Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn Ferryna Ramadhanti
Tanggal Lahir : 15-01-1998
Usia : 21 tahun 2 bulan 8 hari
Alamat : Jl. Kayumas tengah III rt 009 rw 004 kel. Pulogadung Kec. Pulogadung
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawati

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli umum puskesmas
kecamatan pulo gadung tanggal 4 Maret 2019
a. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 1 hari
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh mual hebat dan muntah serta keringat dingin.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum puskesmas kecamatan pulo gadung dengan keluhan
pusing berputar sejak 1 hari yang lalu awalnya pasien pusing berputar dan merasa
keringat dingin, mual dan muntah. Jika pasien berubah posisi kadang terasa semakin
berputar sehingga pasien harus tiduran dalam posisi stabil untuk mengurangi rasa pusing
berputar dan mual. Dalam 1 hari kurang lebih pasien muntah sebanyak 3 kali, muntah
tidak menyemprot, berisi makanan dan minuman yang dimakan sebelumnya, jumlah ± ¼
gelas.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit ini sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
f. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan (-), alergi obat-obatan (-), cuaca dingin dan debu (-)
g. Riwayat Pribadi
Riwayat trauma disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit diabetes disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Kompos mentis / E4V5M6
b. Pemeriksaan Tanda Vital
Nadi : 96x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi Napas : 18x/menit
Tekanan Darah : 120/80
Suhu : 36.5
Kepala : Normochepali, rambut hitam, distribusi merata,
Telinga : Bentuk normal, NT auricular -/-
Hidung : Septum deviasi -/-, sekret -/-
Leher : KGB preaurikuler -/-, retroaurikuler -/-, nyeri tekan -/-, tiroid
tidak teraba membesar
Thoraks : Rh -/-, Wh -/-, BJ 1 dan 2 normal, murmur -/-, gallop -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan -, nyeri ketok -, timpani, bising usus +
Ekstremitas : akral hangat di keempat ekstremitas, edema –

c. Status Neurologis
I. Fungsi Luhur
- Kesadaran :
 Kualitatif : compos mentis
 Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : tempat, waktu dan situasi baik
- Daya ingat
 Baru : baik
 Lama : baik
- Gerakan abnormal : tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa :
 Afasia motorik : -
 Afasia sensorik : -
 Akalkuli :-
2. Koordinasi dan Keseimbangan

- Gait : normal
- Tes tunjuk hidung : normal
- Tes tumit-lutut : normal
- Disdiadokokinesis : normal

3. Saraf Otonom

- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Sekresi keringat : normal

4. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Normosmia Normosmia
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
b. Lapang pandang baik baik
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)

(-) (-)
h. Strabismus divergen
(-) (-)
i. Diplopia
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas (+) (+)
d. Reflek kornea (+) (+)
e. Reflek bersin t.d.l t.d.l
f. Reflek masseter t.d.l t.d.l
g. Reflek zigomatikus t.d.l t.d.l

N.VI (Abducens) :
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi (+) (+)
b. Mengerutkan dahi (+) (+)
c. Mengangkat alis (+) (+)
d. Menutup mata (+) (+)
e. Lipatan nasolabia (+) (+)
f. Sudut mulut (+) (+)
g. Meringis (+) (+)
h. Tik fasial (-) (-)
i. Lakrimasi (+) (+)
j. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Mendengarkan suara berbisik N (-)
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
f. Nistagmus
(+) (+)

Horizontal horizontal

N IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Simetris Simetris
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah - -
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)

N XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka (+) (+)
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah N N
c. Artikulasi N N
d. Tremor lidah (-) (-)
e. Trofi otot lidah (-) (-)
f. Fasikulasi lidah (-) (-)

ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik :
Gerakan + normal + normal
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus Normal Normal
Trofi (-) (-)
Sensibilitas + normal + normal
Nyeri + normal + normal
Reflek fisiologik :
Bisep + normal + normal
+ normal + normal
Trisep
+ normal + normal
Radius

Reflek Patologi :

Hoffman (-) (-)


(-) (-)
Tromer

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot Tidak ada Tidak ada
Claw foot Tidak ada Tidak ada
Pitcher’s foot Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik
Gerakan (+) normal (+) normal
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus (+) normal (+) normal
trofi (-) (-)
Klonus (-) (-)
Reflek fisiologik (patella) (+) normal (+) normal
Sensibilitas (+) normal (+) normal
Nyeri normal Normal

Keterangan Kanan Kiri

Reflek Patologis

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bechterew - -

Rossolimo - -

Gonda - -

Klonus patella - -

Klonus kaki - -

Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -

Kernig sign - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Rangsang Radikuler

Tes Lasegue - -

Tes Patrik - -

Tes Kontra Patrik - -

Tes naffziger - -

Tes valsava - -

IV. RESUME

Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan teerhadap seorang pasien perempuan berusia
21 tahun dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari yang lalu disertai dengan mual dan muntah
sebanyak 3x dalam sehari. Pada pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, untuk
pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien ini, maka didiagnosis dengan BPPV (begin paroxysmal positional
vertigo). Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu dengan pemberian obat anti pusing berputar,
vitamin dan obat anti mual. Pemberian edukasi kepada pasien agar saat terbangun dari tempat
tidur secara perlahan sehingga bisa dalam posisi stabil. Memberitahu pasien tentang latihan
Brandt-Daroff untuk latihan di rumah agar pasien terbiasa dengan beberapa posisi sehingga tidak
muncul keluhan pusing berputar saat berpindah posisi. Selain itu anjurkan untuk mengonsumsi
vitamin alami yang baik yang mengandung vitamin B1, B6 dan B12.

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit menier
2. Vestibular neuritis

VI. DIAGNOSA KERJA


BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

VII. PENATALAKSANAAN
a. Usulan Pemeriksaan Lanjut
- Pemeriksaan audiometri
b. Tatalaksanaan Medis
Betahistine 6mg 3x1
Domperidon 10mg 2x1
Vit. B complex 1x1
Kontrol 3 hari kedepan

VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : Dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
c. Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien
atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan
dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4
subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo,
presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri). 1

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistim keseimbangan. 3 Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :2

a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)

II. ETIOLOGI

Penyebab perifer vertigo:

 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama
vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.5 Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang
berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan
posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. 9
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat
juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular
sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak
terjadi bertahun-tahun setelah episode. 8

 Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan
11
keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan
10
tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.
Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.8

Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini


terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis
telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe.

 Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal
ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi
dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11

Penyebab Sentral Vertigo

 Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering
dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine.. Sebelumnya telah dikenal sebagai
bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Verigo pada
migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan
terapi yang digunakan untuk migraine. 10
 Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari
suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien
yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan
gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala
biasanya normal. 9

III. PATOFISIOLOGI

• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior
menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog
dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang
sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah
tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus.14,15

• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas
di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing
dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-
olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan
menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag
dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.14,15

IV. GEJALA KLINIS

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral


Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan gangguan
saraf perifer) vaskular (otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak, vertebrobasiler
jinak (BPPV), penyakit maniere, insufisiensi, neoplasma, migren basiler
neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Jadi cape Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus + -
spontan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2 Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator
konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang parah
dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan
titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

2. Unterberger's stepping test


Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini
disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. 2
3. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler

- Dix-Hallpike manoeuvre 1
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya
vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode
laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi
tetap seperti semula (non-fatigue).

- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal.
Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa nistagmus
dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien
merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada nervus VIII. 5

- Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh
aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum
yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di
bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena air yang
disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian juga frekuensinya
(biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus
berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.
2. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif dan
tuli perseptif

b. Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan penunjang tambahan pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular


testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis, tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini
diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. Vestibular testing tidak dilakukan
pada semau pasieen dengan keluhan dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak
ditemukan sebab yang jelas. Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula
darah, funsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien. 11

Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang memiliki
tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral yang
progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII. 11

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20 sampai 40%
pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.

VII. DIAGNOSIS
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:

Penyebab vertigo
Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar insufficiency
vertigo dan thromboembolism
Labyrinthine trauma Acute vestiblar Tumor otak
dysfunction Misalnya, epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel
keempat
Acoustic neuroma Medication induced Migraine
vertigo e.g
aminoglycosides
Acute cochleo Cervical spondylosis Multiple sklerosis
vestibular dysfunction
Syphilis (rare) Following flexion- Aura epileptic attack-terutama
extension injury temporal lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate

VIII. TATALAKSANA

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang
terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih
menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama
manuver dilakukan untuk menghilangkan debris. 16
Gambar. Maneuver Epley
(dikutip dari kepustakaan 14 )

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-
pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan
sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena
berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga
yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah.
(4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah 1. 16
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal
berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi
intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon
stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior,
atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan
dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis
dengan menjaga fungsi pendengaran.1
BAB III

KESIMPULAN

Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan


usia 21 tahun dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari yang lalu disertai keringat
dingin, mual dan muntah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa saat
partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah.
Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di
sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi
ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus
dan pusing.

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi


pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Diagnosa vertigo
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, neurologis serta
beberapa pemeriksaan penunjang seperti audiometri. Penatalaksanaan vertigo utama
adalah melakukan manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus, yakni seperti
manuver Epley, namun pemberian obat betahistine juga sebagai tatalaksana lain yang
merupakan golongan antihistaminik yang digunakan sebagai obat anti-vertigo, dosis yang
biasa digunakan adalah 3 x 6-12 mg per hari. Selain itu untuk mengatasi mual dan
muntah bisa diberikan domperidon dosis 2 x 10 mg per hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco
2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–116.
4. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.

5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company
; 2006.
6. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.
7. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2nd edition.
Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.
9. Kanski. Clinical Opthalmology: A Systemic Approach. 7th edition. Elsevier. 2011.
10. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2007
11. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology. Thieme. 2006.
p. 97-99
12. Vaughan, Daniel. General Opthalmology. 18th edition. McGraw Hill. 2014.
13. Lopez FHM. Bacterial Keratitis. August 28th, 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview . Accessed on March 11th,
2016.
14. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
15. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
16. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Benign Positional Vertigo)/BPPV.
[online] 2009 [cited 2009 December 20th]. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/3327/Benign_Paroxymal_Positional
17. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2008. Hal. 104-9

Anda mungkin juga menyukai