Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS POLI

RAMSAY HUNT SYNDROME

Oleh :

dr. Dyah Ayu Pradnyaparamitha

Pembimbing Poli :

dr. Wiwiek Widyastuti, MM

RUMAH SAKIT UMUM HARJONO PONOROGO

2019
KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn BS
Umur : 45 tahun
Tanggal Lahir : 30 Juni 1974
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Karangpatihan, Balong
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Status pernikahan : Sudah menikah
Tanggal pemeriksaan : 08 Juli 2019 (Poli Saraf pk.09.30)
No. DMK : 40.05.52

II. DATA DASAR


Anamnesa
1. Keluhan Utama : mata kanan tidak dapat berkedip
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Lokasi : mata
 Onset : 2 hari SMRS
 Kualitas : pasien mengatakan mata kanannya tidak dapat berkedip,
saat memejamkan mata pun tidak dapat menutup dengan
sempurna
 Kuantitas : keluhan dirasakan pasien setiap saat
 Kronologis :
Pasien datang ke Poli Saraf RSUD Hardjono Ponorogo dengan
keluhan mata kanan tidak dapat berkedip sejak 2 hari yang lalu. Pasien
merasa matanya kering dan gatal terutama setelah bepergian
menggunakan motor. Saat mencuci muka, pasien juga merasa selalu
ada air yang masuk mengenai mata meskipun sudah memejamkan
mata. 2 minggu yang lalu pasien mengaku sakit herpes di belakang
dan di telinga kanan dan sudah mendapat pengobatan dari puskesmas.
 Faktor memperberat : saat mengendarai motor, mata terasa kering
dan gatal
 Faktor memperingan : istirahat/tiduran
 Gejala penyerta : indra pengecap menurun(+), bicara pelo (-),
pusing (-), demam (-), penurunan pendengaran (-), telinga kanan pernah
terasa nyeri sesaat, nyeri menjalar sampai leher bagian belakang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat sakit herpes : ±2 minggu lalu muncul vesikel
multipel berkelompok diatas dasar eritem di belakang dan telinga kanan
dan sudah mendapat terapi herpes dari puskesmas.
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat sakit herpes : disangkal
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
5. Riwayat Sosial dan Ekonomi :
Kesan ekonomi cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Komposmentis, GCS 456
3. Status Gizi : Baik
4. Vital Sign
- TD : 160/80 mmHg
- Nadi : 103 x/menit, regular
- RR : 20 x/menit, regular
- Suhu : 36,5 oC
5. Status generalis :
- Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-)
- Mata : nistagmus -/-, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 2mm/2mm, mata
kanan tidak dapat menutup dengan rapat
- Telinga : lesi (-/-), makula hiperpigmentasi di belakang telinga
kanan
- Hidung : lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-)
- Mulut : simetris, lesi (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-)
- Leher : lesi (-), pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
- Thorax : DBN
- Jantung : DBN
- Abdomen : DBN
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

STATUS NEUROLOGIS
A. Fungsi Luhur
- Kesadaran
 Kualitatif : Komposmentis
 Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : Baik
- Daya ingat : Baik
- Gerakan abnormal : Tidak Ditemukan
- Gangguan berbahasa:
 Afasia motorik : (-)
 Afasia sensorik : (-)

B. Koordinasi dan Keseimbangan


- Cara berjalan : tidak dilakukan
- Tes Romberg : tidak dilakukan
- Tes romberg dipertajam : tidak dilakukan
- Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
- Tes telunjuk –telunjuk : tidak dilakukan
- Tes tumit – lutut : tidak dilakukan

C. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal

D. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu t.d.l t.d.l
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
b. Lapang pandang t.d.l t.d.l
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata medial (+) (+)
e. Ukuran pupil 2 mm 2 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
i. Reflek akmodasi (+) (+)
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. ;Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas Normal Normal
d. Reflek kornea t.d.l t.d.l
e. Trismus (-) (-)
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi (-) (+)
b. Mengangkat alis (-) (+)
c. Menutup mata (-) (+)
d. Sudut mulut (-) (+)
e. Meringis (-) (+)
f. Tik fasial (-) (-)
g. Mecucu/bersiul (-) (+)
h. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N.VIII (Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik t.d.l t.d.l
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah t.d.l t.d.l
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N.X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka simetris simetris
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Artikulasi N N

E. Badan dan Anggota Gerak


Anggota Gerak Atas Kanan Kiri
Sistem motorik :
- Gerakan bebas bebas
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem sensorik :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Biceps (N) (N)
- Triceps (N) (N)

Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri

Sistem motoric
- Gerakan normal normal
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Patella (N) (N)
- Achiles t.d.l t.d.l
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign t.d.l t.d.l
Brudzinski I t.d.l t.d.l
Brudzinski II t.d.l t.d.l
Rangsang Radikuler
Tes Laseque t.d.l t.d.l
Tes Patrik t.d.l t.d.l
Tes Kontra Patrik t.d.l t.d.l

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : parese n. VII dextra
b. Diagnosis Topik : nervus cranialis VII perifer
c. Diagnosis Etiologi : Sindrom Ramsay Hunt

RENCANA AWAL (PLANNING)


Rencana Terapi
Medikamentosa
Anti Hipertensi
- Amlodipin 1 × 10mg
Neurotrophic
- Mecobalamin 3 × 500mg
Ophtalmic lubricants
- Cendo lyteers eye drop
Prednison 3 x 15 mg selama 3 hari

Edukasi
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit ramsay
hunt syndrom
- Saat tidur mata ditutup dengan kain atau mata kanan diplester sementara
supaya mata terlindungi
- Minum obat rutin dan kontrol 3 hari kemudian untuk tapering off
prednison

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Sindrom Ramsay Hunt (SRH) atau geniculate neuralgia yang sering
disebut juga dengan Herpes Zoster Oticus (HZO) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi vesikuler yang mengenai sebagian
telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai kelumpuhan nervus VII
perifer.1,2 SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada
aurikula dan parese nervus fasialis perifer.3 Definisi lain dari SRH adalah suatu
parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan
mulut.4
Sindrom Ramsay Hunt menjadi penyebab paling banyak nomor dua dari
kelumpuhan perifer pada wajah.5 Sebelum tahun 1986, frekuensi zoster pada
pasien dengan kelumpuhan wajah perifer diperkirakan 4,5% -8,9%. Penyakit ini
disebabkan oleh reaktivasi sebuah virus varicella zoster (VZV) dari famili herpes
alpha. Gejala dari penyakit ini kadang tidak tampak karena lesi herpes tidak selalu
hadir dan mungkin mirip dengan beberapa penyakit neurologis lainnya seperti
cerebral insult, lyme disease dan meningitis.6
Sebuah tinjauan retrospektif dari 2.076 pasien didapatkan Menderita
kelumpuhan wajah unilateral, dengan atau tanpa vesikel. Dari tahun 1976-1996 di
Japan, diungkapkan insiden serupa sindrom ramsay hunt pada orang dewasa dan
anak-anak di atas usia 6 tahun. Dalam penelitian tersebut, sindrom ramsay hunt
didefinisikan sebagai palsy wajah unilateral, vesikel herpes pada telinga atau
mukosa mulut, dan disfungsi vestibulocochlear. Hal ini didiagnosis pada 16,7%
anak-anak dan 18,1% dari orang dewasa dengan kelumpuhan wajah.6
Insiden penyakit ini lebih tinggi pada anak di atas usia 6 tahun (24,3%)
dibandingkan pada anak-anak dibawah usia 6 tahun (10,5%). Dibandingkan
dengan orang dewasa, munculnya vesikel kadang tertunda pada anak-anak,
dengan 50% pada anak-anak lebih dari usia 16 tahun, dan 31,9% orang dewasa
vesikel muncul setelah terjadi kelumpuhan wajah. Pada anak-anak dibawah 16
tahun dan pada orang dewasa, Gejala yang sering muncul berupa gangguan
pendengaran (24,4% dan 52,7%), tinnitus (11,1% dan 24,7%), dan vertigo (17,4%
dan 31,8%); 2,9% dari orang dewasa juga menunjukkan gejala glossopharyngeal /
vagal.6
Pada beberapa penelitian retrospektif, kekuatan wajah dievaluasi dengan
menggunakan sistem penilaian Hous-Brackmann pada anak maupun dewasa.
Pemulihan lengkap terjadi pada 85/173 (49%) orang dewasa, dan dalam 33/42
(78%) pasien dibawah usia 16 tahun. Serial audiogram menunjukkan pemulihan
sempurna pada 66% anak-anak dengan dokumentasi audiometri gangguan
pendengaran dibandingkan dengan 37,7% orang dewasa.6
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom ramsay hunt secara
statistik lebih cenderung memiliki tingkat keparahan dan denervasi yang lengkap
dengan sinkinesis persisten. Pasien dengan sindrom ramsay hunt diobati dengan
prednisone hanya sedikit yang dapat mengurangi kelumpuhan wajah
dibandingkan pasien yang tidak diobati prednison.6
Di Indonesia belum ada data angka yang menunjukkan kejadian SRH, hal
ini mungkin disebabkan karena kejadian SRH sama saja jarangnya dengan
kejadian di Amerika Serikat ataupun lebih jarang sehingga mungkin terabaikan.6

2.1. ANATOMI NERVUS FACIALIS


Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam
tulang temporal, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak dalam
tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu komponen motoris, sensoris,
dan parasimpatis.7 Komponen motoris mempersarafi otot wajah kecuali musculus
levator palpebra superior. Selain itu nervus facialis juga mempersarafi stapedius
dan venter posterior musculus gastricus. Komponen sensoris mempersarafi 2/3
anterior lidah untuk mengecap melalui meatus corda timpani. Komponen
parasimpatis memberikan persarafan pada glandula lakrimalis, glandula
submandibular, dan glandula sublingualis.
Nervus facialis memliki 2 inti yaitu superior dan inferior. Inti superior
mendapat persarafan dari korteks motor secara bilateral sedangkan inti inferior
hanya mendapat persarafan dari 1 sisi. Serabut dari kedua inti berjalan
mengelilingi inti nervus abducens (N.VI) kemudian meninggalkan pons bersama
nervus vestibulococlearis (N.VIII) dan nervus intermedius masuk ke dalam tulang
temporal melalui poros meatus akustikus internus. Setelah masuk ke dalam tulang
temporal N.VII kan berjalan dalam saluran yang disebut kanal Fallopi.
Dalam perjalan di dalam tulang temporal N. VII dibagi dalam 3 segmen
yaitu segmen labirin, segmen timpani, dan segmen mastoid. Segmen labirin
terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatom. Panjang
nervus ini 2-3 milimeter. Segmen timpani (segmen vertical) terletak diantara
bagian distal ganglion genikolatum dan berkala kea rah posterior telinga tengah,
kemudian naik ke arah tingkap lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu turun dan
kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen
ini kira-kira 12 milimeter. Segmen mastoid (segmen vertical), mulai dari dinding
medial dan superior kavum timpani. Perubahan posisi dari segmen timpani
menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal atau genu eksterna. Bagian ini
merupakan bagian paling posterior dari N. VII sehingga mudah terkena trauma
pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah caudal menuju foramen
stylomastoid. Panjang segmen ini 15-20 milimeter. Setelah keluar dari tulang
mastoid, N. VII menuju glandula parotis dan membagi diri untuk mepersarafi
otot-otot wajah.
Di dalam tulang temporal N.VII memberikan 3 cabang penting, yaitu
nervus petrosus superior mayor, nervus stapedius, dan corda timpani. Nervus
petrosus superior mayor keluar ganglion genukulatum dan memberi rangsang
pada glandula lakrimalis. Nervus stapedius mempersarafi muskulus stapedius dan
berfungsi sebagai peredam suara. Corda timpani mempersarafi pengecapan pada
2/3anterior lidah. 7
Korteks serebri akan memberikan persarafan bilateral pada nucleus N VII
yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra lateral pada
otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralysis
otot wajah ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi LMN akan
menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontra lateral.8
Gambar 1. Anatomi nervus fasialis3

Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah


korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan
kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas lumpuh
dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika
kedua sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat
terangkat.8
Lesi LMN : bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os petrusus,
cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
facialis. Lesi di pon yang terletak disekitar ini nervus abducens bisa merusak akar
nevus facialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena
itu paralysis facialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau
gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus
akan melibatkan nervus facialis dan akustikus sehingga paralysis facialis LMN
akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa
rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).
Gambar 2. Kelumpuhan nervus fasialis (N. VII)6

2.2. PATOGENESIS SINDROM RAMSAY HUNT


Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui
saluran nafas atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar
limfe regional dan tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran darah dan
9
berkembang biak di organ dalam. Fokus replikasi virus terdapat pada system
retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer tinggi, virus
dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel pada
kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar
melalui saraf sensoris dari jaringan kutaneus, menetap pada ganglion
serebrospinalis dan ganglion saraf kranial.
Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang
menetap pada ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis.
Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada
nervus VII. Peradangan dapat meluas sampai ke foramen stilomastoid. 10 Gejala
kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat infeksi pada ganglion yang
9,10
terdapat di telinga dalam atau penyebaran proses peradangan dari nervus VII.
Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke pasien, seperti halnya wilayah dipersarafi
oleh nervus intermedius (yaitu, bagian sensorik dari CN VII). Daerah ini mungkin
termasuk anterior dua pertiga dari lidah, langit-langit lunak, kanal auditori
eksternal, dan pinna.
2.3. DIAGNOSIS
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya
kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot
wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.7
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal
berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah.
Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok
di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada
telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler). 2 Gejala-gejala yang biasanya
dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80%
pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal
lower motor neuron paresis wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50%
kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun telinga. Nyeri
bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul biasanya beberapa jam sampai
beberapa hari setelah muncul ruam.1
Pemeriksaan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran atau
di membrana tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara
subjektif dengan menggunakan sistem House-Brackman selain itu derajat dapat
digunakan untuk evaluasi sekuele.
Tabel House - Brackman

Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak
lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustatoometri.2,11 Pemeriksaan N.
VII dimulai dari fungsi saraf motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah
utama di muka, mulai dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m.
soucilier), mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m. piramidalis),
memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi (m. zygomatikus), memoncongkan mulut ke depan sambil
memperlihatkan gigi (m. relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m.
businator), bersiul (m. orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m.
triangularis), dan memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m.
mentalis). Setiap gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri.
Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan normal serta simetris,
angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada diantara angka 3
dan 1, angka 0 jika tidak ada gerakkan sama sekali.
Tes gustatomeri ini digunakan untuk menilai n.corda timpani, dengan cara
membandingkan ambang rasang antara sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer
digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang
disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum,
dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan
dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1)
penyakit yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, (3) penyakit yang menyerang
bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan pendengaran, (4)
penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala
gangguan pendengaran dan keseimbangan.12

2.4. DIAGNOSIS BANDING


Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa penyakit
dapat dijadikan diagnosis banding untuk SRH, antarala lain adalah Bell’s Palsy,
miringitis bulosa, dan neuralgia trigeminal. Diagnosis banding yang mungkin
adalah Bell’s Palsy hal ini didasarkan pada tampilan klnis yang terdapat
kelamahan separuh otot wajah. Hal yang sangat membedakan adalah adanya ruam
pada SRH.
Miringitis Bullosa memiliki karakteristik gambaran klinis pasien yaitu
tiba-tiba mengalami sakit telinga yang parah atau otalgia sifatnya berdenyut.
Nyeri biasanya terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid,
tengkuk, temporomandibula hingga ke seluruh wajah.13 Karakteristik pemeriksaan
fisik dari miringitis bullosa adalah adanya bulla pada membran timpani. Bulla
yang muncul paling sering pada sisi posterior atau postero inferior membran
timpani atau pada dinding kanalis posterior. Pada pemeriksaan pendengaran dapat
ditemukan adanya penurunan pendengaran.
Gejala neuralgia trigeminal muncul secara tiba-tiba, unilateral, nyeri yang
berat terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai dengan saraf trigeminal tetapi
neuralgia trigeminal tidak menyebabkan adanya deficit nerologis. 13
2.5. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu
pengobatan infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan
penyakit tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes.14
Perawatan utama untuk nyeri zoster terkait akut termasuk analgesik
narkotik dan non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroactive, dan
agen antikonvulsan. Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri neuropatik
umum telah mapan, hanya beberapa modalitas telah dievaluasi khusus untuk
zoster akut terkait nyeri pada studi terkontrol. Para oksikodon narkotika oral dan
antikonvulsan gabapentin lisan, serta aspirin analgesik topikal dan lidokain,
semua telah menunjukkan kemampuan untuk mengurangi akut zoster terkait nyeri
pada double-blind, placebo-controlled studi.15  Di sisi lain, pregabalin
anticonvulsant secara statistik gagal untuk menunjukkan pengaruh signifikan
menghilangkan nyeri zoster akut dalam studi double-blind kecil, terkontrol
plasebo.16 Meskipun, perlu dicatat obat ini telah terbukti ampuh mengobati rasa
sakit dari neuralgia postherpetic dalam studi terkontrol lainnya.
Antivirus dan kortikosteroid juga telah ditunjukkan untuk mempercepat
resolusi zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral pada herpes zoster adalah
untuk mengurangi rasa sakit, menghambat replikasi virus, membantu
penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah atau mengurangi keparahan neuralgia
postherpetic. Tiga agen antivirus, asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir, telah
disetujui untuk pengobatan herpes zoster di Amerika Serikat.
Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan replikasi virus
varicella-zoster (VZV) melalui penghambatan polimerase DNA virus. Bentuk ke-
3 agen telah terbukti dalam uji klinis untuk mengurangi pelepasan virus dan
mempercepat resolusi gejala, termasuk rasa sakit, pada herpes zoster tanpa
komplikasi. Acyclovir merupakan turunan guanin yang mencegah varicella-zoster
virus (VZV) replikasi melalui penghambatan polimerase DNA virus. Ini
mengurangi durasi lesi simtomatik. Setelah diminum, famsiklovir dengan cepat
biotransformed ke dalam senyawa aktif penciclovir dan terfosforilasi oleh kinase
timidin virus. Dengan persaingan dengan triphosphate deoxyguanosine,
penciclovir trifosfat menghambat polimerase virus. Dosis disesuaikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal atau penyakit hati. Valacyclovir adalah prodrug yang
dengan cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas antivirus
nya. Beberapa penelitian memberi kesan superioritas valacyclovir dan famciclovir
dibandingkan dengan asiklovir dalam hal resolusi rasa sakit dan percepatan
penyembuhan kulit. Selain itu, baik valasiklovir dan famsiklovir telah
meningkatkan bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai hasilnya, memerlukan
dosis kurang sering.
Studi-studi terkontrol penggunaan antivirus pada herpes zoster hanya
dievaluasi efektivitas mulai terapi dalam 48-72 jam onset ruam, dan mereka telah
menunjukkan tanpa kehilangan efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat
selama periode itu.16 Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak
menunjukkan bahwa agen antivirus oral asiklovir, famsiklovir, dan valacyclovir,
dimulai dalam waktu 72 jam setelah onset ruam, mengurangi keparahan dan
durasi nyeri akut, serta kejadian postherpetic neuralgia.17 Terapi antivirus harus
dipertimbangkan untuk rejimen pengobatan zoster akut, terlepas dari saat
presentasi. Lamanya pengobatan antivirus dalam studi telah bervariasi dari 7-21
hari. Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien imunokompeten, asiklovir selama
7-10 hari atau 7-hari dari agen yang lebih baru adalah tepat.18,19,20
Terapi antivirus telah ditunjukkan untuk menghentikan perkembangan dan
penyebaran herpes zoster akut pada pasien immunocompromised, bahkan bila
dimulai lebih dari 72 jam setelah onset ruam.  Dengan demikian, pendapat pakar
saat ini merekomendasikan penggunaan terapi antivirus pada semua pasien
immunocompromised zoster sebelum krusta penuh dari semua lesi. Terapi herpes
zoster pada individu normal dapat diberikan asiklovir 5x800mg sehari selama 7
hari, paling lambat 72 jam setelah lesi muncul. 10 Menurut Gupta J dkk,21
pemberian asiklovir 7-10 hari. Pada saat 72 jam setelah munculnya gejala
pemberian antivirus 70% orang akan mengalami kesembuhan yang seutuhnya.
Jika pemberian antiviral diberikan lebih dari waktu emasnya makan kesempatan
seseorang untuk sembuh seutuhnya akan berukurang 50% .
Penggunaan steroid dalam hubungannya dengan antivirus untuk herpes
zoster tanpa komplikasi adalah kontroversial. Penambahan kortikosteroid oral
telah dievaluasi pada pasien yang diobati dengan asiklovir dalam 2 studi
terkontrol. Steroid yang ditemukan untuk mempercepat resolusi neuritis akut dan
memberikan peningkatan yang jelas dalam kualitas-hidup tindakan dibandingkan
dengan pasien diobati dengan antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak
berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik. Steroid
oral belum diteliti dengan valacyclovir atau famciclovir, sehingga manfaatnya
tidak diketahui. Bentuk non oral terapi steroid tambahan pada herpes zoster akut
juga telah dipelajari. Sebuah penelitian yang melibatkan injeksi epidural steroid
tunggal dan anestesi lokal diberikan bersamaan dengan rejimen standar antiviral
oral dan analgesik ditemukan sederhana meningkatkan zoster terkait sakit selama
1 bulan lebih tanpa pengobatan steroid.
Seperti di atas, tidak ada efek dalam mencegah neuralgia pasca herpes
yang tercatat. Mengingat dampak negatif dan kontraindikasi dari penggunaan
kortikosteroid, pendapat pakar saat ini menyarankan membatasi keterlibatan
mereka dengan kasus-kasus nyeri sedang sampai zoster parah, atau di mana
gejala-gejala neurologis yang signifikan (seperti kelumpuhan wajah) atau
keterlibatan SSP hadir (dan penggunaan kortikosteroid tidak dinyatakan
kontraindikasi). Durasi optimal terapi steroid tidak diketahui. Jika diresepkan,
tampaknya masuk akal untuk steroid untuk digunakan bersamaan dengan terapi
antivirus.
Lamanya penggunaan steroid tidak boleh melampaui masa terapi antivirus.
Steroid tidak boleh diberikan sendiri (tanpa terapi antivirus), karena kekhawatiran
tentang promosi replikasi virus. Individu dengan perubahan imunitas diperantarai
sel, akibat kondisi imunosupresif (misalnya, HIV, kanker) atau pengobatan
(misalnya, penggunaan kortikosteroid diperpanjang), akan meningkatkan risiko
untuk herpes zoster. Selanjutnya, presentasi herpes zoster pada populasi
immunocompromised dapat menjadi rumit oleh penyakit disebarluaskan dan
keterlibatan organ visceral. Menurut Gupta J dkk,21 kortikosteroid 3-5 hari dengan
regimen tapperring. Kortikosteroid dapat diberikan selama 10-14 hari dengan
dosis 40-60mg/hari atau 1mg/KgBB/hari dengan regimen tappering.2
Evaluasi dari pengobatan SRH ini sendiri dengan melakukan pemeriksaan
N.VII secara serial dan dengan pemeriksa yang sama selain dari apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Selain terapi medikamentosa juga diperlukan edukasi
kepada pasien bahwa mungkin saja hilangnya pendengaran ataupun paralisis
wajah yang terjadi adalah mentepa mesiskipun sudah dilakukan pengobatan.

2.6. KOMPLIKASI
Paralysis berat akan mengakibatkan tidak sempurnanya kesembuhan dan
berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis.
Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan
jaringan saraf dalam tulang punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit
punggung, kebingungan, kelesuan, dan kelemahan. Neuralgia pasca
herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus
diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia
muda hanya terjadi pada 10 % kasus.
Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya
penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel sering
menjadi ulkus dan jaringan nekrotik. Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian
kecil penderita (1 – 5 % kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranialis. Terjadi biasanya 2 minggu setelah timbulnya
erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.22

2.7. PROGNOSIS
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus, hipertensi dan
pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus
(HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bell’s Palsy. Sekitar setengah
dari jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan motorik nervus fasial, hanya
sebagian kecil pasien dengan gangguan paralisis komplit.Hasil pemulihan akan
lebih baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul.
Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan
dimulai pada saat ini. Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari,
kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%.1,8
DAFTAR PUSTAKA

1. Augosto AM. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical.
2. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In:
ThePrectitioner casebook: 2010; 254: 33-35.
3. Coleman et al. Ramsay Hunt syndrome with severe dysphagia.
Department of Otolaryngology Head and Neck Surgery Michigan medical
center. 2011; 1-2.
4. Danil Kim et al. Ramsay Hunt syndrome presenting as simple otitis
externa in CJEM. Department of Medicine University of Toronto; 2008;
247-50.
5. Sandoval C C, Nunez F A, Lizama C M, Margarit S C, Abarca V K,
Escobar H R. [Ramsay Hunt syndrome in children: four cases and
review]. Rev Chilena Infectol. Dec 2008;25(6):458-64.
6. Sweeney, CJ., Gilden. Ramsay Hunt Syndrome. Jurnal Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2010. 149-154
7. Sjarifudin, Bashirudin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis
Perifer. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
& leher Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.p114 -17
8. Uscategui T, Doree C, Chamberlain IJ et al.; Corticosteroids as adjuvant to
antiviral treatment in Ramsay Hunt syndrome (herpes zoster oticus with
facial palsy) in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008,
Issue 3. Art. No.: CD006852. DOI: 10.1002/14651858.CD006852.pub2.
(V)
9. Kim HJ, et al. Ramsay Hunt syndrome complicated by a brainstem lesion.
Journal of Clinical virology 39 (2007) 322-325.
10. Sjaiful dkk. Infeksi Virus Herpes. Jakarta: kelompok studi herpes Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia .2002.p196-7.
11. Honda, Nobumitsu et al. Swelling of the intratemporal facial nerve in
Ramsay Hunt syndrome. Acta Otolaryngol. 2002122:348-52.
12. Furuta Y, Ohtani F, Aizawa H, et al; Varicella-zoster virus reactivation is
an important cause of acute peripheral facial paralysis in children. Pediatr
Infect Dis J. 2005 Feb;24(2):97-101.
13. Kotikosi, M. Acute miringitis in children less than two years of age. Acta
University Tamperensis 991. Finland. 2004. p.7, 15-20, 24-42.
14. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M,
et al. Recommendations for the management of herpes zoster. Clin Infect
Dis. Jan 1 2007;44 Suppl 1:S1-26.
15. Lin PL, Fan SZ, Huang CH, et al. Analgesic effect of lidocaine patch 5%
in the treatment of acute herpes zoster: a double-blind and vehicle-
controlled study. Reg Anesth Pain Med. Jul-Aug 2008;33(4):320-5.
16. Ahmed AM, Brantley JS, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing
herpes zoster in immunocompromised patients. Herpes. Sep
2007;14(2):32-6.
17. Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENTear, nose & throat
journal. 2007:p.138-140.
18. Anil K. Facial nerve: disorders of facial nerve. In:Current otolaryngology.
New York: Mc Graw Hill;2007.
19. Philip A, Wackym, Jhon SR. Facial paralysis. In:Ballenger’s
otorhinolaryngology head and neck surgery. Ed.16th. Hamilton ontario :
2003; 24:492-494.
20. Janniger CK. Herpe Zoster Clinical Presentation.
Available:http://emedicine.medscape.com/article/1132465-
clinical#aw2aab6b3b3.
21. Yeo SW, et al. Analysis of prognostic factors in bell’s palsy and ramsay
hunt syndrome. Auris nasus larynx.2007.34:159-164.
22. Murakami S, Hato N, Horiuchi J, Honda N, Gyo K, Yanagihara N.
Treatment of Ramsay Hunt syndrome with acyclovir-prednisone:
significance of early diagnosis and treatment. Ann Neurol 1997;41:353-
357.

Anda mungkin juga menyukai