VERTIGO
Diajukan oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2023
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn F
Usia : 38 Tahun
Alamat : Jl. Delima
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawati
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pendidikan : SLTA
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli umum Puskesmas
Sidomulyo pada 17 April 2023
a. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 4 hari
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh mual dan muntah serta keringat dingin.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum Puskesmas Sidomulyo dengan keluhan pusing berputar sejak
4 hari ini. Awalnya pasien pusing berputar dan merasa keringat dingin, mual dan sesekali
di iringi muntah. Keluhan semakin paraah saat pasien merubah posisi saat berbaring. Dua
hari terakhir ini pasien muntah sebanyak tiga kali, muntah berisi makanan sebelumnya
yang dia makan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya. Riwayat alergi obat-obatan
(-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
f. Riwayat Pribadi:
Tidak ada riwayat trauma, tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes.
c. Status Neurologis
I. Fungsi Luhur
- Kesadaran :
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif GCS :-
- Orientasi : Tempat, waktu dan situasi baik
- Daya ingat
Baru : Baik
Lama : Baik
- Gerakan abnormal : Tidak ditemukan
- Kemampuan bicara : Normal
- Sikap tubuh : Normal
- Cara berjalan : Normal
- Gerakan abnormal : Tidak ditemukan
2. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Normosmia Normosmia
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Baik Baik
b. Pengenalan warna Baik Baik
c. Lapang pandang - -
d. Fundus okuli - -
e. Papil - -
f. Retina - -
g. Perdarahan Tidak ada Tidak ada
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil Tidak di ukur Tidak di ukur
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung - -
h. Reflek akomodatif - -
i. Strabismus divergen - -
j. Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit Tidak di lakukan Tidak di lakukan
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Reflek kornea (+) (+)
N.VI (Abducens) :
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi (+) (+)
b. Mengerutkan dahi (+) (+)
c. Mengangkat alis (+) (+)
d. Menutup mata (+) (+)
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Mendengarkan suara berbisik
b. Mendengarkan detik arloji Tidak ada di Tidak ada di
c. Tes rinne lakukan lakukan
d. Tes weber
e. Tes schwabach
f. Nistagmus
N IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring
b. Uvula
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak ada di Tidak ada di
lakukan lakukan
d. Reflek muntah
e. Sengau
f. Tersedak
N X (Vagus)
a. Arkus faring Tidak ada di Tidak ada di
lakukan lakukan
b. Daya kecap 1/3 belakang
c. Bersuara
d. Menelan
N XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka (+) (+)
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
N XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah N N
c. Tremor lidah (-) (-)
ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik :
Gerakan normal normal
Sensibilitas normal normal
Nyeri normal normal
Reflek fisiologik :
Bisep + normal + normal
Trisep
+ normal + normal
ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot Tidak ada Tidak ada
Claw foot Tidak ada Tidak ada
Pitcher’s foot Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik
Gerakan (+) normal (+) normal
Reflek fisiologik (patella) (+) normal (+) normal
Sensibilitas (+) normal (+) normal
Nyeri Normal Normal
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechterew - -
Rossolimo - -
Gonda - -
Klonus patella - -
Klonus kaki - -
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Rangsang Radikuler
Tes Lasegue - -
Tes Patrik - -
Tes naffziger - -
Tes valsava - -
IV. RESUME
Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan teerhadap seorang pasien laki-laki berusia 38
tahun dengan keluhan pusing berputar sejak 4 hari yang lalu disertai dengan mual dan daalam
dua hari belakangan pasien muntah sebanyak 3 kali dalam sehari. Pada pemeriksaan fisik umum
dalam batas normal, untuk pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan yang sudah di lakukan pada pasien ini, maka diagnosis nya dengan
Vertigo. Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu dengan pemberian obat anti pusing berputar,
vitamin dan obat anti mual. Pemberian edukasi kepada pasien agar saat terbangun dari tempat
tidur secara perlahan sehingga bisa dalam posisi stabil.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit menier
2. Labirintis
VI. DIAGNOSA KERJA
Vertigo
VII. PENATALAKSANAAN
a. Usulan Pemeriksaan Lanjut
Pemeriksaan audiometri
b. Tatalaksanaan Medis
Betahistine 6mg 3x1
Domperidon 10mg 2x1
Vit. B complex 1x1
Kontrol dalam 5 hari kedepan
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : Dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
II. ETIOLOGI
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten di ikuti dengan
11
keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan
10
tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.
Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.8 Ménière’s
disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi
dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan
peningkatan volume endolimfe.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal
ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi
dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11
Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering
dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya telah dikenal sebagai
bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga di dapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Vertigo pada
migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan
terapi yang digunakan untuk migraine. 10
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari
suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien
yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan
gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala
biasanya normal.9
III. PATOFISIOLOGI
Bagian vestibular terdiri dari dua komponen yaitu kanalis semisirkularis dan
organ otolith. Semi sirkularis terdri dari tiga kanal, yakni kanal anterior, posterior, dan
horisontal. Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya
terdapat tonjolan yang disebut sebagai ampula. Ampula punya fungsi mengatur
keseimbangan dinamis, yang menentukan kesadaran posisi kepala saat terjadi gerakan
memutar atau rotasi. Sruktur otolith terdiri dari utrikulus dan sakulus yang mendeteksi
akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi.
Organ reseptornya adalah makula. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang
mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus
diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari
kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan
pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal
semisirkular (kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang
19
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehinggamenyebabkan vertigo.
IV. GEJALA KLINIS
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan gangguan
saraf perifer) vaskular (otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak, vertebrobasiler
jinak (BPPV), penyakit maniere, insufisiensi, neoplasma, migren basiler
neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Jadi cape Ya Tidak
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2 Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator
konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang parah
dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan
bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
2. Unterberger's stepping test
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini
disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. 2
3. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre 1
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya
vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten
2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila
tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue).
- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal.
Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa nistagmus
dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien
merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada nervus VIII. 5
- Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh
aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum
yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di
bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena air yang
disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian juga frekuensinya
(biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus
berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif dan
tuli perseptif
VI. DIAGNOSIS
3. Bersifat paroksismal dari saat timbulnya vertigo dan nystagmus (yaitu, terjadi
peningkatan lalu penurunan selama periode 10 sampai 20 detik)
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang
terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak di gunakan adalah manuver seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin di ulangi jika pasien masih
menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama
manuver dilakukan untuk menghilangkan debris. 16
Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-
pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan
sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena
berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga
yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah.
(4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah 1. 16
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini
gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi
intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon
stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior,
atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan
dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis
dengan menjaga fungsi pendengaran.1
IX. PROGNOSIS
d. Ad vitam : Dubia ad bonam
e. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
f. Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Pada kasus ini, Pasien datang ke poli umum Puskesmas Sidomulyo dengan keluhan
utama pusing berputar-putar sejak empat hari yang lalu. Berdasarkan keluhan utama pasien,
kemungkinan diagnosis banding dari penyakit pasien sudah mulai di perkirakan seperti
BPPV, ménière’s disease, vestibular Neuritis, migraine. Setelah itu, dokter menggali kembali
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) dari pasien. Pasien menjelaskan awalnya keluhan utama di
rasakan sejak 4 hari yang lalu. Keluhan di rasakan terutama saat sedang tidur. Awalnya
keluhan di rasakan berputar-putar saat tidur berbalik kanan dan kiri serta terasa sangat pusing
hingga berkeringat dingin.
Keluhan disertai dengan keringat dingin, mual dan adanya muntah tapi bukan karena
infeksi virus. Adanya keluhan demam disangkal. Berdasarkan data yang di peroleh dari RPS,
di ketahui bahwa tidak terdapat gangguan pada panca indera pasien dan pusing berputar bisa
di tangani jika tidak berbaring kanan dan kiri. Sehingga kemungkinan diagnosis ménière’s
disease, vestibularn neuritis dan migraine dapat di singkirkan, karena pada ménière’s disease
di ikuti dengan keluhan pendengaran. Pada vestibularn neuritis berhubungan dengan infeksi
virus pada nervus vestibularis. Sedangkan pada migraine dapat didapatkan keluhan sakit
kepala sebelah saja.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan keadaan umum pasien tampak baik dan
Komposmentis. Tidak ada data mengenai tanda-tanda vital, keadaan gizi, pemeriksaan
thoraks. Pada status neurologis, ditemukan kesadaran komposmentis, untuk orientasi tempat,
waktu dan situasi tampak baik. Daya ingat tampak baik juga. Gerakan abnormal pada pasien
tidak ditemukan dan untuk kemampuan bicara, sikap tubuh dan cara berjalan pada pasien
tampak normal. Pada pemeriksaan nervus cranialis yang dilakukan dari nervus olfactorius,
opticus, oculomotorius, trochlearis, trigeminus, abducen, facialis, vestibulococlhlearis,
glossopharyngeus dan vagus rata-rata masih dalam batas normal (tetapi tidak semua di
lakukan/ beberapa data di lihat dari kondisi pasien saat di anamnesis). Pada pemeriksaan fisik
yang dilakukan oleh dokter banyak pemeriksaan yang tidak dilakukan untuk mendiagnosis
vertigo seperti pemeriksaan lengkap pada N.I-N.X. pemeriksaan seperti finger to finger,
finger to nose, pemeriksaan garpu tala dan beberapa pemeriksaan dix halpike juga tidak
dilakukan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang khusus yang dilakukan oleh
dokter di Puskesmas Sidomulyo. Dokter hanya memberikan terapi farmakologi pada pasien.
Hal tersebut alasannya karena ini merupakan gejala awal yang di rasa oleh pasien.
Kedepannya jika pasien masih merasakan hal ini berulang dokter menganjurkan
pemeriksaan audiometri.
D. Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka maka
diagnosis banding dari keluhan pasien ini adalah:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama
vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.5 Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di sebabkan oleh pergerakan otolit dalam
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior
dan horizontal. Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal
dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi
dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala,
infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala
benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah
episode.
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten di ikuti dengan
keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli
10
sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.
Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik. Ménière’s
disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi
dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan
peningkatan volume endolimfe. Gejala pada meniere’s disease seperti :
o Pusing berputar
o Telinga berdenging atau bergemuruh (tinnitus)
o Rasa penuh di dalam telinga
o Kehilangan pendengaran yang hilang timbul dan dapat berkembang
menjadi permanen
o Gangguan keseimbangan tubuh
o Sakit kepala
o Mual dan muntah
o Penglihatan kabur
o Tubuh gemetar
Labyrinthine
Labirinitis atau labirintitis dapat menyebabkan gejala berupa mual, vertigo, dan
gangguan pendengaran. Labirin telinga terdiri dari saluran setengah lingkaran
(kanalis semisirkularis) dan saluran berbentuk seperti siput (koklea). Keduanya
dihubungkan dengan saluran bernama vestibulum. Gejala Labirinitis bisa terjadi
secara tiba-tiba, terutama ketika bangun tidur pagi. Tanda dan gejala labirintitis
antara lain:
o Hilang keseimbangan
o Vertigo
o Mual dan muntah
o Telinga berdenging (tinnitus)
o Pendengaran berkurang
o Penglihatan kabur
E. Terapi
Pada kasus ini, pasien mendapat terapi obat akibat gejala pusing berputar yang
dirasakan oleh pasien, yaituobat betahistine dimana obat ini termasuk golongan obat
antihistamin, bekerja dengan cara mengurangi tekanan dan melebarkan pembuluh darah di
telinga bagian dalam. Obat ini akan memberikan efek samping berupa mual dan muntah.
Pasien yang juga mengeluhkan adanya mual dan muntah pada kasus maka diberikan obat
domperidone. Domperidone merupakan obat antiemetik yang bekerja dengan cara
menghambat reseptor dopamin perifer sehingga meningkatkan peristaltik esofagus,
menurunkan tekanan sfingter esofagus, motilitas dan peristaltik lambung dan meningkatkan
koordinasi gastroduodenal, sehingga obat ini sangat cocok untuk mengatasi mual dan
mutah. Vitamin B komplex yang diberikan oleh dokter berfungsi membantu menjaga
kesehatan sistem saraf.
BAB IV
KESIMPULAN
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco
2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–116.
4. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company
; 2006.
6. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.
7. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2nd edition.
Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.
9. Kanski. Clinical Opthalmology: A Systemic Approach. 7th edition. Elsevier. 2011.
10. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2007
11. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology. Thieme. 2006.
p. 97-99
12. Vaughan, Daniel. General Opthalmology. 18th edition. McGraw Hill. 2014.
13. Lopez FHM. Bacterial Keratitis. August 28th, 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview . Accessed on March 11th,
2016.
14. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
15. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
16. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Benign Positional Vertigo)/BPPV.
[online] 2009 [cited 2009 December 20th]. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/3327/Benign_Paroxymal_Positional
17. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2008. Hal. 104-9
18. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2008;139: S47-S81.
19. Risa, A. N., & Fauziah, E. (2021). Penatalaksanaan Fisioterapi Untuk Mengurangi
Vertigo Pada Penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Dengan Teknik
Semont Liberatory Maneuver Di Kelurahan Sungai Andai Kota Banjarmasin. Jurnal
Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi, 3(1), 1–6. Google Scholar