Vertigo
Oleh:
dr. Muhamad Esha Fahluthfi
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. MD
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sumbawa
Status Pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
Agama
: Islam
Tanggal masuk
: 21 Maret 2016
ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis pada hari Senin tanggal 21 Maret 2016 Pukul 11.00
WITA.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit yang sama diakui sekitar hampir 3 bulan
yang lalu. Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat operasi
sebelumnya disangkal. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat alergi terhadap obat
disangkal. Riwayat trauma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mempunyai kelainan jantung dan tidak
ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.
Riwayat Kebiasaan:
Riwayat merokok disangkal. Pasien tidak minum kopi dan alkohol serta tidak ada riwayat
penggunaan NAPZA.
Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun secara rutin.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Kesan Gizi
: Gizi lebih
Tinggi badan
: 156 cm
Berat badan
: 65 kg
Tanda vital
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
RR
: 24 x/menit
Suhu : 36,9O C
Kepala : Normocephal, rambut hitam, rontok (-)
Mata
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,nistagmus (+/+)
Mulut
: Bentuk normal, sianosis (-), mukosa basah
Leher
: Massa (-/-), KGB tidak teraba, deviasi trakea (-), JVP tak
meningkat
Thorax
Inspeksi
: Simetris, retraksi iga (-), spider nevi (-), gerak napas simetris dan tidak
: Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-), ictus cordis teraba di ICS V 3 jari
: Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan, batas paru-hepar
:
Paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Ballotement (-), undulasi (-), massa (-), rigiditas (-), defense muscular (-).
Perkusi
: Timpani, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), nyeri ketuk CVA (-/-)
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
: Normal, simetris, deformitas (-/-), edema (-/-)
Inferior
: Akral hangat, atrofi (-/-), nyeri gerak (-/-), nyeri tekan (-/-), edema (-/-)
Kulit tampak basah dan berkeringat.
Pemeriksaan Khusus
- Romberg test badan tetap tegak pada saat mata terbuka, goyang saat tertutup
- Tandem Gait perjalanan menyimpang
- Fungsi Oto-neurologis Tes Dix-Hallpike = (+) Nistagmus horizontal 10 detik,
menghilang perlahan
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin
: 13,2 gr/dL
Trombosit
: 258.000/ l
Hematokrit
: 40.3%
Leukosit
: 9.900/ l
DIAGNOSIS
VI.
DIAGNOSIS BANDING
Vestibular neuritis
Meniere disease
VII.
VIII.
PENATALAKSANAAN
Rawat inap di bagian Penyakit Dalam
Infus RL 20 tpm
Ranitidin inj 2x40 mg
Ondancentron inj 2x8 mg
Difenhidramin HCl inj 2x1 ampul
Epley Manuever
FOLLOW UP
(Tanggal. 22/3/2016 jam 8.30 WITA)
S : Pusing berputar masih ada namun berkurang, mual (+), muntah (-)
O : TD : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt, R : 22 x/mnt, S : Afebris
A : BPPV
P : Infus RL 20 tpm, inj. Ranitidin 2x40 mg, inj. Ondancentron 2x8 mg, PO :
Betahistin tab 3x1, Antasida syr 3x1 cth
(Tanggal. 23/3/2016 jam 8.30 WITA)
Keluhan tidak ada, pasien diperbolehkan pulang.
VERTIGO
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang sering
digambarkan dengan rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddines, unsteadyness) atau rasa
pusing (dizzines).(1)
Vertigo berasal dari kata latin Vetere yang berarti memutar. Vertigo didalam kamus
bahasa diterjemahkan dengan pusing. Diantara keluhan keluhan penderita yang dikemukakan
kepada dokter, pusing yang merupakan keluhan yang umum setelah nyeri kepala dan batuk.
Penulis lain menunjukkan 15 % diantara penderita yang dikonsultasikan ke ahli saraf atau ahli
THT, mengemukakan keluhan vertigo.(2)
Vertigo adalah sensasi seolah olah bergerak atau berputar yang dialami seseorang yang
biasa di sertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlang sung hanya
beberapa saat atau bisa berlanjut dalam beberapa jam bahkan hari. Vertigo diklasifikasikan
menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kelainan. Meskipun jarang
disebabkan oleh penyakit yang berbahaya vertigo akan mengganggu kegiatan penderita yang bila
berlangsung lama akan menurunkan kualitas sumber daya manusia.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Serabut-serabut nervus vestibularis telah terbagi sebelum berakhir dalam kelompok sel nukleus
vestibularis dimana akan menjadi neuron orde II.(2)
Beberapa serabut nervus vestibularis membawa impuls secara langsung tanpa sinap lewat
traktus juxtarestiformis menuju lobus flokulonodularis serebelum (arkhi-serebellum). Ke empat
nukleus vestibularis, sebagian besar dari nukleus superior dan media mengirim serabutnya
melalui fasikulus longitudinalis medialis. Jalur ini menghubungkan nukleus vestibularis
dengan nukleus III, IV, VI, XI dan nervi spinalis serfikal atas, yang penting dalam mengatur
gerakan mata, kepala dan leher dalam merespon stimulasi kanalis semisirkularis. Beberapa
serabut berlanjut melewati nukleus intertisial cajal dan darkchewitsch di mesencephalon untuk
berjalan asenden menuju ke thalamus (regio ventral posterior) dan korteks serebri, namun jalur
yang pasti sehingga sinyal dari vestibular sampai ke korteks belum diketahui. Impuls dari
nukleus superior dan medial secara tak langsung menuju serebellum melalui serabut vestibulo
serebelaris. Dari nukleus lateral turun sebagai traktus vestibulospinalis yang penting dalam
mengatur tonus otot dan postur.(2)
Neurofisiologi alat keseimbangan tubuh dipisahkan atas tiga tahap, yaitu (2)
1. Tahap Transduksi
Rangsang gerakan (mekanis, cahaya, proprioseptif) yang ditangkap oleh reseptor tubuh
diubah menjadi impuls saraf (bioelektrokimia) yang selanjutnya diteruskan oleh saraf
aferen.
2. Tahap transmisi
Impuls saraf yang dikirim oleh reseptor disalurkan oleh saraf aferennya menuju ke pusatpusat keseimbangan di otak. Saraf aferen tersebut adalah : n vestibularis, n opticus, n
spinovestibuloserebellaris.
3. Tahap modulasi
Beberapa kelompok inti di otak berperan mengolah informasi yang disalurkan oleh
saraf aferen untuk dilakukan proses modulasi, komparasi, integrasi / koordinasi dan
persepsi. Kelompok inti yang terkait antara lain : inti vestibularis, serebelum (vestibulo
serebelum), okulomotorius, hipotalamus (termasuk pusat mntah di batang otak), formasio
retikularis (termasuk inti locus coeruleus), dan korteks serebri (termasuk limbik dan
prefrontal).(2)
Informasi yang ditangkap vestibulum, visus dan reseptor proprioseptif tersebut
diteruskan ke pusat keseimbangan di otak untuk dibandingkan, baik yang datang dari sisi
kiri terhadap kanan, maupun sebaliknya, yang kemudian akan dijawab sebagai respon. Bila
semuanya berfungsi normal informasi dari berbagai sumber itu adalah sesuai atau
harmonis, pusat akan memberikan informasi kepada organ pelaksana / efektor dalam
bentuk rspon fisiologis.(2)
Apabila salah satu sisi atau sistem dari ketiga tahap tersebut diatas tidak bekerja
sempurnakan berakibat pada penyesuaian dengan munculnya respon yang tidak normal
(patologik) berupa tanda kegawatan tanda kegawatan dalam bentuk vertigo (korteks
serebri), mual, muntah, keringat dingin (otonom), nistagmus (otot penggerak mata) dan
gangguan keseimbangan.(2)
II.
PATOFISIOLOGI VERTIGO
Bagaimana bisa timbul reaksi tersebut belum ada kesepakatan. Beberapa teori
Konflik sensoris
Vertigo timbul bila ada ketidakharmonisan antara masukan sensoris dari kedua sisi
dan atau dari ketiga jenis reseptor alat keseimbangan tubuh. Keadaan ini bisa akibat rangsangan
berlebihan, lesi sistem vestibular sentral atau perifer.
Neural mismatch
Gejala timbul akibat adanya mismatch (ketidaksesuaian) antara pengalaman
gerakan yang sudah disimpan di otak dengan gerakan yang sedang berlangsung. Rangsangan
yang baru tersebut dirasakan asing atau tidak sesuai dengan harapan di otak dan merangsang
kagiatan yang berlebihan di SSP. Bila berlangsung terus akan muncul suatu adaptasi (sensory
rearrangement theory)
Ketidakseimbangan saraf otonomik
Teori ini didasarkan atas kerja obat anti vertigo dimana gejala muncul akibat
ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang gerakan. Yang bisa mengarah pada dominasi
saraf parasimpatis atau simpatis.
Neurohumoral (sinaps)
Munculnya sindroma vertigo berasal dari pelepasan corticotropin releasing factor
(CRF) dari hipotalamus akibat rangsang gerakan. CRF meningkatkan sekresi stress hormon,
dimana akan merangsang korteks limbik/ hipokampus (ansietas), dan lokus coeruleus ke arah
simpatis (pucat, vertigo) atau parasimpatis (hipersalivasi, muntah). Bila sindroma tersebut
berulang akibat rangsangan / latihan, maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan
parasimpatis akan timbul bergantian, sampai terjadi : perubahan sensitifitas (hiposensitif)
reseptor (down regulation), serta penurunan terhadap influks kalsium.
III.
PENYEBAB VERTIGO
Vertigo hanya gejala yang dapat ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit vertigo
dapat berasal dari beberapa disiplin sehingga diusahakan membagi penyebabnya, yaitu
menurut anatomi atau lokasi penyakitnya dan menurut gejala-gejalanya yang menonjol atau
klinisnya. Berdasarkan anatomi penyebab vertigo dapat dibedakan atas 2 bentuk vertigo.(1)
Vertigo non-sistematis, yaitu vertigo yang disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat,
bukan oleh kelainan sistem vestibuler perifer. Kelainan ini dapat terletak di :(1)
1. Mata :
Paresis otot mata
Kelainan refraksi
Glaukoma
2. Proprioseptik :
Pelagra
Anemia pernisiosa
Alkoholisme
3. Sistem saraf pusat :
Hipoksia serebri :
- Hipertensi kronis
- Arteriosklerosis
- Anemia
- Hipertensi kardivaskuler
- Fibrilasi atrium paroksismal
- Stenosis aorta dan insufisiensi
- Sindrom sinus karotis
- Blok jantung
Infeksi
- Meningitis
- Ensefalitis
- Abses
- Lues
Trauma
Tumor
Migren
Epilepsi
Kelainan endokrin :
- Hipotoroidi
- Hipoglikemi
- Hipoparatiroidi
- Umor medulla adrenalis
- Keadaan menstruasi-hamil-menopause
Kelainan psikoneurosis
Vertigo yang sistematis, yaitu vertigo yang disebabkan oleh kelainan sistem vestibular ( yaitu
labirin, nervus VIII atau inti vestibularis ) :(1)
1. Telinga
a. Bagian luar :
Serumen
Benda asing
b. Bagian tengah :
Retraksi membran timpani
Otitis media purulenta akuta
Otitis media dengan efusi
Labirintitis
Kolesteatoma
Ruda paksa dengan perdarahan
c. Bagian dalam :
Labirintitis akuta toksika
Trauma
Serangan vaskular
Alergi
Hidrops labirin ( morbus meniere )
Mabuk gerakan
Vertigo postural
2. Nervus VIII :
a. Infeksi :
Meningitis akuta
Meningitis TB
Meningitis basillaris luetika
b. Trauma
c. Tumor
KLASIFIKASI VERTIGO
Berdasarkan lokasinya vertigo terbagi atas perier dan sentral yang secara umum dapat
dibedakan dari riwayat penyakit. Vertigo perifer melibatkan baik bagian akhir vestibula (kanalis
semisirkularis) atau neuron perifer termasuk nervus VIII pars vestibula. Vertigo sentral
dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada batang otak (nukleus vestibularis, fasikulus
dalam 1 tahun. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi kontraindikasi
melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable angina, dan gangguan leher
seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid artritis berat. Setelah melakukan
manuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus selama 24 jam untuk mencegah
kemungkinan debris kembali lagi ke kanal semisirkularis posterior. Bila pasien tidak ada
perbaikan dengan manuver Epley dan medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan.(3,1)
b. Vestibular neuritis
Vertigo rotasional yang berat dengan onset akut, disertai nistagmus spontan,
ketidakstabilan postur, dan nausea tanpa diikuti disfungsi auditorik. Gejala biasanya mencapai
puncak dalam 24 jam, membaik setelah beberapa hari-minggu. Meski kerusakan berupa
hilangnya fungsi vestibular unilateral permanen, tetap terjadi perbaikan dengan adanya perbaikan
otak. Vestibular neuritis dianggap sebagai akibat virus, meski sulit untuk membuktikan.(2)
c. Penyakit menierre
Serangan yang khas dengan rasa penuh ditelinga, penurunan daya pendengaran serta tinitus,
sebelum muncul vertigo rotasional. Disertai keluhan ketidakstabilan postur, nistagmus, dan mual
selama beberapa menit beberapa jam. Penyakit menierre disebabkan oleh hidrops indolimfatik
yang berakhir dengan degenerasi sel-sel rambut pada koklea dan neuro epitel di kanalis semi
sirkularis. Sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Penyakit ini lebih memilih orang kulit putih.
Di Inggris, prevalensinya sebesar 1 per 1000 penduduk. Laki-laki atau perempuan mempunyai
risiko yang sama. Bisa terjadi pada anak-anak namun paling sering antara usia 20-50 tahun.
Pada penyakit ini terjadi gangguan filtrasi endolimfatik dan ekskresi pada telinga dalam,
menyebabkan peregangan pada kompartemen endolimfatik. Penyebabnya multifaktor. Dari
kelainan anatomi, genetik (autosom dominan), virus, autoimun, vaskular, metabolik, hingga
gangguan psikologis.
Gejala penyakit Meniere lebih berat daripada BPPV. Selain vertigo, biasanya pasien juga
mengalami keluhan di telinga berupa tinitus, tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah, dan
sensasi rasa penuh di telinga.
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere : (1,2)
- Derajat I : gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti
pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan
sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan,
pasien sama sekali normal.
- Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli
sensorineural terhadap frekuensi rendah.
- Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini
mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang
atau menghilang. Obat-obatan seperti proklorperasin, sinnarizin, prometasin, dan diazepam
berguna untuk menekan gejala. Akan tetapi, pemakaian proklorperasin jangka panjang tidak
dianjurkan karena menimbulkan efek samping ekstrapiramidal dan terkadang efek sedasinya
kurang dapat ditoleransi, khususnya kaum lansia. Intervensi lain berupa diet rendah garam (<1-2
gram per hari) dan diuretik seperti furosemid, amilorid, dan hidroklorotiazid. Namun, kurang
efektif menghilangkan gejala tuli dan tinitus. Terapi ablasi sel rambut vestibular dengan injeksi
intratimpani gentamisin juga efektif. Keuntungan injeksi intratimpani daripada sistemik adalah
mencegah efek toksik berupa toksisitas koklea, ataxia, dan oscillopsia. Pada kasus jarang dimana
penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan diuretik, pasien terpaksa harus memilih
intervensi bedah, misalnya endolimfatik shunt atau kokleosakulotomi.
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat terjadi remisi
sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya, menandakan prognosis yang buruk. Semoga dengan
kemajuan ilmu bedah saraf di masa yang akan datang, vertigo tak lagi menjadi momok. (1,2)
2. Vertigo sentral
Pada sebagian besar kasus sindroma vertigo sentral disebabkan disfungsi dari induksi
suatu lesi, tapi sebagian kecil disebabkan proses patologis dari berbagai struktur mulai dari
nukleus sampai korteks vestibularis.(2)
V.
penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap penderita
vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan
bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.(1)
ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling,
rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya
vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah
timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.
Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.
vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi,
penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan
trauma akustik.(1)
PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau
neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan
keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.(1)
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri,
serebelum, batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus
dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo
tersebut.(1)
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi,
gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.(1)
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak
lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi
simtomatik yang sesuai.(1)
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi
nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:(4)
1. Fungsi vestibuler/serebelar
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait.
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri
ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat
lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes
Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach
memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor,
sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
(kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor,
gangguan cara berjalan).
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10
detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulangulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
a. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis
dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat
(44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150
detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri
atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.(4)
1. Fungsi Vestibuler
Uji Dix Hallpike
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)
Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa kemudian cepat cepat kepala
disuruh menengok ke kiri atau ke kanan (pertahankan 10-15 detik).
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri kemudian kembali ke
posisi duduk dan perhatikan kembali nistagmus (10-15 detik).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium untuk gula darah, darah hitungan, elektrolit dan fungsi tiroid
membantu mengidentifikasi kasus pusing. Misalnya anemia dan gula darah rendah diketahui
menyebabkan pusing. Ini harus dibedakan dengan Vertigo.
2. Tes audiometri digunakan untuk mendeteksi penyakit menierre.
3. Neurofisiologi : Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory
Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
VI. TERAPI
50 mg/hr
Histaminik : betahistine (meriston) 3 x 8 mg
Fenotiazine (largaktil) 3 x 25 mg/hr
Benzodiasepin 3 x 2-5 mg/hr
Antiepileptik bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG
Metoclopramide (primperan, raclonid) 3 x 10 mg/hr, bila ada muntah.(1)
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis.
(4)
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata
dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk
tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan
selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali
berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain yang
dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan
kanan me ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan
fleksiekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama makin cepat. Terapi
kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan.(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono (Ed.), Kapita Selekta Neourologi edisi ke 2, jogjakarta, 2007
2. Bintoro Aris catur, Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasilar Pada
Pasien Vertigo Sentral, Tesis, Program pendidikan dokter spesialis I Ilmu Penyakit Saraf
Universitas Diponegoro Semarang, 2000.
3. Conrad Melissa, Vertigo cause, simptom,treatment online : 15 maret 2013 available at
http://www.emedichine.com
4. Wreksoatmodjo Rianto Budi, aspek neurologi Rumah sakit Merzuki mahdi, bogor,
indonesia 2004. Online 15 maret 2013. Available at http://cerminduniakedokteran.com
5. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2008. Hal. 104-9
6. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
7. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
8. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www.dizziness-and-balance.com/bppv.html