STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. H
Umur : 53 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : XX
Pekerjaan : Petani
Dirawat di ruang : Gading
Tanggal masuk RS : 24 April 2018
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada keluarga pasien pada tanggal 25
April 2017, di XX.
1. Keluhan Utama : Kelemahan kedua ekstremitas atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada ekstremitas atas. Keluhan diawali
dengan kesemutan pada kedua tangan kemudian lama-lama menjadi berat untuk
digerakkan. Kemudian pasien pergi ke IGD XX untuk dirawat inap di XX. Selama
di berikan obat oleh spesialis saraf dan di rawat inap keadaan pasien membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Kelemahan anggota gerak bagian atas sejak 2 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya dan tidak pernah menjalani operasi.
4. Riwayat trauma :
Pasien tidak pernah jatuh sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi, diabetes dalam keluarga disangkal.
6. Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok. Pekerjaan pasien adalah petani
7. Riwayat obat-obatan :
Riwayat alergi disangkal.
4. Nervi Cranialis
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu normosmia normosmia
N. II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
N. III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
N. IV (Trochlearis)
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
N. V (Trigeminus)
a. Menggigit Dapat sama kuat Dapat sama kuat
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas (+) (+)
d. Refleks kornea (+) (+)
d. Refleks bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Refleks masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. Refleks zigomatikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi dbn dbn
N. IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Di tengah Di tengah
c. Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Refleks muntah (-) (-)
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N. X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
N. XI
a. Memalingkan muka (-) (-)
N. XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah Normal Normal
Refleks fisiologik :
Bisep + +
Trisep + +
Radius + +
Refleks patologis :
Hoffman (-) (+)
Tromner (-) (+)
Refleks fisiologik :
Patella + +
Achilles + +
Refleks patologis :
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (+)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Mendel Bechterew (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Gonda (-) (-)
Klonus patella (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Kaku Kuduk -
Kernig sign - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -
Tes Laseque - -
Tes Kernig - -
Tes Patrick - -
Tes Kontra Patrick - -
HEMATOLOGI
MCHC H 36,7 % 32 – 36
RDW-SD 40,2 fL 35 – 47
P-LCR 25.3 %
HITUNG JENIS
KIMIA KLINIK
X Foto Cervikal
V. RESUME
Tn. H , 53 tahun, nyeri pada ekstremitas atas. Keluhan diawali dengan
kesemutan pada kedua tangan kemudian lama-lama menjadi berat untuk
digerakkan. Kelemahan anggota gerak bagian atas sejak 2 tahun yang lalu.
Kemudian pasien pergi ke XX untuk dirawat inap di XX. Selama di berikan obat
oleh spesialis saraf dan di rawat inap keadaan pasien membaik.Riwayat Trauma (-
).
Pada status generalis didapatkan TD pasien 100/60 mmHg,65 Nadi x/menit,
RR 18 x/menit, pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran Compos Mentis, GCS 15.
Kekuatan parese pada ektremitas atas. Refleks patologis Hoffman Tromner (-/+),
Babinski (+/+),Chaddock (-/+). Pemeriksaan foto X cervical tidak ditemukan
kelainan.
VI. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : Tetraparesis Flacid
b. Diagnosa Topis : Medula spinalis segmen cervikal
c. Diagnosa etiologi : susp. Infeksi atau neoplasma
TINJAUAN PUSTAKA
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam
tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem
neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara
terencana dan terukur 1.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulang
cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni
bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior
yang terdiri dari arcus vertebrae 2.
Gambar 1. Tulang belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat
sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke bawah
kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal.
Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari
dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke
tubuh adalah sistem saraf perifer.2
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai konus
medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda
Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri atas traktus
ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu,
nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota
gerak dan mengontrol fungsi tubuh) 2.
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri
spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis
dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus
vertebromedularis arteria interkostalis 2.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior.
Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di
vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis samapi ke
bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat
kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,:
perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang
mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus
dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan L2.
Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda
equina 3,4.
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
2.2 Definisi
2.2.1 Parese
2.2.2 Tetraparese
2.2.4 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula spinalis.
menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data
Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan
diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya.
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis .
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan
ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk
meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika Serikat menunjukkan
urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1)
tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet
(21,3%), dan (4) tetraparese komplet (18,5%) .
2.2.5 Klasifikasi Tetraparese
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau
kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada
kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis.
Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra
atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada
serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot 3.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal, thorakal,
lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan
lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak.
Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan berpengaruh pada otot,
organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan
kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi
inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin
kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada
LMN menyebabkan parese flacsid 4
Gambar 3. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang
terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya
C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang
berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari
miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua
tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut tetraparese spastik 1,5.
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan jaras
kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan desendens
lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen C5 kebawah ikut
rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron
(LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini
kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen
Lower Motor Neuron (LMN) 1.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat
terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik. walaupun segenap
radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di intumesensia servikalis dan
lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota
gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke
bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua
lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di
sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit
dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah polineuropati 1.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya yang
disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter. Karena serabut
otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot
bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak
biasanya bagian proksimal lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia
musculorum enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat
manifestasi dini kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa
enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat ditentukan kelaian
morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak
(liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata,
terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot
ternyata menjadi lemak. Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil.
Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena
degenerasi lemak 1.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit. kelemahan
otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai berikut 4:
Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
Region Muscle Groups Myotomes
Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma hiperekstensi. Sering
terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang
paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6.
Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera
adalah akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord
Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika
yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di
atas titik pusat cedera.4.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada
ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe UMN). Pemulihan fungsi
ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan
dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan
karena pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di
medula spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus
dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada pasien cedera medula
spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ AISA4.
Motorik
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
(C6)
profunda (C8)
kaki
Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer serebral
unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri (anterior/media) atau di kapsula
interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada arteri serebri
(anterior/media) atau kapsula interna yang lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral
bilateral. Oklusi pada arteri basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral.
2.2.8 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak sekaligus, infeksi
dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka terbuka ditulang belakang, penjalaran
osteomielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya
digunakan jika medula spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami
peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi.
Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula spinalis setelah beberapa minggu sembuh
dari penyakit viral. Pada saat itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil
tersebar secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden
panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan
kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal
- Poliomielitis
substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka dapat
menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah . Pada umumnya kelompok
tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf
perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang
karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi
autoimun, bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau
langsung ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit yang bisa
menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan
gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat
(sampai beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan) .
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari pertama
pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi
myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke
sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati
rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan,
tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali
bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena
ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan
atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan
otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran
kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke
ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke
ekstrimitas bawah .
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus
yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu
kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul
autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi
meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan
tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks
ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia
servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi.
Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota
gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa
disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri
dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel
polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.
Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada
segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada
radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada
daerah tersebut.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.
Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian
menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh
hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih
berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari
bagian proksimal.
d) Miastenia Grafis
menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena sirkulasi antibodi
yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular junction, stimulasi
berupa kelemahan pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif
dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron.
Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik bagian atas (brain) dan saraf
motorik bagian bawah (spinal cord) dengan kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan
lower motor neuron (LMN). Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot
Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel saraf yang
mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk mengatur
gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan. Misalnya, memegang,
menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit ini tidak mempengaruhi saraf
sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun penyebab pasti ALS belum diketahui, teori
yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang
menghantarkan impuls atau sinyal ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai
penyebab matinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas
saraf motorik penderita ALS telah rusak. Seiring berjalannya waktu, penyakit ALS
menyebabkan saraf–saraf motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada
akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otot tubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak.
Karena otot yang berada dalam tubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot
yang menjadi lebih kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang
2. Hiperefleksia
Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan
ektrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motoneuron.
3. Klonus
Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama
perangsangan masih berlangsung
4. Refleks patologi
Pada kerusakan UMN sering ditemukan reflex patologik, yang tidak ditemukan pada
orang normal.
5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
Rusaknya motoneuron dapat menyebabkan rusaknya serabut-serabut otot yang
tercakup dalam kesatuan motorik sehingga otot-otot yang terkena menjadi kecil (atrofi).
Dalam hal kerusakan serabut-serabut otot penghantar impuls motorik UMN, tidak melibatkan
motoneuron.
b. Kelumpuhan LMN
Lesi paralitik di susunan LMN merupakan suatu lesi yang merusak mptoneuron,
akson, motor end plate, atau otot skeletal, sehingga tidak terdapat gerakan apapun, walaupun
impuls motorik tiba di motoneuron. Adapun tanda-tanda kelumpuhan LMN yakni :
1. Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflector tidak dapat dibangkitkan.
Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh hilangnya reflex tendon dan tidak adanya reflex
patologis
2. Tonus otot menghilang
3. Atrofi otot cepat terjadi
2.2.10 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis dapat
menentukan lokasi lesi, misalnya lesi di medulla spinalis (nyeri leher yang menjalar ke kedua
anggota ekstremitas superior) yang merupakan keadaan klinis yang sering ditemukan.
Gambaran kelumpuhan akibat lesi paralitik di susunan pyramidal komponen UMN susunan
neuromuscular berbeda sekali dengan lesi komponen LMN. Adapun tanda-tanda kelumpuhan
UMN yaitu : tonus otot meninggi (hipertoni), hiperefleksia, sering ditemukan klonus kaki,
refleks patologik dan tidak adanya atrofi pada otot yang lumpuh. Kelumpuhan tipe LMN
memiliki tanda-tanda seperti seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektori
tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai dengan hilangnya refleks
tendon, tidak adanya refleks patologik, tonus otot menghilang dan atrofi otot cepat terjadi.
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pada kasus ini, tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi pola kelemahan yang
berhubungan dengan otot. Proses yang lebih difus dapat mengenai banyak saraf atau otot
secara simultan, misalnya penyakit metabolik atau inflamasi yang dapat menyebabkan
kelemahan generalisata. Untuk pemeriksaan otot dapat dipilih bagian otot yang penting,
walaupun dapat juga dilakukan semua pemeriksaan otot gerak lain. Pemilihan otot yang
diperiksa berdasarkan anamnesis atau bagian dari pemeriksaan fisik dimana kelemahan otot
dapat dilihat.
Lesi UMN berhubungan dengan pola kelemahan yang khas, tidak seperti lesi LMN,
Lesi UMN lebih berhubungan dengan gerakan volunter. Tes koordinasi anggota gerak juga
dapat memberikan informasi mengenai lokasi lesi. Pemeriksaan refleks tendon juga
merupakan metode langsung untuk menilai refleks regang secara klinis. Kerusakan LMN
akan menyebabkan penurunan atau menghilangnya refleks ini sedangkan lesi UMN akan
meningkatkan refleks ini. Kegunaan utama pemeriksaan reflex tendon adalah untuk
menentukan lokasi lesi terutama lesi di medulla spinalis
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat nilai dari jumlah leukosit yang dapat
menunjukan adanya tanda-tanda infeksi yang merupakan petanda adanya lesi akibat infeksi.
Pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui elektrolit tubuh juga merupakan pemeriksaan
yang penting untuk menilai lesi. Kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat LMN,
mutlak motorik dianggap kelumpuhan miogenik. Patofisiologi nya masih kurang jelas, tetapi
secara klinis terbukti mempunyai hubungan yang erat dengan ion kalium. Dikenal 3 macam
paralisis periodic. Yang pertama ialah paralisis periodik hipokalemik familial, kedua yaitu
paralisis periodic hiperkalemik familial dan yang ketiga adalah paralisis periodik
normokalemik. Perbedaan yang ditonjolkan oleh klasifikasi tersebut berdasarkan kadar
kalium dalam serum. Pada jenis hipokalemik familial, paralisis bangkit pada waktu pagi hari
atau setelah beristirahat atau setelah bekerja, atau setelah makan makanan tinggi karbohidrat.
Paralisis dapat berlangsung beberapa jam bahkan sampai beberapa hari. Kadar kalium
dibawah 3 mEq/L . pada jenis hiperkalemik, kelumpuhan keempat anggota gerak bangkit
selalu setelah bekerja. Sebagian dengan miotonia atau sebagian tidak, paralisis biasanya tidak
berlangsung lama dan kadar kalium dalam serum lebih dari 4,2 mEq/L. Jenis normokalemik
sering menimbulkan kesukaran, baik dalam diagnosis maupun terapi. Serangan paralisis nya
sering bersifat total dan berlangsung lama. Pemberian kalium dapat memperburuk keadaan.
Pemeriksaan Radiologis
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium yang
mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper motor neuron, maka
diperlukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan penyebab yang lain. Pemeriksaan
rontgen thoraco-lumbal juga dapat membantu menegakkan diagnosis.
2.2.11 PENATALAKSANAAN
Terapi Farmakologi
Tujuan pengobatan adalah mengobati gejala simptom dan memperbaiki keadaan
umum penderita. Pencegahan sebaiknya disesuaikan dengan faktor pencetusnya, Bila faktor
pencetusnya karena gangguan elektrolit, maka pemberian cairan elektrolit yang sesuai selama
serangan dapat mengurangi gejala. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian kalium per
oral, jika keadaan berat mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra vena. Penderita
mendapat pengobatan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor pencetus dan pemberian
preparat kalium peroral.
2.2.12 PROGNOSIS
Sekitar 60-70% pasien dengan tetraparalisis dapat sembuh tanpa cacat. Faktor-faktor lain
diduga berhubungan dengan prognosis pasien. Pasien yang berusia 50 tahun atau lebih tua
memiliki sekitar 30% pemulihan tanpa adanya kecacatan. Pasien yang lebih muda memiliki
pemulihan tanpa adanya kecacatan lebih besar.
BAB III
PENUTUP
Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau
suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.
Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada
manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota
gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron
(UMN) atau kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya.
Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi di medula
spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron (LMN ) bisa mengenai
motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor
neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN) maka lesinya pada Low cervical cord.
kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese disebabkan adanya lesi di
medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral disebabkan karena lesi pada hemisfer
serebral bilateral dan biasanya pada serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan
setelah serangan kedua baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada
polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS).
DAFTAR PUSTAKA