Disusun oleh :
Naurah Haddad
1102012190
Pembimbing :
dr. H. Gunawan Kurnaedi Sp. THT-KL
I. PENDAHULUAN
Infeksi kulit adalah masalah rawat jalan umum. Selulitis, folikulitis, dan impetigo
adalah penyakit infeksi bakteri pada kulit yang paling sering ditemui pada tempat praktek.
Erisipelas, furunkel, dan karbunkel juga umum. Pengobatan penyakit infeksi pada kulit
bervariasi tergantung pada diagnosis dan tingkat keparahan, dokter harus mampu
mengenali dan mengelola entitas mereka secara tepat.[1]
Infeksi staphylococcus profunda menjadi penyebab terbentuknya furunkel dan
karbunkel. Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Sedangkan karbunkel
adalah gabungan beberapa furunkel yang yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal
dari jaringan subkutan yang padat. Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel
tergantung pada status imunologis penderita.[2-4]
II. EPIDEMIOLOGI
Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain. Sering mengenai anak-
anak sebagai komplikasi penyakit parasit, seperti pedikulosis atau skabies. Furunkel dapat
juga terjadi pada penderita diabetes, penderita dermatitis seboroik, orang yang kurang gizi,
orang terlantar, dan pada penderita imunodefisien. Sedangkan karbunkel terutama
mengenai laki-laki usia pertengahan. Faktor predisposisinya adalah diabetes, malnutrisi,
kegagalan jantung, dermatosis generalisata yang berat, dan terapi kortikosteroid yang
berkepanjangan. [7]
Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002 dan 2003
terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan
diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90%
yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan
46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun.
72% berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun.[8]
Bila terjadi cedera jaringan, karena bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau
fenomena lainnya, maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang
menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis di sekeliling jaringan yang tidak cedera.
Beberapa dari sekian banyak produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah
histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, dan lain-lain. Substansi ini dapat
mengaktifkan sistem makrofag dengan kuat, dan dalam waktu beberapa jam, makrofag
mulai melahap jaringan yang telah dihancurkan. Bila netrofil dan makrofag menelan
sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofildan sebagian
besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang
meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik,
netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti biasanya disebut pus.
Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam
pus secara bertahap akan mengalami autolisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian
produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar cairan limfe hingga sebagian
besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.[11]
2. Penderita diabetes
3. Obesitas
4. Hiperhidrosis
7. Malnutrisi
Pada permulaan hadir dengan kemerahan, papul atau nodul yang nyeri, membesar
setelah beberapa hari. Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk
kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses,
bila pecah dapat membentuk fistel.[12, 13]
Gejala pada permulaan penderita merasa gatal. Lesi menjadi nyeri bila ditekan atau
diusap. Selama proses supurasi, lesi terasa sakit sekali. Lesi yang terdapat di saluran
telinga luar dan hidung terasa sakit sekali. Lesi kulit mula-mula berupa makula eritematosa
lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikuler numular berbentuk kerucut.
Gejala sistemik biasanya jarang, kalau ada, ringan. Tanda-tanda dari furunkel, timbul
peradangan folikuler kecil dan merah yang cepat bertambah besar dan membentuk suatu
tonjolan berbentuk kerucut, teraba keras, dan dikelilingi oleh halo merah. [7]
Sewaktu supurasi terjadi timbul pustul dan kemudian nekrosis pada puncak nodul.
Ketika nodul ini pecah, keluarlah pus dengan inti nekrotik. Kemudian edem dan eritem
mereda, dan rongga terisi oleh jaringan granulasi dan meninggalkan makula keunguan
yang akan sembuh dengan parut. [7]
V. DIAGNOSIS
A. Furunkel
B. Karbunkel
VII. PENGOBATAN
A. Non Farmakologis
Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih
dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan
drainase. Insisi jangan dilakukan jika lesi terdapat di kanalis auditorius external,
bibir atas, hidung, dan pertengahan dahi karena infeksi yang tidak terawasi dapat
menyebabkan trombosis sinus kavernosis. Sewaktu penderita mendapat antibiotik,
semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai daerah yang sakit harus
dicuci dengan air panas.[7]
B. Farmakologis
Topikal:
Mupirocin [13]
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi
terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komordibitas, kultur dapat
dilakukan. Terapi anti mikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi
berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase
harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering
dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang memberikan
masalah yang spesial dan sering menyulitkan.[16]
VIII. KOMPLIKASI
Pada beberapa kasus, bakteri dari furunkel atau karbunkel dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menyebar ke bagian lain dari tubuh. Penyebaran infeksi ini biasanya
dikenal sebagai sepsis. Dapat berakibat pada infeksi yang lebih dalam seperti endokarditis
dan osteomielitis. Sepsis mempunyai ciri-ciri demam tinggi, nafas berat, dan peningkatan
denyut jantung, dapat berakibat syok sepsis yang ditandai dengan turunnya tekanan
darah.[19]
Salah satu masalah penting lainnya adalah resistensi bakteri Staphylococcus aureus
terhadap obat yang diberikan pada si penderita, dikenal dengan nama methicilin resistan
Staphylococcus aureus atau MRSA yang resistan terhadap penisilin dan akan sangat sulit
untuk diobati.[19]
Invasi bakteri ke dalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat ditebak,
menyebabkan infeksi metastase seperti osteomielitis, endokarditis akut, atau abses otak.
Manipulasi pada lesi berbahaya dan dapat menfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran
darah. Untungnya komplikasi seperti ini jarang.[16]
Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui vena-vena emisaria
wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi yang jarang berupa
trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.[16, 20]
IX. PROGNOSIS
Baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan dan prognosis menjadi kurang
baik bila terjadi rekurensi.[4]
X. KESIMPULAN
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Sedangkan karbunkel adalah
gabungan beberapa furunkel yang yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari
jaringan subkutan yang padat.
Furunkel paling sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah terkena iritasi,
gesekan, tekanan, atau pada daerah yang lembab seperti telinga, ketiak, bokong,
punggung, leher, dan wajah.
Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, nyeri, dan
ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses, bila pecah dapat
membentuk fistel.
1. Suh, K.N., Skin Deep Managing Cutaneous Infections. The Canadian Journal of CME, 2003: p.
1.
2. Price, S.A. and L.M. Wilson, Infeksi Bakteri pada Kulit. 6th ed. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol. 2. 2006, Jakarta: EGC. 1451-1453.
3. Juanda, A., Pioderma. 5th ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed. A. Juanda. 2007, Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 60.
4. Siregar, R.S., Furunkel Karbunkel. 2 ed. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2004, Jakarta:
EGC. 52-54.
5. Habif, T.P., Furuncles and Carbuncles, in Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy. 2003, Mosby Inc: USA. p. 284-286.
6. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Gram Positive Bacteria: Staphylococci in Bacterial Disease,
in Thiem Clinical Companions Dermatology. 2006, Georg Thiem Verlag Stuggart: New York. p.
74-75.
7. Sjahrial, Infeksi Bakteri Stafilokok dan Streptokok. Ilmu Penyakit Kulit, ed. M. Harahap. 2007,
Jakarta: EGC. 46-54.
8. Anonim. Statistic about Carbuncle. [cited 2011 September]; Available from:
http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm.
9. Turnidge, J., N. Rao, and F.-Y. Chang. Staphylococcus aureus. 2008 [cited 2011 6 September];
Available from: http:/www.antimicrobe.org/sample_staphylococcus.asp.
10. Marks, R., Furuncles and Carbuncles, in Roxbughs Common Skin Disease. 2008, Oxford
University Press Inc: New York. p. 45.
11. Guyton, A.C. and J.E. Hall, Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi. 11th ed. Fisiologi Kedokteran.
2006, Jakarta: EGC. 455-457.
12. Stulberg, Penrod, and Blatny, Common Bacterial Skin Infection, in Dermatology Therapy. 2002,
American Family Physician. p. 251-252.
13. Daili, E.S.S., S.L. Menaldi, and I.M. Wisnu, Furunkel Karbunkel. Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia. 2009, Jakarta Pusat: PT. Medical Multimedia Indonesia. 2-5.
14. Bolognia, J.L., J.L. Jorizzo, and R.P. Rapini, Gram-Positive Bacteria Staphylococcal and
Streptococcal Skin Infections, in Dermatology. 2008, Elseiver Inc: USA. p. 5-8.
15. Anonim. Sporotrichosis. [cited 2011 12 September]; Available from:
http://www.mycology.adelaide.edu.au.mycoses/subcutaneous/sporotrichosis.
16. Wolff, K., L. A, and G. Stephen, Furuncles and Carbuncles, in Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 2008, Mc Graw Hill Medical: New York. p. 1699-1702.
17. Burns, T., S. Breathnach, and N. Cox, Furuncles Carbuncles, in Rook's Text Book of Dermatolgy.
2004, Blackwell publishing. p. 27.22-27.25.
18. Tjay, T.H. and K. Rahardja, Kerja Obat-Obat Penting. 2007, Jakarta: Elex Media Komputindo.
87-89.
19. Anonim. Boils and Carbuncles. [cited 2011 12 September]; Available from:
http:/www.mayoclinic.com/health/boils-and-carbuncles/DS00466.
20. Hunter, J.A.A., J.A. Savin, and M.V. Dahl, Furunculosis, in Clinical Dermatolgy. 2002, Blackwell
Science: New York. p. 253-254.