Anda di halaman 1dari 24

JENIS LUKA PADA JENAZAH DENGAN TRAUMA TUMPUL PERUT YANG

DILAKUKAN PEMERIKSAAN LUAR DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR


MALANG BULAN JANUARI 2015 - SEPTEMBER 2017

Oleh:
Kharisma Ridho Husodo 150070200011167
Yoga Indrawan 150070200011134
Muhammad Dliyaul Haq 150070200011168
Setia Khairunnisaa 150070200011199

Pembimbing:
dr. Etty Kurnia, Sp.F

SMF/LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
ABSTRAK

Husodo, Kharisma Ridho. Indrawn, Yoga. Haq, Muhammad Dliyhaul.


Khairunnisa, Setia. 2017. Jenis Luka Pada Jenazah Dengan Trauma
Tumpul Perut Yang Dilakukan Pemeriksaan Luar Di Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang Bulan Januari 2015 - Mei 2017. Penelitian
Retrograde Aspek Medikolegal, Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) dr Etty
Kurnia, SpF.

Kata kunci: Trauma tumpul, perut, jenis kelamin, jenis luka, pemeriksaan luar

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
2.1 Definisi Trauma Tumpul ................................................................................. 3
2.2 Pembagian Kekerasan Karena Benda Tumpul .............................................. 3
2.3 Luka Akibat Trauma Tumpul .......................................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 12
BAB IV ANALISIS DATA ................................................................................... 14
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 19
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Traumatologi forensik adalah cabang ilmu kedokteran forensik
yang mempelajari sebab akibat yang timbul akibat adanya trauma pada
tubuh atau bagian dari tubuh manusia. Diketahui bahwa pada setiap
tindak pidana atau yang dicurigai sebagai tindak pidana hampir selalu
meninggalkan bekas pada tubuh korban, berupa luka atau kerusakan lain
bahkan dapat menimbulkan kematian, sehingga pengetahuan mengenai
traumatologi forensik akan sangat diperlukan bagi dokter terutama dalam
membantu kepentingan peradilan khususnya terhadap kasus yang
menimbulkan korban baik korban hidup maupun korban meninggal baik
berupa perlukaan bahkan kematian (Prawestiningtyas,2014).

Trauma merupakan salah satu penyebab kematian maupun


bukan, baik kematian yang mendadak maupun tidak. Untuk itu, diperlukan
pengetahuan yang teliti apakah perlukaan pada seseorang dapat
berakibat fatal atau tidak, dan ini merupakan poin penting untuk
membantu proses peradilan. Trauma dikelompokkan berdasarkan
sifatnya menjadi trauma mekanik, fisika dan kimia (Dahlan, 2000).

Trauma tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan


tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Definisi dari benda
tumpul adalah benda yang tidak bermata tajam, permukaan halus atau
kasar dan memiliki konsistesi kenyal atau keras. Trauma tumpul dapat
menimbulkan berbagai macam jenis luka, yaitu luka memar, luka lecet
dan luka robek (Satyo, 2006).

Dalam penelitian, jumlah data secara keseluruhan yang berasal


dari 33 provinsi diindonesia adalah 972.317 responden. Adapaun untuk
responden yang pernah mengalami cedera selama kurun waktu 12 bulan
terakhir sebanyak 77.248 orang. Responden bias mempunyai jawaban
lebih dari satu penyebab cedera selama kurun waktu 12 bulan tersebut.
Dan jumlah tersebut tiga proporsi penyebab cedera terbesar yaitu jatuh
sebanyak 45.987 orang (59,6%), kecelakaan lalu lintas sekitar 20.829

1
orang (27%) dan terluka benda tajam/tumpul sebesar 144.127 orang
(18,3%).

Dari 74 kasus yang masuk di instalasi forensik RS Bhayangkara


Semarang periode tahun 1 Januari 2007 sampai 31 Agustus 2010
didapatkan kasus tersering adalah trauma benda tumpul 40 kasus
(54,05%) dan lokasi perdarahan kepala merupakan lokasi pendarahan
yang menyebabkan kematian tersering adalah (62,16%).

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis


luka pada jenazah dengan trauma tumpul perut yang dilakukan
pemeriksaan luar di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang pada periode
Januari 2015 September 2017

1.2 Tujuan Penelitian


Mengetahui jumlah kasus trauma tumpul perut pada jenazah
dengan trauma tumpulyang dilakukan pemeriksaan luar di Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang pada periode Januari 2015 September 2017

1.3 Manfaat Penelitian


Sebagai penambah wawasan Dokter Muda mengenai jenis luka
pada jenazah dengan trauma tumpul perut yang dilakukan pemeriksaan
luar di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Data diambil pada periode Januari 2015 September 2017 di
Instansi Forensik Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Tumpul


2.1.1 Definisi Trauma Tumpul
Trauma atau luka dari aspek medikolegal sering berbeda dengan
pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan
adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian
medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Trauma mekanik
terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat
manusia, trauma tumpul sendiri diakibatkan oleh benda yang memiliki
permukaan tumpul (Mahardika, 2014)
Trauma benda tumpul adalah luka yang disebabkan karena
persentuhan tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda
tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul
itu sendiri adalah : (Idries, 2008)
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar

2.1.2 Klasifikasi Trauma tumpul


Trauma tumpul dapat diklasifikasikan menjadi dua mekanisme
utama yaitu cedera akselerasi (kompresi) dan cedera deselerasi
(perlambatan).

Cedera akselerasi (kompresi) merupakan suatu kondisi trauma


tumpul langsung ke area abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini
memberikan menifestasi kerusakan vascular dengan respons terbentuknya
formasi hematom di dalam viseria. Cedera kompresi yang kuat dapat juga
mengakibatkan peningkatan tekanan transien intraluminal yang
memberikan respon adanya rupture pada organ di dalam abdomen.
Peningkatan tekanan transien inraabdomen adalah mekanisme umum
trauma tumpul yang mencederai usus kecil. Kondisi cedera akselerasi
memberikan berbagai masalah pada pasien sesuai organ intraabdominal

3
yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi kedaruratan
klinis, respons sistemik, dan dampak intervensi medis.

Cedera deselerasi adalah suatu kondisi di mana suatu peregangan


yang berlebihan memberikan manifestasi terhadap cedera intraabdomen.
Kekuatan peregangan secara longitudinal memberikan manifestasi rupture
(robek) pada struktur di persimpangan antara segmen intraabdomen.
Cedera deselerasi yang paling sering adalah cedera pada hepar sepanjang
ligamentum teres dan cedera lapisan intima arteri ginjal. Kondisi lain juga
akan memberikan manifestasi pergeseran usus besar, thrombosis, dan
cedera mesentrika disertai dengan cedera pada sistem vascular splanknik.
(Mahardika, 2014).

2.1.3 Luka Akibat Trauma Tumpul


Manifestasi luka akibat trauma tumpul berbeda-beda tergantung
pada seberapa besar gaya dan bentuk impactnya. Ada 3 luka dasar, yaitu
1. Memar (Kontusio)
Memar dikarakteristikkan sebagai infiltrasi dari ekstravasasi darah
ke jaringan subkutan dan atau subepitel sebagai akiat dari ruptur pembuluh
darah kecil karena trauma tumpul (Vij, 2011). Merupakan salah satu bentuk
luka yang ditandai oleh kerusakan jaringan tanpa disertai discontinuitas
permukaan kulit (Luthfia, 2013). Namun begitu memar tidak hanya terdapat
pada kulit namun dapat juga pada organ internal seperti jantung, liver,
ginjal, atau otot. Pada saat timbul memar berwarna merah, kemudian
berubah menjadi ungu atau hitam setelah 4-5 hari akan berwarna hijau
yang kemudian akan menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya
menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung
mulai dari tepi. Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau
menderita kelainan darah, kerusakan yang terjadi akan lebih besar
dibanding orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya benda penyebabnya
atau keras tidaknya pukulan (Luthfia, 2013).
Dilihat sepintas luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika
diperiksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaannya: Tabel 1.
Perbedaan memar dan lebam mayat (Luthfia, 2013).

4
Meskipun begitu, penelitian yang dilakukan oleh Christison
menunjukkan bahwa memar masih dapat terjadi pada sekitar 2-3 jam
setelah kematian namun dengan catatan bahwa gaya yang diberikan harus
lebih besar dan memar yang terbentuk lebih kecil bila dibandingkan
terbentuk saat masih hidurp (Vij, 2011)
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi ukuran, waktu
pembentukan, jelas/tidaknya memar pada jenazah seperti seberapa besar
gaya yang terjadi pada saat kejadian, lokasi yang terkena gaya,
vaskularitas dari area yang terkena, dll. (Cahya, 2012)

2. Luka Babras (abrasi)


Luka babras atau luka lecet atau abrasi adalah luka yang
disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari kulit (epidermis
atau membran mukosa) dikarenakan persentuhan dengan benda keras,
tumpul, dan kasar, yang ciri-cirinya adalah :
Bentuk luka tidak teratur
Batas luka tidak teratur
Tepi luka tidak rata
Kadang-kadang ditemukan sedikit perdarahan
Permukaan tertutup oleh krusta
Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya beberapa bagian
yang masih tertutup epitel dan reaksi jaringan (Luthfia, 2013).
Luka babras dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang
terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi
sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi
perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan

5
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama
adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda
yang mengenainya (Luthfia, 2013).
Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat
diklasifikasikan sebagai:
a. Luka lecet gores : Diakibatkan oleh benda runcing, misal kuku jari,
yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) dan menyebabkan
lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan
yang terjadi.
b. Luka lecet serut : Variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan
ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan : Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul
terhadap kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka
belum tentu sama dengan permukaan benda, tetapi masih mungkin untuk
mengidentifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk khas, misal
kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan, dsb. Gambaran yang ditemukan
adalah daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya.
d. Luka lecet geser : Disebabkan oleh tekanan linier kulit disertai
gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat. Luka lecet
geser yang terjadi semasa hidup sulit dibedakan dari luka lecet geser yang
terjadi segera pasca mati.(Luthfia, 2013)

3. Luka Robek (Laserasi)


Luka robek (vulnus laceratum) / luka terbuka adalah luka yang
disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan
yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya,
yang ciri-cirinya sebagai berikut :
Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
Bila ditautkan tidak dapat rapat (karena sebagaian jaringan hancur)
Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
Di sekitar garis batas luka di temukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang (misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas). Karena terjadinya

6
luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut
tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul
yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala
maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi
(Mahardika, 2014).
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat
menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok
kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk
menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu
tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan
kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang
lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi (Mahardika,
2014).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa
dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.
Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet
membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi
dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang
paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal
kekerasan (Mahardika, 2014).
Bentuk dari laserasi tidak dapat menggambarkan bahan dari
benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan
regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan
terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi
sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu
sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip (Mahardika, 2014).
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi
tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya.
Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar
laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa.

7
Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan
bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka.
Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain (Mahardika, 2014).
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit
ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat
segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang
terjadi setelah mati dapat dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup
yaitu tidak adanya perdarahan (Mahardika, 2014).
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah
laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang
fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang
mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya
diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman
yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka
masuk ke dalam jaringan. Port dentree tersebut tetap ada sampai dengan
terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat
persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di
gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi
dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang
memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta,
hati dan limpa (Mahardika, 2014).
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan
yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma
yang dapat menyebabkan perdarahan hebat (Mahardika, 2014).

4. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah


hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi
menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.Terjadinya fraktur selain

8
disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi
tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi
trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak
yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering
kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma
yang ringan (Mahardika, 2014).

Fraktur akibat kekerasan benda tumpul dapat dengan mudah


dibedakan dengan patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau
senjata api. Pada trauma akibat benda tumpul, sering dijumpai bagian yang
patah tertekan ke dalam atau terjadi fraktur kompresi. Pada fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas, dimana tubuh korban seringkali terlempar dan jatuh
dengan kepala menyentuh jalan, maka sering dijumpai patah tulang dengan
garis yang linier, sehingga dapat dibedakan apakah bena tumpul yang
menghampiri kepala atau kepala yang mendekati benda tumpulnya. Pada
kecelakaan dimana tungkai terkena bumper, maka dapat didapatkan informasi
dari patah tulang yang terjadi tentang arah datangnya kendaraan yang
mengenai tungkai korban. Bagian yang tertabrak dan patah akan mengalami
dorongan searah dengan arah kendaraan. Perdarahan merupakan salah satu
komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat
menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah
balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi
kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai
meninggal. Syok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding
dengan fraktur yang dialaminya (Idries, 2008).

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain.
Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya
fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru
berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur
yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau lemak
merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur (Mahardika, 2014).

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur
depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang

9
dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang
secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak
tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian (Mahardika, 2014).

2.2 Trauma abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga


terletak diantara toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan
dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-otot
abdomen, columna vertebralis, dan ilium (Dorland, 2010)

Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang


paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah
bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal.
Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen
menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya
berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan,
yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya
vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan
hingga ke pertengahan ligamentum inguinale (Harjadi W, 2008).

Daerah-daerah itu adalah:

1) hypocondriaca dextra

2) epigastrica

3) hypocondriaca sinistra

4) lateralis dextra

5) umbilicalis

6) lateralis sinistra

7) inguinalis dextra

10
8) pubica

9) inguinalis sinistra

Proyeksi letak organ abdomen yaitu:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung


empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal
kanan dan kelenjar suprarenal kanan.

2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas


dan sebagian hepar.

3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal


pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar suprarenal kiri.

4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal


kanan, sebagian duodenum dan jejunum

5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah


duodenum, jejenum dan ileum.

11
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal
ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum.

7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal


ileum dan ureter kanan.

8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada


kehamilan).

9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan


ovarium kiri (Susanto M, 2013).

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun


tidak disengaja sehingga menyebabkan luka atau cedera pada
bagian tubuh. Jika trauma yang didapat cukup berat akan
mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh
yang terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan
gangguan faal berbagai organ. Penderita trauma berat mengalami
gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi membran sel,
gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan dapat
pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC = diseminated
intravascular coagulation) (Sjamsuhidajat, 2010; Fardhani, 2013).

Kerusakan organ lunak karena trauma tumpul biasanya terjadi


sesuai dengan tulang yang terkena seperti terlihat pada tabel 2
sebagai berikut: Tabel 2. Pola cedera organ lunak pada trauma
tumpul abdomen (Zinner, 1997).

12
13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini adalah Penelitian distributif dengan metode Retrospektif dari
data buku notulensi otopsi Ilmu Kedokteran Forensik RSSA.

3.2 Sampel Penelitian


3.2.1 Subyek Penelitian
Sampel yang diteliti diambil dari data yang tertulis pada buku notulensi
otopsi ilmu kedokteran forensik Rumah Sakit Saiful Anwar Malang selama
Januari 2015 sampai September 2017.

3.2.2 Kriteria Inklusi


Kriteria Inklusi :
Pasien dengan trauma tumpul perut
Hidup maupun meninggal
Terdaftar sejak 1 januari 2017 sampai 31 Mei 2017
Semua usia

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel


Sampel akan diambil secara consencutive sampling dari semua data
yang tertulis di buku notulensi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.2.4 Jumlah Sampel


Jumlah sampel adalah seluruh data yang tersedia selama 1 Januari 2015
sampai 31 September 2017.

3.3 Tempat dan Waktu


Penelitian akan dilakukan di Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit
Saiful Anwar pada Bulan Juni 2017.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel Bebas : jumlah kejadian trauma tumpul

14
Variabel Tergantung : penyebaran kasus trauma tumpul tiap bulannya,
umur, jenis kelamin, cara kematian, lokasi luka, dan jenis luka.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian


Buku notulensi otopsi Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Saiful
Anwar.

15
BAB IV
ANALISIS DATA

Metode dari penelitian ini adalah Retrospektif dengan menggunakan data


sekunder. Variabel yang diteliti adalah jenis kelamin dan jenis luka. Data yang
memiliki seluruh variabel yang diteliti dikumpulkan dengan mengeksklusi adanya
jenis trauma lain selain trauma tumpul dan cara kematian kecelakaan lalu lintas.
Pada penelitian ini digunakan 1071 data jenazah dengan trauma tumpul yang
dilakukan pemeriksaan luar dikumpulkan dari data Departemen Forensik Rumah
Sakit Saiful Anwar pada periode Januari 2015 September 2017.
Tabel 3.1 menunjukkan data jumlah jenazah dengan trauma tumpul
periode Januari 2015 September 2017 berdasarkan jenis kelamin. Data
disajikan dalam bentuk diagram pada gambar 3.1

Tabel 3.1 Data Jenis Kelamin Jenazah dengan Trauma Tumpul pada periode Januari
2015 - April 2017

Jenis Kelamin 2015 2016 2017 Total


Pria 318 258 168 744
Wanita 121 116 90 327
Total 439 374 258 1071

Jenis Kelamin

31%

Pria
Wanita

69%

16
Gambar 3.1 Perbandingan Angka Jenazah dengan Trauma Tumpul Berdasarkan Jenis
Kelamin periode Januari 2015 Oktober 2017

Tabel 3.2 data perbandingan lokasi luka pada jenazah dengan trauma
tumpul periode Januari 2015 September 2017. Data disajikan dalam bentuk
diagram pada gambar 3.2

Tabel 3.2 Data Perbandingan Lokasi Luka Jenazah dengan Trauma Tumpul pada
periode Januari 2015 April 2017

Regio 2015 2016 2017 Total


Kepala 1328 1347 670 3345
Leher 94 103 40 237
Dada 285 356 216 857
Perut 134 202 80 416
Ekstremitas Atas 846 861 477 2184
Ekstremitas Bawah 892 888 475 2255
Total 3579 3757 1958 9294

Persentase Jumlah Luka pada Berbagai


Regio Jenazah

Ekstremitas Kepala
Bawah Kepala Leher
24% 36%
Dada
Ekstremitas Atas Perut
24%
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Dada
9% Leher
3%
Perut
4%

Gambar 3.3 Perbandingan Lokasi Jenazah dengan Trauma Tumpul Berdasarkan Jenis
Kelamin Periode Januari 2015 April 2017

17
18
BAB V
PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, trauma tumpul perut lebih banyak didapatkan pada
jenis kelamin laki-laki (69,47%) daripada pada perempuan (30,53%). Sedangkan
jumlah terbanyak trauma tumpul terdapat pada laki-laki pada tahun 2015 yaitu
sejumlah 318, sementara jumlah terkecil terdapat pada perempuan pada tahun
2017. Hal ini bisa dikarenakan jumlah yang dihitung pada tahun 2017 belum
menccapai akhir tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Singh pada tahun 2013
yakni korban terbanyak yang meninggal akibat trauma tumpul adalah laki-laki
(78,3%). Salah satu faktor yang mungkin memengaruhi ialah laki-laki sebagai
kepala keluarga yang harus mencari nafkah di luar tempat tinggal, sehingga laki-
laki lebih sering menggunakan jalan raya dalam berlalu lintas. (Singh, 2013)
Sementara berdasarkan lokasi untuk trauma tumpul pada penelitian ini
memiliki presentase yaitu kepala 37%, leher 2%, dada 8%, perut 4%, ekstremitas
atas 24%, dan ekstremitas bawah 25%. Hal ini dengan penelitian di Manado
yaitu bahwa cedera kepala adalah cedera yang paling dominan ditemukan yakni
88% dari keseluruhan kasus dan diidentifikasi sebagai penyebab kematian pada
77% kasus (Lumandung, 2012).
Sementara untuk bagian perut, prevalensi luka jenazah yang didapat
akibat trauma tumpul dari bulan Januari 2015 sampai Mei 2017 mencapai 416
luka. Prevalensi luka terbanyak terdapat pada tahun 2016 yaitu 48,5% dengan
jumlah 202 luka. Belum ditemukan penelitian sebelumnya di RSUD Saiful Anwar
tentang Pola Prevalensi luka tumpul bagian perut dari tahun ke tahun.
Berdasarkan jenis luka, pada penelitian ini didapatkan presentasi jenis
luka yang paling besar adalah luka babras (49,2%) daripada luka memar (25,2%)
dan luka robek (25,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bali
dimana diketahui bahwa luka terbanyak pada trauma tumpul adalah luka babras.
Luka babras terjadi pada bagian superfisial sehingga hanya mengenai epidermis
yang terkena lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi ke
jaringan lunak di bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Sehingga ketika
seseorang mengalami trauma tumpul akan cenderung mengalami luka babras
karena lokasinya yang terkena yaitu pada bagian epidermis dan dermis
dibandingan dengan luka memar. (Apuranto, 2012)

19
BAB VI
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data yang
dimiliki oleh RSUD Saiful Anwar Malang Instalasi Kedokteran Forensik pada
periode Januari 2015 - Mei 2017, didapatkan 1071 jenazah dengan trauma
tumpul. Jenis kelamin laki-laki ditemukan paling banyak dibandingkan
perempuan. Lokasi luka tumpul paling banyak ditemukan adalah trauma tumpul
kepala. Untuk trauma tumpul perut, paling banyak di dapatkan prevalensinya
pada tahun 2016. Jenis luka babras merupakan luka akibat trauma tumpul yang
paling banyak didapatkan pada penelitian ini dibandingkan luka memar dan luka
terbuka.

4.2 Saran
Peneliti mengharapkan agar pengumpulan data bisa dilakukan lebih rinci
agar didapatkan variabel yang lebih banyak sehingga analisa data yang
dilakukan bisa bermakna luas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Apuranto, H. 2012. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.


Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

Lumandung ft. Gambaran korban meninggal dengan cedera kepala pada


kecelakaan lalu lintas di bagian forensik blu rsup prof. Dr. R. D. Kandou
manado periode tahun 2011-2012.manado.2012

Luthfia, T. 2013. ASPEK MEDIKOLEGAL KORBAN MATI AKIBAT TRAUMA


BENDA TUMPUL. https://www.scribd.com/doc/182947841/Referat-
Forensik-Aspek-Medikolegal-Trauma-Benda-Tumpul, diakses pada 15 Juni
2017 pukul 13:39

Singh ska. Angka kejadian korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan hasil
pemeriksaan luar visum et repertum di rsup dr. Mohammad hoesin
palembang tahun 2011-2013. Mks. 2015;42:107-9

Dahlan, Sofwan. 2000. Ilmu Kedokteran Forensik: Cetakan Pertama. Semarang:


Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Prawestiningtyas, Eriko. 2014. Diktat Kuliah-Traumatologi Forensik. Malang:
Laboratorium Kedokteran Forensik FKUB-RSSA
Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah
Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433

21

Anda mungkin juga menyukai