Anda di halaman 1dari 26

Referat

RHINITIS AKUT

Disusun oleh:

Awrel Sevtia, S.Ked 04054822022039


Imaniar Kusuma, S.Ked 04054822022074
Rizka Dwi Patriawati, S.Ked 04054822022156
Mutiara Tri Florettira, S.Ked 04054822022182
Ghina Kartika, S.Ked 04084821921065

Pembimbing:
dr. Andrey Dwi Anandya, Sp.T.H.T-K.L

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Judul
RHINITIS AKUT
Oleh:

Imaniar Kusuma, S.Ked 04054822022074


Awrel Sevtia, S.Ked 04054822022039
Rizka Dwi Patriawati, S.Ked 04054822022156
Mutiara Tri Florettira, S.Ked 04054822022182
Ghina Kartika, S.Ked 04084821921065

Telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher (THT-KL) RSUP Dr. Moh. Hoesin Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 24 Februari – 30 Maret
2020.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Rhinitis Akut” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian THT RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini,
terutama kepada yang terhormat dr. Andrey Dwi Anandya, Sp.T.H.T-K.L atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam pembuatan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan. Akhir kata, semoga referat ini membawa manfaat bagi banyak
pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.

Palembang, Maret 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung.................................................................................................2

2.2 Fisiologi Hidung.................................................................................................6

2.3 Rhinitis Akut......................................................................................................9

2.3.1. Definisi....................................................................................................9

2.3.2. Epidemiologi ..........................................................................................9

2.3.3. Klasifikasi.............................................................................................12

2.3.4. Etiologi dan Manifestasi Klinis.............................................................14

2.3.5. Patofisiologi..........................................................................................15

2.3.6. Diagnosis...............................................................................................17

2.3.7. Penatalaksanaan....................................................................................18

2.3.8. Komplikasi............................................................................................19

BAB III PENUTUP..............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-
gejala rinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum rasa tidak
enak badan dan suhu tubuh meningkat dengan faktor predisposisi seperti faktor
eksternal yaitu suhu lingkungan atau faktor internal yaitu daya tahan tubuh.
Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung akut (<12
minggu).
Secara garis besar, rinitis dibagi kepada 2 bagian yaitu rinitis nonalergik dan

alergi. Gejala-gejala hidung yang berlangsung kronis tanpa penyebab alergi

disebut rinitis nonalergik. Sedangkan bila didapati adanya penyebab alergi

(alergen) dikenal dengan rinitis alergik.1


Karektieristik gejala pada rinitis
nonalergik sering susah dibedakan dengan rinitis alergik. Oleh karena itu, hasil
negative dari tes sensitivitas yang diperantarai Ig-E terhadap aeroallergen yang
releven, penting untuk menkonfirmasi diagnosis.1 Dan perlu diketahui bahwa tes
kulit positif pada aeroallergen yang tidak relevan dapat terjadi pada rinitis
nonalergik.1
Rinitis nonalergi dapat juga disebabkan oleh infeksi dibagi atas dua bagian
besar, yaitu rinitis akut dan rinitis kronis. Rinitis akut terdiri dari rinitis virus,
rinitis bakteri, dan rinitis iritan. 2 sedangkan yang termasuk rinitis kronis adalah
rinitis simplek kronis, rinitis hipertrofi, rinitis atrofi (ozaena), rinitis sika, dan
rinitis kaseosa.2 hampir setengah dari pasien yang datang dengan gejala-gejala
hidung tersebut diatas, menderita rinitis akut.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung3


Dua cavitas nasi merupakan bagian yang paling atas dari sistem respiratorium
dan terdiri dari reseptor-reseptor olfactorium/epithetheilocytus neurosensorius
olfactorius. Struktur-struktur tersebut merupakan ruangan berbentuk baji yang
memanjang dengan basis di inferior yang besar dan sebuah apeks di superior yang
sempit dan dipertahankan terbuka oleh suatu kerangka yang terutama terdiri dari
tulang dan tulang rawan.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1)
pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (tip), 4)
alanasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (naresanterior). Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan (Gambar 1) yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dan 1) tulang hidung (Os nasal), 2) prosesus frontalis
os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkankerangka tulang rawan terdiri
dan beberapapasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1)
sepasang kartilagonasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilagonasalis lateralis
inferior yang disebut jugasebagai kartilago alar mayor dan 4) tepianterior kartilago
septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi di bagian depan disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi
dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi dan
tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrise.

2
Gambar 1. Kerangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung Luar 4
Sumber: Sobotta Atlas of Human Anatomy

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaltu dinding lateral, medial,
inferiordan superior. Pada dinding lateral terdapat 4 konka, dari yang terbesar sampai
yang terkecil adalah konka inferior, konka media, konka superior, dan konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimeter. Di antara konka-konka dan dinding
lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.
Berdasarkan letaknya, terdapat tiga meatus yaitu meatus superior, meatus
medius, dan meatus inferior. Meatus superior terletak di antara konka superior dan
konka media. Di daerah ini terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid
anterior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung. Pada daerah ini terdapat muara duktus nasolakrimalis
(Gambar 2).4

3
Gambar 2. Potongan coronal hidung.4

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian atas dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan bagian
posterior dibentuk oleh os vomer. Bagian tulang rawan yaitu kartilago septum
(lamina kuadrangularis) dan kolumela. Pada bagian tulang rawan septum dilapisi
perikondrium, bagian tulang dilapisi periosteum, sedangkan bagian luar dilapisi
mukosa hidung.5

4
Gambar 3. Nasal septum4
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila
dan os palatum (permukaan atas palatum durum). Dinding superior atau atap hidung
yang sempit dibentuk oleh lamina kribosa, yang memisahkan rongga tengkorak dari
rongga hidung. Lamina kribosa merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid,
tulang ini berlubang-lubang tempat masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk os sfenoid.5
Kompleks Ostiomeatal (KOM) adalah celah pada dinding lateral hidung yang
dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi yang membentuk
KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula
etmoid, agger nasi, dan resesus frontal. KOM adalah unit fungsional yang merupakan
tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang terletak di anterior yaitu sinus
maksila, etmoid anterior, dan frontal. Bila terjadi obstruksi pada KOM, maka akan
terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus yang terkait.5
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid anterior dan
posterior. Bagian bawah hidung diperdarahi oleh cabang arteri maksilaris interna,
yaitu ujung arteri palatina mayor, dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung
mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Bagian depan septum
terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior,
arteri labialis anterior, dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach
(little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai
nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena-vena ini
membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membrana mukosa.
Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior, dan sfenopalatina.5
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dan n.nasosiliaris, yang berasal dan
n.oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dan n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain
memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom

5
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dan n.maksila
(N. V-2), serabut parasimpatis dan n .petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf
simpatis dan n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan
sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi penghidu berasal dan
n.olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.5
Mukosa hidung berdasar histologik dan fungsional dibagi atas mukosa
pernapasan dan mukosa penghidu (olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada
sebagian besar rongga hidung berupa epitel torak berlapis semu yang mempunyai
silia dan di antaranya terdapat sel goblet. Pada bagian yang lebih sering terkena aliran
udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang berubah menjadi epitel skuamosa. 13
Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir pada permukaannya yang dihasilkan oleh kelenjar mukosa
dan sel-sel goblet. Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai arti penting
dalam mobilisasi palut lendir di dalam kavum nasi yang didorong ke arah nasofaring.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang tidak
bersilia. Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga
hidung di daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa hidung, hanya lebih tipis
dan sedikit mengandung pembuluh darah.5

2.2 Fisiologi6
Dalam keadaan idealnya, desain hidung internal menyediakan saluran yang
canggih untuk pertukaran udara yang laminer. Selama inspirasi hidung, terjadi
penyaringan partikel-partikel dan pelembaban udara dari luar oleh epitel bertingkat
torak semu bersilia (pseudostratified ciliated columnar epithelium). Lapisan hidung,
terutama pada konka inferior dan media mengandung lamia propia bervaskuler tinggi.
Arteriol-arteriol konka berjalan melewati tulang konka dan dikelilingi oleh pleksus

6
vena. Dilatasi arteri yang terjadi dapat memblok aliran balik vena, yang akhirnya
menyebabkan kongesti mukosal.
2.2.1. Fungsi Respirasi
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara
yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 370C. Fungsi pengatur suhu ini
dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang
terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh: rambut (vibrissae) pada
vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir
dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.

2.2.2. Fungsi Penghidu


Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap denganadanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat mencapi daerah ini dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik napas dengan kuat.3
Mukosa olfaktorius suatu bercak mukosa 3 cm 2 diatap rongga hidung,
mengandung 3 jenis sel: sel reseptor olfaktorius, sel penunjang, dan sel basal. Sel
penunjang mengeluarkan mukus, yang melapisi saluran hidung. Sel basal adalah
prekursor untuk sel reseptor olfaktorius baru, yang diganti sekitar 2 bulan. Sel
olfaktorius adalah neuron afferen yang bagian reseptornya terletak dimukosa
olfaktorius di hidung yang akson afferennya berjalan ke dalam otak. Akson sel-sel
reseptor olfaktorius secara kolektif membentuk saraf olfaktorius. Bagian reseptor dari
olfaktorius terdiri dari sebuah tombol yang membesar dan mengandung beberapa silia
panjang yang berjalan seperti jumbai ke permukaan mukosa.
Silia ini mengandung tempat untuk mengikat odoran, molekul yang dapat
dicium baunya. Selama bernafas tenang, odoran biasanya mencapai reseptor sensitif
hanya dengan difusi karena mukosa olfaktorius terletak terletak diatas jalur
normal aliran udara. Tindakan mengendus meningkatkan proses ini dengan menarik
arus udara ke arah dalam rongga hidung sehingga lebih banyak molekul odiriferus di

7
udara yang berkontak dengan mukosa olfaktorius. Odoran juga mencapai mukosa
olfaktorius sewaktu makan dengan menghembus ke hidung dari mulut melalui
faring (belakang tenggorokan).
Agar dapat dibaui, suatu bahan harus (1) cukup mudah menguap sehingga
sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan (2) cukup
larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mukus yang menutupi mukosa olfaktorius.
Seperti reseptor kecap, agar dapat terdeteksi oleh olfaktorius, molekul harus larut.4

Gambar 4. Bagian Rongga Hidung.3

2.2.3. Fungsi Fonetik


Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia yaitu
rhinolalia aperta yang terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di
hidung dan mulut. Yang paling sering terjadi karena stroke dan rhinolalia oklusa yang
terjadi akibat sumbatan benda cair (ketika pilek) atau padat (polip, tumor, benda
asing) yang menyumbat.

2.2.4. Refleks Nasal


Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan

8
reflex bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung, dan pancreas.
2.3 Rhinitis Akut
2.3.1 Definisi
Rinitis akut adalah radang pada mukosa hidung ya
ng berlangsung akut atau dalam
waktu kurang dari 12 minggu, dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri, ataupun iritan,
yang sering ditemukan karena menifestasi dari rinitis simplek (commen cold), influenza,
penyakit eksantem (seperti morbili, variola, vericela, pertusis), penyakit spesifik, serta
7,8
sekunder dari iritasi lokal atau trauma.

2.3.2 Epidemiologi
Rinitis akut merupakan penyebab morbiditas yang signifikan walaupun sering
dianggap sepele oleh para prektisi. Gejala-gejala rinitis secara signifikan
mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang menyertainya
seperti fatigue, sakit kepala, dan gangguan kognitif.
Ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi keadaan klinis dari pasien-
pasien dengan rinitis akut. Hal tersebut termasuk usia, jenis kelamin, dan variasi
musim terjadinya penyakit tersebut. Togias telah meneliti bahwa 70% pasien yang
didiagnosa dengan penyakit hidung nonalergik terdapat pada usia dewasa > 20 tahun.
Tetapi belum diketahui penyebab pasti dari hubungan antara usia dengan rinitis
alergik.1
Jenis kelamin dapat menjadi faktor risiko dari rinitis nonalergik. Settipane dan
Klein mengatakan bahwa 58% dari pasien rinitis nonalergik adalah wanita. Enberg
menemukan 74% pasien rinitis nonalergik adalah wanita. National rinitis
Classification Task Force (NRCTF) menemukan 71% pasien dengan rinitis
nonalergik adalah wanita.1

9
2.3.3 Klasifikasi2,8
Rinitis akut terdiri atas 3 tipe, yaitu :
1. Rinitis virus
Rinitis virus terbagi 3, yaitu:
1) Rinitis Simpleks
Rinitis simpleks disebut juga pilek, salesma, common cold, dan coryza.
Penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada
manusia. Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang penting ialah
rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah myxovirus, virus Coxsackie dan virus
ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu. Penyakit
ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan,
adanya penyakit menahun dan lain-lain). Pada staidum prodromal yang
berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam
hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, yang biasnya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa
hidung tampak merah dan membengkak. Bila terjadi infeksi sekunder
bakteri, ingus menjadi mukopurulen. Tidak ada terapi spesifik untuk rinitis
simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat simtomatis, seperti
analgetika, antipiretika dan obat dekongestan.

10
2) Rinitis Influenza
Virus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan
gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi sehubungan dengan
infeksi bakteri sering terjadi. Terapi rinitis influenza tidak ada yang spesifik,
sama dengan rinitis simpleks, terapi terbaik adalah istirahat, analgetika,
antipiretik dan dekongestan, serta antibiotika bila terdapat infeksi sekunder.

3) Rinitis Eksantematous
Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan dengan rinitis,
dimana didahului dengan eksantemanya sekita 2-3 hari. Infeksi sekunder dan
komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.

2. Rinitis Bakteri
1) Infeksi Non-Spesifik
Infeksi non-spesifik dapat terjadi secara primer ataupun sekunder.
Rinitis bakteri primer. Tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi
pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membrane putih keabu-
abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga hidung, yang apabila diangkat
dapat menyebabkan pendarahan.
Rinitis bakteri sekunder. Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis
viral akut.

2) Rinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi
primer pada hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam
keadaan akut atau kronik. Dugaan adanya rintis difteri harus dipikirkan pada
penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini
semakin jarang ditemukan, karena cakupan program imunisasi yang semakin
meningkat.

11
Gejala rinitis difteri akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan
mungkin ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada ingus yang
bercampur darah, mungkin ditemukan pseudomembran putih yang mudah
berdarah, dan ada krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung.
Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien
harus diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif.

3. Rinitis Iritan
Tipe rinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat
iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain. Atau bisa juga
disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung selama masa
manipulasi intranasal,contohnya pada pengangkatan corpus alienum.
Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan
“immediate catarrhal reaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung
tersumbat. Reaksi catarrhal langsung adalah peradangan selaput lendir di salah
satu saluran udara atau rongga tubuh yang dapat menghasilkan eksudat lendir
yang tebal dan sel darah putih yang disebabkan oleh pembengkakan selaput
lendir di kepala sebagai respons terhadap infeksi. Gejalanya dapat sembuh
cepat dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama
beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada
kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi karenanya.

12
2.3.4 Etiologi dan Manifestasi Klinis2,8
1) Rinitis simpleks
Etiologi
Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan
berdasarkan komposisi biokimia virus.
 Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, virus influenza,
parainfluenza, dan campak.
 Virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus

Gambaran Klinik
 Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa
panas, kering dan gatal di dalam hidung.
 Stadium pertama yang biasanya terbatas tiga hingga lima hari. Pada stadium
ini timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, sekret hidung mula-mula
encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. bisa
jadi mukopurulen bila terdapat invasi sekunder bakteri, seperti
Streptococcus Haemolyticus, pneumococcus, staphylococcus, Haemophillus
Influenzae, Klebsiella Pneumoniae, dan Mycoplasma Catarrhalis. Biasanya
disertai demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah
dan membengkak. 
 Penyakit dapat berakhir pada stadium pertama, namun pada kebanyakan
pasien penyakit berlanjut ke stadium invasi bakteri yang ditandai dengan
suatu rinore purulen, sumbatan di hidung bertambah, demam, sensasi kecap
dan bau berkurang dan sakit tenggorokan. Stadium ini dapat berlangsung
hingga dua minggu.
 Rinovirus tidak menyebabkan terjadinya kerusakan epitel mukosa hidung,
sedangkan adenovirus dapat menimbulkan kerusakan epitel mukosa hidung.

13
2) Rinitis Influenza
Etiologi
Rinitis influenza disebabkan oleh virus A, B dan C dari golongan
ortomiksovirus.
Gambaran Klinik
Gejala yang sering timbul ialah sekret hidung berair, dan hidung tersumbat.
Lebih sering terjadi infeksi bakteri sekunder dan nekrosis epitel bersilia
dibandingkan common cold.

3) Rinitis Eksantematous
Etiologi
Morbili, varisela, variola, dan pertusis.

4) Rinitis Bakteri Akut Infeksi Non-spesifik


Etiologi
Penyebab rinitis bakteri akut supuratif adalah Pneumococcus, Staphylococcus,
dan Streptococcus.
Gambaran Klinik
Rinitis bakteri akut supuratif merupakan infeksi bakteri sekunder pada rinitis
virus. Pada orang dewasa seringkali disertai sinusitis bakterialis, dan pada
anak sering disertai adenoiditis. Namun pada anak kecil dapat terjadi rinitis
bakterialis primer yang gejalanya mirip common cold

5) Rinitis difteri
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.
Gambaran Klinik
Gejala rinitis akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis, dan mungkin
ada paralisis otot pernafasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah.
Membrane keabu-abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi

14
bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat dapat terjadi
perdarahan. Ekskoriasi berupa krusta coklat pada nares anterior dan bibir
bagian atas dapat terlihat.

6) Rinitis Iritan
Etiologi
Paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia, formalin,
gas asam dan lain-lain. Atau bisa juga disebabkan oleh trauma.
Gambaran Klinik
Terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate catarrhal
reaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat.

15
2.3.5 Patofisiologi
1) Rinitis Virus
Penularan rinitis dapat terjadi melalui inhalasi aerosol yang mengandung
partikel kecil, deposisi droplet pada mukosa hidung atau konjungtiva, atau melalui
kontak tangan dengan sekret yang mengandung virus yang berasal dari penyandang
atau dari lingkungan. Cara penularan antara virus yang satu berbeda dengan yang
lainnya. Virus Influenza terutama ditularkan melalui inhalasi aerosol partikel kecil,
sedangkan Rhinovirus ditularkan melalui kontak tangan dengan sekret, yang diikuti
dengan kontak tangan ke mukosa hidung atau konjungtiva.
Patogenesis rinitis sama dengan patogenesis infeksi virus pada umumnya, yaitu
melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon inflamasi pejamu. Meskipun
demikian, patogenesis virus-virus saluran respiratori dapat sangat berbeda antara satu
dengan yang lainnya karena perbedaan lokasi primer tempat replikasi virus. Replikasi
virus Influenza terjadi di epitel trakeobronkial, sedangkan Rhinovirus terutama di
epitel nasofaring.
Pemahaman patogenesis rinitis terutama didapat dari penelitian pada
sukarelawan yang diinfeksi dengan Rhinovirus. Infeksi dimulai dengan deposit virus
di mukosa hidung-anterior atau di mata. Dari mata, virus menuju hidung melalui
duktus lakrimalis, lalu berpindah ke nasofaring posterior akibat gerakan mukosilier.
Di daerah adenoid, virus memasuki sel epitel dengan cara berikatan dengan reseptor
spesifik di epitel. Sekitar 90% virus Rhinovirus menggunakan intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) sebagai reseptornya.
Setelah berada di dalam sel epitel, virus bereplikasi dengan cepat. Hasil
replikasi virus tersebut dapat dideteksi 8–10 jam setelah inokulasi virus intranasal.
Dosis yang dibutuhkan untuk terjadinya infeksi Rhinovirus adalah kecil, dan lebih
dari 95% sukarelawan tanpa antibodi spesifik terhadap serotipe virus akan terinfeksi
setelah inokulasi intranasal. Meskipun demikian, tidak semua infeksi menyebabkan
timbulnya gejala klinis. Gejala rinitis hanya terjadi pada 75% orang yang terinfeksi.
Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis hidung tersumbat dan sekret

16
hidung yang merupakan gejala utama rinitis. Stimulasi kolinergik menyebabkan
peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin. Mekanisme pasti tentang bagaimana
virus menyebabkan perubahan di mukosa hidung belum diketahui dengan pasti.
Dilaporkan bahwa gejala timbul bersamaan dengan influks sel-sel polimorfonuklear
(PMN) ke dalam mukosa dan sel epitel hidung.
Derajat keparahan kerusakan mukosa hidung berbeda antar virus. Virus
Influenza dan Adenovirus menyebabkan kerusakan yang luas, sedangkan infeksi
Rhinovirus tidak menyebabkan perubahan histopatologik pada mukosa hidung. Tidak
adanya kerusakan mukosa pada infeksi Rhinovirus menimbulkan dugaan bahwa
gejala klinis pada infeksi Rhinovirus mungkin bukan disebabkan oleh efek sitopatik
virus, melainkan karena respons inflamasi pejamu. Beberapa mediator inflamasi yang
berperan pada rinitis adalah kinin, leukotrien, histamin, interleukin (IL) 1, 6, dan 8,
tumor necrosis factor (TNF), dan regulated by activaton normal T cell expressed and
secreted (RANTES). Kadar IL-6 dan IL-8 menentukan derajat keparahan rinitis.

2) Rinitis Bakteri

3) Rinitis Iritan

17
2.3.6 Diagnosis7,8
Anamnesis:
Keluhan
1. Keluar ingus dari hidung (rinorea)
2. Hidung tersumbat
3. Dapat disertai rasa panas atau gatal pada hidung
4. Bersin-bersin
5. Dapat disertai batuk

Faktor Risiko
1. Penurunan daya tahan tubuh.
2. Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat iritatif.
3. Paparan dengan penderita infeksi saluran napas.

Pemeriksaan Fisik:
1. Suhu dapat meningkat
2. Rinoskopi anterior:
o Tampak kavum nasi sempit, terdapat sekret serous atau mukopurulen,
mukosa konka udem dan hiperemis.
o Pada rinitis difteri tampak sekret yang bercampur darah. Membran
keabu- abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian
bawah, membrannya lengket dan bila diangkat mudah berdarah.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium: gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, lekositosis ringan dan limfositosis.
2. Pemeriksaan kultur: bila didapatkan eksudat di cavum nasi dapat dilakukan
untuk mengetahui penyebab infeksi.

Diagnosis Banding
Rinitis alergi pada serangan akut, Rinitis vasomotor pada serangan akut.

18
2.3.7 Penatalaksanaan
Rinitis akut merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri secara spontan
setelah kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang diberikan lebih
bersifat simptomatik, seperti analgetik, antipiretik, nasal dekongestan dan
antihistamin disertai dengan istirehat yang cukup. Terapi khusus tidak diperlukan
kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik
perlu diberikan.7,8
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadnya rinitis akut adalah
dengan menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat. Dengan begitu dapat terbentuknya
system imuitas yang optimal yang dapat melindungi tubuh dari serangan za-zat asing.
Istirehat yang cukup, mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan olahraga
yang teraturjuga baik untuk menjaga kebugaran tubuh. Selain itu, mengikuti program
imunisasi lengkap juga dianjurkan, seperti vaksinasi MMR untuk mencegah
terjadinya rinitis eksantematous.7

Konseling dan Edukasi7,8


Memberitahu individu dan keluarga untuk:
1. Menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat.
2. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.
3. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi.
4. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
5. Mengikuti program imunisasi lengkap, sepertivaksinasi influenza, vaksinasi
MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematosa.
6. Menghindari pajanan alergen bila terdapat faktor alergi sebagai pemicu.
7. Melakukan bilas hidung secara rutin.

19
2.3.8 Komplikasi8
Meskipun rinitis merupakan penyakit yang dapat sembuh spontan dengan
durasi yang pendek, komplikasi karena infeksi bakteri dapat juga dijumpai.
 Otitis Media
Merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini terjadi
pada sekitar 20% anak dengan infeksi saluran pernapasan-atas karena virus.
Komplikasi ini paling sering terdiagnosis pada hari ke-3 atau ke-4 setelah onset
gejala infeksi saluran pernapasan-atas. Infeksi virus pada saluran pernapasan-
atas sering menyebabkan disfungsi tuba eustachius, yang dianggap sebagai
faktor yang penting pada patogenesis otitis media.
 Sinusitis
Infeksi sekunder bakteri pada sinus paranasalis perlu dipertimbangkan bila
dijumpai gejala nasal yang menetap selama lebih dari 10–14 hari. Sinusitis
bakterial diperkirakan terjadi pada 6–13% anak dengan infeksi saluran
pernapasan-atas karena virus.
 Infeksi saluran pernapasan-bawah
Komplikasi lain yang sering didapatkan adalah pneumonia, yang dapat terjadi
akibat infeksi sekunder oleh bakteri, tetapi dapat juga karena penyebaran virus
ke jaringan paru. Penelitian mengenai penyebab pneumonia pada anak
menunjukkan bahwa campuran bakteri-virus merupakan penyebab tersering.
Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya ditandai dengan onset baru demam
yang timbul beberapa hari setelah timbulnya gejala rinitis. Batuk yang menetap
tanpa disertai onset baru demam mungkin menunjukkan adanya infeksi saluran
pernapasan-bawah karena virus.
 Eksaserbasi asma
Penelitian menunjukkan bahwa infeksi Rhinovirus berperan pada terjadinya
kurang lebih 50% eksaserbasi asma pada anak.
 Lain-lain
Komplikasi lain dapat berupa epistaksis, konjungtivitis, dan faringitis.

20
BAB III
PENUTUP

Rinitis akut adalah radang pada mukosa hidung yang berlangsung kurang dari
12 minggu, dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri ataupun iritan, yang sering
ditemukan akibat dari menifestasi dari rinitis simplek (comman cold), influenza,
penyakit ekseantema (seperti morbili, variola, vericela, pertusis), penyakit spesifik
serta sekunder dari iritasi local atau trauma.
Rinitis akut merupakan penyebab morbiditas yang signifikan, walaupun sering
dianggap sepele oleh para prektisi. Gejala-gejala rinitis akut secara signifikan
mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang turut
menyertainya, seperti fatigue, sakit kepala dan gangguan kognitif. Rinitis akut
merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri secara spontan setelah kurang lebih
12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang diberikan adalah bersifat simptomatik
seperti analgesic, antipiretik, nasal dekongenstan dan antihistamin. Terapi
nonfarmakologi adalah tirah baring total untuk mendapatkan istirehat yang
mencukupi. Terapi khusus tidak diperlukan, kecuali bila terdapat komplikasi seperti
infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakuakan meliputi istirehat yang
cukup,konsumsi makanan dan minuman yang sehat, olahraga teratur utuk membina
system imunisasi yang optimal. Selain itu dapat juga mengikuti program imunisasi
lengkap yang dijalankan oleh pemerintah.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Settipane R.A, Lieberman P. Update on Non-Allergic Rhinitis. Brown


University School of Medicine. Diunduh dari
http://nypollencount.com/Articles/Non-Allergic%20Rhinitis.pdf [diakses
tanggal 10 Maret 2020]
2. Acute and Chronic Rhinitis. Dalam Dhingra P.L. Disease of Ear, Nose and
Throat. Edisi 4. New Delhi. Gopson Paper Ltd. 2007. Hal: 145-8
3. Drake, R. L., A. W. Vogl, dan A. W. M. Mitchell. 2012. Gray’s Basic
Anatomy International Edition. Elsevier, Philadelphia, United States.
4. T. Klonisch dan S. Hombach-Klonisch. 2010. Sobotta Atlas of Human
Anatomy. Edisi 15. Hal 58-67
5. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam: Soepardi E,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds.Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Jakarta: BP-
FKUI; 2012. p.96-100.
6. Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
7. Adam G.L. Boeis L.R. Hingler P.A. Rinitis. Dalam Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta. ECG. 1997. Hal: 206-8
8. Soepardi, E. A., dkk, 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh, Jakarta, Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai