Oleh :
Pembimbing Poli :
2019
KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn BS
Umur : 45 tahun
Tanggal Lahir : 30 Juni 1974
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Karangpatihan, Balong
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Status pernikahan : Sudah menikah
Tanggal pemeriksaan : 08 Juli 2019 (Poli Saraf pk.09.30)
No. DMK : 40.05.52
STATUS NEUROLOGIS
A. Fungsi Luhur
- Kesadaran
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : Baik
- Daya ingat : Baik
- Gerakan abnormal : Tidak Ditemukan
- Gangguan berbahasa:
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
C. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal
D. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu t.d.l t.d.l
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
b. Lapang pandang t.d.l t.d.l
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata medial (+) (+)
e. Ukuran pupil 2 mm 2 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
i. Reflek akmodasi (+) (+)
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. ;Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas Normal Normal
d. Reflek kornea t.d.l t.d.l
e. Trismus (-) (-)
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi (-) (+)
b. Mengangkat alis (-) (+)
c. Menutup mata (-) (+)
d. Sudut mulut (-) (+)
e. Meringis (-) (+)
f. Tik fasial (-) (-)
g. Mecucu/bersiul (-) (+)
h. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N.VIII (Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik t.d.l t.d.l
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah t.d.l t.d.l
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N.X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka simetris simetris
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Artikulasi N N
Sistem motoric
- Gerakan normal normal
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Patella (N) (N)
- Achiles t.d.l t.d.l
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign t.d.l t.d.l
Brudzinski I t.d.l t.d.l
Brudzinski II t.d.l t.d.l
Rangsang Radikuler
Tes Laseque t.d.l t.d.l
Tes Patrik t.d.l t.d.l
Tes Kontra Patrik t.d.l t.d.l
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : parese n. VII dextra
b. Diagnosis Topik : nervus cranialis VII perifer
c. Diagnosis Etiologi : Sindrom Ramsay Hunt
Edukasi
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit ramsay
hunt syndrom
- Saat tidur mata ditutup dengan kain atau mata kanan diplester sementara
supaya mata terlindungi
- Minum obat rutin dan kontrol 3 hari kemudian untuk tapering off
prednison
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Sindrom Ramsay Hunt (SRH) atau geniculate neuralgia yang sering
disebut juga dengan Herpes Zoster Oticus (HZO) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi vesikuler yang mengenai sebagian
telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai kelumpuhan nervus VII
perifer.1,2 SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada
aurikula dan parese nervus fasialis perifer.3 Definisi lain dari SRH adalah suatu
parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan
mulut.4
Sindrom Ramsay Hunt menjadi penyebab paling banyak nomor dua dari
kelumpuhan perifer pada wajah.5 Sebelum tahun 1986, frekuensi zoster pada
pasien dengan kelumpuhan wajah perifer diperkirakan 4,5% -8,9%. Penyakit ini
disebabkan oleh reaktivasi sebuah virus varicella zoster (VZV) dari famili herpes
alpha. Gejala dari penyakit ini kadang tidak tampak karena lesi herpes tidak selalu
hadir dan mungkin mirip dengan beberapa penyakit neurologis lainnya seperti
cerebral insult, lyme disease dan meningitis.6
Sebuah tinjauan retrospektif dari 2.076 pasien didapatkan Menderita
kelumpuhan wajah unilateral, dengan atau tanpa vesikel. Dari tahun 1976-1996 di
Japan, diungkapkan insiden serupa sindrom ramsay hunt pada orang dewasa dan
anak-anak di atas usia 6 tahun. Dalam penelitian tersebut, sindrom ramsay hunt
didefinisikan sebagai palsy wajah unilateral, vesikel herpes pada telinga atau
mukosa mulut, dan disfungsi vestibulocochlear. Hal ini didiagnosis pada 16,7%
anak-anak dan 18,1% dari orang dewasa dengan kelumpuhan wajah.6
Insiden penyakit ini lebih tinggi pada anak di atas usia 6 tahun (24,3%)
dibandingkan pada anak-anak dibawah usia 6 tahun (10,5%). Dibandingkan
dengan orang dewasa, munculnya vesikel kadang tertunda pada anak-anak,
dengan 50% pada anak-anak lebih dari usia 16 tahun, dan 31,9% orang dewasa
vesikel muncul setelah terjadi kelumpuhan wajah. Pada anak-anak dibawah 16
tahun dan pada orang dewasa, Gejala yang sering muncul berupa gangguan
pendengaran (24,4% dan 52,7%), tinnitus (11,1% dan 24,7%), dan vertigo (17,4%
dan 31,8%); 2,9% dari orang dewasa juga menunjukkan gejala glossopharyngeal /
vagal.6
Pada beberapa penelitian retrospektif, kekuatan wajah dievaluasi dengan
menggunakan sistem penilaian Hous-Brackmann pada anak maupun dewasa.
Pemulihan lengkap terjadi pada 85/173 (49%) orang dewasa, dan dalam 33/42
(78%) pasien dibawah usia 16 tahun. Serial audiogram menunjukkan pemulihan
sempurna pada 66% anak-anak dengan dokumentasi audiometri gangguan
pendengaran dibandingkan dengan 37,7% orang dewasa.6
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom ramsay hunt secara
statistik lebih cenderung memiliki tingkat keparahan dan denervasi yang lengkap
dengan sinkinesis persisten. Pasien dengan sindrom ramsay hunt diobati dengan
prednisone hanya sedikit yang dapat mengurangi kelumpuhan wajah
dibandingkan pasien yang tidak diobati prednison.6
Di Indonesia belum ada data angka yang menunjukkan kejadian SRH, hal
ini mungkin disebabkan karena kejadian SRH sama saja jarangnya dengan
kejadian di Amerika Serikat ataupun lebih jarang sehingga mungkin terabaikan.6
Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak
lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustatoometri.2,11 Pemeriksaan N.
VII dimulai dari fungsi saraf motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah
utama di muka, mulai dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m.
soucilier), mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m. piramidalis),
memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi (m. zygomatikus), memoncongkan mulut ke depan sambil
memperlihatkan gigi (m. relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m.
businator), bersiul (m. orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m.
triangularis), dan memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m.
mentalis). Setiap gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri.
Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan normal serta simetris,
angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada diantara angka 3
dan 1, angka 0 jika tidak ada gerakkan sama sekali.
Tes gustatomeri ini digunakan untuk menilai n.corda timpani, dengan cara
membandingkan ambang rasang antara sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer
digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang
disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum,
dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan
dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1)
penyakit yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, (3) penyakit yang menyerang
bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan pendengaran, (4)
penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala
gangguan pendengaran dan keseimbangan.12
2.6. KOMPLIKASI
Paralysis berat akan mengakibatkan tidak sempurnanya kesembuhan dan
berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis.
Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan
jaringan saraf dalam tulang punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit
punggung, kebingungan, kelesuan, dan kelemahan. Neuralgia pasca
herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus
diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia
muda hanya terjadi pada 10 % kasus.
Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya
penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel sering
menjadi ulkus dan jaringan nekrotik. Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian
kecil penderita (1 – 5 % kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranialis. Terjadi biasanya 2 minggu setelah timbulnya
erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.22
2.7. PROGNOSIS
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus, hipertensi dan
pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus
(HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bell’s Palsy. Sekitar setengah
dari jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan motorik nervus fasial, hanya
sebagian kecil pasien dengan gangguan paralisis komplit.Hasil pemulihan akan
lebih baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul.
Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan
dimulai pada saat ini. Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari,
kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%.1,8
DAFTAR PUSTAKA