Anda di halaman 1dari 9

Tugas

Furunkel dan karbunkel

Disusun oleh :
Naurah Haddad
1102012190

Pembimbing :
dr. H. Gunawan Kurnaedi Sp. THT-KL

Disusun Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan THT RSUD dr. Slamet Garut
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
JULI 2018
FURUNKEL DAN KARBUNKEL

I. PENDAHULUAN

Infeksi kulit adalah masalah rawat jalan umum. Selulitis, folikulitis, dan impetigo
adalah penyakit infeksi bakteri pada kulit yang paling sering ditemui pada tempat praktek.
Erisipelas, furunkel, dan karbunkel juga umum. Pengobatan penyakit infeksi pada kulit
bervariasi tergantung pada diagnosis dan tingkat keparahan, dokter harus mampu
mengenali dan mengelola entitas mereka secara tepat.[1]
Infeksi staphylococcus profunda menjadi penyebab terbentuknya furunkel dan
karbunkel. Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Sedangkan karbunkel
adalah gabungan beberapa furunkel yang yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal
dari jaringan subkutan yang padat. Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel
tergantung pada status imunologis penderita.[2-4]

Furunkel merupakan kumpulan nanah dalam ruangan berdinding. Selulitis bisa


terjadi mendahului atau bersamaan dengan terjadinya furunkel. Furunkel berawal dari
nodul kemerahan yang keras dan kemudian dengan cepat berkembang menjadi nyeri dan
beberapa hari kemudian terjadi fluktuasi. Sembuh dengan jaringan parut setelah beberapa
minggu. Pada beberapa individu bisa terjadi kronis rekuren. Sering pada bagian tubuh yang
berambut dan mudah terkena iritasi, gesekan, tekanan, atau pada daerah yang lembab
seperti ketiak, bokong, punggung, leher, dan wajah. [4-6]

II. EPIDEMIOLOGI

Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain. Sering mengenai anak-
anak sebagai komplikasi penyakit parasit, seperti pedikulosis atau skabies. Furunkel dapat
juga terjadi pada penderita diabetes, penderita dermatitis seboroik, orang yang kurang gizi,
orang terlantar, dan pada penderita imunodefisien. Sedangkan karbunkel terutama
mengenai laki-laki usia pertengahan. Faktor predisposisinya adalah diabetes, malnutrisi,
kegagalan jantung, dermatosis generalisata yang berat, dan terapi kortikosteroid yang
berkepanjangan. [7]

Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002 dan 2003
terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan
diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90%
yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan
46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun.
72% berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun.[8]

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab furunkel dan karbunkel adalah bakteri Staphylococcus aureus.


Staphylococcus aureus suatu bakteri koagulasi positif, merupakan kokus patogen paling
utama pada kulit. Kokus ini adalah gram-positf, berbentuk bola, dan bergerombol dalam
bundel-bundel kecil. Kokus ini mudah tumbuh di media biakan. Dalam media biakan
padat, dalam 24 jam akan tumbuh koloni-koloni berkilat, berwarna kekuningan, dan besar.
Staphylococcus aureus adalah fakultatif anaerob, nonmotile, katalase dan koagulase
positif, bakteri ini juga memberikan hasil positif pada fermentasi manitol dan uji
deoxyribonuclease. Pada beberapa individu, kolonisasi Staphylococcus aureus terdapat
pada daerah nares dan perineum yang sering menimbulkan masalah furunkel rekuren.[7, 9,
10]

Bila terjadi cedera jaringan, karena bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau
fenomena lainnya, maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang
menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis di sekeliling jaringan yang tidak cedera.
Beberapa dari sekian banyak produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah
histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, dan lain-lain. Substansi ini dapat
mengaktifkan sistem makrofag dengan kuat, dan dalam waktu beberapa jam, makrofag
mulai melahap jaringan yang telah dihancurkan. Bila netrofil dan makrofag menelan
sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofildan sebagian
besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang
meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik,
netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti biasanya disebut pus.
Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam
pus secara bertahap akan mengalami autolisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian
produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar cairan limfe hingga sebagian
besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.[11]

Faktor resiko terjadinya furunkel dan karbunkel di antaranya: [4, 7]


1. Kebersihan atau higiene yang kurang

2. Penderita diabetes

3. Obesitas

4. Hiperhidrosis

5. Penderita dermatitis seboroik

6. Terapi kortikosteroid yang berkepanjangan

7. Malnutrisi

IV. GAMBARAN KLINIS

Pada permulaan hadir dengan kemerahan, papul atau nodul yang nyeri, membesar
setelah beberapa hari. Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk
kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses,
bila pecah dapat membentuk fistel.[12, 13]

Gejala pada permulaan penderita merasa gatal. Lesi menjadi nyeri bila ditekan atau
diusap. Selama proses supurasi, lesi terasa sakit sekali. Lesi yang terdapat di saluran
telinga luar dan hidung terasa sakit sekali. Lesi kulit mula-mula berupa makula eritematosa
lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikuler numular berbentuk kerucut.
Gejala sistemik biasanya jarang, kalau ada, ringan. Tanda-tanda dari furunkel, timbul
peradangan folikuler kecil dan merah yang cepat bertambah besar dan membentuk suatu
tonjolan berbentuk kerucut, teraba keras, dan dikelilingi oleh halo merah. [7]

Sewaktu supurasi terjadi timbul pustul dan kemudian nekrosis pada puncak nodul.
Ketika nodul ini pecah, keluarlah pus dengan inti nekrotik. Kemudian edem dan eritem
mereda, dan rongga terisi oleh jaringan granulasi dan meninggalkan makula keunguan
yang akan sembuh dengan parut. [7]

V. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan


pewarnaan gram dan kultur bakteri. Furunkulosis ekstensif atau karbunkel biasanya
menunjukkan leukositosis.[14]
VI. HISTOPATOLOGI

A. Furunkel

Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat mengalami


dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh lekosit polimorfonuklear. Terjadi nekrosis
kelenjar dan jaringan sekitar, membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi
vaskuler, lekosit, dan limfosit. [7]

B. Karbunkel

Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multiple yang kemudian membentuk


masa nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di sekitar inti nekrotik di dalam
jaringan ikat yang mendasarinya dan di dalam lemak subkutan.[7]
Gbr 3. Histopatologi furunkel Gbr 4. Histopatologi karbunkel

VII. PENGOBATAN

A. Non Farmakologis

Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi


permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi
antibiotik oral. Kompres panas akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat
penyerapan. [7]

Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih
dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan
drainase. Insisi jangan dilakukan jika lesi terdapat di kanalis auditorius external,
bibir atas, hidung, dan pertengahan dahi karena infeksi yang tidak terawasi dapat
menyebabkan trombosis sinus kavernosis. Sewaktu penderita mendapat antibiotik,
semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai daerah yang sakit harus
dicuci dengan air panas.[7]

B. Farmakologis

Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel.


Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau yang disertai demam,
harus diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area
yang berbahaya dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral.
Bila infeksi berasal dari methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau
dicurigai infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV setiap hari dalam
dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama satu
minggu.[7, 16]

Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau antibiotik


resisten penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi bakteri di kulit. [17]

Pengobatan furunkel atau karbunkel:

Topikal:

 Mupirocin [13]

Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya khusus


terhadap kuman Gram-positif seperti Staphylococcus aureus. Khasiatnya
bersifat bakterisid (salep 2%) berdasarkan penghambatan RNA-sintetase yang
berakibat penghentian sintesa protein kuman. [18]

 Asam Fusidat [13]

Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan struktur asam


empedu yang dihasilkan oleh jamur fusidium, spektrum kerjanya sempit dan
terbatas pada kuman Gram-positif, terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif
resisten terkecuali Neisseria. Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan
penghambatan sintesa protein kuman. [18]

Sistemik: [3, 16]


 Ampisilin 4x500 mg/hari

 Amoksisilin 4x500 mg/hari

 Kloksasilin 3x250 mg/hari

 Linkomisin 3x500 mg/hari

 Klindamisin 4x150 mg/hari

 Eritromisin 4x500 mg/hari

 Sefadroksil 2x1000 mg/hari

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi
terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komordibitas, kultur dapat
dilakukan. Terapi anti mikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi
berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase
harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering
dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang memberikan
masalah yang spesial dan sering menyulitkan.[16]

VIII. KOMPLIKASI

Pada beberapa kasus, bakteri dari furunkel atau karbunkel dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menyebar ke bagian lain dari tubuh. Penyebaran infeksi ini biasanya
dikenal sebagai sepsis. Dapat berakibat pada infeksi yang lebih dalam seperti endokarditis
dan osteomielitis. Sepsis mempunyai ciri-ciri demam tinggi, nafas berat, dan peningkatan
denyut jantung, dapat berakibat syok sepsis yang ditandai dengan turunnya tekanan
darah.[19]

Salah satu masalah penting lainnya adalah resistensi bakteri Staphylococcus aureus
terhadap obat yang diberikan pada si penderita, dikenal dengan nama methicilin resistan
Staphylococcus aureus atau MRSA yang resistan terhadap penisilin dan akan sangat sulit
untuk diobati.[19]
Invasi bakteri ke dalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat ditebak,
menyebabkan infeksi metastase seperti osteomielitis, endokarditis akut, atau abses otak.
Manipulasi pada lesi berbahaya dan dapat menfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran
darah. Untungnya komplikasi seperti ini jarang.[16]

Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui vena-vena emisaria
wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi yang jarang berupa
trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.[16, 20]

IX. PROGNOSIS

Baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan dan prognosis menjadi kurang
baik bila terjadi rekurensi.[4]

X. KESIMPULAN

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Sedangkan karbunkel adalah
gabungan beberapa furunkel yang yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari
jaringan subkutan yang padat.

Penyebab furunkel dan karbunkel adalah bakteri Staphylococcus aureus, tergolong


bakteri gram positif.

Furunkel paling sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah terkena iritasi,
gesekan, tekanan, atau pada daerah yang lembab seperti telinga, ketiak, bokong,
punggung, leher, dan wajah.

Faktor resiko terjadinya furunkel dan karbunkel diantaranya: kebersihan atau


higiene yang kurang, penderita diabetes, obesitas, hiperhidrosis, penderita dermatitis
seboroik, terapi kortikosteroid yang berkepanjangan, malnutrisi.

Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, nyeri, dan
ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses, bila pecah dapat
membentuk fistel.

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan dan prognosis


menjadi kurang baik bila terjadi rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suh, K.N., Skin Deep Managing Cutaneous Infections. The Canadian Journal of CME, 2003: p.
1.
2. Price, S.A. and L.M. Wilson, Infeksi Bakteri pada Kulit. 6th ed. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol. 2. 2006, Jakarta: EGC. 1451-1453.
3. Juanda, A., Pioderma. 5th ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed. A. Juanda. 2007, Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 60.
4. Siregar, R.S., Furunkel Karbunkel. 2 ed. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2004, Jakarta:
EGC. 52-54.
5. Habif, T.P., Furuncles and Carbuncles, in Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy. 2003, Mosby Inc: USA. p. 284-286.
6. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Gram Positive Bacteria: Staphylococci in Bacterial Disease,
in Thiem Clinical Companions Dermatology. 2006, Georg Thiem Verlag Stuggart: New York. p.
74-75.
7. Sjahrial, Infeksi Bakteri Stafilokok dan Streptokok. Ilmu Penyakit Kulit, ed. M. Harahap. 2007,
Jakarta: EGC. 46-54.
8. Anonim. Statistic about Carbuncle. [cited 2011 September]; Available from:
http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm.
9. Turnidge, J., N. Rao, and F.-Y. Chang. Staphylococcus aureus. 2008 [cited 2011 6 September];
Available from: http:/www.antimicrobe.org/sample_staphylococcus.asp.
10. Marks, R., Furuncles and Carbuncles, in Roxbughs Common Skin Disease. 2008, Oxford
University Press Inc: New York. p. 45.
11. Guyton, A.C. and J.E. Hall, Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi. 11th ed. Fisiologi Kedokteran.
2006, Jakarta: EGC. 455-457.
12. Stulberg, Penrod, and Blatny, Common Bacterial Skin Infection, in Dermatology Therapy. 2002,
American Family Physician. p. 251-252.
13. Daili, E.S.S., S.L. Menaldi, and I.M. Wisnu, Furunkel Karbunkel. Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia. 2009, Jakarta Pusat: PT. Medical Multimedia Indonesia. 2-5.
14. Bolognia, J.L., J.L. Jorizzo, and R.P. Rapini, Gram-Positive Bacteria Staphylococcal and
Streptococcal Skin Infections, in Dermatology. 2008, Elseiver Inc: USA. p. 5-8.
15. Anonim. Sporotrichosis. [cited 2011 12 September]; Available from:
http://www.mycology.adelaide.edu.au.mycoses/subcutaneous/sporotrichosis.
16. Wolff, K., L. A, and G. Stephen, Furuncles and Carbuncles, in Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 2008, Mc Graw Hill Medical: New York. p. 1699-1702.
17. Burns, T., S. Breathnach, and N. Cox, Furuncles Carbuncles, in Rook's Text Book of Dermatolgy.
2004, Blackwell publishing. p. 27.22-27.25.
18. Tjay, T.H. and K. Rahardja, Kerja Obat-Obat Penting. 2007, Jakarta: Elex Media Komputindo.
87-89.
19. Anonim. Boils and Carbuncles. [cited 2011 12 September]; Available from:
http:/www.mayoclinic.com/health/boils-and-carbuncles/DS00466.
20. Hunter, J.A.A., J.A. Savin, and M.V. Dahl, Furunculosis, in Clinical Dermatolgy. 2002, Blackwell
Science: New York. p. 253-254.

Anda mungkin juga menyukai