Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dengan
karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis dan
berwarna putih transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspits, dan kobner.
Terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal. Psoriasis
merupakan penyakit multifaktor dengan beberapa predisposisi seperti faktor genetik,
lingkungan, inflamasi (dimediasi proses imunologis), serta beberapa faktor penyerta
seperti obesitas, trauma, infeksi, serta defisiensi bentuk aktif vitamin D3. Dahulu
diduga berkaitan dengan gangguan primer keratinosit, namun berbagai penelitian
telah mengetahui adanya peran imunologis. Beberapa variasi klinis yang tersering
dari psoriasis adalah psoriasis vulgaris (85-90%) dan artritis psoriatika(10%)
(Gudjonsson et al., 2008).

Penyakit ini terjadi pada semua usia, sering muncul pada usia 15-30 tahun.
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1-11,8% diberbagai populasi dunia. Insiden di
asia cenderung rendah (0,4%).tidak ada perbedaa insiden antara pria dan wanita
(Gudjonsson et al., 2008). Onset awal menandakan keparahan penyakit dan biasanya
terdapat riwayat psoriasis pada keluarga. Insiden psoriasis rendah pada ras amerika-
afrika dan jepang. Psoriasis merupakan penyakit yang bersifat polgenik, jadi ketika
orang tua pernah terkena psoriasis makan 8% keturunan akan muncul psoriasis
(wolff, 2013).

Faktor imunologi mempengaruhi kejadian psoriasis. Defek genetik pada


psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T.
WHO menunjukkan bahwa didapatkannya Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu,
terutama HLA-Cw6, berkaitan dengan kejadian psoriasis usia dini dan dengan
riwayat keluarga yang positif (wolff, 2008).Psoriasis disebabkan oleh interaksi antara
hiperproliferatif keratinosit, disertai infiltasi dan aktivasi sel imun (Harden et al.,

1
2015). Sampai sekarang pengobatan penyakit ini masih menjadi masalah karena
belum ada obat yang betul-betul efektif menyembuhkan penyakit tersebut. Hal ini
disebabkan karena belum terungkap secara tuntas semua faktor yang terlibat dan
berperan pada etiopatogenesis penyakit ini (Christophers et al., 2001).

Pada laporan ini akan dibahas kasus psoriasis vulgaris. Tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah untuk memahami gejala dan tanda klinis dari kasus psoriasis
vulgaris sehingga sebagai dokter nantinya mampu mendiagnosa, memberikan terapi
yang tepat dan merujuk bila menemui penyakit ini. Dengan kita mengetahui secara
pasti untuk diagnosis penyakit ini maka diharapkan prognosis baik untuk penyakit ini.

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn risky
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : perum permata saxophone no 25
Status : belum menikah
No.RM : 6940.07
Pekerjaan : mahasiswi
Agama : islam
Suku Bangsa : jawa
Tanggal Pemeriksaan : 16 Oktober 2018

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


2.2.1 Keluhan Utama
Bercak merah bersisik pada punggung dan kaki

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli dengan keluhan muncul bercak merah bersisik di
punggung dan kaki kanan dan gatal . Keluhan muncul pertama kali berupa bercak dan
sisik seperti ketombe 8 tahun yang lalu, kemudian bercak muncul kembali saat ini di
punggung dan tungkai bawah kanan Pasien mengaku selama 8 tahun bercak tersebut
sering kambuh-kambuhan .Keluhan disertai rasa gatal (+) di rasakan setiap saat,
panas (-), perih (-) . Kadang-kadang sisik menebal dan mengelupas sendiri. Saat ini
tidak ada keluhan nyeri sendi, batuk pilek maupun nyeri saat BAK, Pasien mengaku
sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu dan namun saat ini pasien sedang
banyak pikiran karena sedang menyusun tugas akhir.

3
2.2.3 Riwayat Peyakit Dahulu
Pasien mulai mengalami keluhan yang diderita sejak 8 tahun yang lalu (tahun
2012). Awalnya keluhan berupa bercak merah, bersisik, dan gatal. Setelah pasien
berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin dinyatakan menderita psoriasis. Hingga
saat ini keluhan pasien sempat berkurang namun tidak pernah hilang.

2.2.4 Riwayat Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat DM (-), HT(-), asma (-), penyakit jantung (-)

2.2.5 Riwayat Pengobatan


 Tahun 2012 : awal muncul keluhan, pasien berobat ke dokter spesialis kulit dan
kelamin, dan dinyatakan menderita psoriasis kemuian pasien diberikan obat (obat
minum dan salep) namun pasien lupa nama obatnya. Setelah minum obatnya
keluhan berkurang
 Tahun 2013 : bercak menyebar ke seluruh tubuh dan sisik menebal lalu pasien di
rujuk ke RSCM diberikan mtx 7,5 (3x seminggu)dan salep racikan. Dan pasien
rajin kontrol
 Tahun 2015 : pasien tidak pernah kontrol lalu kambuh kembali pasien berobat ke
alternative.
 Tahun 2018: pasien kambuh lagi pada extremitas lalu ke dokter lain dan diberikan
obat minum dan salep namun pasien lupa nama obatnya. Keluhan membaik dan
pasien rutin mengoleskan vaselin ke daerah bercak
 Tahun 2019 : Setelah itu pada tahun 2019 pasien rutin kontrol ke poli dinoyo...

2.2.6 Riwayat Atopi


Pasien tidak memiliki riwayat biduran. Tidak ada riwayat bersin-bersin saat
terpapar debu/ udara dingin maupun asma. Riwayat alergi makanan dan obat
disangkal.

4
2.2.7 Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang mahasiswi , sehari-hari berkegiatan di kampus.
Pasien mandi 2x sehari (pagi dan sore) serta selalu mengganti baju setiap selesai
mandi. Pasien tinggal sendiri ngekost .

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Dermatologis
Lokasi: punggung dan kaki kanan
Distribusi: tersebar
Ruam: Plak eritema,multiple,berbatas tegas,bentuk bervariasi ,tepi ireguler,
dilapisi skuama kasar berwarna putih
Auspitz sign (+), fenomena tetesan lilin (+), Koebner sign (+)
Body Surface Area (BSA): ±2%
Geographic tongue (-)
Pitting nail (-), hiperkeratosis kuku (-)
Foto Klinis Pasien

Gambar 1. Foto klinis pasien. Plak eritema,multiple,berbatas tegas,bentuk


bervariasi ,tepi ireguler, dilapisi skuama kasar berwarna putih

5
2.3.2 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
Tanda Vital : Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan
RR : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala/Leher : Pemeriksaan KGB: Tidak dilakukan pemeriksaan
Geographic tongue (-)
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/- , pitting nail (-), hiperkeratosis kuku (-)
-/-

Gambar 3. Pitting nail (-),

hiperkeratosis kuku (-)

2.4 Diagnosis Banding


1. Psoriasis vulgaris
2. Dermatitis seboroik
3. Tinea Corporis

6
2.5 Diagnosis
Psoriasis vulgaris derajat ringan

2.6 Terapi
1. Emolien
2. desoximetason 0,25% ointment 22 dd ue

2.7 Monitoring dan Edukasi


1. Penjelasan mengenai penyakit psoriasis vulgaris merupakan penyakit yang
tidak menular dengan penyebab yang masih belum diketahui namun faktor
genetik sangat berperan penting dalam penyakit ini.
2. Memberikan penjelasan bahwa pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan
untuk mengontrol psoriasis vulgaris dan tidak dapat menyembuhkan.
3. Memberikan penjelasan untuk menghindari faktor pencetus psoriasis vulgaris
seperti stress, infeksi tenggorokan, infeksi gigi, mengkonsumsi obat-obatan
(contohnya steroid sistemik, lithium oral, antimalaria, interferon, dan beta
blocker), serta menghindari trauma fisik seperti garukan dan gesekan.
4. Menjelaskan terapi yang diberikan dan efek samping yang dapat terjadi antara
lain iritasi kulit, sensasi panas,kulit kering, striae, hypopigmentasi. Untuk itu
penting untuk rutin kontrol dan mengevaluasi efek terapi,
5. Menjaga higienitas tubuh dan kelembaban kulit.

7
BAB 3

PEMBAHASAN

Psoriasis merupakan penyakit kronis, inflamatori multisistem dengan


manifestasi utama pada kulit dan sendi (Kim, 2017). Psoriasis merupakan penyakit
peradangan kulit yang bersifat kronik residif (Murlistyarini, dkk, 2018). Rekurensi
dari psoriasis berhubungan dengan semakin muda usia saat onset dan riwayat
psoriasis dalam keluarga (Goldsmith, et al, 2012). Psoriasis ditandai oleh munculnya
lesi papuloskuamosa dengan batas tegas, eritematosa, berbentuk bulat atau lonjong
yang tertutup skuama berwarna putih keabu-abuan terutama pada area predileksi
seperti kulit kepala, siku, area lumbosakral, dan intertriginosa secara simetris
(Langley, 2005; Prawitasari, 2018). Terdapat pula beberapa tanda khas psoriasis
diantaranya fenomena tetesan lilin, yakni pengerukan permukaan skuama dengan
skalpel maka akan menyebabkan terlihat lapisan skuama berwarna putih dalam
bentuk lapisan tipis bagaikan tetesan lilin (candle wax phenomenon), kemudian tanda
khas kedua ditandai oleh timbulnya bintik-bintik perdarahan setelah pengerokan yang
disebut sebagai Auspitz sign. Kemudian tanda terakhir adalah fenomena Koebner atau
yang biasa disebut sebagai isomorphic response, yakni adanya induksi trauma pada
kulit maka memicu munculnya lesi di area tersebut, fenomena ini muncul selama 7-
14 hari setelah trauma (Sarac, 2016; Gudjonsson, 2012).

Psoriasis dapat ditemukan di seluruh dunia, namun prevalensinya bervariasi


pada tiap area, dimulai dari 0,1% hingga 11,8% dari populasi (Gudjonsson, 2012).
Insiden terbesar dilaporkan dari benua Eropa sebanyak 2,9%. Sedangkan di Indonesia
prevalensinya mencapai 1-3% dari populasi penduduk Indonesia. Berdasarkan onset
usia, prevalensi psoriasis bersifat bimodal, yakni pada rentang usia 16-22 tahun dan
57-60 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, psoriasis memiliki angka
kejadian yang setara antara laki-laki dan perempuan (Kim, 2017). Psoriasis
merupakan penyakit yang bersifat poligenik, keturunan dari salah satu orang tua yang

8
menderita psoriasis maka 8% lebih beresiko menderita psoriasis, angka tersebut
meningkat menjadi 41% apabila kedua orang tua menderita psoriasis (Wolff, 2013).

Dasar genetik memiliki keterlibatan yang sangat kuat terhadap kejadian


psoriasis. Terdapat beberapa tipe HLA yang paling sering berkaitan dengan psoriasis
adalah HLA-B13, -B37, -B57, dan yang paling penting adalah HLA-Cw6. Kelainan
tersebut memicu gangguan pada keratinosit dan stratum korneum akibat peningkatan
sintesis DNA, peningkatan jumlah sel mast, sel T, dan makrofag dermis, serta
degranulasi sel mast. Sel T CD8 pada psoriasis akan banyak ditemukan pada
epidermis, sedangkan sel T CD4 akan banyak ditemukan pada dermis bagian atas.
Sebagian besar sel T CD4 adalah jenis Th1, 20% diantaranya akan memproduksi
sitokin IL17 dan 15% memproduksi IL22, kedua sitokin tersebut secara langsung
memperparah inflamasi pada keratinosit. Sel T CD8 pada epidermis juga
memproduksi sitokin IFN-γ, IL-17, dan IL-22. Selain itu, sel T bersama dengan
makrofag, sel mast, sel natural killer, fibroblast, dan keratinosit menghasilkan TNF-α
(tumor necrosis factor-α) yang semakin meningkatkan molekul adhesi terhadap
neutrofil dan makrofag serta menstimulasi keratinosit dan neovaskularisasi sel
endotel serta memicu proses inflamasi (Kupetsky dan Matthew, 2013; Gudjonsson,
2012). Akibat proses tersebut, Kecepatan mitosis epidermis kemudian meningkat
hingga 3-5 kali lipat disertai dengan percepatan siklus keratinosit basal dan
hiperproliferasi dan diferensiasi kulit yang normalnya 10% menjadi 100%.

Psoriasis dibagi menjadi dua tipe, yakni: Psoriasis tipe 1, yakni yang
dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan berkaitan dengan HLA-CW6. Penderita
psoriasis tipe ini biasanya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Sedangkan psoriasis
tipe 2 yang tidak berkaitan dengan HLA-CW6 terjadi pada onset usia lebih dari 40
tahun (Kupetsky dan Keller, 2013).

Manifestasi klinis psoriasis bermacam-macam bergantung pada jenis atau


bentukan lesi (Tabel 1)

9
Tabel 1. Manifestasi Klinis Psoriasis (Kim, 2017)

Manifestasi Klinis Temuan Klinis


Psoriasis plak  Batas tegas, eritematosa, plak berskuama dengan
diameter >0,5 cm, tunggal maupun general
 Diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan lokasi
anatomis
Fleksural  Disebut juga sebagai intertriginous atau inverse
psoriasis
 Batas tegas, skuama minimal, plak tipis terlokalisir
pada area lipatan tubuh (inframammaria, aksilla,
selangkangan, genital, dan lipatan hidung)
Kuku  Dapat muncul tanpa disertai plak kulit
 Pitting, onikolisis distal, hiperkeratosis subungual, oil
drop sign, splinter hemorrhages, leukonikia, lunula
berwarna merah, kuku rontok
 Keterlibatan kuku dapat menjadi predictor psoriasis
artritis
Kulit kepala (scalp)  Salah satu area predileksi psoriasis
Palmoplantar  Terlokalisir pada tangan dan telapak kaki
 Kemerahan, konfluens, dan berskuama tanpa gambaran
plak yang jelas atau area fissura pada plak yang
menutupi telapak tangan dan kaki
Varian lainnya
Guttata  Erupsi akut berbentuk “dew drop” atau tetesan embun,
berwarna merah muda (salmon-pink), skuama tipis,
papula kecil yang tersebar pada trunkus atau anggota
gerak
 Dapat terjadi paska riwayat infeksi faringitis

10
streptokokus atau dermatitis perianal streptokokus grup
A atau dipicu oleh obat-obatan seperti karbamazepin,
antimalaria, lithium, β-bloker, dan interferon α
Pustular  Lapisan pustula steril monomorfik pada kulit yang
mengalami inflamasi dan nyeri
 Kebanyakan terlokalisir pada permukaan tangan dan
kaki
Eritroderma  Onset akut atau sub akut sub akut, eritema general
dengan cakupan luas area permukaan tubuh ≥ 90%
dengan sedikit skuama
 Dapat berkaitan dengan hipotermia, hipoalbuminemia,
imbalans elektrolit, datn gagal jantung high-output
 Kegawatdaruratan yang mengancam nyawa
Annular  Plak eritematosa berbatas tegas berskuama dengan
central clearing

Terkadang psoriasis juga dapat melibatkan mukosa oral atau lidah. Pada
kondisi ini, akan ditemukan patch kemerahan berbatas tegas, serpiginous, dengan
batas berwarna merah kekuningan pada permukaan dorsal lidah. Kondisi ini
disebabkan oleh peradangan idiopatik yang menyebabkan hilangnya filiform papilla.
Gambaran pada lidah tersebut nampak seperti peta sehingga disebut sebagai
geographic tongue (Langley, 2005; Gudjonsson, 2012).

Diagnosis psoriasis terutama ditegakkan secara klinis, dengan karakteristik


klinis pada Tabel 1. Tipe psoriasis yang paling sering ditemui (80-90%) adalah jenis
psoriasis plak. Selain penentuan tipe, selama pemeriksaan fisik perlu pula dilakukan
penentuan tingkat keparahan sebagai panduan pemilihan terapi yang tepat. Psoriasis
dapat diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Penentuannya didasarkan
pada luas area tubuh (body surface area/ BSA) yang terkena lesi. Psoriasis
dikategorikan ringan apabila BSA <10%, sedang 10-30%, dan berat apabila >30%.

11
Lesi Awal Psoriasis: lesi awalnya berupa makula ukuran pin-head dengan
edema\dan sel MN ditemukan di dermis atas, venula di dermis atas dilatasi dan
dikelilingi infiltrate sel MN. Lesi berkembang: lesi membesar (0,5 cm-1 cm) dan
sebelum akhirnya menjadi plak psoriasis Lesi mature: Penebalan epidermis diatas
papilla dermis, pembentukan epidermis meningkat 3-5x dan menjadi plak eritematous
dengan skuama putih kasar di atasnya. (Goldsmith, et al, 2012).

Tatalaksana psoriasis terdiri dari terapi medikamentosa dan non-


medikamentosa. Untuk terapi medikamentosa terdiri dari terapi topikal dan sistemik.
Untuk terapi topikal terdapat beberapa pilihan yang dapat digunakan antara lain:

 Emollien : bagian penting terapi psoriasis terutama pada fase non-akut untuk
menghindari kulit kering. Emollien memiliki mekanisme trapping sehingga
menurunkan jumlah cairan yang hilang secara transepidermal sehingga
mengurangi skuama, mencegah pembentukan fissura yang nyeri, dan
mengontrol pruritus. Untuk mendapatkan hasil yang optimal sebaiknya
diaplikasikan setelah mandi
 Kortikosteroid : merupakan lini pertama terapi bagi psoriasis ringan hingga
sedang serta pada area seperti fleksura dan genitalia, dikarenakan terapi
topikal lainnya memiliki resiko iritatif. Kortikosteroid memiliki efek anti
inflamasi, vasokonstriksi, dan menurunkan turnover sel (sitostatik) sehingga
sebaiknya digunakan kortikosteroid potensi sedang dan kuat untuk efek yang
adekuat. Dapat diberikan 1-2x/hari selama 2-4 minggu kemudian intermiten.
 Keratolitik : asam salisilat merupakan jenis yang paling sering digunakan.
Mekanismenya adalah menurunkan adhesi keratinosit dan menurunkan pH
stratum korneum sehingga melunakkan plak dan mengurangi skuama yang
membantu absorpsi agen terapi lain.
 Tar : efektif untuk psoriasis tipe plak kronik ringan – sedang. Tar
menyebabkan supresi sintesis DNA dan reduksi aktivitas mitotik stratum
basalis epidermis.

12
 Analog Vit D3 : berfungsi sebagai penghambat produksi sitokin pro-
inflammatori, proliferasi keratinosit dan differensiasi epidermal. Preparat yang
tersedia adalah kalsiprotiol dan kalsitriol. Analog vitamin D ini sesuai bagi
psoriasis tipe plak ringan hingga sedang dan dapat digunakan dalam jangka
waktu yang lama. Kalsiprotien 0,005% dapat digunakan 2x sehari, terkadang
dikombinasikan dengan steroid topikal secara bergantian (vitamin D analog
pada Senin sampai Jumat, dan steroid topikal pada akhir pekan)
 Retinoid : jenis yang digunakan adalah tazaroten. Dapat digunakan untuk
terapi psoriasis tipe ringan-sedang. Efek tazarotene adalah mengurangi
skuama dan ketebalan plak dengan mekanisme memperantari differensiasi dan
proliferasi sel. Tazarotene tersedia dalam bentuk krim dan gel dengan dosis
0,05% dan 0,1%, dosis sekali sehari pada malam hari selama 12 minggu.
Dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid atau fototerapi UVB.

Terapi Sistemik
a. Metotrexate
Sangat efektif untuk terapi jangka panjang psoriasis berat. Dosis diberikan
denga dosis oral tungga mingguan. Dosis dimulai dengan 2,5 mg kemudian
dinaikkan 2,5 mg secara gradual samapai mencapai level terapeutik. Dosis
rata-rata 10-15 mg/minggu dan maksimal 25-30 mg/minggu. Perlu evaluasi
DL dan LFT setiap minggu dan bila dosis target tercapai evaluasi setiap 4-8
minggu.kontraindikasinya adalah kelianan hepar, ginjal, kehamilan, penyakit
infeksi seperti tuberculosis. Tanda toksisitas adalah adanya peningkatan
fungsi hepar, leucopenia, trombositopenia, stomatitis ulserative, mual,
muntah, diare, menggigil, demam, pusing, alopesia, dan fotosensitif.
b. Retinoid
Retinoid orang sering digunakan adalah asitretin. Dosisnya 25-50 mg/hari.
Kontraindikasinya dalah perempuan usia reproduksi, gangguan fungsi hepar
dan ginjal. Gejala toksisitasnya , yaitu alopesia, pruritus, mulut kering, sakit
kepala, mual, nyeri perut, mialgia, nyeri sendir, dan parestesia.

13
c. Cyclosporine A
Efektif untuk psoriasis rekalsitran tipe plak sedang-berat. Siklosporin yaitu
imunosupresor bekerja menghambat aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu
juga dapat menghambat pertumbuhan sel keratinosit.. Dosisnya adalah 2,5-5,0
mg/kgbb/hari dalam dosis terbagi selama 12 minggu. Dosis dikurangi 0,5-1
mg/kgbb/hari bila sudah berhasil atau mengalami efek samping. Gejala
toksisitasnya, yaitu adanya gangguan fungsi ginjal, keganasan, nyeri kepala,
akne memburuk, mual, muntal, diare, hyperplasia ginggiva, latergi,
hipomagnesiaum, hiperkalemia, dan hiperbilirubinemia (Wolff,2008),
((Murlistyarini, dkk, 2018).

Fototerapi
a. Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
Dosis awal sesuai tipe kulit, 20-60 ml/cm2 atau 50% minimal erythemal dose
(MED). Dosis dinaikkan 5-30 ml/cm2 atau < 25% MED awal, penyinaran 3-5
kali/minggu
b. Ultraviolet B (UVB) narrowband(NB)
Dosis awal sesuai tipe kulit, 130-140 ml/cm2 atau 50% MED. Dosis
dinaikkan 15-65 ml/cm2 atau < 10% MED awal. Penyinaran 3-5 kali/minggu
c. PUVA
Dosisnya 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgbb diminum peroral 60-120 menit
sebelum disinar UVA. (Murlistyarini, dkk, 2018).

Edukasi
Edukasi untuk pasien psoriasis merupakan kunci keberhasilan
penatalaksanaan. Pasien harus diedukasi bahwa psoriasis bukan penyakit menular
melainkan ada factor genetis serta terapi hanya akan mengontrol psoriasis tetapi tidak
menyembuhkan. Perlu untuk mendiskusikan kemungkinan penyebab eksaserbasi.
Perlu juga edukasi tujuan dari pengobatan juga untuk menghilangkan faktor-faktor

14
yang dianggap sebagi pencetus timbulnya psoriasis, antara lain stres, fokal infeksi,
seperti tonsillitis, karies, dan parasit (Murlistyarini, dkk, 2018).

Prognosis
Psoriasis tipe plak dapat remisi dalam beberapa bulan atau tahun, rekuren dan
menetap seumur hidup. (Murlistyarini, dkk, 2018)
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif
(Murlistyarini, dkk, 2018). Psoriasis dapat ditemukan di seluruh dunia (Gudjonsson,
2012). Di Indonesia prevalensinya mencapai 1-3% dari populasi penduduk Indonesia.
Berdasarkan onset usia, prevalensi psoriasis bersifat bimodal, yakni pada rentang usia
16-22 tahun dan 57-60 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, psoriasis
memiliki angka kejadian yang setara antara laki-laki dan perempuan (Kim, 2017).
Pasien yang dibahas dalam kasus ini adalah Ny R, seorang wanita, berusia 32
tahun, Berdasarkan teori disebutkan bahwa psoriasis merupakan penyakit yang
bersifat kronik residif, hal ini sesuai dengan onset keluhan awal pasien yaitu 17 tahun
yang lalu. Berdasarkan data epidemiologi, secara usia pasien pada kasus ini sesuai
dengan data prevalensi onset usia psoriasis, yaitu 18 tahun (antara 16-22 tahun).
Secra jenis kelamin pasien merupakan seorang wanit. Berdasarkan data jenis kelamin
yang menderita wanita sama dengan laki-laki.
Pasien datang dengan keluhan bercak merah bersisik putih sejak 17 tahun
yang lalu, disertai rasa gatal. Pasien mengatakan bahwa keluhan muncul pertama kali
berupa bercak merah kecil di punggung 17 tahun yang lalu, kemudian bercak meluas
ke seluruh tubuh 3 bulan kemudian. Hal ini sesuai dengan teori bahwa lesi awal
psoriasis, yaitu lesi awalnya berupa makula ukuran pin-head dengan edema\dan sel
MN ditemukan di dermis atas, venula di dermis atas dilatasi dan dikelilingi infiltrate
sel MN. Lesi berkembang, yaitu lesi membesar (0,5 cm-1 cm) dan sebelum akhirnya
menjadi plak psoriasis Lesi mature berupa penebalan epidermis diatas papilla dermis,

15
pembentukan epidermis meningkat 3-5x dan menjadi plak eritematous dengan
skuama putih kasar di atasnya. (Goldsmith, et al, 2012).
Pasien mengaku selama 17 tahun bercak tersebut berkurang namun tidak
pernah hilang, kadang-kadang sisik menebal dan mengelupas sendiri. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit
yang bersifat kronik residif (Murlistyarini, dkk, 2018). Rekurensi dari psoriasis
berhubungan dengan semakin muda usia saat onset dan riwayat psoriasis dalam
keluarga (Goldsmith, et al, 2012).
Factor-faktor yang dianggap sebagi pencetus timbulnya psoriasis, antara lain
stres, fokal infeksi, ex. tonsillitis, karies, dan parasit (Murlistyarini, dkk, 2018). Dari
anamnesa pasien, diketahui bahwa pasien mengaku memiliki gigi yang berlubang.
Gigi berlubang atau karies bisa menjadi faktor pencetus timbulnya psoriasis
dikarenakan adanya infeksi.
Psoriasis merupakan penyakit yang bersifat poligenik, keturunan dari salah
satu orang tua yang menderita psoriasis maka 8% lebih beresiko menderita psoriasis,
angka tersebut meningkat menjadi 41% apabila kedua orang tua menderita psoriasis
(Wolff, 2013). Dasar genetik memiliki keterlibatan yang sangat kuat terhadap
kejadian psoriasis. Terdapat beberapa tipe HLA yang paling sering berkaitan dengan
psoriasis adalah HLA-B13, -B37, -B57, dan yang paling penting adalah HLA-Cw6.
Psoriasis dibagi menjadi dua tipe, yakni: Psoriasis tipe 1, yakni yang dipengaruhi oleh
riwayat keluarga dan berkaitan dengan HLA-CW6. Penderita psoriasis tipe ini
biasanya terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Sedangkan psoriasis tipe 2 yang tidak
berkaitan dengan HLA-CW6 terjadi pada onset usia lebih dari 40 tahun (Kupetsky
dan Keller, 2013). Namun berdasarkan anamnesa, tidak ada keluarga atau orang tua
pasien yang mengeluhkan keluhan serupa.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan Plak eritema, batas tidak tegas,
sebagian batas masih tegas, tepi ireguler, dilapisi skuama tebal dan kasar berwarna
putih di seluruh tubuh dengan distribusi generalisata. Psoriasis ditandai oleh
munculnya lesi papuloskuamosa dengan batas tegas, eritematosa, berbentuk bulat
atau lonjong yang tertutup skuama berwarna putih keabu-abuan terutama pada area

16
predileksi seperti kulit kepala, siku, area lumbosakral, dan intertriginosa secara
simetris (Langley, 2005; Prawitasari, 2018. Tipe pada pasien ini merupakan psoriasis
vulgaris. Jenis psoriasis ini disebut pula tipe plak karena umumnya lesi yang muncul
berbentuk plak. (Kim, 2017)
Pada pasien ini ditemukan auspitz sign (+), fenomena tetesan lilin (+),
koebner sign (+), Body Surface Area (BSA): ±76%, geographic tongue (-), pitting
nail (+), hiperkeratosis kuku (+). Terdapat beberapa tanda khas psoriasis diantaranya
fenomena tetesan lilin, yakni pengerukan permukaan skuama dengan skalpel maka
akan menyebabkan terlihat lapisan skuama berwarna putih dalam bentuk lapisan tipis
bagaikan tetesan lilin (candle wax phenomenon), kemudian tanda khas kedua ditandai
oleh timbulnya bintik-bintik perdarahan setelah pengerokan yang disebut sebagai
Auspitz sign. Kemudian tanda terakhir adalah fenomena Koebner atau yang biasa
disebut sebagai isomorphic response, yakni adanya induksi trauma pada kulit maka
memicu munculnya lesi di area tersebut, fenomena ini muncul selama 7-14 hari
setelah trauma (Sarac, 2016; Gudjonsson, 2012). Terkadang psoriasis juga dapat
melibatkan mukosa oral atau lidah. Pada kondisi ini, akan ditemukan patch
kemerahan berbatas tegas, serpiginous, dengan batas berwarna merah kekuningan
pada permukaan dorsal lidah. Kondisi ini disebabkan oleh peradangan idiopatik yang
menyebabkan hilangnya filiform papilla. Gambaran pada lidah tersebut nampak
seperti peta sehingga disebut sebagai geographic tongue (Langley, 2005;
Gudjonsson, 2012). Tipe psoriasis yang paling sering ditemui (80-90%) adalah
jenis psoriasis plak. Selain penentuan tipe, selama pemeriksaan fisik perlu pula
dilakukan penentuan tingkat keparahan sebagai panduan pemilihan terapi yang tepat.
Psoriasis dapat diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Penentuannya
didasarkan pada luas area tubuh (body surface area/ BSA) yang terkena lesi.
Psoriasis dikategorikan ringan apabila BSA <10%, sedang 10-30%, dan berat apabila
>30%, sehingga untuk pasien ini termasuk psoriasis vulgaris berat.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa oil paper test dan
pemeriksaan KOH. Dari pemeriksaan oil paper test didapatkan hasil negatif dan

17
pemeriksaan KOH didapatkan hasil tidak didapatkan gambaran hifa panjang bersepta.
Sehingga diagnosis banding infeksi tinea dan dermatitis seboroik dapat disingkirkan.
Tatalaksana psoriasis terdiri dari terapi medikamentosa dan non-
medikamentosa. Untuk terapi medikamentosa terdiri dari terapi topikal dan sistemik.
Pada pasien ini diberikan vaselin album 2dd ue, Cyclosporin 200mg/hari  100mg-
0-100mg (dosis 3,5mg/kgBBVaselin sebagai emollient untuk menghindari kulit
kering. Emollien memiliki mekanisme trapping sehingga menurunkan jumlah cairan
yang hilang secara transepidermal sehingga mengurangi skuama, mencegah
pembentukan fissura yang nyeri, dan mengontrol pruritus. Untuk mendapatkan hasil
yang optimal sebaiknya diaplikasikan setelah mandi. Sedangkan siklosporin A efektif
untuk psoriasis rekalsitran tipe plak sedang-berat. Siklosporin yaitu imunosupresor
bekerja menghambat aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu juga dapat menghambat
pertumbuhan sel keratinosit.. Dosisnya adalah 2,5-5,0 mg/kgbb/hari dalam dosis
terbagi selama 12 minggu. Dosis dikurangi 0,5-1 mg/kgbb/hari bila sudah berhasil
atau mengalami efek samping. Gejala toksisitasnya, yaitu adanya gangguan fungsi
ginjal, keganasan, nyeri kepala, akne memburuk, mual, muntal, diare, hyperplasia
ginggiva, latergi, hipomagnesiaum, hiperkalemia, dan hiperbilirubinemia
(Murlistyarini, dkk, 2018) (Wolff,2008).
Edukasi untuk pasien psoriasis merupakan kunci keberhasilan
penatalaksanaan. Penjelasan mengenai penyakit psoriasis vulgaris merupakan
penyakit yang tidak menular dengan penyebab yang masih belum diketahui namun
faktor genetik sangat berperan penting dalam penyakit ini, penjelasanbahwa
pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengontrol psoriasis vulgaris dan
tidak dapat menyembuhkan, penjelasan untuk menghindari faktor pencetus psoriasis
vulgaris seperti stress, infeksi tenggorokan, infeksi gigi, mengkonsumsi obat-obatan
(contohnya steroid sistemik, lithium oral, antimalaria, interferon, dan beta blocker),
serta menghindari trauma fisik seperti garukan dan gesekan, penjelasan tentang terapi
yang diberikan dan efek samping yang dapat terjadi antara lain nyeri kepala, akne
memburuk, mual, muntah, diare, mialgia, flu-like syndrome, dan letargia, serta
gangguan fungsi ginjal, hipertensi, keganasan, hipertrikosis, hiperplasia ginggiva,

18
hipertrigliseridemia, hipomagnesium, hiperkalemia, dan hiperbilirubinemia. Untuk itu
penting untuk rutin kontrol dan mengevaluasi efek terapi, pasien diminta kontrol 1
minggu kemudian dan dilakukan evaluasi klinis serta pemeriksaan laboratorium.

19
BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien wanita usia 32 tahun dengan keluhan utama bercak
merah bersisik di seluruh tubuh. Pada pasien ini dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan muncul
bercak merah bersisik di seluruh tubuh. Keluhan muncul pertama kali berupa bercak
merah kecil di punggung 17 tahun yang lalu, kemudian bercak meluas ke seluruh
tubuh 3 bulan kemuian. Pasien mengaku selama 17 tahun bercak tersebut berkurang
namun tidak pernah hilang. Keluhan disertai rasa gatal. Kadang-kadang sisik menebal
dan mengelupas sendiri. Pasien mengaku memiliki gigi yang berlubang. Tidak ada
anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Pasien berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin tahun 2001 dan dinyatakan
menderita psoriasis kemuian pasien diberikan obat (obat minum dan salep), keluhan
menetap dan bertambah bercak bertambah luas, tahun 2002 mengobati sendiri dengan
mengoles baby oil ke seluruh tubuh. Setelah penggunaan baby oil sisik
berkurang/rontok. Setelah itu pasien menggunakan salep Elocon, Tahun 2006 : pasien
berobat ke Belanda dan dinyatakan menderita psoriasis, tahun 2010-2012 pasien
berobat ke di Jakarta dan dinyatakan psoriasis, kemudian diberikan obat Neotigason,
tahun 2012-sekarang pasien menggunakan Elocon, baby oil, dan vaselin. Riwayat
atopi (-)
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan plak eritema, batas tidak tegas,
sebagian batas masih tegas, tepi ireguler, dilapisi skuama tebal dan kasar berwarna
putih seluruh tubuh dengan distribusi generalisata. Auspitz sign (+), fenomena tetesan
lilin (+), Koebner sign (+), Body Surface Area (BSA): ±76%, geographic tongue (-),
pitting nail (+), hiperkeratosis kuku (+).
Dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan oil paper test negatif, dan
pemeriksaan KOH tidak didapatkan gambaran hifa panjang bersepta. Sehingga pasien
ini didiagnosa dengan psoriasis vulgaris.

20
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi medikamentosa dan edukasi.
Terapi medikamentosa menggunakan Cyclosporin 200mg/hari  100mg-0-100mg
(dosis 3,5mg/kgBB), vaselin album 2dd ue, dan diberikan edukasi mengenai
mengenai penyakit psoriasis vulgaris merupakan penyakit yang tidak menular dengan
penyebab yang masih belum diketahui namun faktor genetik sangat berperan penting
dalam penyakit ini, pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengontrol
psoriasis vulgaris dan tidak dapat menyembuhkan, menghindari faktor pencetus
psoriasis vulgaris seperti stress, infeksi tenggorokan, infeksi gigi, mengkonsumsi
obat-obatan (contohnya steroid sistemik, lithium oral, antimalaria, interferon, dan
beta blocker), serta menghindari trauma fisik seperti garukan dan gesekan serta terapi
yang diberikan dan efek sampingnya.

21
Daftar Pustaka

Christophers E. 2001. Psoriasis-epidemiology and clinical spectrum. Clin Exp


Dermatol. 26(4): 314-20.

Geng A, McBean J, Zeikus PS. Psoriasis. Dalam: Kelly AP, Taylor SC, editor.
Dermatology for skin of color. New York: McGraw-Hill; 2009.

Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 7th ed. United States of America: McGraw Hill; 2008: 169-93.

Kim, WB., Jerome, D., Yeung, J. 2017. Diagnosis and management of psoriasis.
Canadian Family Physician. 63: 278-85.

Kupetsky, EA dan Keller, M. 2013. Psoriasis Vulgaris: An Evidence-Based Guide for


Primary Care. Journal of American Board of the Family Medicine. 26: 787-
801.

Langley, RGB., Krueger, GG., Griffiths, CEM. 2005. Psoriasis: Epidemiology,


Clinical Features, And Quality Of Life. Ann Rheum Disease. 64 (Suppl II):
II18-ii23.

Murlistyarini, S, dkk. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Malang: UB
Press: 273-285

Sarac, G., Koca, TT., Baglan, T. 2016. A brief summary of clinical types of psoriasis.
North Clin Istabul. 3(1): 79-82.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke- 7. New York: McGraw-Hill
Companies; 2008.

22

Anda mungkin juga menyukai