Anda di halaman 1dari 30

Clinical Science Session

Cephalgia

Oleh :

Jacqline Charles Labo 1840312470

Preseptor :

dr. Syarif Indra, SpS

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M.DJAMIL

PADANG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari seluruh kondisi nyeri yang dialami oleh manusia, tidak diragukan lagi kalau
cephalgia atau nyeri kepala adalah yang paling sering dialami sebagai alasan utama
seseorang pergi untuk mencari pertolongan kesehatan. Beberapa penjelasan yang
dihubungkan dengan nyeri yang banyak berpusat di bagian kepala, yaitu wajah dan
kepala kaya akan reseptor nyeri dibanding bagian tubuh lain, agar dapat melindungi
organ-organ penting dari tulang tengkorak. Selain itu, hidung dan mulut, mata, telinga
(organ halus dan sangat sensitif) semua di kepala dan harus dilindungi, ketika
1,2
dipengaruhi oleh penyakit, mampu menciptakan nyeri dengan caranya tersendiri.

Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi


nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara
lain adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH – Tension Type Headache), migrain, nyeri
kepala cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri
kepala primer merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala
juga dapat terjadi sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain2.
Hampir setiap orang pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya. Sekitar
90% orang sekurangnya pernah mengalami nyeri kepala dalam satu tahun. Penelitian
pada masyarakat mengenai angka kejadian nyeri kepala didapatkan bahwa 78% nyeri
kepala berupa tension type headache, dan didapatkan migrain sebanyak 16%. Sisanya
menderita nyeri kepala sekunder2.
Penyakit ini akan mengganggu bahkan mempengaruhi sosio-ekonomi dan
kehidupan pribadi penderita. Oleh yang demikian, adalah sangat penting untuk
mempelajari jenis-jenis dari nyeri kepala sehingga pengobatan yang benar dapat
diberikan kepada pasien sekali gus dapat meningkatkan kualitas kehidupan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


1.2 Batasan Masalah

Penulisan clinical science session ini dibatasi pada definisi, epidemiologi,


etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,
talaksana, dan prognosis dari cephalgia.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan clinical science session ini antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian neurologi
RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
2. Menambah pengetahuan mengenai cephalgia.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan clinical science session ini menggunakan metode tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cephalgia


Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah
2
kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. Rasa nyeri ini timbul dari
struktur yang sensitif atau peka nyeri. Struktur yang sensitif nyeri terbagi atas organ
intrakranial dan ekstrakranial. Organ yang sensitif nyeri pada intrakranial meliputi sinus
venous, vena kortikal, arteri basal, anterior dura, fossa tengah dan belakang. Organ
ekstrakranial yang sensitif nyeri adalah pembuluh darah dan otot kepala, organ-organ
mata, membran mukosa hidung dan sinus paranasal, telinga luar dan tengah, gigi dan
3
gusi.

3
Gambar 1. Organ-organ yang sensitif nyeri.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


2.2 Epidemiologi
Hampir setiap orang pernah mengalami sakit kepala dalam hidupnya. Sekitar 90%
orang sekurangnya pernah mengalami nyeri kepala dalam satu tahun. Sekitar 40% keluhan
nyeri kepala tersebut membuat seseorang mengalami gangguan fungsi dan aktivitas sehari -
hari. Pada sebagian besar kasus nyeri kepala penyebabnya tidak serius, tidak merusak otak
dan tidak mengancam nyawa.4
Penelitian pada masyarakat mengenai angka kejadian nyeri kepala didapatkan
bahwa 78% nyeri kepala berupa tension type headache, dan didapatkan migrain sebanyak
16 %. Sisanya menderita nyeri kepala sekunder. Pada kelompok nyeri kepala sekunder
didapatkan bahwa penyebab terseringnya adalah rasa lapar 19%, gangguan hidung atau
sinus 15%, trauma kepala 4% serta penyakit intrakranial non vaskular termasuklah
4
tumor 0.5 %.

Pada suatu penelitian di unit gawat darurat didapatkan bahwa dari 3799
penderita yang diperiksa selama satu tahun, 86% merupakan penderita nyeri kepala
primer dan 61% didiagnosis migren. Hanya 6,4% mengalami nyeri kepala sekunder dan
sinusitis merupakan penyebab paling sering, diikuti oleh nyeri kepala pasca trauma
sebesar 1,5% bocornya cairan serebrospinal sebanyak 0,5 % dan gangguan vaskular
4
sebanyak 0,5%.

Peneliti metaanalisis mendapatkan bahwa hanya 0,18% pasien dengan migren


mempunyai gangguan neurologi abnormal yang berarti. Dari penelitian-penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan nyeri kepala berat
lebih besar kemungkinannya menderita nyeri kepala primer dibanding dengan nyeri
kepala sekunder. Menurut Lindsay dan Bone, bahwa pada suatu praktek dokter umum 45%
nyeri kepala berupa TTH ,diikuti 30% jenis migren dan nyeri kepala klaster sebesar 1% ,dan
4
neuralagia didapatkan kurang dari 1%.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


2.3 Patofisiologi Cephalgia
Dalam rongga tengkorak terdapat struktur-struktur yang relatif peka akan
nyeri. Struktur-struktur itu sendiri dapat berupa sinus vena anterior dan cabang
kortikalnya, arteri besar di dasar otak, lapisan duramater pada fossa anterior dan
4
posterior, saraf kranialis N.V, N.IX, dan N.X, serta ketiga saraf spinal bagian atas.

Bangunan-bangunan diatas ini mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap


rasa nyeri yang dapat distimulasi oleh suatu traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi
neoplasma,dan zat biokimiawi yang dilepas pada jenis nyeri kepala tertentu. Stimulasi
struktur yang peka nyeri yang berada di atas tentorium serebri cenderung menimbulkan
rasa nyeri pada daerah fronto-temporal atau daerah parietal. Stimulasi pada struktur yang
terdapat pada daerah fossa posterior mengakibatkan rasa nyeri di daerah oksipital dan
4
suboksipital.

Nyeri kepala dapat terjadi sebagai suatu gejala pada penyakit-penyakit di organ
lain, seperti pada gangguan di daerah orbita, rongga nasal, gangguan sinus paranasal,
gangguan gigi, gangguan telinga bagian luar dan tengah juga dapat menimbulkan gejala
4
sakit kepala. Nyeri kepala sendiri secara umum dapat disebabkan oleh:

1. Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fossa anterior dan fossa
posterior atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.
3. Traksi, peranjakan, atau penyakit pada saraf kranial N.V, N. IX,dan N.X dan tiga
saraf spinal servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3).
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga, dan leher kuduk.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Berdasar mekanisme dan asalnya sakit kepala dapat dibagi menjadi: vaskular,
kontraksi otot, dan kelainan pada struktur maupun inflamasi ekstrakranial atau
intrakranial. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sakit kepala dapat dibedakan
4
menjadi:

1. Nyeri kepala yang telah berlangsung kronis seperti migren, tension type headache,
nyeri di daerah tulang servikal leher, sinusitis, penyakit gigi dan nyeri kepala klaster.

2. Nyeri kepala yang timbul mendadak. Penyebab yang sering dapat berupa pendarahan
subarachnoid, penyakit pembuluh darah di otak (serebrovaskular) lainnya, radang
selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis), dan penyakit mata (glaucoma).
Penyebab yang kurang sering seperti bangkitan kejang dan ensefalopati hipertensif.

3. Nyeri kepala yang berlangsung subakut seperti adanya massa di rongga intracranial,
neuralgia trigeminal dan neuralgia glosofaringeal.

Pada penderita nyeri kepala, mengingat penyebabnya yang banyak, harus


dilakukan pendekatan atau pemeriksaan yang sangat teliti dan sistematis. Pemeriksa dan
penderita harsus menelusuri keluhan yang diderita dengan seksama. Evaluasi
mencangkup riwayat keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
4
penunjang.

2.4 Klasifikasi Cephalgia


Cephalgia dapat diklasifikasikan menurut ICHD II (International Classification
of Headache Disorders) oleh organisasi IHS (International Headache Society) menjadi
nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder, dan nyeri kepala neuralgia kranial tengah
beserta nyeri wajah primer lainnya.
1. Nyeri kepala primer :
a. Migren
b. Tension type headache
c. Nyeri kepala klaster
d. Nyeri kepala primer lainnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


2. Nyeri kepala sekunder
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskuler intracranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withrawalnya
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau
cranial lainnya
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.

3. Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer

2.5 Nyeri Kepala Primer


Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit
utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut
ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu: 2 Migren, Tension
Type Headache, Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania, serta Other
primary headaches.

2.5.1. Migren
2.5.1.1 Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 sampai 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas,
dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.5.1.2 Etiologi Migren
Migren diduga bersifat neurovaskular, namun hal tersebut masih diperdebatkan.
Pada migren, terdapat faktor genetik yang memiliki peranan yang cukup penting untuk
mencetuskan serangan migren.4 Berbagai faktor pemicu serangan migren, seperti stress,
terutama setelah stress berakhir, misalnya pada akhir minggu atau hari libur, latihan fisik
yang berlebihan, cuaca panas, konsumsi alkohol, dan konsumsi beberapa makanan
tertentu yang dapat menjadi pencetus terjadinya serangan migrain, misalnya keju, cokelat,
anggur merah, MSG, dan lainnya. Selain itu, faktor hormonal juga mempengaruhi
terjadinya migren.

2.5.1.3 Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral,
mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala
biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2) Migren tanpa aura
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Nyeri kepalanya hampir
sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan
bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.

2.5.1.4 Patofisiologi 4
i). Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut
yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak
di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas
observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan
teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan nyeri
kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


mengurangi nyeri kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk
nyeri kepala.

ii). Teori Neurovaskular dan Neurokimia


Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan
CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri
kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang
terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam
jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam
sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem
urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan
berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi.
Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah
hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai
vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.
Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang tidak mengalami serangan mengalami
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang
diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas
ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan
yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat
serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur
trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migren.Mekanisme migren berwujud
sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur
nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian
akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen
pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

iii). Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang
menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang
supresi neuron dengan pola yang sama membentuk irama vasodilatasi yang diikuti

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino
eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan
pelepasan neurotransmiter lagi.

Gambar 1. Patofisiologi Migrain


CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga
mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus
trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi.
Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP)
dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya
menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada
kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa
mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik,
dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-
hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin,
misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migren dengan efektif.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


2.5.1.5 Manifestasi Klinis 4
a. Migren tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.
b. Migren dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum nyeri kepala dimulai (suatu periode yang disebut
aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu
makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya
penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang
berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah
benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita
merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya.
Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum nyeri kepala dimulai,
tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya nyeri kepala. Nyeri karena migren
bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki
teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan
lokasi nyeri kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migren bisa sering
terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu,
bulan bahkan tahun. Migren dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
1. Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit atau malas berbicara.
2. Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien
untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala
dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal
pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


3. Fase III nyeri kepala
Fase nyeri kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa
jam dalam satu hari atau beberapa hari.
4. Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.

2.5.1.6 Diagnosis
1. Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

2. Migren dengan aura


Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.Yang
berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, kemudian menghilang
sempurna yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversible
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60 menit
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

2.5.1.7 Penatalaksanaan Migren


Sasaran pengobatan tergantung pada lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta,
derajat disabilitas serta respons awal dari pengobatan yang mungkin pula ditemukan
penyakit lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Oleh karena itu harus hati-
hati memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan
atau intravena.Tatalaksana pengobatan migren dibagi menjadi 3 kategori:2
1. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola tidur, makanan, stress
dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca berada ditempat
yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
2. Terapi abortif
Abortif non spesifik: Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat atau
berespons baik terhadap obat yang sama dapat dipakai: analgetik, NSAID (oral). Obat-
obatan yang dapat diberikan:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


a. Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam
b. Aspirin 500-1000 mg /4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari Ibuprofen 400-800 mg/6 jam,
dosis maksimal 2,4 g/hari
c. Naproxen sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis maksimal 1,5 g/hari Diklofenak
potasium (powder) 50 mg-100 mg/hari dosis tunggal
d. Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau bersamaan dengan
pemberian analgetik, NSAID atau ergotamine derivate menghilangkan nyeri disertai
mual, muntah, dan memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat dalam
usus dan efektif dikombinasikan dengan dihidroergotamin i.v.
e. Ketorolac 60 mg i.m./15-30 menit. Dosis maksimal: 120 mg/hari.
f. Butorphanol spray (1 mg) sediaan nostril, dapat diulang 1 jam lagi. Maksimal 4
spray/hari. Penggunaan terbatas 2 kali seminggu
g. Prochlorperazine 25 mg oral atau suppose. Dosis maksimal 3 dosis per 24 jam
h. Steroid merupakan "drug of choice" untuk status migrainosus seperti deksametason,
metilprednisolon

Abortif spesifik: Bila tidak berespon terhadap analgetik/NSAID, dipakai obat spesifik
seperti: triptans (naratripants, rizatriptan,sumatriptan,zolmatriptan). Dihidroergotamin
(DHE), obat golongan ergotamin.

Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria ini:2
1. Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan
2. Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala nyeri
kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3. Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan.
4. Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi dalam
waktu atau pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Berikut obat-obatan yang digunakan untuk terapi migren:2
i. Analgetik: Obat pilihan pertama untuk serangan migren ringan dan sedang adalah
analgetik. Untuk mencegah drug overuse headache penggunaan analgetik tunggal
sebaiknya tidak lebih dari 15 hari per bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak
lebih dari 10 hari dalam sebulan.
ii. Antiemetik: Penggunaan antiemetik pada serangan migren akut direkomendasikan untuk
pengobatan nausea dan potensial emesis karena diasumsikan bahwa obat-obat
antiemetik ini meningkatkan resorpsi analgetik. Metoklopramid 20 mg
direkomendasikan untuk dewasa dan remaja. Untuk anak anak sebaiknya diberikan
domperidon 10 mg karena kemungkinan timbulnya efek samping ekstrapiramidal pada
penggunaan metoklopramid.
iii. Alkaloid ergot: Penelitian komperatif melaporkan bahwa triptan memiliki efikasi yang
lebih baik daripada alkaloid ergot. Keuntungan penggunaan alkaloid ergot adalah angka
rekurensinya lebih rendah pada beberapa pasien. Oleh karena itu, obat golongan ini
sebaiknya penggunaan terbatas pada pasien dengan serangan migren yang sangat
panjang atau dengan rekurensi yang reguler. Senyawa satu-satunya yang memiliki bukti
efikasi yang cukup adalah ergotamin tartrat dan dihidroergotamin 2 mg (oral dan
suppositoria). Alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat
pada dosis yang sangat rendah. Oleh karena itu, panggunaannya harus dibatasi hanya
sampai 10 hari saja perbulan. Efek samping terutama adalah nausea, muntah, parestesi
dan ergotisme. Kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dan serebrovaskuler, penyakit Raynaud, hipertensi, gagal ginjal,
kehamilan, dan masa laktasi.
iv. Triptans (5-HT1B/1D-agonists): Untuk migren sedang sampai berat atau migren ringan
sampai sedang yang tidak responss terhadap analgesik atau NSAIDs. Sumatriptan s.c.
lebih efektif karena cepat mencapai terapeutik efek (±15 menit) pada 70-82% penderita.
Penderita harus mencoba satu macam obatuntuk 2-3 kali serangan sebelum ingin
menukar obat dengan jenis triptan lain.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Tabel 2. Jenis Obat untuk Migrain

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Terdapat juga profilaksis terhadap migren, tujuan terapi profilaksis migren
mencakup: 2
1. Mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan
2. Meningkatkan respons pasien terhadap pengobatan akut
3. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari serta mengurangi disabilitas
4. Mencegah penggunaan analgesik berlebihan
5. Mengurangi biaya pengobatan.

Indikasi kriteria pemberian terapi profilaksis berdasarkan: 2


1. Apabila serangan migren mempunyai dampak sangat buruk pada kehidupan sehari
harinya, meskipun pasien telah mendapat pengobatan akut maupun perubahan pola
hidup dan menghindari faktor pencetus

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


2. Frekuensi Serangan migren terlampau sering sehingga pasien berisiko jatuh pada
ketergantungan obat migren akut yang bisa menjadi drug overused.
3. Serangan nyeri kepala migren moderate-severe lebih dari 3 hah per bulan, dengan
pengobatan akut tidak efektif.
4. Serangan nyeri kepala migren lebih dari 8 kali sehari, meskipun pengobatan
akutnya efektif (Hal ini bisa jatuh ke drug overused headache).
5. Serangan berulang > 2x/minggu yang mengganggu aktivitas, meskipun telah
diberikan pengobatan akut yang adekuat.
6. Nyeri kepala migren yang sering atau berlangsung > 48 jam.
7. Pengobatan akut gagal/tidak efektif.
8. Ada kontraindikasi obat, efek samping obat akut muncul.
9. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, contohnya nigren basiler
hemiplegik, aura yang memanjang.
10. Keinginan permintaan penderita sendiri.

Formula Profilaksis Migren:2


 Pemakaian obat dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go
slow) sampai dosis efektif. Efek klinis setelah 2-3 bulan.
 Pendidikan terhadap penderita.
 Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping

Evaluasi: Headache diary merupakan suatu gold standard evaluasi serangan,


frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respons obat.Terapi profilaksis migren
dianggap berhasil bila frekuensi serangan migren menurun 50% perbulan selama 3
bulan.2
Kriteria pengehentian pengobatan profilaksis migren:2
 Adanya efek samping obat
 Obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata dalam 1 bulan pemberian, dapat
diganti dengan jenis obat lain
 Pasien menunjukkan pengurangan nyeri, frekuensi serangan dan waktu harinya
sebanyak 50% atau lebih

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


 Jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6-12 bulan maka pengobatan
profilaksis dihentikan secara tappering off.

Tabel 3.Obat-obatan yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis migren.2

2.5.2 Tension Type Headache


2.5.2.1 Definisi Tension Type Headache (TTH)
Nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit sampai hari,
dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai
berat, dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya
tidak menonjol. Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


2.5.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Risiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot
yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.8

2.5.2.3 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah :
1. Tension Type Headache episodik.
Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15
hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama
30 menit – 7 hari.
2. Tension Type Headache kronik
Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15
hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.7

2.5.2.4 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)


Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan
hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi
sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa
disertai iskemia otot,
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi
molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan
miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas
otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan
miofasial.
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan
korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit
activity.
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan
hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak,
dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan
eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada
TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi
struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri.
8. Aktivasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Bila pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu nyeri kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun
yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium
masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah
nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh
darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan
merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu
alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga
merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan
menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan
berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron
akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.7,8

2.5.2.5 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


i). Tension-type headache episodik yang infrequent
Nyeri kepala episodik yang infrequent berlangsung beberapa menit sampai
beberapa hari.Nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan
sampai sedang.Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan mual
tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia. Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata < 1 hari/bulan
(<12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan/mengikat (kualitas tidak berdenyut)
3. Intensitasnya ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia,
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

ii). Tension-type headache episodik yang frequent


Nyeri kepala berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala
bilateral menekan atau mengikat, tidak berdenyut. Intensitas ringan atau sedang, tidak
bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah, tetapi mungkin
terdapat fotofobia/fonofobia. Kriteria Diagnostik:2
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama paling
tidak 3 bulan (12-180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala yang memiliki paling tidak 2 dari karakteristik, berikut:
1. Lokasinya bilateral
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin seperti berjalan atau
naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Fotofobia dan fonofobia secara bersamaan.
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

iii). Tension-type headache kronik


Nyeri kepala yang berasal dari tension type headache episodik dengan serangan
tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala yang lebih sering yang berlangsung
beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifat bilateral, menekan atau
mengikat dalam kualitas dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri. Tidak bertambah
berat dengan aktivitas fisik rutin. Kemungkinan terdapat mual, fotofobia atau fonofobia
ringan. Kriteria Diagnostik:2
A. Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( ≥180 hari/ tahun) dan
juga memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus-menerus.
C. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Ringan atau sedang.
4. Tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin.
D. Tidak didapatkan:
1. Lebih dari satu: fotofobia, fonofobia atau mual yang ringan.
2. Mual yang sedang atau berat, maupun muntah.
E. Tidak ada kaitan dengan penyakit lain.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


2.5.2.6 Penatalaksanaan Tension Type Headache
Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu terapi farmakologis, terapi
nonfarmakologis, dan terapi preventif. Prinsip penanganan tension type headache:2
1. Terapi tension-type headache meliputi modifikasi gaya hidup untuk mengurangi
kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi non farmakologis, dan terapi
farmakologis akut maupun profilaksis
2. Tahap awal penting pada tata laksana tension-type headache adalah edukasi
mengenai faktor pencetus dan implementasi tatalaksana stres dan latihan untuk
mencegah/mengurangi tension-type headache.
3. Tension-type headache akut membaik dengan sendirinya atau dikeiola dengan
analgetik yang dijual bebas seperti asetaminofen, NSAID atau asam asetilsalisilat.
Kombinasi dengan kafein juga efektif.
4. Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy dan
pemijatan.
5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan dengan
pekerjaan, sekolah dan kualitas hidup, dan/atau penggunaan analgetik yang dijual
bebas meningkat (>10—15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi
antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dan nortriptilin.

Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu:2


1. Analgetik: aspirin 1000 mg/hari, asetaminofen 1000 mg/hari, NSAIDs (Naproxen
660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hari, asam
mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi
gastrointestinal, penyakit ginjal dan hepar, gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
3. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Pada tipe kronis, terapi yang digunakan:2
1. Antidepresan:
Jenis trisiklik: amitriptyline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache. Obat ini mempunyai efek analgetik dengan cara
mengurangi firing rate of trigeminal nucleus caudatus. Dalam jangka lama semua trisiklik
dapat menyebabkan penambahan berat badan (merangsang nafsu makan), mengganggu
jantung, hipotensi ortostatik dan efek antikolinergik seperti mulut kering, mata kabur,
tremor dan dysuria, retensi urin, konstipasi.
2. Antiansietas:
Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita dengan
komorbid ansietas. Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan
obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepalanya.

Tabel 4. Obat-obat untuk TTH.2

* Kombinasi dengan kafein 65-200 mg meningkatkan efikasi ibuprofen dan parasetamol,


namun juga berisiko terjadinya medication-overuse headache

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


II. Terapi Nonfarmakologis:2
1. Terapi fisik (latihan postur dan posisi; masase, ultrasound, manual terapi,
kompres panas/dingin; akupuntur TENS / transcutaneus electrical
stimulation)
2. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
3. Behaviour Treatment: Bisa dilakukan biofeedback, stress management
therapy, reassurance, konseling, terapi relaksasi, cognitive-behavioural
therapy. Harus diberikan penerangan yang jelas mengenai patofisiologi
sederhana dan pengobatannya serta tension-type headache bukanlah penyakit
yang serius seperti tumor otak, perdarahan otak dan sebagainya sehingga
dapat mengurangi ketegangan penderita.

III. Terapi preventif farmakologis


Terapi ini perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat serangan nyeri
kepala pada Tension-type headache episodik dan serangan yang lebih dari 15 hari
dalam satu bulan (Chronic tension-type headache).2 Indikasi terapi preventif:2
1. Terapi preventif direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat nyeri kepala
> 4 hari/bulan atau tidak ada respons terhadap terapi simtomatis, bahkan bila
frekuensi nyeri kepalanya rendah
2. Terapi dinyatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan dan/atau derajat
keparahan minimal 50%
3. Identifikasi faktor pencetus dan yang mengurangi nyeri kepala, jika
memungkinkan juga berperan dalam mengurangi frekuensi serangan.
4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi (missal:
penggunaan amiltripyline dikontraindikasikan pada hipertrofi prostat dan
glaukoma)
5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat
6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi pada dosis
rendah yang efektif dan ditoleransi dengan baik
7. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat seharusnya
diminum, efikasi dan efek sampingnya. Pasien disarankan untuk mencatat
serangan nyeri kepala pada diary nyeri kepala untuk mengetahui frekuensi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


dan durasi nyeri kepala, gangguan fungsional, jumlah obat simtomatis yang
diminum, efikasi terapi prevensi dan efek samping yang mungkin muncul.

Prinsip-prinsip pemilihan pengobatan:2


1. Obat berdasarkan efektivitas lini pertama, efek samping dan komorbid
penderita.
2. Mulai dengan dosis rendah, dinaikkan sampai efektif atau tercapai dosis
maksimal.
3. Obat diberikan dalam jangka waktu seminggu atau lebih.
4. Bisa diganti dengan obat lain bila obat pertama gagal,
5. Sedapat mungkin monoterapi.

Tabel 5. Rekomendasi terapi profilaksis utuk pasien tension-type headache.2

2.5.2.7 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH
biasanya mudah diobati sendiri.
Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 %
pasien dapat disembuhkan. Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala
yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesic seperti aspirin, asetaminofen
dll.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


BAB 3
KESIMPULAN

3.1 Penutup
1. Sefalgia atau nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada
daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher.
2. Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi
nyeri kepala primer dan sekunder.
3. Prevalensi nyeri kepala didapatkan 78% nyeri kepala berupa tension type
headache, dan migrain sebanyak 16 %. Sisanya menderita nyeri kepala
sekunder.
4. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit
utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik.
5. Nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu: Migren, Tension
Type Headache, Cluster Headache, Chronic Paroxysmal Hemicrania, Other
primary headaches
6. Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 sampai
72 jam, bersifat unilateral, berdenyut, intensitas sedang sampai berat dan
diperhebat oleh aktivitas, dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
7. Migren dapat terbagi menjadi migren dengan aura dan tanpa aura.
8. Tatalaksana migren adalah dengan terapi abortif non spesifik yaitu analgetik,
NSAID (oral) dan abortif spesifik yaitu pengobatan dengan triptans
(naratripants, rizatriptan,sumatriptan,zolmatriptan), Dihidroergotamin (DHE),
dan obat golongan ergotamin.
9. TTH adalah nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam hitungan menit
sampai hari, nyeri seperti rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat,
dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta
nya tidak menonjol.
10. Tension Type Headache (TTH) diklasifikasi menjadi TTH Episodik dan TTH
Kronik.
11. Penatalaksanaan TTH dibagi menjadi tiga yaitu terapi farmakologis, terapi
nonfarmakologis, dan terapi preventif
12. Nyeri kepala TTH dapat sembuh dengan terapi obat analgesia dan progonis
penyakit ini baik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


DAFTAR PUSTAKA

th
1. Rooper AH, Samuel MA, Klein JP. Adams and Victor’s principles of neurology. 10
edition. New York: McGraw-Hill; 2014.
2. PERDOSSI. Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri kepala Konsensus nasional IV.
Surabaya: Pusat Penerbitan FK UNAIR.
3. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery illustrated.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 1997.
4. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2008.
th
5. Sherwood L. Human physiology: from cell to systems. 7 edition. Belmont:
Brooks/Cole Cengage Learning; 2010.
rd
6. IHS. International Classification of Headache Disorders 3 edition. Sage
2013:33(9):629.
7. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors.
rd
Harrison;s neurology in clinical medicine. 3 edition. New York: McGraw Hill;
2013.
nd
8. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 edition. New York:
McGraw Hill; 2012.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

Anda mungkin juga menyukai