PENDAHULUAN
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut
penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara
spontan dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5
bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai
sedang.4,6
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu
makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal
dan lesi di kulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis
Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya.1
Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain
sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis,
dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada
anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat prodormal sebelum timbulnya erupsi
kulit.3
Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat
simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun
pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya
perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan
gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak
yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya
sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian
obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat
untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi
rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.3,4,6
BAB 1I
LAPORAN KASUS
1.1
1.2
Identitas Pasien
Nama
: Nn. SZ
Umur
: 19 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Bireuen
Suku Bangsa
: Aceh
No Rekam Medis
: 21.20.75
Tanggal MRS
: 25-02-2014
Tanggal KRS
: 25-02-2014
Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak merah disertai gatal pada dada dan punggung.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin RS dr.Fauziah
Bireuen dengan keluhan bercak merah disertai gatal di dada dan punggung 3
minggu SMRS. Bercak awalnya berjumlah 1 berbentuk oval dengan
diameter 3 cm di bagian dada. Sisik halus juga didapatkan mengelilingi
bercak kemerahan. Karena mengeluh gatal pasien juga menggaruknya baik
disengaja maupun tidak. 2 minggu SMRS, bercak kemerahan bertambah
banyak dan timbul di punggung namun berukuran kecil dan memberat 1
munggu SMRS. Gatal juga masih dirasakan oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
Riwayat Penggunaan Obat
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
Kesadaran
: Kompos mentis
Berat badan
: 58 kg
Keadaan Gizi
: Baik
KEPALA
: Normocephali
Wajah
: Simetris
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
THORAKS
Inspeksi
Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: Tidak dilakukan
ABDOMEN
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: Tidak dilakukan
EKSTREMITAS
Ekstremitas superior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-)
Kuku
Ekstremitas inferior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-);
Kuku
Status Dermatologikus
Distribusi
: Regional
Ad regio
Lesi
Efloresensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Tidak dilakukan
RESUME
Seorang wanita berusia 19 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RS dr.Fauziah Bireuen dengan keluhan utama bercak merah disertai gatal di dada
dan punggung 3 minggu SMRS. Bercak awalnya berjumlah 1 berbentuk oval
dengan diameter 3 cm di dada bagian atas. Sisik halus juga didapatkan
mengelilingi
bercak
kemerahan.
Karena
mengeluh
gatal
pasien
juga
: Regional
Ad regio
Lesi
Efloresensi
DIAGNOSIS BANDING
1. Pitiriasis Rosea
2. Tinea Korporis
3. Psoriasis Gutata
DIAGNOSIS KERJA
Pitiriasis Rosea
USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan histopatologi
PENATALAKSANAAN
UMUM
1. Menjelaskan
kepada
pasien
mengenai
penyakit
dan
cara
pengobatannya
2. Bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder.
KHUSUS
1. Sistemik :
Kortikosteroid sistemik : metil prednisolon 2x8mg
Antihistamin golongan H1 : Cetirize 2 x 10 mg
2. Topikal :
Kortikosteroid topikal : 0.05% klobetasol propionate dioleskan
pada daerah yang gatal.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum
: dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, didapatkan adanya lesi kulit dalam stadium yang berbeda,
muncul pada bagian dada depan dan belakang, tampilannya mengikuti kosta tubuh
dan sejajar dengan pelipatan kulit. Dari anamnesis, didapatkan keluhan gatal-gatal
pada daerah lesi, lesi pertama yang berbentuk oval, dikelilingi oleh skuama halus,
berjumlah satu dan 3cm, terdapat pada daerah dada belakang bagian atas, lesi
bersifat eritematosa disertai skuama halus dan berbatas tegas. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada daerah ekstremitas
Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan :
Distribusi
: Regional
Ad regio
Lesi
Efloresensi
Pasien tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan sehingga ini
jelas bukan merupakan reaksi alergi. Sebelum ini, pasien tidak pernah menderita
penyakit seperti sekarang ini, orang-orang disekitar pasienpun tidak ada yang
sedang sakit seperti ini. Maka penyakit pasien ini bukan merupakan penularan
dari orang lain. Sebelum ini, pasien juga belum pernah menderita penyakit kulit
lain.
Diagnosis banding
10
kortikosteroid sistemik dosis kecil karena keluhan yang dialami sudah berulang,
berupa prednisone 2x8 mg. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan
H1, misalnya hidroksilin HCl. Pada pasien ini diberikan Cetirizie 10 mg 2 x 1
untuk mengurangi gatalnya sehingga pasien tidak menggaruk-garuk badannya.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya
2.2
EPIDEMIOLOGI
Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35
tahun.4,5 Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun.6 Namun ada
juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40
tahun.3,7 Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai
dengan 83 tahun.4 Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim
gugur, dan musim dingin.3,4,6,8,9 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan
didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan
pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak
ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang
kurang mampu.4 Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit
lebih banyak ditemukan pada wanita.3,4,6 Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh
golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi
dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.4
12
2.3
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun
13
Legionella
Bismuth4,6
Captopril3,4,6,10
Clonidine3,4,6
Toksoid difteri4
D-penicillamine4
Senyawa emas3,4,10
Imatinib (Gleevec)3,4
Isoretinion4
Ketotifen (Zaditor)3,4
Levamisole4
Methopromazine3,4
Metronidazole4
Omeprazole4
Terbinafine4
Hidroksiklorokuin4
Interferon3,6
Lisinopril3,4
Arsen3
Tripelennamine hidroklorida3
Ergotamine3
Penicillamine10
Vaksin
pneumokokus
pada
anak
2.4
HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi sangat membantu
dalam meyingkirkan
Akantosis ringan
Parakeratosis fokal
14
2.5
MANIFESTASI KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea
didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius
bagian
atas atau
gangguan
gastrointestinal.6
Sumber lain
15
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.3 Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan.4 Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga
plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink
salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan
khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya.5,6 Umum ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.6
16
17
Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak
khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan
lesi utama berupa Herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak
kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel Herald patch
ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak
khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.
2.6
18
19
2.7
LABORATORIUM
Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium
yang membantu dalam membuat diagnosa. Hasil biopsi lesi kulit yang dilakukan
hanya menampakkan terjadinya inflamasi nonspesifik. Harus diingat bahwa sifilis
sekunder juga termasuk dalam erupsi papuloeritroskuamosa dan dapat sulit
dibedakan dari pitiriasis rosea jika hanya berdasarkan penemuan klinis.6 Oleh
karena itu, menanyakan riwayat hubungan seksual penting jika diagnosa pitiriasis
rosea masih diragukan. Pada pasien dengan riwayat adanya penyakit hubungan
seksual atau bekerja sebagai PSK yang membuat mereka termasuk dalam faktor
risiko, pemeriksaan serologis untuk sifilis perlu untuk dilakukan.6,10
21
2.8
DIAGNOSIS
Diagnosa
pitiriasis
rosea
ditegakkan
berdasarkan
anamnesa
dan
Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih
tenang.
2.9
DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya
pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,
membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau
alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada
alat genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama
jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4
2. Psoriasis gutata4,7,10
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi
22
23
2.10 KOMPLIKASI
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan
eksema dan infeksi sekunder akibat garukan.3
2.11 PENATALAKSANAAN
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik.3 Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:
a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam
tubuhnya, penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang
kembali.
b. Colloidal bath
1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau
ember besar yang berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku.
24
Pasien diminta untuk mandi selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari
sabun dan air panas sebisanya untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali
sehari pada lesi kulit.
d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.
e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang
namun tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.8
Kunjungan berikutnya:
a. Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena Colloidal bath dari lotionnya,
hentikan pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep
hidrokortison 1%, gunakan 2 kali sehari pada daerah yang kering.
b. Teruskan fototerapi.8
Jika disertai dengan gatal hebat:
a. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1
tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2
tablet setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
b. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba
oleh beberapa penulis.8
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4
kali sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis
untuk anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak
sebelumnya telah hilang.3,4,9
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari.
Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg
p.o. mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau
pada kasus yang berat.4
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis
rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan
tetapi asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak
efektif terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan
25
HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu
untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada tidak dibenarkan.4
Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak memberikan dampak apaapa.10
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient
dapat disarankan kepada pasien.3
Fototerapi
dapat
bermanfaat
pada
kasus-kasus
yang
lama
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang
dan apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan
hatinya dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan
sendirinya dan tidak bersifat menular.
Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap
ada setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika
dipikirkan adanya diagnosa lain.6
2.12 PROGNOSIS
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes
yang akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu.9 Namun pada
beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Dapat sembuh tanpa
meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren jarang ditemukan.3
26
BAB IV
RESUME
limiting disease, tidak menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan
dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui, namun dalam suatu penelitian,
partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana
virus-virus ini memang ditemukan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada
pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum
diketahui. Ada juga beberapa jenis obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip
dengan pitiriasis rosea, antara lain barbiturate, captopril, senyawa emas, clonidine
dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan.
Erupsi kulit pada pitiriasis rosea memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi
primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang nantinya
akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwarna
kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer
ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai dua
minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain
berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna
kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang
berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya.
Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
kemudian juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi
menyebar hingga ke leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga
ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah. Penyebaran lesi pada batang tubuh
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut
penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara
spontan dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5
27
bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai
sedang.
Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat dibedakan
berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan, contohnya
pitiriasis rosea inversa, giganta, irritate, vesicular, papular dan lain sebagainya.
Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea.
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosa banding sifilis sekunder karena keduanya cukup sulit untuk dibedakan
terutama pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas).
Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain
sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis,
dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada
anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat prodormal sebelum timbulnya erupsi
kulit.
Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat
simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun
pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya
perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan
gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak
yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya
sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian
obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat
untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi
rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
7.
http://dermatology.cdlib.org/143/case_reports/VesicularPR/
1.jpg
19. Gambar 8. http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v78n2/13369f1.jpg
30