Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus dan Telaah Kritis Jurnal Terapi

Tinea Corporis

Oleh:
Rauzah Munziah
Riana Maya Sari
Willa Mutia Syafrida

Pembimbing:
Arie Hidayati

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanawata’ala yang telah


memberikan kesempatan dan kesehatan bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas laporan kasus ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam yang telah menerangi
alam semesta dengan ilmu pengetahuan.
Tugas laporan kasus ini membahas mengenai “Tinea Corporis” dan
merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Arie Hidayati, M.Ked(DV), Sp.DV selaku pembimbing. Penulis
menyadari penuh bahwa pada laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam hal penyajian, penulisan maupun materi. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapakan saran dan kritik yang membangun demi evaluasi
dan pengembangan dalam bidang penulisan dan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, Agustus 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

PENDAHULUAN........................................................................................... 1

LAPORAN KASUS ........................................................................................ 3


Identitas Pasien ......................................................................................... 3
Anamnesis ................................................................................................. 3
Pemeriksaan Fisik Kulit ............................................................................ 4
Diagnosis Banding .................................................................................... 4
Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 4
Resume ...................................................................................................... 4
Diagnosis Klinis ........................................................................................ 5
Tatalaksana ............................................................................................... 5
Edukasi ...................................................................................................... 5
Prognosis .................................................................................................. 5

ANALISA KASUS.................................................................... ..................... 6


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR TABEL

v
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur


dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus
penyebab dermatofitosis, yaitu Trichopyton sp., Epidermophyton sp. dan
Microsporum sp.(1)
Dermatofitosis terbagi menjadi tinea kapitis, tinea barbae, tinea fasialis,
tinea corporis, tinea kruris, tinea manus, tinea pedis dan tinea unguium.(2) Tinea
corporis merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah dengan cuaca panas
dan lingkungan yang lembab. Trichophyton rubrum adalah agen infeksi tersering
didunia dengan prevalensi 47% menyebabkan terjadinya tinea corporis.
Trichophyton tonsuran merupakan dermatofitosis yang paling sering
menyebabkan terjadinya tinea kapitis dan orang yang menderita anthropophilic
tinea kapitis beresiko menjadi tinea corporis. Oleh karena itu kejadian dari tinea
corporis yang disebabkan oleh Trichophyton tonsuran menjadi meningkat.(3)
Tinea corporis merupakan infeksi dermatofita yang sering terjadi pada kulit.
Infeksi ini dapat menyerang terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Tinea
corporis dapat disebabkan oleh beberapa dermatofitosis, seperti Mycrosporum
Canis, Trichophyton mentogrophytes, Trichophyton rubrumdan Mycrosporum
audouinii.(4)
Gambaran klinis dari tinea corporis berupa lesi berbentuk makula/plak yang
merah/hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Pada tepi lesi
dijumpai papula-papula eritematosa atau vesikel.Pada perjalanan penyakit yang
kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklis, annular atau
geografis.(5)
Penatalaksanaan pada tinea corporis terbagi menjadi dua yaitu non-
medikamentosa dan medikamentosa. Pada non-medikamentosa pasien diedukasi
agar meningkatkan kebersihan badan dan menghindari pakaian yang tidak
menyerap keringat.Terapi medikamentosa berupa pemberian terapi topikal dan
sistemik.Pada terapi topikal dapat diberikan campuran asam salisilat 5% dan

1
2

derivate azole. Terapi sistemik diberikan pada kasus inflamasi yang telah meluas
berupa anti histamin dan anti jamur oral.(5)
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Tanggal lahir/Umur : 1 Januari 1969/ 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun Punge Jurong Lam Asan
Tanggal Pemeriksaan : 5 Agustus 2017
Jaminan : JKA
Nomor RM : 1-03-23-68

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bercak kemerahan pada tangan dan badan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli KK RSUDZA dengan keluhan bercak kemerahan
pada tangan dan badan yang terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah seminggu.
Riwayat atopi disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita Diabetes Melitus sejak tahun 2010
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien belum pernah mengonsumsi obat sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.
Riwayat Kebiasaan Sosial yang Relevan
Tidak ada

3
4

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 4 Agustus 2017

Deskripsi lesi: pada regio thorakalis anterior et posterior dan aksila tampak patch
eritematous berbatas tegas dengan central healing, tepi lesi lebih aktif dengan
papul eritema pada tepinya ukuran plakat dilapisi skuama halus jumlah multipel,
konfigurasi polisiklik, distribusi generalisata.

Gambar 1. Regio thorakalis anterior et posterior dan aksila

DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis vulgaris
2. Dermatitis seboroik
3. Ptiriasis rosea
4. Morbus Hansen

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10% didapatkan hifa panjang.

RESUME
Pasien laki-laki dengan inisial Tn. H berumur 48 tahun bekerja sebagai
swasta dan sudah menikah datang ke poli KK RSUDZA dengan keluhan bercak
5

kemerahan pada tangan dan badan yang terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah
seminggu. Riwayat atopi disangkal. Pada status dermatologis regio thorakalis
anterior et posterior, antebrachii, dan aksila tampak patch eritematous berbatas
tegas, tepi irreguler, dengan central healing, tepi lesi lebih aktif, ukuran plakat,
jumlah multipel, konfigurasi polisiklik, distribusi generalisata.

DIAGNOSIS KLINIS
Tinea Corporis

TATALAKSANA
Medikamentosa :
- Itraconazol tab 100 mg 1x1
- Cetirizine 10 mg tab 1x1
- Asam salisilat 3% + mikonazol cream (malam)
- Asam salisilat 3% + Ketokonazol cream (pagi-sore)

EDUKASI
1. Menjaga pakaian tidak dalam keadaan lembab
2. Menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang menyerap keringat
3. Menjaga kebersihan kulit
4. Menjaga daerah lesi tetap kering
5. Menjaga agar jangan menggaruk jika timbul rasa gatal karena akan memperluas
lesi
6. Menjaga agar tidak berkeringat, jika berkeringat segera keringkan atau segera
mandi
7. Membersihkan pakaian dan handuk yang telah digunakan dengan cara
mencucinya
8. Memeriksakan dan mengobati anggota keluarga

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
7

ANALISA KASUS

Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. H berumur 48 tahun


bekerja sebagai swasta dan sudah menikah datang ke poli KK RSUDZA dengan
keluhan bercak kemerahan pada tangan dan badan yang terasa gatal. Keluhan
dirasakan sudah seminggu. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah makan
tahu dan tempe. Riwayat atopi disangkal. Pada status dermatologis regio
thorakalis anterior et posterior, antebrachii, dan aksila tampak patch eritematous
berbatas tegas, tepi irreguler, dengan central healing, tepi lesi lebih aktif, ukuran
plakat, jumlah multipel, konfigurasi polisiklik, distribusi generalisata.
Menurut teori, tinea corporis merupakan dermatofitosis pada kulit yang
tidak berambut (glabrous skin) kecuali, telapak tangan, telapak kaki, dan lipatan
paha.(6) Infeksi tinea corporis terdapat di seluruh dunia terutama daerah tropis
yang mempunyai kelembapan tinggi seperti Negara Indonesia. Penyakit ini
menyerang pria maupun wanita dan terjadi pada semua umur terutama dewasa.
Dari semua kasus tinea corporis, penyebab tersering penyakit ini adalah
Tricophyton rubrum. Tricophyton rubrum mempunyai dinding sel sehingga
resisten terhadap eradikasi. Barrier proteksi ini mengandung mannan, yang
menghambat organisme ini tahan terhadap pertahanan lapisan kulit.(7)
Lapisan kulit yang sering diinfeksi Tricophyton rubrum yaitu kulit yang
tertutup pakaian ketat atau pakaian yang tidak berpori sehingga dapat
meningkatkan temperatur dan keringat yang dapat mengganggu fungsi barier
stratum korneum dan berperan dalam membantu proliferasi jamur. Infeksi jamur
dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan
keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan
difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit. Setelah masa
inkubasi 1-3 minggu, respon jaringan terhadap infeksi semakin jelas dimana
bagian tepi lesi yang aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan
menghasilkan skuama.(7)
Pada status dermatologis pada regio thorakalis anterior et posterior dan
aksila tampak patch eritematous berbatas tegas dengan central healing, tepi lesi
lebih aktif dengan papul eritema pada tepinya ukuran plakat dilapisi skuama halus
8

jumlah multipel, konfigurasi polisiklik, distribusi generalisata. Menurut teori,


kelainan yang terlihat pada lesi berupa makula atau plak eritematosa yang
berbentuk bulat atau lonjong dan berbatas tegas, berukuran numular sampai
plakat. Pada daerah tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif,
sedangkan pada daerah tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang
berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik.(2)
Diagnosis tinea corporis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaa penunjang. Pemeriksaan KOH merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-
20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan
artrospora.(8) Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu kultur.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dermatologis, maka didapatkan diagnosis
banding yaitu psoriasis vulgaris, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan morbus
hansen. Menurut teori, psosiaris vulgaris merupakan penyakit inflamasi kulit yang
bersifat residif dan kronik, ditandai dengan adanya plak eritematosa, dilapisi oleh
skuma kasar yang tebal, dan berwarna putih keperakan. Lokasi lesi biasanya di
kulit kepala, kuku, dan bagian ekstensor.(2)
Dermatitis seboroik merupakan peradangan kulit pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti di kulit kepala, belakang telinga, alis mata,
cuping hidung, aksila, dan dada. Pada status dermatologis tampak makula
eritematosa yang ditutupi oleh papula berbatas tidak tegas, dan skuama halus
berminyak. Sedangkan pada Ptiriasis rosea akan tampak makula eritematosa
lonjong dengan diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi
skuama halus.(5)
Table 1. Diagnosis banding Tinea Corporis
Tinea Psoriasis Dermatitis Ptiriasis Morbus
Corporis Vulgaris Seboroik Rosea Hansen
Lesi Central Skuama tebal Makula Makula Makula/
healing, warna putih eritematou eritematou patch
polisiklik keperakan sa, dilapisi sa, bentuk hipopigme
skuama lonjong, ntasi atau
halus mengikuti hiperpigm
9

berminyak lipatan entasi,


kulit hipoanaste
si
Predileksi Kulit Kulit kepala, Kulit yang Punggung Seluruh
yang kuku, bagian banyak tubuh
tidak ekstensor mengandu
berambut ng
(kecuali kelenjar
telapak minyak
tangan
dan
telapak
kaki)
Gatal Terutam Tidak
a saat gatal
berkerin
gat

Penatalaksanaan tinea korporis terbagi menjadi medikamentosa dan non-


medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini yaitu
Itraconazol tab 100 mg satu kali sehari, cetirizine 10 mg tab satu kali sehari, asam
salisilat 3% + mikonazol cream dipakai malam hari, dan asam salisilat 3% +
Ketokonazol cream yang digunakan pagi dan sore.
Untuk terapi sistemik tinea corporis menggunakan pedoman yang
dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology yang menyatakan bahwa
obat anti jamur sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada
telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromis,
dan pasien yang tidak responsif maupun intoleran terhadap obat anti jamur
topical. Terapi sistemik yang paling banyak digunakan yaitu griseofulvin,
ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, dan amfoterisin B.
10

Terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit


yang hidup pada jaringan kulit. Preparat yang sering digunakan yaitu derivat azol,
allilamin, siklopirosolamin, dan kortikosteroid.(7) Derivat azoles (misalnya,
ekonazol, ketokonazol, klotrimazol, mikonazol, oksikonazol, sulkonazol,
sertakaronazol) bekerja dengan cara menghambat C-14-demetilase yang
merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk merubah
lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur. Penghambatan enzim ini
menyebabkan membran sel jamur tidak stabil dan menyebabkan kebocoran
membran. Dermatofit yang lemah tidak dapat bereproduksi dan perlahan dibunuh
oleh tindakan fungistatik. Efek samping obat ini berupa mual, muntah, konstipasi,
sakit kepala, priritus, ruam alergi, ginekomastia, impotensi dan penurunan libido.
Itrakonazol merupakan obat golongan triazol terbaru yang digunakan
dalam pengobatan tinea corporis. Mekanisme obat ini dengan cara menghambat
C-14-demetilase yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang
bertanggung jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel
jamur. Efek samping obat ini berupa mual, muntah, konstipasi, sakit kepala,
priritus, ruam alergi, ginekomastia, impotensi dan penurunan libido.
Cetirizine adalah metabolit aktif dan hidroksizin dengan kerja kuat dan
panjang. Merupakan antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 dengan efek
sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat tambahan
sebagai anti alergi. Cetirizine menghambat perlepasan histamin pada fase awal
dan mengurangi migrasi sel inflamasi. Tujuan diberikan cetirizine pada pasien ini
adalah untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses
peradangan yang terjadi.(9)
11

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniati CRS. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan


Kulit & Kelamin. 2008;20 no 3.

2. William D. James TB, Dirk Elston. Andrews' Diseases of the Skin E-Book:
Clinical Dermatology Eleventh Edition. New York: Elsevier; 2011.

3. Jack L Lesher, Jr, MD. Tinea Corporis. MedScape reference; 2017.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview

4. Sharquie K, Noaimi A, Al-Hashimy S, Al-Tereihi I. Treatment of Tinea


Corporis by Topical 10% Zinc Sulfate Solution. The Postgraduate Medical
Journal. 2013;12:247-50.

5. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2. Jakarta: EGC;


2005.

6. Wolff K SA, Johnson R. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical


dermatology (7thed). New York: McGraw-Hill Medical; 2013.

7. Ermawati Y. Penggunaan ketokonazol pada pasien tinea corporis. Medula.


2013;1(03):82-91.

8. Sahoo AK, Mahajan R. Management of tinea corporis, tinea cruris, and


tinea pedis: A comprehensive review. Indian dermatology online journal.
2016;7(2):77.

9. Gafur AH. A 15 Years-Old Boy With Tinea Cruris. Medical Profession


Journal Of Lampung [Medula]. 2015;4(1).

Anda mungkin juga menyukai