Nama : Tn. BS
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Sembungharjo
SUBYEKTIF
ANAMNESA
1. Keluhan Utama : mata kanan tidak dapat berkedip
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lokasi : mata
Onset : 2 hari SMRS
Kualitas : pasien mengatakan mata kanannya tidak dapat berkedip,
saat memejamkan mata pun tidak dapat menutup dengan
sempurna
Kuantitas : keluhan dirasakan pasien setiap saat
Kronologis :
Pasien datang ke Poli Saraf RSI Sultan Agung dengan keluhan
mata kanan tidak dapat berkedip sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasa
matanya kering dan gatal terutama setelah bepergian menggunakan
motor. Saat mencuci muka, pasien juga merasa selalu ada air yang
masuk mengenai mata meskipun sudah memejamkan mata. 2 minggu
yang lalu pasien mengaku sakit herpes di belakang dan di telinga
kanan dan sudah mendapat pengobatan dari puskesmas.
Faktor memperberat : saat mengendarai motor, mata terasa kering
dan gatal
Faktor memperingan : istirahat/tiduran
Gejala penyerta : indra pengecap menurun(+), bicara pelo (-),
pusing (-), demam (-), penurunan pendengaran (-), telinga kanan pernah
terasa nyeri sesaat, nyeri menjalar sampai leher bagian belakang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat sakit herpes : ±2 minggu lalu muncul vesikel
multipel berkelompok diatas dasar eritem di belakang dan telinga kanan
dan sudah mendapat terapi herpes dari puskesmas.
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat sakit herpes : disangkal
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
5. Riwayat Sosial dan Ekonomi :
Kesan ekonomi cukup
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik
2. keasadaran : Komposmentis, GCS 15
3. Status Gizi : Baik
4. Vital Sign
- TD : 167/83 mmHg
- Nadi : 103 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- RR : 20 x/menit, regular
- Suhu : 36,5 oC
5. Status generalis :
- Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-)
- Mata : nistagmus -/-, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 2mm/2mm, mata
kanan tidak dapat menutup dengan rapat
- Telinga : lesi (-/-), makula hiperpigmentasi di belakang telinga
kanan
- Hidung : lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-)
- Mulut : simetris, lesi (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-)
- Leher : lesi (-), pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
- Thorax : DBN
- Jantung : DBN
- Abdomen : DBN
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik
STATUS NEUROLOGIS
A. Fungsi Luhur
- Kesadaran
Kualitatif : Komposmentis
Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : Baik
- Daya ingat : Baik
- Gerakan abnormal : Tidak Ditemukan
- Gangguan berbahasa :
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
C. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal
D. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu t.d.l t.d.l
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
b. Lapang pandang t.d.l t.d.l
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata medial (+) (+)
e. Ukuran pupil 2 mm 2 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
i. Reflek akmodasi (+) (+)
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. ;Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas Normal Normal
d. Reflek kornea t.d.l t.d.l
e. Trismus (-) (-)
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi (-) (+)
b. Mengangkat alis (-) (+)
c. Menutup mata (-) (+)
d. Sudut mulut (-) (+)
e. Meringis (-) (+)
f. Tik fasial (-) (-)
g. Mecucu/bersiul (-) (+)
h. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N.VIII (Vestibulocochlearis)
a. Suara berbisik t.d.l t.d.l
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah t.d.l t.d.l
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N.X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka simetris simetris
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah Tidak ada defiasi Tidak ada defiasi
c. Artikulasi N N
Sistem motorik :
- Gerakan bebas bebas
- Kekuatan 5 5
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem sensorik :
- Sensibilitas normal normal
Refleks
- Biceps (N) (N)
- Triceps (N) (N)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : parese n. VII dextra
b. Diagnosis Topik : nervus cranialis VII perifer
c. Diagnosis Etiologi : Sindrom Ramsay Hunt
RENCANA AWAL (PLANNING)
Rencana Terapi
Medikamentosa
Anti Hipertensi
- Amlodipin 1 × 10mg
Neurotrophic
- Mecobalamin 3 × 500mg
Ophtalmic lubricants
- Cendo lyteers eye drop
Edukasi
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit ramsay
hunt syndrom
- Saat tidur mata ditutup dengan kain atau mata kanan diplester sementara
supaya mata terlindungi
- Minum obat rutin dan kontrol teratur
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
2.3. DIAGNOSIS
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya
kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot
wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.7
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal
berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah.
Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok
di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada
telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).2 Gejala-gejala yang biasanya
dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80%
pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal
lower motor neuron paresis wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50%
kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun telinga. Nyeri
bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul biasanya beberapa jam sampai
beberapa hari setelah muncul ruam.1
Pemeriksaan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran atau
di membrana tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara
subjektif dengan menggunakan sistem House-Brackman selain itu derajat dapat
digunakan untuk evaluasi sekuele.
Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak
lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustatoometri.2,11 Pemeriksaan N.
VII dimulai dari fungsi saraf motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah
utama di muka, mulai dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m.
soucilier), mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m. piramidalis),
memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi (m. zygomatikus), memoncongkan mulut ke depan sambil
memperlihatkan gigi (m. relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m.
businator), bersiul (m. orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m.
triangularis), dan memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m.
mentalis). Setiap gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri.
Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan normal serta simetris,
angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada diantara angka 3
dan 1, angka 0 jika tidak ada gerakkan sama sekali.
Tes gustatomeri ini digunakan untuk menilai n.corda timpani, dengan cara
membandingkan ambang rasang antara sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer
digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang
disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum,
dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan
dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1)
penyakit yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang
menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, (3) penyakit yang menyerang
bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan pendengaran, (4)
penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala
gangguan pendengaran dan keseimbangan.12
2.5. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu
pengobatan infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan
penyakit tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes.14
Perawatan utama untuk nyeri zoster terkait akut termasuk analgesik
narkotik dan non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroactive, dan
agen antikonvulsan. Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri neuropatik
umum telah mapan, hanya beberapa modalitas telah dievaluasi khusus untuk
zoster akut terkait nyeri pada studi terkontrol. Para oksikodon narkotika oral dan
antikonvulsan gabapentin lisan, serta aspirin analgesik topikal dan lidokain,
semua telah menunjukkan kemampuan untuk mengurangi akut zoster terkait nyeri
pada double-blind, placebo-controlled studi.15 Di sisi lain, pregabalin
anticonvulsant secara statistik gagal untuk menunjukkan pengaruh signifikan
menghilangkan nyeri zoster akut dalam studi double-blind kecil, terkontrol
plasebo.16 Meskipun, perlu dicatat obat ini telah terbukti ampuh mengobati rasa
sakit dari neuralgia postherpetic dalam studi terkontrol lainnya.
Antivirus dan kortikosteroid juga telah ditunjukkan untuk mempercepat
resolusi zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral pada herpes zoster adalah
untuk mengurangi rasa sakit, menghambat replikasi virus, membantu
penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah atau mengurangi keparahan neuralgia
postherpetic. Tiga agen antivirus, asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir, telah
disetujui untuk pengobatan herpes zoster di Amerika Serikat.
Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan replikasi virus
varicella-zoster (VZV) melalui penghambatan polimerase DNA virus. Bentuk ke-
3 agen telah terbukti dalam uji klinis untuk mengurangi pelepasan virus dan
mempercepat resolusi gejala, termasuk rasa sakit, pada herpes zoster tanpa
komplikasi. Acyclovir merupakan turunan guanin yang mencegah varicella-zoster
virus (VZV) replikasi melalui penghambatan polimerase DNA virus. Ini
mengurangi durasi lesi simtomatik. Setelah diminum, famsiklovir dengan cepat
biotransformed ke dalam senyawa aktif penciclovir dan terfosforilasi oleh kinase
timidin virus. Dengan persaingan dengan triphosphate deoxyguanosine,
penciclovir trifosfat menghambat polimerase virus. Dosis disesuaikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal atau penyakit hati. Valacyclovir adalah prodrug yang
dengan cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas antivirus
nya. Beberapa penelitian memberi kesan superioritas valacyclovir dan famciclovir
dibandingkan dengan asiklovir dalam hal resolusi rasa sakit dan percepatan
penyembuhan kulit. Selain itu, baik valasiklovir dan famsiklovir telah
meningkatkan bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai hasilnya, memerlukan
dosis kurang sering.
Studi-studi terkontrol penggunaan antivirus pada herpes zoster hanya
dievaluasi efektivitas mulai terapi dalam 48-72 jam onset ruam, dan mereka telah
menunjukkan tanpa kehilangan efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat
selama periode itu.16 Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak
menunjukkan bahwa agen antivirus oral asiklovir, famsiklovir, dan valacyclovir,
dimulai dalam waktu 72 jam setelah onset ruam, mengurangi keparahan dan
durasi nyeri akut, serta kejadian postherpetic neuralgia.17 Terapi antivirus harus
dipertimbangkan untuk rejimen pengobatan zoster akut, terlepas dari saat
presentasi. Lamanya pengobatan antivirus dalam studi telah bervariasi dari 7-21
hari. Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien imunokompeten, asiklovir selama
7-10 hari atau 7-hari dari agen yang lebih baru adalah tepat.18,19,20
Terapi antivirus telah ditunjukkan untuk menghentikan perkembangan dan
penyebaran herpes zoster akut pada pasien immunocompromised, bahkan bila
dimulai lebih dari 72 jam setelah onset ruam. Dengan demikian, pendapat pakar
saat ini merekomendasikan penggunaan terapi antivirus pada semua pasien
immunocompromised zoster sebelum krusta penuh dari semua lesi. Terapi herpes
zoster pada individu normal dapat diberikan asiklovir 5x800mg sehari selama 7
hari, paling lambat 72 jam setelah lesi muncul.10 Menurut Gupta J dkk,21
pemberian asiklovir 7-10 hari. Pada saat 72 jam setelah munculnya gejala
pemberian antivirus 70% orang akan mengalami kesembuhan yang seutuhnya.
Jika pemberian antiviral diberikan lebih dari waktu emasnya makan kesempatan
seseorang untuk sembuh seutuhnya akan berukurang 50% .
Penggunaan steroid dalam hubungannya dengan antivirus untuk herpes
zoster tanpa komplikasi adalah kontroversial. Penambahan kortikosteroid oral
telah dievaluasi pada pasien yang diobati dengan asiklovir dalam 2 studi
terkontrol. Steroid yang ditemukan untuk mempercepat resolusi neuritis akut dan
memberikan peningkatan yang jelas dalam kualitas-hidup tindakan dibandingkan
dengan pasien diobati dengan antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak
berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik. Steroid
oral belum diteliti dengan valacyclovir atau famciclovir, sehingga manfaatnya
tidak diketahui. Bentuk non oral terapi steroid tambahan pada herpes zoster akut
juga telah dipelajari. Sebuah penelitian yang melibatkan injeksi epidural steroid
tunggal dan anestesi lokal diberikan bersamaan dengan rejimen standar antiviral
oral dan analgesik ditemukan sederhana meningkatkan zoster terkait sakit selama
1 bulan lebih tanpa pengobatan steroid.
Seperti di atas, tidak ada efek dalam mencegah neuralgia pasca herpes
dicatat. Mengingat dampak negatif dan kontraindikasi dari penggunaan
kortikosteroid, pendapat pakar saat ini menyarankan membatasi keterlibatan
mereka dengan kasus-kasus nyeri sedang sampai zoster parah, atau di mana
gejala-gejala neurologis yang signifikan (seperti kelumpuhan wajah) atau
keterlibatan SSP hadir (dan penggunaan kortikosteroid tidak dinyatakan
kontraindikasi). Durasi optimal terapi steroid tidak diketahui. Jika diresepkan,
tampaknya masuk akal untuk steroid untuk digunakan bersamaan dengan terapi
antivirus.
Lamanya penggunaan steroid tidak boleh melampaui masa terapi antivirus.
Steroid tidak boleh diberikan sendiri (tanpa terapi antivirus), karena kekhawatiran
tentang promosi replikasi virus. Individu dengan perubahan imunitas diperantarai
sel, akibat kondisi imunosupresif (misalnya, HIV, kanker) atau pengobatan
(misalnya, penggunaan kortikosteroid diperpanjang), akan meningkatkan risiko
untuk herpes zoster. Selanjutnya, presentasi herpes zoster pada populasi
immunocompromised dapat menjadi rumit oleh penyakit disebarluaskan dan
keterlibatan organ visceral. Menurut Gupta J dkk,21 kortikosteroid 3-5 hari dengan
regimen tapperring. Kortikosteroid dapat diberikan selama 10-14 hari dengan
dosis 40-60mg/hari atau 1mg/KgBB/hari dengan regimen tappering.2
Evaluasi dari pengobatan SRH ini sendiri dengan melakukan pemeriksaan
N.VII secara serial dan dengan pemeriksa yang sama selain dari apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Selain terapi medikamentosa juga diperlukan edukasi
kepada pasien bahwa mungkin saja hilangnya pendengaran ataupun paralisis
wajah yang terjadi adalah mentepa mesiskipun sudah dilakukan pengobatan.
2.6. KOMPLIKASI
Paralysis berat akan mengakibatkan tidak sempurnanya kesembuhan dan
berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis.
Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan
jaringan saraf dalam tulang punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit
punggung, kebingungan, kelesuan, dan kelemahan. Neuralgia pasca
herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus
diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia
muda hanya terjadi pada 10 % kasus.
Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya
penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel sering
menjadi ulkus dan jaringan nekrotik. Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian
kecil penderita (1 – 5 % kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranialis. Terjadi biasanya 2 minggu setelah timbulnya
erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.22
2.7. PROGNOSIS
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus, hipertensi dan
pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus
(HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bell’s Palsy. Sekitar setengah
dari jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan motorik nervus fasial, hanya
sebagian kecil pasien dengan gangguan paralisis komplit.Hasil pemulihan akan
lebih baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul.
Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan
dimulai pada saat ini. Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari,
kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%.1,8
DAFTAR PUSTAKA