Kepada Yth.
Dr. Daeng M Faqih, SH, MH
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia ( PB IDI )
di
Tempat
Dengan hormat,
3. Terkait hal pemeriksaan swab rutin (antigen atau PCR) setiap 2 minggu sekali, hingga
saat ini kami belum berhasil menemukan pedoman terkait. Dalam memberikan
perlindungan bagi semua tenaga kesehatan, pada tanggal 2 februari 2021 WHO telah
mengeluarkan rekomendasi bahwa pencegahan Covid-19 harus dilakukan berdasarkan
kaji risiko secara terukur. Tingkat risiko dapat dibagi menjadi risiko rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi. Perlindungan yang diberikan mengikuti hierarchy of controls
yaitu meliputi perbaikan sarana (engineering/environmental controls), administrative
controls termasuk pengaturan jam dan tempat kerja, penggunaan APD yang optimal,
dan pelaksanaan kewaspadaan isolasi. Untuk pemeriksaan antigen/PCR Covid-19
sebagai skrining tenaga kesehatan, dapat dilakukan berdasarkan tingkat risiko yang
dihadapi (diketahui antara lain melalui risk assessment dan contact tracing), jadi tidak
dikerjakan secara rutin dan menyeluruh pada semua dokter.
Pada tanggal 23 Desember 2021 terkait varian Omicron, WHO menekankan
pentingnya vaksinasi hingga suntikan ketiga dan implenmentasi hierarchy of controls,
termasuk pembatasan pintu akses ke fasilitas Kesehatan hingga memungkinkan
skrining aktif terhadap petugas, pengunjung terhadap kepatuhannya menggunakan
masker dan menjaga jarak.
Adapaun jika swab rutin tiap 2 minggu ini dilaksanakan pada dokter maka akan dapat
menimbulkan konsekuensi sebagai berikut:
a. Biaya pemeriksaan antigen/ PCR meningkat drastis dan akan menjadi kendala
Siapa pihak yang akan menanggung biaya tersebut.
b. Dapat menimbulkan kecemburuan bagi tenaga Kesehatan lain (perawat, bidan,
ATLM, radiografer dll) yang juga memberikan pelayanan langsung kepada
pasien Covid-19.
C. Pelaksanaan pemeriksaan akan memberikan load pekerjaan tambahan bagi
laboratorium selain pemeriksaan yang diperlukan untuk pasien dan skrining
epidemiologi, dan hal ini akan berpotensi menyebablkan exhausted
laboratorium pemeriksa.
d. Potensi memberikan rasa aman palsu, sehingga menjadi kurang patuh protokol
Kesehatan, karena merasa sudah rutin dilakukan swab, sedangkan pencegahan
infeksi yang efektif justru dengan pelaksanaan kewaspadaan standar (Protokol
Kesehatan).
Demikian asupan yang dapat kami berikan, dan berdasarkan pada hal-hal di atas, besar
harapan kami, agar dapat meberikan manfaat kepada PB IDI sebagai bahan pertimbangan
dalam membuat kebijakan.
Pengurus Pusat
Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia
Tembusan:
1. Yth, Ketua Perdalin Cabang
2. Pertinggal.
Referensi:
1. WHO, Update with Consideration of Omicron - Interim cOVID-19 Infection
Prevention and Control in the Health care setting when COVID-19 is suspected or
confirmed, Desember 23, 2021.
2. WHO, WHO recommendations on mask use by helath workers, in light of the
Omicron variant of concern, Interim guidelines, Desember 22, 2021.
3. WHO, Infection prevention and control during health care when coronavirus disease
(COVID-19) is suspected or confirmed, July 12, 2021.
4. WHO, coVID-19: Occupational helath and safety for health workers, Interim
guidance, February 2, 2021.
S. WHO, Rational use of personal protective equipment for COVID-19 and
considerations during severe shortages, Interim guidance, Desember 23, 2020.
6. WHO, Technical specifications of personal protective equipment for COVID-19,
DMSI PERKUMPULAN
Dhdat
Urganisasi Humas
GABUNGAN PROFESI
Ltbang
lilih
Category 1
Series1
Category 2
Series 2
Category 3 Category
Series 3
4
MUTL Pencegyahan Pengendalian Infeksi adalak iemu professional yang berperan daam
peningkatan proxu
EKESELAMATAN
KTP PASIEN periaku(ehaviar Science
Tidak toleransi terhadap irfeksi (Zera n s
tan di indonesia
dalam bidang Pengendakan infrksa
enjadikan praktik Pn seDag u d y
o berdranian
epeetingan berdasaran a
INFEKSI FASYANKES
Talerance to iecto penyenasilitasi secaraa
jejaring antar organisasi dan individu . k a a cetuAaran anformasi dalam
ckatkan ouksi inah para
ngRata maionui maupun inerasoniy