Anda di halaman 1dari 13

DERMATITIS HERPETIFORMIS

Pembimbing :
dr. Shinta N Barnas, M.Kes., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
Dermatitis Herpetiformis (DH) atau yang disebut juga sebagai
Morbus Duhring  adalah penyakit menahun dan residif, ruam
bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok
dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal DEFINISI
• Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit kulit autoimun yang bersifat
kronik dan sangat gatal, disertai timbulnya lesi papulovesikular yang
berulang.
• Penyakit ini ditandai dengan papul, vesikel, plak, urtika, eritema dan
kelompok ekskoriasi di daerah ekstensor, siku, lutut, bokong dan punggung

yang terdistribusi secara simetris.


EPIDEMIOLOGI
20%

• Dermatitis herpetiformis dikenal berhubungan dengan


gluten-sensitive enteropathy (GSE) atau celiac disease
(CD)
50%
• Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, 40%
dimulai dari limfositosis intraepitel jejunum sampai atrofi
total vili usus halus.

• Prevalensi DH diperkirakan terjadi sekitar 10 hingga 39 kasus per 100.000, dengan


insidensi mulai dari 0,9 (Italia) hingga 2,6 (Northern Ireland) kasus baru per 100.000 per
tahun
• Lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan
• DH terjadi utamanya pada rentang usia 20 hingga 55 tahun, tetapi kadang juga terjadi
pada anak usia lebih 5 tahun
• Orang kulit hitam dan Asia jarang terjadi
ETIOLOGI
• Etiologi belum diketahui pasti
• DH berhubungan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) atau celiac
disease (CD)
• Gluten  protein yang terdapat pada gandum, barley dan gandum
hitam.
• Gluten mengandung gliadin  suatu fraksi alkohol terlarut yang
dipercaya sebagai komponen antigen yang nantinya akan menimbulkan
reaksi alergi.
• Penelitian HLA menunjukkan adanya predisposisi genetik pada DH.
Pasien dengan DH menunjukkan peningkatan ekspresi HLA-A1, HLA-
B8, HLA-DR3 dan HLA-DQ2
PATOGENESIS
Gliadin diabsorpsi ke Dipresentasikan oleh Deaminasi protein
Enzim Masuk sirkulasi
dalam lamina propria APC dengan perantara membentuk
Tgase sistemik
usus HLA-DQ2 atau DQ8 gluten-Tgase

Neutrofil Reaksi silang dengan Tgase


Infiltrasi neutrofil pada
teraktivasi  epidermal  deposit IgA-
dermo-epidermal junction
melepas sitokin Tgase pada puncak papila dermis

Vesikel dan Gatal Mengaktivasi sistem


komplemen (C3, properdin
dan faktor B)
GAMBARAN KLINIS
• Keadaan umum penderita baik, keluhan sangat gatal
• Tempat predileksi ialah punggung, daerah sakrum, bokong,
ekstensor lengan atas, siku dan lutut.
• Ruam berupa eritema, papulo-vesikel, dan vesikel/bula yang
berkelompok dan sistemik
• Kelainan utama ialah vesikel
• Dinding vesikel atau bula tegang.
• Pada lesi yang sangat gatal  lebih sering ditemukan ekskoriasi
dibanding bentuk vesikel ataupun bula
• Hilang timbulnya lesi secara terus menerus dapat menimbulkan
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi
DIAGNOSIS
Diagnosis DH dapat ditegakkan berdasarkan klinis, histopatologis, serologis, imunofluoresensi dan
genetik.
Pada kasus dermatitis herpetiformis, diagnosis dapat ditegakkan dengan 3 dari komponen berikut:
● Gambaran klinis  pleomorfik dan papul eritem yang gatal, vesikel-bula predominan pada
permukaan ekstensor, bokong dan punggung
● Gambaran histopatologi (biopsi)  bula subepidermal, akumulasi mikroabses yang terdiri dari
eosinofil (20-90%) dan neutrofil pada puncak papila dermis
● Direct Immunofluorescence (DIF)  deposit IgA granular pada zona membran basalis/ bagian
dermis atas / DEJ (dermal-epidermal junction)
● Serologis  antibodi IgA terhadap endomisium otot polos (endomysial antibodies) dan antibodi IgA
anti-TTG (tissue transglutaminase)  sensitivitas 89,1% dan spesifitas 97,6%
PEMVIGUS VULGARIS
DIAGNOSIS • Pada pemvigus vulgaris  keadaan umum
buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bula
yang berdinding kendur, generalitsata dan
BANDING bisa didapatkan eritema.
• Gambaran histopatologik  terdapat
akantolisis, letak vesikel intraepidermal
• Tetrdapat IgG di stratum spinosum

PEMFIGOID BULOSA
• Ruam utama adalah bula dan tidak begitu
gatal
• Pemeriksaan imunofluoresensi terdapat CHRONIC BULOUS DISEASE OF CHILDHOOD
IgG tersusun seperti pita di subepidermal • Pada CBDC  terjadi pada anak
• Kelainan utama  bula, tidak begitu gatal, eritema tidak
selalu ada dan dapat berkelompok atau tidak
• Pemeriksaan imunofluoresensi  terdapat IgA yang linier
PENGOBATAN
• Obat pilihan untuk DH adalah preparat sulfon  diaminodiphenylsulfone (dapsone)/DDS
 Dosis DDS 200-300 mg per hari, dosis awal 200 mg sehari
 Perbaikan tampak dalam 3-4 hari. Jika tidak ada perbaikan, dosis dapat ditingkatkan
 Efek samping  agranulositosis, anemia hemolitik dan methemoglobinemia
 Dosis 100 mg per hari umumnya tidak ada efek samping
• Sulfapyridine
 Setelah testing dose 0,5 g  1 tablet (0,5 g) dapat diberikan sebanyak 4 kali sehari.
 Dosis efektif  1-4 g per hari
 Dapat digantikan dengan sulfasalazine 500 mg 3 kali per hari, dan dosis dapat
ditingkatkan hingga 1,5 gram 3 kali per hari
PENGOBATAN
• Alternatif Obat
 Pada beberapa kasus pasien yang jarang perlu digunakan obat alternatif pengganti obat
sulfone  tetraksiklin/nikotinamid dan kolkisin (dapat memberikan efek kontrol pada
beberapa pasien)
 Dapsone topikal gel 5% juga efektif terhadap dermatitis herpetiformis
 Rituximab juga digunakan pada pasien dengan DH yang susah diobati
• Gluten-Free Diet
 Pasien secara ketat harus menghindari makan gandum, barley dan gandum hitam.
 Anjuran konsumsi gandum (oat) yang dibolehkan  70 gr pada orang dewasa (1 ½
hingga ¾ cup) dan 25 gr pada anak-anak (1 ¼ cup)
 Jagung dan nasi secara umum masih ditoleransi
PROGNOSIS

Sebagian besar penderita akan


mengalami dermatitis herpetiformis
yangkronis dan residif.

Jika pembatasan diet bebas gluten


secara ketat diikuti  pengobatan
dapat dikurangi dosisinya atau
bahkan dihentikan
TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
• Wiryadi BE. 2017. Dermatosis Vesikobulosa Kronik. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W.
Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7th. h234-247. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

• James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM. 2020. Andrew's Disease of The Skin. 13th Ed.
p469-471. Sydney; ELSEVIER.

• Widyastuti S, Sari Nindya, Rinawati W, Wardhana M, Andiguna MS. 2014. Terapi Dapson pada Dermatitis
Herpetiformis. MDVI 41(4):165-169.

• National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2013. Dermatitis Herpetiformis: Skin
Manifestation of Celiac Disease. In: Celiac Diasease Awareness Campaign. p1-2.

• Fabbri P, Caproni M. 2005. Dermatitis Herpetiformis. Orphanet Encyclopedia. p1-4.

Anda mungkin juga menyukai