekanan pola ± pola gerakan yang tidak berguna. 4
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa,
sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat
keputusan,kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu
lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing-masing lobus
ini memilikifungsi yang berbeda-beda. Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus
trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan
leher bagian atas. 4,5
Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf
dari C1 ± 3 beramifikasi padagrey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga
bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari
regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif
seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu. 1
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2
selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferenC3 juga akan
beramifikasi ke C1 dan C2. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala
dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital
darikepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris

2
danmandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yangmeluas
ke arah kaudal. 4
Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars
kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3. V1, oftalmikus,menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.V2, maksilaris, menginervasi
daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, danduramater bagian fossa kranial medial. V3,
mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan
gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah. 4,5
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.Servikalis yang terlibat
dalam nyeri kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot
suboccipital triangle - obliquus superior,obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan
minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial
posterior, Longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi
greater occipital nerve. 4,5
Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke
bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis yang mana saraf ini di suplai
dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal linedan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser
occipital yang mana merupakancabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala
melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang
lateral kelongissimus capitisdansplenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. 4,
Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-
3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena
korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.
Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dariorbita, membran
mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,gigi, dan gusi. Sedangkan

3
daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan
pleksus koroideus. 1,4,5

1.2. Definisi Nyeri Kepala


Nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital
dan sebagian daerah tengkuk).6
Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat lain
mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara daerah orbital dan oksipital yang muncul
dari struktur nyeri yang sensitif.6

1.3. Etiologi Nyeri Kepala

Nyeri kepala suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai macam penyakit. Nyeri
kepala dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ di kepala, jaringan sistem persarafan dan
pembuluh darah. Nyeri kepala kronik biasanya disebabkan oleh migren, ketegangan, atau
depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intrakranial, cedera kepala, dan spondilosis
servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis,
trauma, perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum
lainnya.2,6

1.4. Epidemiologi Nyeri Kepala

Faktor risiko terjadinya nyeri kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi nyeri
kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita nyeri kepala
kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe
tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak
62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada
wanita, migren sering terjadi pada usia lebih dari 12 tahun. IHS juga mengemukakan cluster
headache 80 ± 90 % terjadi pada pria dan prevalensi nyeri kepala akan meningkat setelah umur
15 tahun.2,3,6

4
1.5. Fisiologi Nyeri Kepala
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan
bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.1,6,7
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus
nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot
merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah
ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan
langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. 6,7
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan
jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal
seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450C, jaringan–jaringan dalam
tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.4,7
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.Dua zat lainnya yang
diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang
nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai
penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion
kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan
intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma
lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada
keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.4,7
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri
banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti
periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan tentorium. Kebanyakan jaringan
internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga
nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve
endings dan dirasakan sebagai slow-chronic-aching type pain.4,7

5
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik (slow pain).
Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah stimulus diberikan.
Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan
dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30
m/detik. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan
neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya
memiliki durasi kerja selama beberapa milidetik.4
Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik setelah
stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal
tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari
saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik.
Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.1,6
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat
dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway.
Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay
neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya
akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan
paleospinotalamikus untuk slow pain.1,6
Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I
(lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus
spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak
melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada, area retikular
dari batang otak (sebagian kecil), nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), kompleks
ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi
taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.1,6
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal
dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. traktus ini , saraf
perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya
digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa.Kebanyakan sinyal kemudian akan

6
melalui sebuah ataubeberapa neuron pendek yangmenghubungkannya dengan area lamina V
lalu kemudian kebanyakan serabut saraf iniakan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp
pain pathway. Setelah itu, neuronterakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak
pada jaras antero lateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir
padabatangotak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang
akanlangsungditeruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area
yaitu nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, area tektum dari mesensefalon,
regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini
penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri.Dari area batang otak ini, multipel serat pendek
neuron akan meneruskan sinyal kearah atasmelalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari
talamus dan ke area tertentu darihipotalamus dan bagian basal otak.7

1.6. Patofisiologi Nyeri Kepala


Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala
yaitu (Lance, 2000) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot),
peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada
akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).8

1.7. Klasifikasi Nyeri Kepala


Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type headache, cluster
headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala
sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala
dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan
disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal,
nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri
pada wajah akibat kelainan kranium, leher,telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain
di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.2

7
a. NYERI KEPALA PRIMER
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama
atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2 nyeri
kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu : 2
1) Migren
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania
4) Other primary headaches

1. Migren
Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlangsung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.2,6

Etiologi Migren
Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70 – 80 % penderita migren memiliki anggota
keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena migren meningkat 4 kali lipat pada
anggota keluarga para penderita migren dengan aura. Namun, dalam migren tanpa aura tidak
ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan
antara riwayat migren dari pihak ibu. Migren juga meningkat frekuensinya pada orang-orang
dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic
acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral
autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy)
cenderung timbul migrane dengan aura.6-8

Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Migren dengan aura

8
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual,
dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala
biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.2

2) Migren tanpa aura


Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri kepalanya hampir sama
dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan bersifat
pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama
4-72 jam.2

Gambar 1. Lokasi Migren2

Patofisiologi
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren dengan aura.
Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung.
Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf
nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi
orang untuk merasakan nyeri kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti

9
ergotamin akan mengurangi nyeri kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan
memperburuk nyeri kepala.1, 2,6,8

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di
dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin
Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh
darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam
anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti
calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga
terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat
menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika
diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP
adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi
oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang tidak
mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di
korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat serangan, sebuah
keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat
serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus
ikut tersensitisasi saat episode migren. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminal
vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang
memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang
berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri
berdenyut. 1,2,6

Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD). Aura
terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6
mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama
sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia

10
CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. 1,2,6

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai
terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang
nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan
menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti
calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi
plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi
steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat
beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi
dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-
hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya
Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan
efektif.1,2,6

Manifestasi Klinis
a. Migren tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama 4-72
jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia
dan fonofobia.
b. Migren dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-gejala
depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20%
penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik
buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami
perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya.
Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya
gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum nyeri kepala dimulai, tetapi kadang timbul
bersamaan dengan munculnya nyeri kepala. Nyeri karena migren bisa dirasakan pada salah satu
sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-
biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi nyeri kepalanya pada setiap serangan

11
migran adalah sama. Migren bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian
menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.8,9

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan nyeri kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,
metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migren. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat
memperparah nyeri kepala dan mempersulit pengobatannya.
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama
kali mengalami nyeri kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan nyeri kepala,
pasien mengeluh nyeri kepala hebat, nyeri kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, nyeri kepala unilateral selalu pada sisi yang
sama disertai gejala neurologis kontralateral.
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami nyeri kepala, nyeri kepala
yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, nyeri kepala rekuren, onset cepat,
progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan
atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan
intracranial. 8,9

Diagnosis
Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik
rutin (seperti berjalan atau naik tangga).

12
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain. 1,2,6,9

Migren dengan aura


Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang
secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian
menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.2,6,9
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan
motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-
bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau negatif
(hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang
lainnya > 5 menit.
3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60 menit
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi Abortif
1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan dosis 4-
6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg

13
per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists. Golongan obat ini
ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migren yang mendapatkan adanya
suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang
berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh
subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta
dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun,
aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.
• Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
• Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat
diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24
jam.1,6,9
2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan berkurang
dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal
adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray. 1,6,9
• Indikasi: Untuk mengatasi serangan migren akut dengan atau tanpa aura pada dewasa.
Tidak ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi
atau basilar.
• Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif
mengatasi serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit
penambahan manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh
karena itu, pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa
lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
• Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia,
berkeringat.
• Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat
infark miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien
hipersensitif.

14
3. Eletriptan
Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan
5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi
yang berkorelasi dengan meredanya nyeri kepala migren. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1
pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory
neuropeptida.
• Indikasi: Penanganan migren akut dengan atau tanpa aura.
• Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam
kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
• Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut,
mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, nyeri kepala, mengantuk. 1,6,9

Terapi Profilaksis
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan,
meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi preventif
yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan
pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian
edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping
obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk mengevaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang
diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan: 1,6,9

a. Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara gradual
menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari

15
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migren.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk
mencegah serangan migren.

Terapi non-medikamentosa
Terapi abortif
Para penderita migren pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat serangan
migren terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat
berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur. 1,6,9
Terapi profilaksis
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migren yang dialami, seperti kurang tidur,
setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan
suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-
lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan
migren. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar
aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga
dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat
menyebabkan migren. 1,6,9

2. Tension Type Headache


Definisi Tension Type Headache (TTH)
Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat
nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, dirasakan di seluruh
kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya tidak menonjol. 2,8
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot
kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula). 2,8,10

16
Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja
dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin,
noerpinefrin, dan enkephalin. 2,8

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah :
1. Tension Type Headache episodik.
Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap
bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7
hari.
2. Tension Type Headache kronik
Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari
setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.2,8

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)


Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian
disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi
sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat
mengarah kepada CTTH,
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai
iskemia otot,
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi
second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO)
sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan

17
terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini
akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial,
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri
yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi
nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,
terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity,
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info
pada otak yang diartikan sebagai nyeri,
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus
dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal
serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal dan maseter,
7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH
sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi
nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi
TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri,
8. Aktivasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu nyeri kepala. Ada beberapa teori yang
menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan
pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang
selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi
otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu
aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi
3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana
stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan
oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan
penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik
yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang

18
digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana
aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang
digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.2,9,10

Diagnosis Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua dari
berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari
fotofobia dan fonofobia. 2,9,10
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan - sedang - berat, tumpul seperti ditekan atau diikat,
tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang
leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan
konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular. 2,9,10

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)


Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa
neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah,
rontgen, CT scan kepala maupun MRI. 9,10

Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Diferensial Diagnosa dari TTH adalah nyeri kepala pada spondilo-artrosis deformans,
nyeri kepala pasca trauma kapitis, nyeri kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren
komplikata, cluster headache, nyeri kepala pada arteritis temporalis, nyeri kepala pada desakan
intrakranial, nyeri kepala pada penyakit kardiovasikular, dan nyeri kepala pada anemia. 9,10

Terapi Tension Type Headache (TTH)


Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui
arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan atau latihan biofeedback.
Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau mucles relaxants. Ibuprofen dan
naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel

19
analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein
( dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.6,9

Terapi Profilaksis
Meskipun nyeri kepala NT umum dan berdampak besar pada masyarakat, sangat sedikit studi
yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan. Tidak ada obat baru yang disetujui
oleh FDA khususnya untuk pengobatan nyeri kepala tension. Namun, mengingat sifat kronis
gangguan ini dan risiko penggunaan berlebihan-obat-obatan nyeri kepala pada pasien dengan nyeri
kepala sering, terapi profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak nyeri
kepala tension-type kronis adalah sebuah gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral
efek modulasi nyeri cenderung paling efektif. 6,9

Obat antidepresan
Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah nyeri kepala tension-type kronis, dan
beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada
studi double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan
maprotiline. Amitriptyline mengurangi jumlah nyeri kepala harian atau durasi nyeri kepala sekitar
50% pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain menemukan ini tidak
lebih baik daripada placebo. 6,9
Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh
pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada nyeri kepala tension-type kronis.
SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol.
Obat ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih rendah. 6,9

Muscle Relaxan
Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972
studi double-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau lebih
perbaikan pada nyeri kepala tension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang menerima
plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur. 6,9
Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk nyeri
kepala tension typekronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya dititrasi dari

20
2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek
samping paling umum dari agen ini. 6,9

Valproate
Valproate, antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), telah dievaluasi
untuk keberhasilannya pada migren, dan “nyeri kepala harian kronis”. Efek samping yang paling
sering dilaporkan adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual. 6,9

Obat anti-inflamasi non steroid


Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik sebagai terapi
tambahan nyeri kepala tension-type dan untuk profilaksis dari migren. 6,9

Toksin botulinum
Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk meredakan
nyeri kepala tension-type kronis pada pasien. 6,9

Terapi Akut6,9
Pengobatan akut nyeri kepala tension-type harian sulit. NSAID mungkin berguna sebagai
analgesik untuk nyeri kepala harian.
Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan metaxalone
umumnya digunakan oleh pasien dengan nyeri kepala tension-type kronis, tetapi belum terbukti
efektif untuk melegakan nyeri akut.
Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi nyeri kepala tension-type. Obat ini tidak
lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan nyeri kepala tension-
type kronis; namun, nyeri kepala tension-type episodik berat pada pasien bersama dengan migren
tampaknya merespon terhadap agen ini.
Agen untuk mencegah. Benzodiazepine, kombinasi butalbital, kombinasi kafein, dan
narkotika harus dihindari, atau gunakanlah obat-obatan tersebut dengan kontrol yang cermat,
karena risiko habituasi dan nyeri kepala diinduksi-pengobatan.

Terapi Non Farmakologis6,9


Manajemen stress dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama efektif dengan
menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam mengurangi nyeri kepala tension-type.

21
Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang enggan untuk minum obat
karena efek samping sebelumnya dari obat-obatan, seiring masalah medis, atau ada keinginan
untuk hamil. Sementara biofeedback dan terapi manajemen stres biasanya memerlukan rujukan ke
psikolog.

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan
masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala
ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri.
Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat
disembuhkan. 1,6,9,10
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan Tension Type Headache (TTH)


Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur,
istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika
penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu,
TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi
makanan yang sehat. 1,6,9,10

3. Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral yang timbul dalam
serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan
injeksi konjungtiva di sisi nyeri.8
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga dikenal
sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing,
erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren merah (red migren) karena pada waktu
serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.11,12,13

22
Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :8
• Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.
• Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
• Pelepasan histamin.
• Letupan paroxysmal parasimpatis.
• Abnormalitas hipotalamus.
• Penurunan kadar oksigen.
• Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :
• Glyceryl trinitrate.
• Alkohol.
• Terpapar hidrokarbon.
• Panas.
• Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
• Stres.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging (MRI)
membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang dipahami.
Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga, suatu gen autosom
dominan mungkin terlibat, tapi alel-alel sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih
belum teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas
terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus. Variasi
abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan selama remisi
memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan
penurunan fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama
sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien-pasien dengan cluster headache
menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu
serangan.8,10

23
Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori yang
masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:
• Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna
yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).8
• Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur
yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan
kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari
vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen
yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun.
Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII, IX,
dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi
P, dll) terutama pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).1,8,10

Manifestasi Klinis
Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk pada separuh
kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langit-langit,
gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang
khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat,
sisi kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya mengenai satu sisi kepala,
tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat tajam,
menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala sering terjadi pada larut
malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien dari tidurnya.6,8
Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam) yang terjadi
beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus adalah makanan atau
minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian menghilang selama beberapa bulan
sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi secara cluster (berkelompok).6,8

24
Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache Society
(IHS) adalah sebagai berikut: 1,6,8
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama 15
– 180 menit bila tidak ditatalaksana.
c. Nyeri kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrsimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Gambar 2. Lokasi nyeri pada Cluster Headache2

25
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan
terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan serangan.
Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan
pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan
pengobatan yang bersifat merugikan.1,6,8
1. Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering memberat
secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan obat nyeri kepala
yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka
pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita
migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan
oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.8,9
• Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit sangat
efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.
• Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg
intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam
dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan
triptan oral pada cluster headache.
• Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster
headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat
menggunakan cara tersebut.
• Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut
cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah
lantai 30° dan beralih ke sisi nyeri kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml
lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.6,8,9
2. Pengobatan Pencegahan
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya serangan,
bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau jangka panjang,
berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. Banyak
ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada

26
beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus
oksipital mungkin lebih tepat.6,8,9
• Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan dengan
lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih
tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk
indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga
kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari.
Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah
dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau
dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan
pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan
giginya).
• Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari yang
diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan perventif
jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan
tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.
• Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek
sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium
sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa
dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum sebesar
0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel,
penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang.
Penggunaan bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena
dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang
seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang menggunakan
lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah
reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi
yang tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat meningkatkan kadar
lithium.
• Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya adalah
100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada migren.

27
• Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu penelitian
terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang digunakan
adalah 9 mg perhari.
• Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan
tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi
fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
• Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke dalam
area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan mengakibatkan
perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang
singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada
cluster headache kronis.
• Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh
stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus
oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi
ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.6

4. Nyeri Kepala Primer Lainnya


Nyeri kepala primer lainnya dapat dibagi menjadi:
a. Primary Stabbing Headache
Merupakan nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan, sepintas, terlokalisasi, tanpa
didasari penyakit organic atau gangguan saraf otak. Terapi pencegahan menggunakan
indometasin 25-150 mg secara teratur, dan bila intoleran terhadap indometasin dapat diberikan
COX-2 inhibitor, melatonin, gabapentin.
b. Primary Cough Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau mengejan, tanpa dijumpai
gangguan intracranial. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg/hari,
naproxen, propanolol.
c. Primary Exertional Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi abortif
menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine tartat, metisergin atau

28
propanolol yng dapat diminum sebelum aktifitas. Pemanasan sebelum olahraga atau latihan
bertahap dan progresif.
d. Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang diawali dengan nyeri
tumpu bilateral saat terjadi peningkatan kenikmatan sexual dan mendadak intensitas nyeri
meningkat saat orgasme tanpa dijumpai gangguan intracranial, dapat dibagi menjadi dua yaitu
:
• Nyeri kepala pre orgasmic
• Nyeri kepala orgasmic
Terapi dapat diberikan analgesic spesifik (ergotamine, triptan), NSAID diminum sebelum
melakukan aktifitas sexual, propanolol dan diltiazem juga sangat baik diberikan karena dapat
menurunkan hipertensi yang sering menjadi komorbiditas. Atau nyeri kepala dapat diredakan
dengan menghentikan aktifitas sexual sebelum orgasme tercapai atau lebih pasif saat
berhubungan sexual.
e. Hypnic Headache
Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu menyebabkan pasien
terbangun dari tidurnya.
Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum tidur, litium karbonat 300-600 mg,
alternative lain dapat diberikan indometasin, flunarizin,atenolol, verapamil, prednisone,
gabapentin.
f. Primary thunderclap headache
Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang sangat hebat, timbul mendadak
dan menyerupai rupture aneurisma serebral. Terapi yang dapat diberikan kortikosteroid ,
hindari vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan kokain. Untuk preventif dapat nimodipin
selama 2-3 bulan.
g. Hemikrania kontinua
Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn responsive terhadap
indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika diberikan indometasin 50-100 mg IM , reda dalam 2
jam. Dosis efektif 25-300 mg.

29
h. New daily persistent headache
Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa mereda sejak awal serangan (pada
umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya khas bersifat bilateral, seperti ditekan atau ketat dengan
intensitas nyeri derajat ringan sampai sedang. Dapat dijumpai fotofobia, fonofobia, atau nausea
ringan.Terapi dapat diberikan analgetika minimal, dapat pula diberi pencegahan migren kronis
, dan blok saraf N.Oksipitalis magnus.1,6,10

Gambar 3. Gambaran Karakteristik Cephalgia1

b. NYERI KEPALA SEKUNDER


Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang disebabkan oleh karena
trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau
withdrawal, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala
atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain
di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.2,9,10
Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit
tertentu (underlying disease). Pada nyeri kepala kelompok ini, rasa nyeri di kepala merupakan
tanda dari berbagai penyakit.

30
Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang disebabkan oleh karena
trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau
withdrawal, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala
atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau
struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri. 2,9,10

II. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH


2.1 Definisi
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa latin angustus
yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Anxiety juga didefinisikan sebagai
perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustasi yang
mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan atau kehidupan individu atau
kelompok biososialnya. Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan
ketakutan yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi disertai tanda somatik pertanda sistem
saraf otonom yang hiperaktif. Cemas atau anxietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh
penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa
terancam. Keadaan emosi ini biasanya merupakan pengalaman individu yang subjektif yang tidak
diketahui secara khusus penyebabnya. Kecemasan dan ketakutan adalah hal yang berbeda,
seseorang yang mengalami kecemasan tidak dapat mengidentifikasikan ancaman. Kecemasan
dapat terjadi disertai rasa takut namun ketakutan tidak terjadi tanpa kecemasan. Kecemasan adalah
reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi
gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Nevid Jeffrey S, Rathus
Spencer A, & Greene Beverly memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan
emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak
menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa
khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam
menggerakan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu.11,12

Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang
kecemasan yang berlebihan, disertai respons perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu yang

31
mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik
tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan
tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik,
atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan. Pada kesempatan yang jarang
terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu dari perilaku yang tidak lazim tersebut sebagai
respons normal terhadap kecemasan. Perbedaan antara respons kecemasan yang tidak lazim ini
dengan gangguan kecemasan ialah bahwa respons kecemasan cukup berat sehingga bisa
mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan gangguan sosial. 11,12

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi


gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tdak rasional
bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini
dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurangnya 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatic seperti ketegangan otit,
iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. 11,12,13

Sedangkan menurut tinjauan teori kognitif perilaku penderita GAD berespons secara salah
dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal
negative pada lingkungan, adanya distirsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat
negative terhadap kemampuan diri untuk mengahdapi ancaman. 11,12,13

Menurut DSM IV-TR, seseorang bisa dikatakan memiliki GAD jika terdapat tanda-tanda
berikut : kecemasan atau kekhawatiran yang sudah berlangsung selama setidaknya 6 bulan dan
terjadi setiap hari, penderita sulit mengendalikan kekhawatirannya, kecemasan dan kekhawatiran
disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurang-kurangnya beberapa gejala
lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Gejala-gejala yang
dimaksud yaitu : kegelisahan, merasa mudah lelah, sulit berkonsntrasi atau pikiran menjadi
kososng, iritabilitas, ketegangan otot, dan gangguan tidur. Fokus kecemasan dan kekhawatiran
tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya, kecemasan dan ketakutan adalah bukan tentang
,enderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum
(seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh
dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan ceams perpisahan), penambahan berat

32
badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stress pasca trauma. Kecemasan,
kekhawatiran atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau
gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Gangguan yang terjadi adalah
bukan karena efek fisiologis langsung dari zat dan tidak terjadi semata-mata selama suatu
gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan perkembangan pervasive.12

Berdasarkan Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III, pasien GAD harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:13-15

1). Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap
hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjolpada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”.

2). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :

a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,


sesak nafas, keluhan kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb).

3). Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance)
serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

4). Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi,
tidak membatalkan diagnosis utama GAD, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap
dari episode depresi (F32), gangguan dari episode depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40),
gangguan panic (F41.0), gangguan obsesif kompulsif (F42.)

33
2.2 Epidemiologi
Angka prevalensi untuk GAD 3-8% dari populasi umum, onset antara usia 20-30 tahun ,
dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan cemas menyeluruh 50%
sering memiliki komorbiditas dengan gangguan mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan
obsesif kompulsif, gangguan stress paska trauma, dan gangguan depresi berat.12,17

2.3 Etiologi

a. Teori Biologi

Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis yang
mempunyai reseptor bezodiazepin tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan
korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien
GAD juga ditemukan system serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang
berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamate, dan
kolesistokinin. Pemeriksaan PET scan (Positron Emission Tomography) pada pasien GAD
ditemukan penurunan laju metabolisme di ganglia basalis dan substansia alba pasien GAD
dibandingkan kelompok kontrol.12,15-17

b.Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa hubungan genetik pasien GAD dan gangguan
Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25 % dari keluarga tingkat pertama penderita
GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar
didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik. 12,15-17

c. Teori Psikososial
Pada teori psikososial ini, terdaat dua pendapat mengenai faktor psikososial yang
menyebabkan timbulnya gangguan ansietas menyeluruh, yaitu kelompok perilaku-kognitif
dan kelompok psikoanalitik. Menurut kelompok perilaku-kognitif, pasien dengan GAD
memberikan respons pada hal-hal yang secara tidak benar dan tidak akurat dianggap
sebagai bahaya. Ketidakakuratan ini ditimbulkan oleh perhatian selektif pada hal kecil
negatif di lingkungan dengan distorsi pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat
negatif terhadap kemampuan beradaptasi diri sendiri. Kelompok psikoanalitik mendalilkan
bahwa anxietas adalah gejala konflik yang tidak disadari dan tidak terselesaikan. 12,15-17

34
Teori psikososial mengatakan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah
sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif ansietas dihubungkan
dengan perpisahan dengan obyek cinta.Pada tingkat yang lebih matang lagi, anxietas
dihubungkan dengan kehilangan cinta dari obyek yang penting. Anxietas kastrasi
berhubungan denagn fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan
seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang
paling matang). 12,15-17

2.4 Gambaran Klinis

Gejala utama GAD adalah anxietas, ketegangan motoric, hiperaktivitas otonom dan
kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit
kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat,
pelpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam
bentuk iritabilitas.11,12,15-18

Pasien GAD biasanya datang ke dokter dengan keluhan somatik, atau karena gejala spesifik
seperti diare kronik. Pasien biasanya memperlihatkan perilaku cari perhatian (seeking behaviour),
beberapa pasien didiagnosis GAD dan mendapat terapi yang adekuat, namun beberapa lainnya
meminta konsultasi medik tambahan untuk masalah-masalah mereka. 11,12,15-18

2.5 Penatalaksanaan

Penanganan pasien GAD yang efektif adalah kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi. Terapi obat untuk gangguan kecemasan umum sering kali dipandang sebagai
pengobatan selama 6-12 bulan, beberapa bukti menyatakan bahwa pengobatan harus jangka
panjang, kemungkinan seumur hidup.18,19

Keputusan untuk meresepkan suatu anti kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan menyeluruh harus dilakukan pada kunjungan pertama. Karena sifat gangguan yang
berlangsung lama, suatu rencana pengobatan harus dengan cermat dijelaskan. Dua obat utama
yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan gangguan kecemasan menyeluruh adalah
benzodiazepine dan buspirone.15,16,18

35
A. Farmakoterapi
Benzodiazepine merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan kecemasan menyeluruh.
Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien
menggunakan benzodiazepine kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan
alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepine untuk suatu periode terbatas, selama mana
pendekatan terapeutik psikososial diterapkan. Beberapa masalah berhubungan dengan pemakaian
benzodiazepine dalam gangguan kecemasan menyeluruh. Kira-kira 25-30% dari semua pasien
tidak berespons dan dapat terjadi toleransi serta ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami
gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian pasien berada dalam resiko
untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. 11,12,15 Keputusan klinis untuk memulai terapi
dengan benzodiazepine dipertimbangkan secara spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik,
dan lamanya pengobatan semuanya harus ditentukan serta informasi harus diberikan kepada
pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan kecemasan berlangsung selama dua sampai
enam minggu, diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan obat perlahan-lahan sebelum
akhirnya obat dihentikan.11,12,15 Pengobatan bagi kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada
rentang rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respons terapeutik.
Pemakaian benzodiazepine dengan waktu paruh sedang (8-15 jam), kemungkinan akan
menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin
dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek merugikan
yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan
benzodiazepine mungkin lebih dari sekedar efek anti kecemasan. Sebagai contoh, obat dapat
menyebabkan pasien memandang beberapa kejadian dalam pandangan yang positif. Obat juga
dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa dengan yang dilihat setelah sejumlah kecil alkohol.
11,12,15
Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat,
penggunaan obat-obat anti kecemasan dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien
dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal, dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan
ini.11,12 Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan
(paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi, atau
gangguan tidur.5 Beberapa efek samping penggunaan obat antikecemasan adalah sedatif (rasa
mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan kemampuan kognitif
melemah), rasa lemas, cepat lelah, dan adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika.

36
Ketergantungan obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol dan pengguna narkoba
(maksimum pemberian obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara mendadak memberikan
gejala putus obat (rebound phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor,
palpitasi, atau insomnia.11,12,15

Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60-80% pasien dengan gangguan kecemasan
menyeluruh. Data menyatakan bahwa buspirone lebih efektif dalam menurunkan gejala kognitif
dari gangguan kecemasan menyeluruh dibandingkan dengan menurunkan gejala somatik. Bukti-
bukti juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati dengan benzodiazepine
kemungkinan tidak berespons baik terhadap pengobatan buspirone. Tidak adanya respons tersebut
mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek nonansiolitik dari benzodiazepine, yang terjadi pada
terapi buspirone. Buspirone memiliki kerugian utama yaitu efeknya memerlukan waktu 2-3
minggu. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspirone kemudian
di lakukan tapering benzodiazepine setelah 2- 3 minggu disaat efek terapi buspirone sudah
mencapai maksimal.11,12,15

Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors (SSRI), sertraline dan paroxetin merupakan


pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas
sesaat. Mekanisme kerja SSRI adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT (dengan
kemampuan tinggi) di pre sinaps sehingga meningkatkan jumlah 5-HT yang akan berikatan dengan
reseptor di paska sinaps. Obat golongan ini memiliki efek antikolinergik yang minimal, sehingga
lebih disukai dan menjadi pilihan pertama dalam terapi depresi untuk pasien - pasien tanpa adanya
komplikasi atau kontra indikasi terhadap obat tersebut. SSRI selektif terutama terhadap pasien
GAD dengan riwayat depresi.11,12,15

Tricyclic Antidepresants (TCA), mekanisme kerja TCA adalah menghambat pengambilan


kembali Serotonin (5-HT) (dengan kemampuan rendah sampai tinggi) dan Norepinefrin (dengan
kemampuan rendah sampai sedang). Potensi dan selektivitas sangat bervariasi, tergantung jenis
obatnya. TCA mempengaruhi system reseptor lain, yaitu : kolinergik (sebagai antikolinergik),
neurologik dan sistem kardiovaskular. Amin tersier bekerja pada system serotonergik. Amin
sekunder bekerja mengaktifkan sistem norepinefrin. Karena banyak mempengaruhi sistem
reseptor lain, obat-obat golongan ini perlu dipertimbangkan pemberiannya terutama pada pasien-
pasien manula dan keadaan klinis tertentu. 11,12,15

37
B. Psikoterapi
Psikoterapi yang terpilih untuk gangguan ini adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT).
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode restrukturisasi, terapi
relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interosepatif.18,19 Inti dari terapi CBT adalah membantu
pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat
menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.18,19 Terapi
restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara
mengganti semua pikiran-pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak
menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif. Terapi
relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan
mencegah hipokapnia ketika serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat
dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.19 Ada beberapa pertimbangan yang
mempengaruhi prognosis pasien. Faktor-faktor yang meringankan adalah adanya dukungan
keluarga, motivasi yang kuat (keinginan kuat yang ingin sembuh), dan tidak ada riwayat keluarga
(keluarga pasien tidak ada yang mengalami gangguan yang sama). Sedangkan faktor-faktor yang
memperberat adalah kambuh-kambuhan dan jarak rumah dengan Rumah Sakit Jiwa relatif
jauh.16,20

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir H, Suharjanti I, Adnyana MA, Sudibyo DA. Konsensus Nasional V: Diagnosis dan
Penatalaksanaan Nyeri Kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. PERDOSSI. Airlangga;
Surabaya, 2018.

2. International Headache Society. The International Classification of Headache Disorders.


Cephalgia. 3rd Edition. Vol 38 (1): 2018;1-211.

3. Grosberg BM, Friedman BW, Solomon. Approach to the Patient


withheadache in Robbins MS, Grosberg BM, Lipton RB (Eds), Headache,Hongkong,
Wiley Blackwell: 2013;16-25.

4. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. EGC : Jakarta, 2010.

5. Munir Badrul. Neurologi Dasar. Edisi 2. Malang, 2017; 135-42.

6. H a r y a n i S , T a n d y V , V a n i a A , B a r u s J . Penatalaksanaan Nyeri Kepala pada


Layanan Primer. Callosum Neurology. Vol 1 No 3: 2 0 1 8 ; 80 – 88

7. Bahrudin M. Neurologi Klinis. Nyeri. Malang, 2013; Hal. 215-35.

8. Goadsby, J Peter. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of


Neurology University of California. San Francisco. 2009. Diunduh dari :
www.AmericanHeadacheSociety.org.

9. Hidayati, H. The Clinician's Approach To The Management Of Headache. MNJ Vol 2 No


2: 2016; 89 – 97.

10. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta, 2012.

11. Redayani P. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta: FKUI;
2010.

12. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime
prevalence and age-of-onset distributions of DSM-IV disorders in the national comorbidity
survey replication. Arch Gen Psychiatry. 2015; 62(6):593-602.

13. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku psikiatri
klinis. Edisi ke-7, Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.

39
14. Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013.

15. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2001.

16. American Psychiatric Assosiation. Practice guideline for the treatment of patients with
panic disorder second edition. New York: American Psychiatric Assosiation; 2010.

17. American Psyciatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorder.
Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing; 2013.

18. Yoshinaga N, Hayashi Y, Yamazaki Y, Moriuchi K, Doi M, Zhou M, et al. Development


of nursing guidelines for inpatients with obsessive-compulsive disorder in line with the
progress of cognitive behavioral therapy: a practice report. J Depress Anxiety. 2014; 3:153.

19. Spett, M. Cognitive-behaviour therapy for panic attacks; 2008 [diperbarui 2008]. [diakses
pada tanggal 15 Juli 2022]. Tersedia dari: http://www.njact.org/panic.html

20. Nurmiati A. Luaran terapi pada gangguan depresi major. Cermin Dunia Kedokteran. 2012;
39(2):92-4.

40
LAPORAN KASUS

Nyeri Kepala Kronis dengan Gangguan Cemas Menyeluruh


Presentan : Yani Arlina
Moderator : Dr. dr. Alifiati Fitrikasari , Sp.KJ (K)

I. IDENTITAS PENDERITA
• Nama : Ny. R
• Umur : 45 tahun
• Status : Menikah
• Alamat : Semarang
• Pendidikan : Lulus SMA
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• No RM : C927127
• Masuk Rumah Sakit : 11 Juni 2022
• Keluar Rumah Sakit : 19 Juni 2022

II. DATA SUBYEKTIF

1. Riwayat Penyakit Sekarang


• Keluhan utama : Nyeri Kepala
• Onset : 3 Tahun SMRS, memberat 1 tahun SMRS
• Lokasi : Hemisfer bilateral
• Kualitas : Terasa kencang
• Kuantitas : Terus menerus, dirasakan sepanjang hari dan setiap hari
• Kronologis :
Kurang lebih sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluh nyeri kepala di bagian
belakang, nyeri kepala dirasakan terasa seperti diikat kencang dan hilang timbul. Telinga
berdenging (-), mual/muntah (-), gangguan penglihatan (-). Menghilang dengan meminum

41
obat nyeri kepala (Paramex) yang dibeli di apotik. Sebelumnya pasien pernah mengalami
trauma, jatuh terpeleset, posisi jatuh tengkurap, kepala bagian depan membentur, benjol di
daerah wajah. Setelah jatuh pingsan (-), mual/muntah (-), pandangan kabur (-), kelemahan
anggota gerak satu sisi (-), bicara pelo (-), kejang (-). Pasien hanya berobat ke mantri dan
tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Kurang lebih 1 tahun SMRS, keluhan nyeri kepala dirasakan memberat, dirasakan
setiap hari di seluruh bagian kepala terutama kepala bagian belakang, terasa berat, kencang
dan seperti ada yang menekan sampai ke leher belakang, tidak menghilang dengan minum
obat anti nyeri. Nyeri kepala tidak berdenyut, dan memberat saat berdiri dan berjalan. Nyeri
kepala berlangsung dari sekitar 1 jam hingga berhari-hari. Pasien sudah berobat ke mantri
namun tidak didapatkan perubahan untuk perbaikan nyeri kepalanya. Mual (+), muntah (-
), sulit tidur (+), pendangan kabur (+) sulit melihat jarak dekat sudah kontrol ke dokter
mata dan dikatakan rabun jauh karena usia, pelo (-), merot (-), kelemahan sesisi (-),
kesemutan (-), keluar cairan dari hidung (-), mata berair dan silau (-), telinga berdenging (-
), kejang (-), demam (-). BAB-BAK dalam batas normal.
Kurang lebih 2 bulan SMRS pasien rutin berobat ke RS Rembang, sudah dilakukan
pemeriksaan CT – Scan kepala, dikatakan ada sumbatan di otak namun belum jelas lalu
disarankan untuk dirujuk ke RS Kariadi untuk dilakukan pemeriksaan USG Carotis
(TCCD) dan diberikan obat (Aspilet dan Simvastatin). Empat hari terakhir pasien
mengeluh nyeri kepala terasa kencang seperti diikat terutama kepala bagian belakang,
hingga bagian leher belakang, dirasakan terus menerus dan setiap hari, nyeri kepala
berlangsung dari sekitar 1 jam hingga berhari-hari tidak menghilang dengan obat anti nyeri,
jika nyeri disertai mual (+), muntah (-). Gangguan pendengaran (-), telinga berdenging(-),
penglihatan kabur/ganda/berputar (-), keluar cairan dari hidung (-), mata berair dan silau (-
), telinga berdenging (-), kelemahan anggota gerak (-), pelo (-), merot (-), kejang (-),
demam (-). Pasien juga mengeluh sulit tidur malam, tidur hanya 2-3 jam dan jika sudah
terbangun, pasien tidak dapat tidur lagi. Nyeri kepala memberat jika berdiri dan berjalan,
membaik saat tiduran. BAB-BAK dalam batas normal. Pasien merasa sedih karena nyeri
kepala yang selalu dirasakan sejak lama. Pasien lalu dirujuk ke RSDK Semarang untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Gejala penyerta : mual

42
Faktor memperberat : berdiri, berjalan
Faktor memperingan : istirahat

2. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Hipertensi (+) > 10 tahun, minum amlodipin lupa dosisnya
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat sakit jantung (-)
- Riwayat stroke sebelumnya (-)
- Riwayat kolesterol tinggi (-)
- Riwayat Trauma (+) 3 tahun lalu, kepala terbentur, pingsan (-)
- Riwayat KB (+) pil lebih dari 15 tahun, KB suntik 1 bulan (2 tahun terakhir)
- Riwayat benjolan / tumor disangkal
- Riwayat Menstruasi dalam batas normal

3. Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien

4. Riwayat Sosial Ekonomi


- Pasien seorang Ibu Rumah Tangga, tinggal dengan suami yang bekerja sebagai guru,
mempunyai 2 orang anak yang belum mandiri. Pembiayaan dengan BPJS.
- Kesan social ekonomi cukup

III. DATA OBYEKTIF


1. Status praesens
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15
• Tanda vital :
Tekanan darah : 149/95 mmHg
Nadi : 75x/ menit, reguler
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Suhu : 36, 5° C

43
SpO2 : 99%
NPRS : 4-5
2. Status internus
• Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-)
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Visus ODS >3/60
• Leher : kaku kuduk (-), trakhea di tengah
• Dada
Jantung
o Inspeksi : ictus cordis tak tampak.
o Palpasi : ictus cordis teraba di SIC IV, LMCS.
o Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
o Auskultasi : BJ I-II murni, bising sistolik (-), gallop (-)
Paru
o Inspeksi : simetris statis dinamis.
o Palpasi : stem fremitus kanan = kiri.
o Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
o Auskultasi : SD vesikuler, ronkhi basah halus (-), wheezing (-).

• Perut : supel, peristaltik (+) normal, hepar dan lien tidak teraba membesar.
• Extremitas : extremitas inferior edema -/-
• Status gizi :
TB : 160 cm
BB : 60 kg
BMI = BB = 60 kg = 23,43 kg/m2 (normoweight)
TB2 (1,60 m)2
4. Status Neurologis
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15,
• Kepala : simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)
• Mata : pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.Craniales : dalam batas normal

44
Motorik Superior Inferior

• Gerak : +/+ +/+


• Kekuatan : 555/555 555/555
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ ++/++
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Darah 11 Juni 2022
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI PAKET
Hemoglobin 14,3 gr% 13.00 – 16.00
Hematokrit 44,6 % 40.0 – 54.0
Eritrosit 4,84 juta / 4.50 – 6.50
MCH 29.80 mmk 27.00 – 32.00
MCV 95,30 pg 76.00 – 96.00
MCHC 31,3 fL 29.00 – 36.00
Leukosit 9,1 g/dL 4.00 – 11.00
Trombosit 298 ribu/mmk 150.0 – 400.0
RDW 12.90 ribu/mmk 11.60 – 14.80
MPV 10.50 ribu/mmk 4.00 – 11.00

KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 105 mg/dl 74 - 106
Ureum 27 mg/dl 15 – 39

45
Kreatinin 0,78 mg/dl 0.60 – 1.30
ELEKTROLIT
Natrium 144 mmol/L 136 – 145
Kalium 3,2 mmol/L 3.5 – 5.1
Chlorida 107 mmol/L 98 – 107
Calcium 1,83 mmol/L 2.12 – 2.52
Magnesium 0,85 mmol/L 0,74 – 0,99
CRP kuantitatif / Hs-CRP 0,28 mg/dL 0 - 0.30

Elektrokardiografi 11 Juni 2022

Normo sinus rhytme

Foto Thorax PA 11 Juni 2022

Kesan : Cor tak membesar, pulmo tak tampak infiltrat

46
MSCT Kepala polos RS Rembang 1 Mei 2022

Kesan :
- Tak tampak infark, perdarahan, maupun SOL intrakranial
- Tak tampak tanda peningkatakan tekanan intracranial

TCCD 11 Mei 2022

Kesan : Curiga stenosis pada ACA kanan dan PCA kanan dan kiri

47
V. DIAGNOSIS
1. Diagnosis klinis : Cephalgia kronik
Nausea
Diagnosis Topis : Hemisfer bilateral
Diagnosis Etiologis: Cephalgia kronik dd/vascular, Chronic Tension Type Headache
(TTH)
2. HT stage II
3. Imbalans Elektrolit (Hipokalemia 3,2 dan Hipocalsemia 1,83)
4. Suspect Depresi

VI. RENCANA AWAL


Cephalgia Kronik
Px : MRI MRV MRA Kepala kontras
Tx : - Head up 30°
- O2 Nasal kanul 3 lpm
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
- Drip Vit B12 1 A/12 jam iv
- Diazepam 2 mg/24 jam po
- Paracetamol 500 mg/8 jam po
Mx : Keadaan umum, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis, NPRS
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
dan program selanjutnya
HT Stage II
Px : --
Tx : Amlodipin 10 mg/24 jam po
Mx : Keadaan umum, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
dan program selanjutnya

48
Imbalans Elektrolit
Px : Koreksi elektrolit
Tx : KSR 600 mg/12 jam po
CaCO3 500 mg/8 jam po
Mx : Keadaan umum, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
dan program selanjutnya
Suspek Depresi
Px : Konsultasi TS Psikiatri
Tx : --
Mx : Keadaan umum, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
dan program selanjutnya

VII. CATATAN PERKEMBANGAN


Tanggal 12 Juni 2022 (hari perawatan ke-2) :
S : Nyeri kepala cekot-cekot, terasa kencang seperti diikat masih diraskaan pasien di kepala bagian
belakang, mual (-), muntah (-), makan minum dbn, BAK dan BAB dbn.
O : KU : Tampak sakit sedang
TD : 144/90(89) mmHg, N : 82x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5oC SpO2:99% NPRS 3-4
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15,
• Kepala : simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)
• Mata : pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior

• Gerak : +/+ +/+


• Kekuatan : 555/555 555/555
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E

49
• R.Fisiologis : ++/++ ++/++
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal

MRI MRA MRV

Pada 3D TOF: tak tampak malformasi vascular


Pada MRV: tak tampak gambaran cerebral sinus thrombosis
Tak tampak iskemik, perdarahan maupun tanda peningkatan tekanan intrakranial

50
Jawaban Konsul TS PSikiatri
Terimakasih atas kepercayaan TS kepada bagian kami untuk konsul atas Ny. Rukini, 45
tahun dengan Chronic cephalgia dd/ vascular, TTH Kronik, susp. depresi. Dari pemeriksaan di
bagian kami didapatkan:

Saat diperiksa, pasien mengeluhkan nyeri kepala yang terus-menerus yang dirasakan setiap
hari, tidak menghilang dengan obat sejak sekitar 4 hari terakhir, sehingga sulit berdiri/berjalan,
pasien nyaman dengan posisi tiduran. Ada mual, namun tidak ada muntah, gangguan pendengaran
ataupun penglihatan kabur/ganda/berputar. Tidur malam hanya sekitar 2 jam-an, jika sudah
terbangun sulit tidur lagi. Pasien mengaku pasrah akan kondisinya, kepikiran hanya pada nyeri
kepalanya saja. Pasien menyangkal melihat bayangan ataupun mendengar bisikan-bisikan.
Riwayat HT diakui, dengan terapi amlodipin (lupa dosisnya), riwayat DM (-), jantung (-), stroke
(-), kolesterol (-) Trauma kepala 3 tahun lalu, kepala terbentur, tidak ada pingsan. Riwayat KB pil
lebih dari 15 tahun, suntik KB 1 bulan sejak 2 tahun SMRS.

Status Mental:

Kesadaran : jernih

Tingkah laku : Normoaktif

Sikap : kooperatif

Kontak psikis : ada, wajar dapat dipertahankan

Verbalisasi : kualitas kuantitas cukup

Mood : anxietas, afek serasi dengan gangguan persepsi

Gangguan isi pikir : preokupasi akan nyeri kepalanya

Koheren

Realistis

A:

Axis 1 : gangguan campuran anxietas dan depresi DD/ depresi sedang dengan gejala somatik
DD/ gangguan cemas menyeluruh.

Axis 2 : Tak Ada Diagnosa

51
Axis 3 : 1. Cephalgia kronik dd/ Vascular, TTH Kronik

2. HT stage II
3. Elektrolit Imbalans (Hipokalemia 3,2 dan Hipocalsemia 1,83)

Axis 4 : Stressor penyakit fisik

Axis 5 : GAF 40

P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 30mg/12 jam iv k/p jika NPRS > 5
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Drip Vit B12 1 A/12 jam iv
Amlodipin 10 mg/24 jam po
Diazepam 2 mg/24 jam po -- TUNDA
Paracetamol 500 mg/8 jam po
KSR 600 mg/12 jam po
CaCO3 500 mg/8 jam po
Asam Valproat 500 mg/12 jam po

TS Psikiatri :
Rawat bersama
Farmakoterapi
- Sertraline 25 mg/24 jam po Pagi, p.c
- Clobazam 5 mg/24 jam po Malam pkl. 20.00 wib
Psikoterapi suportif
- Memberikan kesempatan pasien untuk menceritakan keluhannya
- Memberikan validasi empati terhadap keluhannya

Program :
- Observasi KU, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis, NPRS
- EEG Rutin
- Cek ulang elektrolit, Ca, Mg tanggal 14 Juni 2022

52
Tanggal 14 Juni 2022 (hari perawatan ke-4) :
S : Nyeri kepala cekot-cekot, terasa kencang seperti diikat sudah berkurang, hilang timbul di
kepala bagian belakang, mual (-), muntah (-), makan minum dbn, BAK dan BAB dbn.
Pasien mengatakan saat ini tidak ada keluhan. Namun saat kepala terasa sakit pasien akan merasa
sedih dan jengkel sampai menangis. Pagi tadi setelah bangun tidur kembali kepala terasa sakit
sehingga membuat pasien sedih. Tidur semalam cukup nyenyak, nafsu makan baik.

O : KU : Tampak sakit sedang


TD : 140/85 (81) mmHg, N : 80x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5oC SpO2:99% NPRS 3-4
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15,
• Kepala : simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)
• Mata : pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior

• Gerak : +/+ +/+


• Kekuatan : 555/555 555/555
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ ++/++
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal

Hasil laboratorium 14 Juni 2022


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
ELEKTROLIT
Natrium 144 mmol/L 136 – 145
Kalium 3,5 mmol/L 3.5 – 5.1

53
Chlorida 107 mmol/L 98 – 107
Calcium 1,91 mmol/L 2.12 – 2.52
Magnesium 0,85 mmol/L 0,74 – 0,99
CRP kuantitatif / Hs-CRP 0,28 mg/dL 0 - 0.30

STATUS MENTAL :
Kesadaran : jernih

Tingkah laku : Normoaktif

Sikap : kooperatif

Kontak psikis : ada, wajar bisa dipertahankan

Verbalisasi : kualitas kuantitas cukup

Mood : anxietas, afek serasi

Ganggun persepsi : disangkal

Gangguan isi pikir : preokupasi akan nyeri kepalanya

Koheren

Realistis

A:

Axis 1 : gangguan campuran anxietas dan depresi DD/ depresi sedang dengan gejala somatik

DD/ gangguan cemas menyeluruh.

Axis 2 : Tak Ada Diagnosa

Axis 3 : 1. Cephalgia kronik ec susp.TTH Kronik

2. HT stage II

3. Elektrolit Imbalans (Hipokalemia perbaikan 3,2-3,5 dan Hipocalsemia 1,83-1,91)

Axis 4 : Stressor penyakit fisik

Axis 5 : GAF 40

54
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 30mg/12 jam iv k/p jika NPRS > 5
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Drip Vit B12 1 A/12 jam iv
Amlodipin 10 mg/24 jam po
Paracetamol 500 mg/8 jam po
KSR 600 mg/12 jam po -- STOP
CaCO3 500 mg/8 jam po
Asam Valproat 500 mg/12 jam po
Sertraline 25 mg/24 jam po Pagi, p.c

Clobazam 5 mg/24 jam po Malam pkl. 20.00 wib

Psikoterapi suportif

- Affirmasi dari keluhan pasien


- Validasi empati dari keluhan pasien
- Encourage elaborated dari keluhan pasien

Program :
- Observasi KU, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis, NPRS
- EEG Rutin terjadwal tanggal 17 Juni 2022

Tanggal 17 Juni 2022 (hari perawatan ke-7) :


S : Nyeri kepala sudah jarang hanya dirasakan sesekali, mual (-), muntah (-), makan minum dbn,
BAK dan BAB dbn.
Pasien tenang, tadi malam bisa tidur, perasaan cemas dan sedih berkurang banyak, keluhan nyeri
kepala bagian belakang hanya muncul sesekali, tadi malam bisa tidur. Nafsu makan cukup.

O : KU : Tampak sakit sedang


TD : 139/88 (76) mmHg, N : 78x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5oC SpO2:99% NPRS 1-2
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15,
• Kepala : simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)
55
• Mata : pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior

• Gerak : +/+ +/+


• Kekuatan : 555/555 555/555
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ ++/++
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal

Hasil EEG 17 Juni 2022

Kesan : Pada perekaman EEG saat ini tidak didapatkan gelombang epileptogenik. Tidak
didapatkan gelombang perlambatan yang menunjukkan gangguan elektrofisiologis difus.

STATUS MENTAL :
Kesadaran : jernih

Tingkah laku : Normoaktif

Sikap : kooperatif

Kontak psikis : ada, wajar bisa dipertahankan

56
Verbalisasi : kualitas kuantitas cukup

Mood : anxietas, afek serasi

Ganggun persepsi : disangkal

Gangguan isi pikir : preokupasi akan nyeri kepalanya

Koheren

Realistis

A:

Axis 1 : Gangguan campuran anxietas dan depresi DD/ depresi sedang dengan gejala somatik

DD/ gangguan cemas menyeluruh.

Axis 2 : Tak Ada Diagnosa

Axis 3 : 1. Cephalgia kronik ec TTH Kronik

2. HT stage II terkontrol

3. Elektrolit Imbalans (Hipocalsemia 1,91)

Axis 4 : Stressor penyakit fisik

Axis 5 : GAF 40

P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 30mg/12 jam iv k/p jika NPRS > 5
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Drip Vit B12 1 A/12 jam iv
Amlodipin 10 mg/24 jam po
Paracetamol 500 mg/8 jam po
CaCO3 500 mg/8 jam po
Asam Valproat 500 mg/12 jam po
Sertraline 25 mg/24 jam po Pagi, p.c

Clobazam 5 mg/24 jam po Malam pkl. 20.00 wib

57
Psikoterapi suportif
- Ventilasi
- Affirmasi dari keluhan pasien
- Validasi empati dari keluhan pasien

Program :
- Observasi KU, Tanda Vital, GCS, Defisit neurologis, NPRS
- Rencana rawat jalan

Tanggal 18 Juni 2022 (hari perawatan ke-8) :


S : Nyeri kepala sudah jarang dirasakan lagi, mual (-), muntah (-), makan minum dbn. BAK dan
BAB dbn.
Pasien merasa jauh lebih baik, tenang dan nyaman. Sudah tidak nyeri lagi, tidur malam cukup
nyenyak, sudah tidak sedih atau jengkel lagi. Merasa cukup senang akan diperbolehkan pulang
setelah hasil pemeriksaan keluar.

O : KU : Tampak sakit sedang


TD : 134/81 (75) mmHg, N : 76x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5oC SpO2:99% NPRS 0-1
• Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15,
• Kepala : simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)
• Mata : pupil bulat isokor ø3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.Craniales : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior

• Gerak : +/+ +/+


• Kekuatan : 555/555 555/555
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ ++/++
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
58
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal

STATUS MENTAL :
Kesadaran : jernih

Tingkah laku : Normoaktif

Sikap : kooperatif

Kontak psikis : ada, wajar bisa dipertahankan

Verbalisasi : kualitas kuantitas cukup

Mood : anxietas, afek serasi

Ganggun persepsi : disangkal

Gangguan isi pikir : preokupasi akan nyeri kepalanya

Koheren

Realistis

A:

Axis 1 : gangguan campuran anxietas dan depresi DD/ depresi sedang dengan gejala somatik

DD/ gangguan cemas menyeluruh.

Axis 2 : Tak Ada Diagnosa

Axis 3 : 1. Cephalgia kronik ec TTH Kronik

2. HT stage II terkontrol

3. Imbalans Elektrolit (Hipocalsemia 1,91)

Axis 4 : Stressor penyakit fisik

Axis 5 : GAF 40

P: Amlodipin 10 mg/24 jam po

59
Paracetamol 500 mg/8 jam po
CaCO3 500 mg/8 jam po
Asam Valproat 500 mg/12 jam po
Sertraline 25 mg/24 jam po Pagi, p.c

Clobazam 5 mg/24 jam po Malam pkl. 20.00 wib

Vit B12 1 tab/12 jam po

Psikoterapi suportif
- Ventilasi
- Affirmasi dari keluhan pasien
- Validasi empati dari keluhan pasien

Program :
- Rawat jalan

60
BAGAN ALUR

PEMBAHASAN KASUS
Telah disajikan laporan kasus seorang pasien wanita berumur 45 tahun dengan Chronic
Tension Type Headache (TTH) dengan keluhan nyeri kepala terasa kencang seperti diikat di
seluruh bagian kepala terutama kepala bagian belakang dan leher belakang berlangsung terus
menerus dan setiap hari. Pasien merasakan keluhan tersebut sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
memiliki riwayat jatuh terpeleset dengan posisi jatuh tertelungkup 3 tahun lalu, dan juga ada
riwayat hipertensi lebih dari 10 tahun lalu rutin minum Amlodipin, namun lupa dosisnya. Kurang
lebih 2 bulan SMRS pasien rutin berobat ke RS Rembang, sudah dilakukan pemeriksaan CT –
Scan kepala, dikatakan ada sumbatan di otak namun belum jelas, lalu disarankan untuk dirujuk ke
RS Kariadi untuk dilakukan pemeriksaan USG Carotis (TCCD) dan diberikan obat (Aspilet dan
Simvastatin). Empat hari terakhir pasien mengeluh nyeri kepala terasa kencang seperti diikat

61
terutama kepala bagian belakang, hingga bagian leher belakang, dirasakan terus menerus dan
setiap hari, nyeri kepala berlangsung dari sekitar 1 jam hingga berhari-hari tidak menghilang
dengan obat anti nyeri, jika nyeri disertai mual (+), pasien lalu dirujuk ke RSDK.
Pada saat perawatan di RSDK, pasien menjalani menjalani pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang laboratorium, dengan hasil pasien mengalami imbalans elektrolit berupa hipokalemia
ringan dan hipokalsemia yang dikoreksi dengan KSR dan CaCO3, pada MRI, MRA, MRV, serta
EEG didapatkan hasil dalam batas normal dan didiagnosis sebagai TTH Kronik dan mendapatkan
obat analgetik dan analgetik adjuvant berupa Asam Valproat. Pada perawatan pasien juga merasa
sering merasa sedih dan selalu kepikiran dengan nyeri kepalanya. Pasien dikonsulkan ke TS
Psikiatri untuk keluhan tersebut. Gejala yang menonjol pada pasien ialah pasien merasa cemas
akan kondisi kesehatannya, merasa tidak nyaman dengan nyeri kepalanya dan sedih setiap teringat
kesehatannya. Pasien mendapatkan obat sertraline, clobazam dan psikoterapi suportif.
Dalam perkembangan perawatan pasien setelah mendapatkan terapi profilaksis berupa
analgetik adjuvant, dan juga antidepresan, pasien cenderung tenang dan nyaman ingin segera
pulang ke rumah. Pada hari perawatan ke-8 keluhan pasien sudah berkurang banyak dan diijinkan
untuk rawat jalan.

62

Anda mungkin juga menyukai