MIGRAINE
Disusun Oleh:
Pembimbing
PUSKESMAS REMBANG II
2019
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Migrain adalah salah satu jenis nyeri kepala primer yang diklasifikasikan
oleh International Headache Society (IHS) dan merupakan penyebab nyeri kepala
primer kedua setelah Tension Type Headache (TTH).
B. Etiologi
4. Stres
C. Anatomi
D. Klasifikasi
G. Diagnosis
1. Migren dengan aura
Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut
: (1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur –
angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit,
(4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak
mencapai 60 menit.
2. Migren tanpa aura
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala
seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72
jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi
berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas,
(3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
3. Migren Hemiplegik familial
Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik
yang sama seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota
keluarga terdekatnya mempunyai riwayat migren yang sama
4. Migren basilaris
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari
kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan
tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini:
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Disartia
Vertigo
Tinitus
Penurunan pendengaran
Diplospi
Ataksia
Parastesia bilateral
Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
5. Migren aura tanpa nyeri kepala
Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa
diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang
berumur lebih dari 40 tahun.
6. Migren dengan awitan aura akut
Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit.
Kriteria diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura,
dimana gejala neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit,
nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan
pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung
sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia.
Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi
dan pemeriksaan jantung serta darah.
7. Migren oftalmoplegik
Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang
berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan
tidak didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari
sekurang-kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan
VI serta tidak didapatkan kelainan serebrospinal.
8. Migren retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau
buta tidak lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri
kepala atau tidak. Gangguan ocular dan vascular tidak dijumpai.
9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan
secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat
dengan lesi intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial
akan diikuti oleh hilangnya serangan migren.
H. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menegakkan diagnosis
migraine. Gejala migren yang timbul perlu diuji dengan melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan
kemungkinan lain yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan lanjutan
tersebut adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit
struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama
dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan
mempersulit pengobatannya.
2. Pencitraan
CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta
derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit
kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak
merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang
sama disertai gejala neurologis kontralateral.
3. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit
kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala
rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum
dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk
menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan
intracranial.
I. Terapi
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi
media humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah
vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM
diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam.
Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul.
Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal
adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4
semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah,
trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.
Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan
pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan
pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat – obat
lain. Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin
hidroklorida, pizotifen, dan propranolol
Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan
menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus
menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis
dan farmakologis.
Terapi nonfarmakologis meliputi:
a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya
b. mekanisme penyakit
c. pendekatan terapeutik, dan
d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan
migraine.
e. Tidur yang teratur
f. Makan yang teratur
g. Olahraga
h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan
pemicu.
Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga
keteraturan hidup (regularity of habits), daripada membatasi beragam
makanan dan aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari
otak terhadap pemicu-pemicu pada waktu tertentu. Ketidakpastian ini
mengakibatkan banyak penderita menjadi putus asa menghadapi fakta bahwa
berbagai upaya yang dilakukannya untuk menghindari terpicunya serangan
migren memberikan hasil yang berbeda pada hari yang berlainan. Penting
dijelaskan pada penderita sifat alamiah dari variabilitas tersebut diatas. Saat
ini telah dipublikasikan evidence-based review dari pendekatan
nonfarmakologis dalam terapi migraine.
Terapi Farmakologis
Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi: obat yang
diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang
bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi
preventif), dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat
kemunculannya (terapi abortif).
Terapi untuk menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi
menjadi: terapi nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific
treatments).
Yang tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti:
a. Aspirin
b. Acetaminophen
c. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)
Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang baik
menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan. Terdapat
sejumlah kunci bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan NSAID, setelah
terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan penderita dan kontraindikasi:
obat harus diminum sesegera mungkin begitu komponen nyeri kepala dari
serangan mulai dirasakan; dosis obat harus adekuat, sebagai contoh, 900 mg
aspirin, 1000 mg acetaminophen, 500 sampai 1000 mg naproxen, 400 sampai
800 mg ibuprofen, atau kombinasinya dengan dosis yang memadai.
Penambahan menggunakan antiemetik atau obat yang meningkatkan motilitas
gaster dapat meningkatkan absorpsi obat utama, sehingga juga akan
membantu meredakan serangan. Penggunaan yang terlalu sering dari
kelompok obat-obatan ini harus dihindari; sebagai contoh, penggunaan tidak
boleh melebihi dua sampai tiga hari dalam seminggu, dan catatan harian
(headache diary) penderita perlu diperiksa dan dipantau untuk mengetahui
adanya peningkatan penggunaan obat-obatan. Yang penting diketahui adalah
bahwa tingkat keparahan serangan migraine dan responnya terhadap
pengobatan dapat berubah-ubah; sehingga suatu ketika penderita dapat hanya
memerlukan satu macam obat, sementara dilain waktu dapat memerlukan
sejumlah macam obat untuk mengatasi serangan yang lebih berat.
d. Opiat .Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya
meredam nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang
melatarbelakangi serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif;
penggunaannya juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada sebahagian besar
penderita tidak memberikan khasiat yang melebihi obat spesifik untuk
migraine (migraine-specific therapy).
e. Analgetik kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam
gangguan nyeri.
Sedangkan terapi spesifik yang meliputi:
a. Derivat Ergon
Kelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine)
adalah biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah panjang
penggunaannya. Kekurangannya adalah aspek farmakologinya yang
kompleks, farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan (erratic
pharmacokinetics), kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif, efek
vasokonstriktor menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap, yang dapat
menimbulkan gangguan vaskular yang merugikan, serta adanya resiko tinggi
terjadinya overuse syndromes dan rebound headaches.
b. Triptan
Dibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak
kelebihan terutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang
jelas dan konsisten, aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian
(evidence-based prescription instructions), efikasi yang telah dibuktikan
melalui sejumlah uji klinis (well-designed controlled trials), efek samping
berderajat sedang, dan tingkat keamanan pemakaian yang telah diketahui
(well-established safety record). Kekurangan yang paling penting dari
golongan triptan adalah biaya pengobatan yang tinggi dan keterbatasan
penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular termasuk
perdarahan subarachnoid dan menginitis.
Terapi Preventif
Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine
sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan
pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan
resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga
keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif
menggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang
mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat untuk
mendapatkan terapi preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas lebih
baik untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu
keadaan menjadi lebih buruk meliputi:
• serangan migraine menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya dua kali
per bulan,
• penderita berisiko mengalami rebound headache, atau
• isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trend yang
jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.
Tidaklah jelas bagaimana mekanisme dari terapi preventif bekerja,
meskipun tampaknya melalui cara memodifikasi sensitivitas otak yang
mendasari terjadinya migraine.
Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak satu
sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif;
namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapi
preventif perlu menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah hari nyeri kepala
mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi
pertimbangan yang serius. Pilihan medikamentosa disajikan pada Tabel 3, dan
pembuktian penggunaannya telah mendapatkan penelusuran luas.
Sering kali dosis yang dibutuhkan dalam upaya menurunkan frekuensi
serangan nyeri kepala dapat sampai menimbulkan efek samping yang nyata
dan tidak dapat ditoleransi penderita. Masing-masing obat pilihan harus
dimulai pemberiannya dengan dosis rendah, dan dosis selanjutnya perlu
dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum; dalam hal ini penderita
perlu diberitahukan bahwa pendekatan terapeutik seperti ini seringkali
memperpanjang waktu tercapainya efikasi yang diharapkan.
Rata-rata, sebanyak duapertiga penderita yang mendapatkan salah satu dari
obat-obatan dalam Tabel 3 tersebut akan mengalami penurunan frekuensi
serangan sakit kepala sebanyak 50%. Klinisi perlu menjelaskan efek samping
dari obat-obatan tersebut diatas serta melibatkan penderita dalam proses
pengambilan keputusan pengobatan. Hindari penggunaan methysergide,
setidak-tidaknya pada permulaan penanganan, oleh karena potensi
komplikasinya yang berupa fibrosis; dan menerangkan pula potensi
teratogenik dari divalproex (valproate).
J. Komplikasi
1. Status Migren
Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam walaupun telah
diobati sebagaimana mestinya. Telah diupayakan memberi obat yang
berlebihan namaun demikian nyeri kepala tidak kunjung berhenti. Contoh
pemberian obat yang berlebihan misalnya minum ergotamin setiap hari lebih
dari 30 mg tiap bulan, aspirin lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per
bulan, dan telah mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya
setiap bulannya.
2. Infark Migren
Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang
terjadi sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan
pemeriksaan CT scan menunjukkan hipodensitas yang nyata. Sementara itu
penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.
K. Prognosis
Prognosis migren dapat sembuh sempurna dengan menghindari faktor
pencetus dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan penelitian dalam
beberapa tahun terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien riwayat
migren meningkat. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang
dengan riwayat migraine.
BAB III
LAPORAN KASUS
No. RM : 009xxx
Umur : 37 tahun
I Anamnesis
A. Keluhan Utama
Riwayat DM : disangkal
Riwayat DM : disangkal
II Pemeriksaan Fisik
D. Status Interna
• Kepala : mesochephale
• Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
• Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
• Mulut : bibir kering (-),sianosis (-)
• Telinga : normotia, sekret (-/-)
• Leher : simetris, pembesaran KGB (-)
• Thorax :
Paru
Inspeksi :Simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus codis tak tampak
Perkusi :-
Kesan: Normal
Abdomen
Inspeksi : Datar, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+),hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior Inferior
E. Status Neurologi
a. GCS : E4V5M6
b. Meningeal Sign :
i. Brudzinski I-IV : DBN
ii. Laseque : DBN
c. N. Craniales
i. N. Olfaktorius : tidak dilakukan
ii. N. Opticus :
1. Visual Acuity : DBN
2. Visual Field : DBN
3. Warna : DBN
4. Funduskopi : tidak dilakukan
iii. N. Oculomotor, N. Abducens, N. Trochlearis : DBN
iv. N. Trigeminus :
1. Sensorik : DBN
2. Motorik :
Rapat gigi : Normal
Buka Mulut : DBN
Gigit tongue spatel : tidak dilakukan
Gerak rahang : DBN
v. N. Facialis :
1. Motorik :
Diam : DBN
Bergerak : DBN
2. Sensorik : Tidak dilakukan
vi. N. Stato-akustikus : DBN
vii. N. Glossopharyngeus & N Vagus:
1. Menelan air : DBN
2. Suara parau : DBN
viii. N. Accessorius : DBN
ix. N. Hypoglossus :
1. Diam : DBN (tidak ada fasikulasi)
2. Bergerak : DBN
d. Motorik
i. Observasi : datang sendiri, pucat
ii. Palpasi : tidak ada atrofi, kenyal padat normal
iii. Perkusi : normal (cekung 1-2 detik)
iv. Tonus : normo tonus , kuat tonus atas 5/5, bawah 5/5 (dgn
nyeri)
v. Kekuatan otot :
1. Ex atas : tidak dilakukan
2. Ex bawah :
M. Iliopsoas : DBN
M. Quadriceps : DBN
M. Hamstring : DBN
M. Tibialis Anterior : DBN
M. Gastrocnemius : DBN
M. Soleus : DBN
e. Sensorik
i. Protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN
ii. Propioseptif (gerak/posisi, getar tekan) : DBN
iii. Kombinasi :
1. 2 point tactile : DBN
2. Sensory extinction : DBN
3. Loss of Body image : DBN
iv. Reflek Fisiologi
1. BHR : DBN
2. Cremaster : tidak dilakukan
v. Reflek tendon : DBN
f. Reflek Patologis :
i. Babinski : -/-
ii. Chaddock : -/-
iii. Oppenheim : -/-
iv. Gordon : -/-
v. Stransky : -/-
vi. Gonda : -/-
vii. Schaeffer : -/-
viii. Rossolimo : -/-
ix. Mendel-Bechtrew : -/-
x. Hoffman : -/-
xi. Tromner : -/-
g. Px Cerebellum :
i. Koordinasi : tidak dilakukan
ii. Keseimbangan : tidak dilakukan
iii. Berjalan / gait : tidak dilakukan
iv. Tonus : DBN
v. Tremor : DBN
h. Px fungsi luhur : tidak dilakukan
i. Tes sendi sakro iliaka :
i. Patrick’s : -/-
ii. Kontra patrick’s : -/-
j. Tes Provokasi n. Ischiadicus :
i. Laseque : -/-
ii. Sicard : -/-
iii. Reverse laseque : -/-
iv. Bragard’s : -/-
v. Doorbell’s : -/-
III ASSESMENT
IV PLANNING
A. Diagnosa
CT scan kepala tanpa kontras
EEG
B. Therapi :
Domperidon 10 mg (jika mual)
Na Diklofenak 25 mg 3x1
C. Monitoring : Keadaan Umum + Vital Sign (Tensi)
D. Edukasi :
Istirahat
Kurangi faktor pencetus stress
Makan makanan bergizi
BAB IV
KESIMPULAN
Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat
disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.
Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura,
migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan
gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren
yang tidak terklasifikasikan. Diagnosis migren dapat ditemukan dengan
memperhatikan ciri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migren diatas. Selain itu
dibutuhkan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan
mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi
preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan
dengan obat-obatan serangan akut (terapi abortif).
Diharapkan di kemudian hari akan lebih banyak penelitian-penelitian
tentang migrain agar dapat mencegah terjadinya migrain dan mencegah terjadinya
komplikasi. Oleh sebab itu perbaikan dan pembuatan tutorial ini perlu dilakukan
di kemudian hari untuk meningkatkan wawasan para calon-calon dokter mengenai
migrain. Penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam tutorial ini dan
semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA