Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 18 tahun

Alamat : Jalan Pramuka

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pelajar

Status Pernikahan : Belum Menikah

Agama : Islam

MRS : 18 September 2019

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 18 September 2019 pukul 09.00 WIB

Keluhan Utama : Bercak kemerahan dan bersisik pada daerah kepala dan leher.

Keluhan Tambahan : Os merasakan gatal yang hebat pada daerah kemerahan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nn. A, perempuan usia 18 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSPBAH dengan
keluhan terdapat bercak kemerahan dan bersisik pada daerah kepala dan leher. Bercak tersebut
muncul kira-kira 5 tahun yang lalu. Diatas bercak terdapat sisik berwarna putih yang semakin
lama semakin menebal. Pada awalnya bercak tersebut hanya di bagian kepala namun kemudian
menyebar pada daerah leher. Bercak tersebut dirasakan gatal dan berkurang apabila pasien
menggaruknya. Keluhan dirasakan hilang timbul oleh pasien, keluhan hilang saat pasien
minum obat dan kembali timbul saat obat tidak di minum. Sebelumnya os pernah mendapatkan
pengobatan salep namun pasien tidak ingat nama obatnya. Keluarga os tidak ada yang pernah
mengalami hal serupa.
Riwayat Pengobatan Yang Didapat :

Sebelumnya os pernah berobat ke dokter dan mendapat obat yang dioleskan (nama obatnya
lupa), namun pasien merasakan keluhan hilang sementara dan kembali muncul.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami hal seperti ini

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Status Gizi : Baik

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi :80 x/menit

Suhu : 36,30C

RR :20 x/menit

Status Generalis :

Kepala : Normocephal
Rambut : Alopecia (-), distribusi rambut merata
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Pupil Isokor
Hidung : Normotia, Deviasi Septum (-), Secret (-)
Telinga : Normotia, Otore -/-, Serumen -/-
Mulut : Caries (-), lidah kotor (-), hiperemis (-)
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Thoraks : Hemitorak kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis
Paru : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kirisimetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis sinistra
Perkusi :Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi :Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : perut datar


Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada keempat kuadran
Auskultasi : Bising usus (+) normal

IV. STATUS DERMATOLOGI

Regio : Capitis et Coli

Distribusi : Lokalisata

Efloresensi primer : Plak eritematosa

Warna : Kemerahan

Ukuran : Numular

Efloresensi sekunder : Skuama

Konfigurasi : Polisiklik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

VI. RESUME

Nn. A, perempuan usia 18 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSPBAH
dengan keluhan terdapat bercak kemerahan dan bersisik pada daerah kepala dan leher. Bercak
tersebut muncul kira-kira 5 tahun yang lalu. Diatas bercak terdapat sisik berwarna putih. Bercak
tersebut dirasakan gatal dan berkurang apabila pasien menggaruknya.

Pada pemeriksaan status dermatologi pada regio capitis et regio coli tampak plak
eritematosa dengan ukuran numularis, berbatas tegas yang disertai dengan skuama tebal
diatanya, lesi tampak multipel.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Banding : - Dermatitis seboroik

- Tinea corporis

- Psoriasis vulgaris
- Eritroderma

Diagnosis kerja : Psoriasis Vulgaris

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Histopatoligi
- Fenomena tetesan lilin
- Fenomena Auspitz

IX. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologik
1. Menghindari garukan pada daerah lesi karena akan memperberat keadaan infeksi
2. Menghindari stres
3. Menjaga kebersihan
Farmakologik

 Oral : - Vitamin B Complex 3X1


- Loratadine 1X1
 Topical : - Urea Cream 10% 20 gr 2X1
- Desoximetasone Cream 0,25% 2X1

PROGNOSIS

o Quo ad Vitam :dubia ad bonam


o Quo ad Fungtionam :dubia ad bonam
o Quo ad kosmetika :dubia ad bonam
o Quo ad Sanationam :dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang
kuat dengan karakteristik perubahan dan deferensiasi sel epidermis disertai
manifestasi vaskular, juga diduga dipengaruhi oleh sistem saraf.

B. PATOFISIOLOGI
C. GAMBARAN KLINIS
Pada psoriasis vulgaris lesi biasanya dimulai dengan makula eritematous
berukuran < 1 cm atau papul yang melebar kearah pinggir dan bergabung menjadi
beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai dengan beberapa sentimeter.
Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriais vulgaris yang dikenal dengan
Woronoff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap, maka
bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis girnata),
lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel
pliosebaseus (psoriasis folikularis).

D. FAKTOR RESIKO
Faktor lingkuanan jelas berpengaruh pada pasien dengan preisposisi genetik.
Faktor pencetus kimiawi, mekanik, dan internal dapat memicu psoriasis melalui
mekanisme koebner, misalnya garukan, abrasi superfisial, reaksi fototoksik, atau
pemedahan. Ketegangan emosisional dapat menjadi pencetus yang mungkin
diperantairai oleh mekanisme neuroimunologis. Beberapa macam obat yang dapat
memicu terjadinya psoriasis adalah beta-bloker, angiotensin-converting, enzime
inhibitor, anti malaria, intium, dan lain-lain. Bakteri, virus, dan jamur merupakan
faktor yang dapat memicu timbulnya psoriasis.

E. KOMPLIKASI
Pasien dengan psoriasis memiliki morbiditas yang meningkat terhadap
gangguan kardiovaskular terutama pada pasien psoriasis berat dan lama. Resiko
infrak miokard sering sekali terjadi pada pasien dengan usia muda yang menderita
dalam jangka waktu yang lama. Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan
resiko limfoma malignum. Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi
sehubungan dengan manifestasi klinis yang berdampak pada penurunan rasa
percaya diri, penlakan sosial, merasa malu, masalah seksual, dan kemampuan
perofesional. Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan nyeri, sehingga
keadaan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup.

F. TATALAKSANA
1. Kortikosteroid Topikal
Topikal kortikosteroid bekerja sebagai antiinflamsi, antiproliferasi, dan
vasokontriktor. Kortikosteroid masih dipakai sebagai pengobatan psoriasis
secara tunggal maupun kombinasi. Berdasarkan tingkat keparahan dan
letak lesi penggunaaan kortikosteroid topikal dapat merespon mekanisme
vasokonstriktor pembuluh darah kulit.
Kortikosteroid topikal dibagi menjadi VII golongan, yaitu sebagai
berikut:
1. Golongan 1
 Clobetason prominate 0,05%
 Betamethasone prominate 0,05%
 Halobetasone prominate 0,05%
 Diflorasone diacetate 0,05%
2. Golongan 2
 Flucinonide 0,05%
 Halcinonide 0,05%
 Amcinonide 0,05%
 Desoximethasone 0,25%
3. Golongan 3
 Triamcinolone acetonide 0,5%
 Momethasone furoate 0,1%
 Fluticasone propionate 0,005%
 Betamethasone dipropionate 0,05%
4. Golongan 4
 Fluocuinolone acetonide 0,01-0,2%
 Hydrocotisone valertae 0,2%
 Hydrocotisone butyrate 0,1%
 Flurandrenolide 0,05%
 Triamcynolone acetonide 0,1%
 Memonthenasone furoate 0,1%
5. Golongan5
 Triamcinolone acetonide 0,1%
 Fluticasone propioate 0,5%
 Desonide 0,05%
 Fluticasone acetonide 0,025%
 Hydrocothisine valerat 0,2%
6. Golongan 6
 Alclometasone diprpoinate 0,05%
 Triamchinolone acetonide 0,025%
 Fluocuinolone acitonide 0,01%
 Desonide 0,05%
7. Golongan 7
 Hydocorthisone 2,5%
 Hydocorthisone 1%

2. Kalsipotriol/Kalsipotrien
Kalsipotriol merupakan analog dari vitamin D yang dapat mengobati
psoriasis ringan sampai dengan sedang. Mekanisme dari sediaan ini adalah
antiproliferasikeratinosit, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan
diferensiasi juga dapat menghambat produksi sitokin yang berasal dari
keratinosit ataupun limfosit. Walaupun tidak seefektif kortikosteroid
superpoten, namun obat ini tidak memiliki efek samping yang mengancam
seperti kortikosteroid. Dermatitis kontak iritan merupakan efek samping
terbanyak dari sediaan ini, penggunaan 100 g/ minggu dapat meningkatkan
kadar kalsium darah.
Kalsipotriol tersedia dalam bentuk cream dan solusio yang dipakai dua
kali sehari, sedangkan sediaan salep dioleskan satu hari sekali. Reaksi
berupa gatal dan rasa terbakar dapat mengawali keberhasilan terapi. Lesi
dapat hilang sempurna dan eritem dapat bertahan.
3. Retinoid Topikal
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin A dan sintetik analog dengan

resepto ᵦ dan ᵧ. Tazaroten dapat menomalkan proliferasi dan diferensiasi

keratinosit dan menurunkan sel radang. Tazaroten dalam sediaan 0,1%


lebih efektif dibandingkan dengan sediaan 0,05% pada pemakaian 12
minggu, sediaan ini lebih efektif dibandingkan dengan vehikulum dalam
meredakan skuama dan infiltrat psoriasis.

4. Sistemik
a. Metotreksat
Dosis: diberikan sebagai dosis oral 2,5-5 mg selang 12 jam. Dosis
dapat ditingkatkan secara bertahap sampai menghasilkan repons
pengobatan yang optimal; dosis maksimal tidak boleh melebihi 25
mg/minggu. Dosis harus diturunkan serendah mungkin sampai jumlah
yang dibutuhkan secara memadai dapat mengendalikan psoriasis
dengan penambahan obat topikal. Dianjurkan untuk melakukan dosis
uji 0,5-5 mg/minggu. Pemakaian dapat berlangsung sepanjang tidak
memberikan tanda toksisitas hati dan sumsum tulang dengan
pemantauan yang memadai. Pemberian asam folat 1 mg perhari atau 5
mg per minggu secara oral, pada waktu selain hari pemberian
metotreksat, akan mengurangi efek samping.
Toksisitas: peningkatan nilai fungsi hati (bila 2 kali lipat pantau lebih
sering; 3 kali lipat turunkan dosis dan bila lebih dari 5 kali lipat
hentikan pemberian). Anemia aplastik, leukopenia, trombositopenia,
pneumonitis intersisial, stomatitis ulserativa, mual, muntah, diare,
lemah, cepat lelah, menggigil, demam, pusing, menurunnya ketahanan
terhadap infeksi, ulserasi dan perdarahan lambung, fotosensitif dan
alopesia.
Interaksi obat: obat hepatotoksik misalnya barbiturat, sulfametoksazol,
NSAID, penisilin, trimetoprim.
Biopsi hati dilakukan setelah pemberian metotreksat 3,5-4 gram diikuti
setiap 1,5 gram. Pasien dengan ririsko kerusakan hati, biopsi hati
dipertimbangkan setelah pemberian metotreksat 1-1,5 gram.
Kontraindikasi absolut: hamil, menyusui, alkoholisme, penyakit hati
kronis, sindrom imunodefisiensi, hipoplasia sumsum tulang belakang,
leukopenia, trombositopenia, anemia yang bermakna, hipersensitivitas
terhadap metotreksat.
Kontraindikasi relatif: abnormalitas fungsi renal, hepar, infeksi aktif,
obesitas, diabetes melitus.
Pemantauan:

o Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik. o Pemeriksaan laboratorium: darah


lengkap, fungsi hati dan renal, biopsi sesuai anjuran, pemeriksaan
kehamilan, uji HIV, PPD, foto toraks.

b. Siklosporin
Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi 0,5-1,0
mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, atau mengalami efek samping.
Pengobatan dapat diulang setelah masa istirahat tertentu, dan dapat
berjalan maksimal selama 1 tahun, selama tidak ada efek samping.
Pemakaian jangka lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
nefrotoksisitas dan kemungkinan keganasan.
Kontraindikasi: bersamaan dengan pemberian imunosupresan lain
(metotreksat, PUVA, UVB, tar batubara, radioterapi), fungsi renal
terganggu, keganasan, hipersensitif terhadap siklosporin, hindari vaksin,
perhatian seksama bila diberikan pada pasien dengan infeksi berat juga
diabetes melitus tidak terkontrol.
Toksisitas: gangguan fungsi ginjal, hipertensi, keganasan, nyeri kepala,
hipertrikosis, hiperplasia gingiva, akne memburuk, mual, muntah, diare,
mialgia, flu like syndrome, letargia, hipertrigliserida, hipomagnesium,
hiperkalemia, hiperbilirubinemia, meningkatnya risiko infeksi dan
keganasan.
Jika memungkinkan rotasi penggunaannya dengan terapi lain atau
gunakan pada periode kambuh yang berat.
Interaksi obat: obat-obatan yang menginduksi/menghambat sitokrom
P450 3A4. Menurunkan pembuangan (clearence) digoksin, prednisolon,
statin, diuretik (potasium sparing), tiazid, vaksin hidup, NSAID,
grapefruit.
Monitoring: pemeriksaan fisik, tensi, ureum, kreatinin, urinalisis PPD,
fungsi hati, profil lipid, magnesium, asam urat, dan potasium, uji
kehamilan.
Kehamilan kategori C, menyusui: kontraindikasi, anak-anak hanya bila
psoriasis berat.

c. Retinoid
Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan sebagai monoterapi
untuk psoriasis pustular dan psoriasis eritroderma. Efek menguntungkan
terjadi jauh lebih lambat jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan
guttata tetapi sangat baik jika dikombinasikan dengan PUVA dan UVB
(diperlukan dalam dosis rendah).
Dosis: 10-50 mg/hari, untuk mengurangi efek samping lebih baik
digunakan dalam dosis rendah dengan kombinasi misalnya UV dengan
radiasi rendah.
Kontraindikasi: perempuan reproduksi, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Toksisitas; keilitis, alopesia, xerotic, pruritus, mulut kering, paronikia,
parestesia, sakit kepala, pseudomotor serebri, nausea, nyeri perut, nyeri
sendi, mialgia, hipertrigliserida, fungsi hati abnormal. Interaksi obat:
meningkatkan efek hipoglikemik glibenklamid, mengganggu pil
kontrasepsi: microdosedprogestin, hepatotoksik, reduksi ikatan protein
dari fenitoin, dengan tetrasiklin meningkatkan tekanan intrakranial.
Monitoring: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, kombinasi dengan
turunan vitamin A lainnya.
Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk menetap pada jaringan
tubuh

d. Mofetil mikofenolat atau turunannya


Mekanisme kerja sebagai inhibitor non-kompetitif inosin monofosfat
dehidrogenase, mencegah biosintesis purin de novo. Secara selektif
bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang bergantung pada sintesis purin de
novo (limfosit).
Dosis: inisial 500-750 mg, dua kali/hari dan dapat naik dosis hingga 1,0-
1,5 gram dua kali/hari.
Efektivitas: cukup efektif untuk pengobatan psoriasis.
Toksisitas: saluran pencernaan, konstipasi, diare, mual dan muntah,
pendarahan, myelosuppression, leukopenia. Sakit kepala, hipertensi,
edema perifer, penyakit infeksi, dan limfoma.
Monitoring: pemeriksaan darah perifer lengkap dan CMP (comprehensive
metabolic panel). Pemeriksaan lab tiap minggu selama 6 minggu, dan
selanjutnya setiap 2 minggu selama 2 bulan lalu berikutnya setiap bulan.
Monitoring tekanan darah.
Kontraindikasi: pasien dengan infeksi berat dan keganasan.
Pemakaian jangka lama belum banyak dilakukan.
Pada ibu hamil termasuk obat kategori C.

e. Sulfasalazin
Mekanisme kerja sebagai agen anti-inflamasi, menghambat
5lipoksigenase, mekanisme secara molekular belum ditemukan.
Dosis: dosis awal 500 mg tiga kali/hari, dapat naik dosis sampai 1,0 gram
tiga kali/hari. Jika dapat ditoleransi dosis dapat dinaikan menjadi 1,0 gram
empat kali/hari.
Efektivitas: cukup efektif untuk psoriasis berat.
Toksisitas: sakit kepala, mual dan muntah namun hanya pada satu sampai
tiga pasien, ruam, pruritus, dan anemia hemolitik (berhubungan dengan
defisiensi enzim G6PD).
Monitoring: pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap), CMP
(comprehensive metabolic panel), G6PD. Pengulangan DPL dan CMP
setiap minggu selama 1 bulan, setelahnya setiap 2 minggu selama 1 bulan
lalu setiap bulan selama 3 bulan dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sulfasalazin, obat-obatan golongan
sulfa, salisilat, obstruksi saluran cerna dan saluran urin, porphyria.
Perhatian khusus pada pasien dengan defiensi enzim G6PD.
a. Pemakaian jangka lama belum banyak dilakukan.
b. Pada ibu hamil termasuk kategori B.
5. Agen Biologik
Agen biologik untuk psoriasis yang akan/telah tersedia di Indonesia:
etarnecept ustekinumab, adalimumab, infliximab, secukinumab.
Indikasi
a. Psoriasis derajat parah dan keadaan khusus, yaitu pasien dengan
psoriasis dengan keterlibatan area permukaan tubuh (Body Surface
Area/BSA) ≥10% dan/atau nilai indeks kualitas hidup dermatologi
(Dermatology Life Quality Index/DLQI) >10, dengan nilai indeks
keparahan area psoriasis (Psoriasis Area Severity Index/PASI) >10,
disertai dengan salah satu dari 4 kriteria berikut:
i. Pasien yang tidak memberikan respon baik dengan minimal
2 terapi sistemi standar seperti: CsA, etretinat/asitresin,
MTX, termasuk fototerapi (PUVA, UVB).
ii. Riwayat efek samping/hipersensitivitas pengobatan
sistemik. o Kontra idikasi terhadap terapi sistemik
konvensional. o Pada pasien psoriasis artritis karena potensi
terjadinya kerusakan sendi.

b. Keadaan khusus: pada konferensi mengenai Konsensus


Internasional diketahui adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
mengajukan proposal mengenai pasien psoriasis dengan derajat
keparahan ringan (ditentukan dengan physician global
assessment/PGA) yang juga dapat menjadi kandidat dari pengobatan
sistemik dalam keadaan khusus, diantaranya:
i. Keterlibatan area luas pada kulit kepala yang tidak respon
dengan obat topikal
ii. Keterlibatan daerah yang tampak, seperti tangan (palmo
plantar) dan wajah
iii. Keterlibatan area yang resisten terhadap pengobatan topikal.
Kontraindikasi Umum Penggunaan Agen Biologik

1. Kehamilan
2. Laktasi
3. Usia <18 tahun, kecuali ada pertimbangan khusus
4. Infeksi sistemik, terutama TB, hepatitis, HIV
5. Penyakit jantung (gagal jantung NYHA III/IV)
6. Keganasan
7. Kelainan neurologis

Anda mungkin juga menyukai