Anda di halaman 1dari 24

TUGAS PENDEKATAN PADA PASIEN NEUROLOGIS KELOMPOK 4

MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE (FCP)

Disusun Oleh :
Qurratul Aini I11112021
Muhammad Amin I1011131020
Ely Kusumawardani I1011131044
Vuza Wira Lestari I1011131064
Egy Septiansyah I1011131088
Erni I1011141008
Feddy Setiady I1011141019
Jimmy Rianto I1011141031
Esty Feira Yuliana I1011141033
Muhammad Fathur Arief I1011141039
Erik Ahmad Hasyim I1011141065
Diah Poppy Utami I1011141070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
KASUS 1

1.1. Pemicu
Seorang anak laki-laki 16 tahun dengan riwayat demam dan batuk pilek
seminggu yang lalu dilaporkan secara mendadak mengalami kelemahan tungkai
kanan bawah kemudian disusul kelemahan tungkai kiri bawah, kemudian
kelemahannya menjalar dari ekstremitas bawah naik ke atas sehingga terjadi juga
kelemahan kedua anggota gerak atas, akhirnya pasien mengalami kelemahan
keempat anggota gerak disertai rasa nyeri kesemutan dan baal pada keempat
ekstremitas. Pasien tersebut mengalami sesak nafas dan sulit menelan, kemudian
pasien dibawa ke IGD RSUD. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter
menemukan pasien mengalami gangguan pernafasan, pasien disarankan masuk
ICU. Setelah masuk ICU, pasien mendapat pertolongan bantuan pernafasan dari
ventilator.

1.2. Status Rekam Medis


1.2.1. Identitas Pasien
1. Nama : An. Aji Fathurrachman
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 16 tahun
4. Alamat : Jl. Patimura Gg. Tani No. C5, Pontianak
5. Pendidikan : Siswa SMA
6. Pekerjaan : Siswa
7. Masuk rumah sakit : 7 Juli 2017

1.2.2. Identitas Dokter dan Koas


1. Nama dokter : dr. Erik Ahmad Hasyim, Sp.S
2. Nama koas : Esty Feira Yuliana, S.Ked, Feddy Setiady,
S.Ked, Jimmy Rianto, S.Ked, Muhammad
Amin, S.Ked
1.2.3. Anamnesis
1. Keluhan utama
Sesak napas
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengalami sesak napas dan sulit menelan. Sebelumnya
pasien mengalami demam dan batuk pilek selama seminggu,
kemudian mendadak mengalami kelemahan anggota gerak bagian
bawah sebelah kanan, lalu di susul kelemahan tugkai bawah
sebelah kiri dan akhirnya menjalar ke ekstremitas bagian atas
disertai rasa nyeri dan baal.
3. Riwayat pengobatan
Tidak ada data
4. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada data
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada data
6. Sosial ekonomi kebiasaan
Tidak ada data
7. Anamnesis sistem
a. Sistem serebrospinal : kelemahan tungkai kanan bawah
mendadak, disusul tungkai kiri
bawah, lalu menjalar ke kedua
ekstremitas atas disertai rasa nyeri
kesemutan dan baal.
b. Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem respirasi : sesak napas
d. Sistem gastrointestinal : sulit menelan
e. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
f. Sistem integumen : tidak ada keluhan
g. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
1.2.4. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan : Lemas
Umum Kesadaran delirium, GCS: E4V5M1
b. Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Nafas : 30x/menit
Suhu : 36,2oC
c. Kepala : Mesosephal, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
3/3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea
+/+
d. Leher : Pembesaran KGB (-) , peningkatan JVP (-)
e. Dada : Paru: sonor, vesikuler diseluruh lap. paru,
suara tambahan (-).
Jantung : SI-SII tunggal, murmur (-), gallop
(-)
f. Abdomen : Inspeksi: flat
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tak teraba
g. Ekstremitas : Edema (-), atrofi otot (+)
2. Status neurologis
a. Meningeal sign
1) Kaku kuduk (-)
2) Lasegue sign (-)
3) Brudzinski 1 (-)
4) Brudzinski 2 (-)
b. Refleks fisiologis
1) Bisep ++/++
2) Trisep +/+
3) Achilles +/+
4) Brachioradialis +/+
c. Refleks patologis
1) Babinski -/-
2) Chaddock -/-
3) Oppenheim -/-
4) Tromner -/-
d. Pemeriksaan motorik
1 1
1 1
1) Atrofi otot +/+
2) Tonus otot +/+
e. Pemeriksaan sensorik
1) Sensasi nyeri
+ +
+ +
2) Sensasi suhu tidak dilakukan
3) Sensasi getar tidak dilakukan
Nervi Cranialis Kanan Kiri
NI Daya penghidu N N
Daya penglihatan N N
N II Medan penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata B B
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
N III
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
Refleks akomodasi (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
Gerakan mata ke lateral
N IV (+) (+)
bawah
Strabismus konvergen (-) (-)
Menggigit (+) (+)
Membuka mulut (+) (+)
NV Sensibilitas muka N N
Refleks kornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
N VI Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
Kedipan mata (+) (+)
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi (+) (+)
Mengerutkan alis (+) (+)
N VII
Menutup mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan pipi (+) (+)
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
depan dilakukan dilakukan
Mendengar suara Tidak Tidak
berbisik dilakukan dilakukan
Mendengar detik arloji Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N VIII
Tes Rinne Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Weber Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Schwabach Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Arkus faring N N
Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
belakang dilakukan dilakukan
N IX
Refleks muntah (+) (+)
Suara sengau (-) (-)
Tersedak (+) (+)
Denyut nadi 72x/menit 72x/menit
Arkus faring N N
NX Bersuara N N
Menelan (+) sedikit (+) sedikit
susah susah
Memalingkan kepala (+) (+)
N XI Sikap bahu N N
Mengangkat bahu (+) (+)
Sikap lidah Ditengah
N XII Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah Simetris

1.2.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Liquor Cerebrospinalis (LCS)
2. Elektromiografi (EMG)
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

1.2.6. Diagnosis
1. Diagnosis klinis : Quadriparesis
2. Diagnosis topis : Radix nervus spinalis
3. Diagnosis etiologis : Sindrom guillain-barre
1.3. Pembahasan
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular.Sistem neuron
muskular terdiri atas Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron
(LMN). Upper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai
inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula
spinalis.Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi
dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal.Susunan piramidal terdiri
dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.1
Melalui LMN, kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak,
pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem
neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak
secara terencana dan terukur.1
Seorang anak laki-laki 16 tahun dengan riwayat demam dan batuk pilek
seminggu yang lalu dilaporkan secara mendadak mengalami kelemahan tungkai
kanan bawah kemudian disusul kelemahan tungkai kiri bawah, kemudian
kelemahannya menjalar dari ekstremitas bawah naik ke atas sehingga terjadi juga
kelemahan kedua anggota gerak atas, akhirnya pasien mengalami kelemahan
keempat anggota gerak disertai rasa nyeri kesemutan dan baal pada keempat
ekstremitas. Pasien tersebut mengalami sesak nafas dan sulit menelan, kemudian
pasien dibawa ke IGD RSUD. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter
menemukan pasien mengalami gangguan pernafasan, pasien disarankan masuk
ICU. Setelah masuk ICU pasien mendapat pertolongan bantuan pernafasan dari
ventilator.
Pengambilan riwayat neurologis yang terperinci dari letak lesi anatomis di
dalam sistem saraf; sifat patogenesis dan tanda fisik poin-poin yang harus didapat
saat memeriksa pasien. Melakukan anamnesis yang baik membutuhkan
pengetahuan dasar tentang hierarkis sistem saraf dan prinsip-prinsip lokalisasi
fungsional. Patognomonis pola penyakit neurologis dari waktu ke waktu yang
penting, seperti: gejala episodik, fluktuasi dan progresifita. Uraian yang jelas
tentang riwayat kejadian sebelumnya, selama dan setelah sebuah episode
perjalanan penyakit (dari seorang saksi mata jika perlu) juga sangat penting.
Kompleks gejala yang berbeda dapat mengarahkan klinisi ke arah lesi lokalis di
daerah korteks, ekstrapiramidal, tulang belakang, radikular, saraf perifer maupun
patologi neuromuskular.2
Pada pemeriksaan kesadaran pasien tampak lemas dengan status kesadaran
delirium. Pada pemeriksaan tanda vital terdapat kesulitan bernapas. Pada
pemeriksaan fisik status interna dalam batas normal. Pada pemeriksaan (kekuatan
motorik atas 1/1 bawah 1/1) ditemukan atrofi otot, tonus otot kuat. Pada
pemeriksaan refleks fisiologis menghilang dan refleks patologis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan sensoris ditemukan sensasi nyeri pada keempat
ekstermitas.
Diketahui bahwa seorang laki-laki berusia 16 tahun pada kasus mengalami
kelemahan yang progresif di semua ekstremitas. Kelemahan dimulai dari tungkai
bawah lalu naik ke anggota gerak atas disertai rasa nyeri kesemutan dan baal pada
keempat ekstremitas. Kelemahan keempat anggora gerak yang bersifat ascending
dan progresif akut, disertai dengan gejala sensorik ringan merupakan gejala dari
sindrom gulain-barre.3
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:4,5
1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1–1,5 g/dl)
tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi
albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama
penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein
biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan
LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3
(albuminocytologic dissociation).4,5
2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan
terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan
pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada
pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau
bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang dan
latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke
2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot,
dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.4,5
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan
kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan
gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada
95% kasus SGB yairu:4,5
a. Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit.
b. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada
stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.
KASUS 2

2.1. Pemicu
Seorang laki-laki berumur 75 tahun dengan riwayat hipertensi tidak
terkontrol dan kencing manis tidak terkontrol jarang periksa ke dokter dilaporkan
secara mendadak mengalami nyeri kepala hebat, bicara pelo, mulut perot, muntah
hebat, kejang-kejang beberapa kali kurang lebih selama 10 menit, kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, kemudian tidak sadar selama 6 jam, kemudian
pasien dibawa ke IGD rumah sakit umum daerah. Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat trauma kepala sebelumnya. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat,
dokter IGD memeriksa pasien ini dengan GCS penurunan kesadaran koma dan
mulai gagal nafas, dokter IGD mengkonsulkan pasien ini ke dokter spesialis saraf,
kemudian pasien dirawatinapkan di ICU RSUD.

2.2. Status Rekam Medis


2.2.1. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. Tono Hartono
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 75 tahun
4. Alamat : Jl. Ayani Gg. Sepakat 7 No. 20, Pontianak
5. Pendidikan : S1
6. Pekerjaan : Karyawan Swasta
7. Masuk rumah sakit : 7 November 2017

2.2.2. Identitas Dokter dan Koas


1. Nama dokter : dr. Egy Septiansyah. Sp.S
2. Nama koas : Diah Poppy Utami, S.Ked, Erni, S.Ked,
Feddy Setiady, S.Ked, Vuza Wira Lestari,
S.Ked,
2.2.3. Anamnesis
1. Keluhan utama
Pasien tidak sadarkan diri selama 6 jam
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mendadak mengalami nyeri kepala hebat, bicara pelo,
mulut perot, muntah hebat, kejang-kejang beberapa kali kurang
lebih selama 10 menit, kelemahan anggota gerak sebelah kanan,
kemudian tidak sadar selama 6 jam.
3. Riwayat pengobatan
Tidak ada data
4. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi dan kencing manis tidak terkontrol. Tidak terdapat
riwayat trauma kepala.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada data
6. Sosial ekonomi kebiasaan
Tidak ada data
7. Anamnesis sistem
a. Sistem serebrospinal : nyeri kepala hebat, bicara pelo,
mulut perot, muntah hebat,
kejang-kejang ± 10 menit
beberapa kali. Kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, lalu
tidak sadar selama 6 jam.
b. Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem respirasi : sesak napas
d. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
e. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
f. Sistem integumen : tidak ada keluhan
g. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
2.2.4. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan : Tidak sadarkan diri
Umum Kesadaran koma, GCS: E1V1M1
b. Tanda Vital : Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 10x/menit
Suhu : 36,2oC
c. Kepala : Mesosephal, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
3/3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea
+/+
d. Leher : Pembesaran KGB (-) , peningkatan JVP (-)
e. Dada : Paru: sonor, vesikuler diseluruh lap. paru,
suara tambahan (-).
Jantung : SI-SII tunggal, murmur (-), gallop
(-)
f. Abdomen : Inspeksi: flat
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tak teraba
g. Ekstremitas : Edema (-), atrofi otot (-/+)
2. Status neurologis
a. Meningeal sign
1) Kaku kuduk (-)
2) Lasegue sign (-)
3) Brudzinski 1 (-)
4) Brudzinski 2 (-)
b. Refleks fisiologis
1) Bisep +/+
2) Trisep +/+
3) Achilles +/+
4) Brachioradialis +/+
c. Refleks patologis
1) Babinski +/+
2) Chaddock -/-
3) Oppenheim -/-
4) Tromner -/-
d. Pemeriksaan motorik
1 1
1 1
1) Atrofi otot +/+
2) Tonus otot +/+
e. Pemeriksaan sensorik
1) Sensasi nyeri
+ +
+ +
2) Sensasi suhu tidak dilakukan
3) Sensasi getar tidak dilakukan
Nervi Cranialis Kanan Kiri
NI Daya penghidu N N
Daya penglihatan N N
N II Medan penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata B B
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
N III
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
Refleks akomodasi (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
Gerakan mata ke lateral
N IV (+) (+)
bawah
Strabismus konvergen (-) (-)
Menggigit (+) (+)
Membuka mulut (+) (+)
NV Sensibilitas muka N N
Refleks kornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
N VI Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
Kedipan mata Tidak dapat dilakukan
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut (-) (+) turun
Mengerutkan dahi Tidak dapat dilakukan
Mengerutkan alis Tidak dapat dilakukan
N VII
Menutup mata Tidak dapat dilakukan
Meringis Tidak dapat dilakukan
Menggembungkan pipi Tidak dapat dilakukan
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
depan dilakukan dilakukan
Mendengar suara Tidak Tidak
berbisik dilakukan dilakukan
Mendengar detik arloji Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N VIII
Tes Rinne Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Weber Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Schwabach Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Arkus faring N N
Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
belakang dilakukan dilakukan
N IX
Refleks muntah (+) (+)
Suara sengau (-) (-)
Tersedak (+) (+)
Denyut nadi 90x/menit 90x/menit
Arkus faring N N
NX Bersuara N N
Menelan (+) sedikit (+) sedikit
susah susah
Memalingkan kepala (+) (+)
N XI Sikap bahu N N
Mengangkat bahu (+) (+)
Sikap lidah Ditengah
N XII Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah Simetris

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
2. Ultrasonografi
3. Angiografi otak
4. Pemeriksaan pungsi lumbal
5. Elektrokardiografi (EKG)
6. Foto toraks
7. Pemeriksaan darah rutin dan urin
2.2.6. Diagnosis
1. Diagnosis klinis : Hemiparese dekstra, parese N VII
2. Diagnosis topis : Hemisfer serebri sinistra
3. Diagnosis etiologis : Stroke hemoragik

2.3. Pembahasan
Otak terletak di dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla
spinalis melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen, yaitu
duramater, arachnoidea mater, dan pia mater. Otak dikelilingi oleh liquor
cerebrospnalis di dalam spatium subarchnoideum. Otak dibagi atas tiga bagian,
yaitu rhombocephalon, mesencephalon, dan prosencephalon.6
a. Medula Oblongata
Medula oblongata berbentuk konus, di superior berhubungan dengan pons,
dan dibagian inferior berhubungan dengan medulla spinalis. Pada medula
oblongata terdapat banyak kumpulan neuron-neuron yang disebut nuclei,
yang berfungsi untuk menyalurkan serabut-serabut saraf ascendens dan
descendens.6
b. Pons
Pons terletak dipermukaan anterior cerebellum, inferior dari mesencephalon
dan superior dari medula oblongata. Pons juga mengandung nuclei yang
berfungsi untuk menyalurkan serabut-serabut saraf ascendens dan
descendens.6
c. Cerebellum
Cerebellum terletak diantara fossa cranii posterior, posterior terhadap pons
dan medula oblongata. Bagian ini terdiri atas dua hemispherium yang
dihubungkan oleh sebuah bagian median yang disebut vermis. Cerebellum
dihubungkan dengan mesencephalon, pons, dan medula oblongata. Lapisan
permukaan masing-masing hemisfer disebut korteks, dan terdiri atas
substansia grisea.6
d. Mesencephalon
Mesencephalon merupakan bagian sempit otak yang menghubungkan
prosencephalon dan rhombensephalon. Rongga sempit di mesencephakin
disebut aqueductud cerebri, yang menghubungkan ventriculus quartus.
Mesencephalon terdiri dari banyak nuclei dan berkas serabut saraf ascendens
dan descendens.6
e. Diencephalon
Hampir seluruh diencephalon tertutup dari permukaan otak. Terdiri dari
thalamus di bagian dorsal dan hypothalamus di bagiam ventral. Thalamus
merupakan substansia grisea yang berbentuk telur besar dan terletak di kedua
sisi ventriculus tertius. Ujung anterior thalamus membentuk batas posterior
foramen interventriculare, yaitu lubang diantara ventriculus tertius dan
ventriculus lateral dan lantai ventriculus tertius.6
f. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari dua
hemisfer cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut
corpus collosum. Masing-masing hemisfer terbentang dari os frontale ke os
occipital, superior dari fossa cranii anterior dan media, di bagian posterior,
cerebrum terletak atas tentorium cerebelli. Hemisfer dipisahkan oleh celah
yang dalam, yaitu fissure longitudinale, tempat masuknya falx cerebri.6
Lapisan permukaan masing-masing hemisferium dibentuk oleh substansia
grasia yang disebut korteks. Korteks serebri berlipat-lipat disebut gyri, yang
dipisahkan oleh sulci. Didalam hemisferium terdapat pusat substansia alba, yang
mengandung massa substansia grisea yang besar, yaitu nuclei basales atau ganglia
basalis. Kumpulan serabut-serabut saraf berbenutk kipas yang disebut corona
radiate berkonvergensi di ganglia basalis dan berjalan di antaranya sebagai
capsula interna. Selama perkembangannya, cerebrum menjadi sangat besar dan
menutupi diencephalon, mesencephalon dan rhombencephalon.6
Gambar 2.1. Otak dipandang dari sisi lateral kanan.6
Seorang laki-laki berumur 75 tahun dengan riwayat hipertensi tidak
terkontrol dan kencing manis tidak terkontrol jarang periksa ke dokter dilaporkan
secara mendadak mengalami nyeri kepala hebat, bicara pelo, mulut perot, muntah
hebat, kejang-kejang beberapa kali kurang lebih selama 10 menit, kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, kemudian tidak sadar selama 6 jam, kemudian
pasien dibawa ke IGD rumah sakit umum daerah. Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat trauma kepala sebelumnya. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat,
dokter IGD memeriksa pasien ini dengan GCS penurunan kesadaran koma dan
mulai gagal nafas, dokter IGD mengkonsulkan pasien ini ke dokter Spesialis
Saraf, kemudian pasien dirawatinapkan di ICU RSUD.
Pengambilan riwayat neurologis yang terperinci dari letak lesi anatomis di
dalam sistem saraf; sifat patogenesis dan tanda fisik poin-poin yang harus didapat
saat memeriksa pasien. Melakukan anamnesis yang baik membutuhkan
pengetahuan dasar tentang hierarkis sistem saraf dan prinsip-prinsip lokalisasi
fungsional. Patognomonis pola penyakit neurologis dari waktu ke waktu yang
penting, seperti: gejala episodik, fluktuasi dan progresifita. Uraian yang jelas
tentang riwayat kejadian sebelumnya, selama dan setelah sebuah episode
perjalanan penyakit (dari seorang saksi mata jika perlu) juga sangat penting.
Kompleks gejala yang berbeda dapat mengarahkan klinisi ke arah lesi lokalis di
daerah korteks, ekstrapiramidal, tulang belakang, radikular, saraf perifer maupun
patologi neuromuskular.2
Pada pemeriksaan kesadaran pasien tampak tidak sadarkan diri dengan
status kesadaran koma. Pada pemeriksaan tanda vital terdapat peningkatan
tekanan darah dan penurunan pernafasan. Pada pemeriksaan fisik status interna
dalam batas normal. Pada pemeriksaan (kekuatan motorik atas 1/1 bawah 1/1)
ditemukan atrofi otot, tonus otot kuat. Pada pemeriksaan refleks fisiologis
menghilang dan refleks patologis tedapat refleks babinski. Pada pemeriksaan
sensoris ditemukan sensasi nyeri pada keempat ekstermitas. Pada pemeriksaan
nervus facialis (N VII) terdapat penurunan sudut mulut sebelah kiri. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien ini dicurigai
mengalami stroke.
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.
Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah
otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam
kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena
hipertensi, maka dapat disebut stroke.7
Pasien mengalami kelemahan dianggota tubuh bagian kanan (Hemiparese
dekstra), pasien mengalami mulut perot (Parese N VII). Pusat motorik sebagian
besar berada di korteks serebri. Pasien mengalami kelemahan dibagian kanan,
disebabkan lesi kontralateral di otak. Sehingga lokasi dimana pasien mendapatkan
kelainan atau penyakit tersebut berada di hemisfer serebri sebelah kiri (sinistra).
Diagnosis etiologi stroke dapat ditegakkan menggunakan siriraj score, dengan
rumus:7
Gambar 2.2. Siriaj score.7
Pasien memiliki data:7
1. Tidak sadarkan diri selama 6 jam
2. Mengalami muntah
3. Memili nyeri kepala hebat
4. Tidak memiliki data hipertensi, tetapi dikatakan memiliki riwayat hipertensi
tidak terkontrol
5. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
Berdasarkan hasil perhitungan kemungkinan besar pasien mengalami
stroke hemoragik karena nilainya adalah SSS >1. Dapat juga dilakukan penilaian
menggunakan Algoritma Gajahmada, tetapi pada kasus tidak disertakan
pemeriksaan babinski. Lebih baik dilakukan CT-Scan untuk mengetahui diagnosis
etiologis secara pasti.7
Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien. Berikut
merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:8
1. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah
Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau
resonansi magnet. Setiap citra individual memperlihatkan irisan melintang
otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT,
pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus
kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi
dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan
waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal
keculi pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan
intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan,
terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu
(yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua
kasus stroke iskemik. Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet
dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di
dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung sekitar
30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau
alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin
tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani prosedur meski
sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan
tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam
mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka
dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.8
2. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara
untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak
menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar 20-30 menit).8
3. Angiografi otak Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang
tampak dalam citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan
sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di
kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki
resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.8
4. Pemeriksaan pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai
contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan
saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan
subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan
dilakukan di bawah pembiusan lokal.8
5. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG
biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak
menimbulkan nyeri.8
6. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari
kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara
ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan
keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi
memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien dari pajanan
radiasi yang tidak diperlukan.8
7. Pemeriksaan darah dan urin
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke
dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan yang
direkomendasikan:8
a. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti trombositosis,
trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle cell disease).
b. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis atau
vaskulitis lainnya.
c. Serologi untuk sifilis.
d. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia.
e. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke
f. Analisis urin mencakup penghitungan sel dan kimia urin untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 6. Jakarta: Dian


Rakyat; 1998.
2. Kennedy A. Taking a neurogical history. Medicine. 2016; 44(8):459-463.
3. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med. 2012;
14;366(24):2294–304.
4. Stoll BJ, Kliegman RM. Behrman-Nelson pediatric textbook. Pennsylvania:
Saunders inc; 2004.
5. Hughes RA, Swan AV, Van Doorn PA, Intravenous immunoglobulin for
Guillain‐Barré syndrome. The Cochrane Library. 2010
6. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2013.
7. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Harrison’s principles of internal
medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2015.
8. Feigin V. Stroke. Jakarta: PT. Bhuanailmu popular; 2009.

Anda mungkin juga menyukai