Oleh:
Kharisma Ridho Husodo 150070200011167
Yoga Indrawan 150070200011134
Muhammad Dliyaul Haq 150070200011168
Setia Khairunnisaa 150070200011199
Pembimbing:
dr. Etty Kurnia, Sp.F
Kata kunci: Trauma tumpul, perut, jenis kelamin, jenis luka, pemeriksaan luar
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
2.1 Definisi Trauma Tumpul ................................................................................. 3
2.2 Pembagian Kekerasan Karena Benda Tumpul .............................................. 3
2.3 Luka Akibat Trauma Tumpul .......................................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 12
BAB IV ANALISIS DATA ................................................................................... 14
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 19
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Traumatologi forensik adalah cabang ilmu kedokteran forensik
yang mempelajari sebab akibat yang timbul akibat adanya trauma pada
tubuh atau bagian dari tubuh manusia. Diketahui bahwa pada setiap
tindak pidana atau yang dicurigai sebagai tindak pidana hampir selalu
meninggalkan bekas pada tubuh korban, berupa luka atau kerusakan lain
bahkan dapat menimbulkan kematian, sehingga pengetahuan mengenai
traumatologi forensik akan sangat diperlukan bagi dokter terutama dalam
membantu kepentingan peradilan khususnya terhadap kasus yang
menimbulkan korban baik korban hidup maupun korban meninggal baik
berupa perlukaan bahkan kematian (Prawestiningtyas,2014).
1
orang (27%) dan terluka benda tajam/tumpul sebesar 144.127 orang
(18,3%).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi kedaruratan
klinis, respons sistemik, dan dampak intervensi medis.
4
Meskipun begitu, penelitian yang dilakukan oleh Christison
menunjukkan bahwa memar masih dapat terjadi pada sekitar 2-3 jam
setelah kematian namun dengan catatan bahwa gaya yang diberikan harus
lebih besar dan memar yang terbentuk lebih kecil bila dibandingkan
terbentuk saat masih hidurp (Vij, 2011)
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi ukuran, waktu
pembentukan, jelas/tidaknya memar pada jenazah seperti seberapa besar
gaya yang terjadi pada saat kejadian, lokasi yang terkena gaya,
vaskularitas dari area yang terkena, dll. (Cahya, 2012)
5
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama
adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda
yang mengenainya (Luthfia, 2013).
Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat
diklasifikasikan sebagai:
a. Luka lecet gores : Diakibatkan oleh benda runcing, misal kuku jari,
yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) dan menyebabkan
lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan
yang terjadi.
b. Luka lecet serut : Variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan
ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan : Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul
terhadap kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka
belum tentu sama dengan permukaan benda, tetapi masih mungkin untuk
mengidentifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk khas, misal
kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan, dsb. Gambaran yang ditemukan
adalah daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya.
d. Luka lecet geser : Disebabkan oleh tekanan linier kulit disertai
gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat. Luka lecet
geser yang terjadi semasa hidup sulit dibedakan dari luka lecet geser yang
terjadi segera pasca mati.(Luthfia, 2013)
6
luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut
tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul
yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala
maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi
(Mahardika, 2014).
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat
menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok
kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk
menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu
tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan
kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang
lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi (Mahardika,
2014).
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa
dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.
Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet
membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi
dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang
paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal
kekerasan (Mahardika, 2014).
Bentuk dari laserasi tidak dapat menggambarkan bahan dari
benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan
regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan
terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi
sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu
sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip (Mahardika, 2014).
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi
tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya.
Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar
laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa.
7
Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan
bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka.
Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain (Mahardika, 2014).
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit
ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat
segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang
terjadi setelah mati dapat dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup
yaitu tidak adanya perdarahan (Mahardika, 2014).
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah
laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang
fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang
mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya
diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman
yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka
masuk ke dalam jaringan. Port dentree tersebut tetap ada sampai dengan
terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat
persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di
gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi
dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang
memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta,
hati dan limpa (Mahardika, 2014).
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan
yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma
yang dapat menyebabkan perdarahan hebat (Mahardika, 2014).
4. Fraktur
8
disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi
tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi
trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak
yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering
kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma
yang ringan (Mahardika, 2014).
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain.
Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya
fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru
berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur
yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau lemak
merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur (Mahardika, 2014).
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur
depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang
9
dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang
secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak
tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian (Mahardika, 2014).
1) hypocondriaca dextra
2) epigastrica
3) hypocondriaca sinistra
4) lateralis dextra
5) umbilicalis
6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra
10
8) pubica
9) inguinalis sinistra
11
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal
ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum.
12
13
BAB III
METODE PENELITIAN
14
Variabel Tergantung : penyebaran kasus trauma tumpul tiap bulannya,
umur, jenis kelamin, cara kematian, lokasi luka, dan jenis luka.
15
BAB IV
ANALISIS DATA
Tabel 3.1 Data Jenis Kelamin Jenazah dengan Trauma Tumpul pada periode Januari
2015 - April 2017
Jenis Kelamin
31%
Pria
Wanita
69%
16
Gambar 3.1 Perbandingan Angka Jenazah dengan Trauma Tumpul Berdasarkan Jenis
Kelamin periode Januari 2015 Oktober 2017
Tabel 3.2 data perbandingan lokasi luka pada jenazah dengan trauma
tumpul periode Januari 2015 September 2017. Data disajikan dalam bentuk
diagram pada gambar 3.2
Tabel 3.2 Data Perbandingan Lokasi Luka Jenazah dengan Trauma Tumpul pada
periode Januari 2015 April 2017
Ekstremitas Kepala
Bawah Kepala Leher
24% 36%
Dada
Ekstremitas Atas Perut
24%
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Dada
9% Leher
3%
Perut
4%
Gambar 3.3 Perbandingan Lokasi Jenazah dengan Trauma Tumpul Berdasarkan Jenis
Kelamin Periode Januari 2015 April 2017
17
18
BAB V
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, trauma tumpul perut lebih banyak didapatkan pada
jenis kelamin laki-laki (69,47%) daripada pada perempuan (30,53%). Sedangkan
jumlah terbanyak trauma tumpul terdapat pada laki-laki pada tahun 2015 yaitu
sejumlah 318, sementara jumlah terkecil terdapat pada perempuan pada tahun
2017. Hal ini bisa dikarenakan jumlah yang dihitung pada tahun 2017 belum
menccapai akhir tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Singh pada tahun 2013
yakni korban terbanyak yang meninggal akibat trauma tumpul adalah laki-laki
(78,3%). Salah satu faktor yang mungkin memengaruhi ialah laki-laki sebagai
kepala keluarga yang harus mencari nafkah di luar tempat tinggal, sehingga laki-
laki lebih sering menggunakan jalan raya dalam berlalu lintas. (Singh, 2013)
Sementara berdasarkan lokasi untuk trauma tumpul pada penelitian ini
memiliki presentase yaitu kepala 37%, leher 2%, dada 8%, perut 4%, ekstremitas
atas 24%, dan ekstremitas bawah 25%. Hal ini dengan penelitian di Manado
yaitu bahwa cedera kepala adalah cedera yang paling dominan ditemukan yakni
88% dari keseluruhan kasus dan diidentifikasi sebagai penyebab kematian pada
77% kasus (Lumandung, 2012).
Sementara untuk bagian perut, prevalensi luka jenazah yang didapat
akibat trauma tumpul dari bulan Januari 2015 sampai Mei 2017 mencapai 416
luka. Prevalensi luka terbanyak terdapat pada tahun 2016 yaitu 48,5% dengan
jumlah 202 luka. Belum ditemukan penelitian sebelumnya di RSUD Saiful Anwar
tentang Pola Prevalensi luka tumpul bagian perut dari tahun ke tahun.
Berdasarkan jenis luka, pada penelitian ini didapatkan presentasi jenis
luka yang paling besar adalah luka babras (49,2%) daripada luka memar (25,2%)
dan luka robek (25,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bali
dimana diketahui bahwa luka terbanyak pada trauma tumpul adalah luka babras.
Luka babras terjadi pada bagian superfisial sehingga hanya mengenai epidermis
yang terkena lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi ke
jaringan lunak di bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari epidermis
pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Sehingga ketika
seseorang mengalami trauma tumpul akan cenderung mengalami luka babras
karena lokasinya yang terkena yaitu pada bagian epidermis dan dermis
dibandingan dengan luka memar. (Apuranto, 2012)
19
BAB VI
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data yang
dimiliki oleh RSUD Saiful Anwar Malang Instalasi Kedokteran Forensik pada
periode Januari 2015 - Mei 2017, didapatkan 1071 jenazah dengan trauma
tumpul. Jenis kelamin laki-laki ditemukan paling banyak dibandingkan
perempuan. Lokasi luka tumpul paling banyak ditemukan adalah trauma tumpul
kepala. Untuk trauma tumpul perut, paling banyak di dapatkan prevalensinya
pada tahun 2016. Jenis luka babras merupakan luka akibat trauma tumpul yang
paling banyak didapatkan pada penelitian ini dibandingkan luka memar dan luka
terbuka.
4.2 Saran
Peneliti mengharapkan agar pengumpulan data bisa dilakukan lebih rinci
agar didapatkan variabel yang lebih banyak sehingga analisa data yang
dilakukan bisa bermakna luas.
20
DAFTAR PUSTAKA
Singh ska. Angka kejadian korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan hasil
pemeriksaan luar visum et repertum di rsup dr. Mohammad hoesin
palembang tahun 2011-2013. Mks. 2015;42:107-9
21