Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya


yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan
gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian
diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.1
Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan
dermatosis papuloeritroskuamosa yang sering ditemukan, sifatnya akut, self
limiting disease, tidak menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan
dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui, namun dalam suatu penelitian,
partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana
virus-virus ini memang ditemukan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada
pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum
diketahui.1
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan
pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
(rosea).2
Insiden tertinggi pada usia antara 15 40 tahun.3 Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.2
Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat dibedakan
berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan, contohnya
pitiriasis rosea inversa, giganta, irritate, vesicular, papular dan lain sebagainya.
Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea.
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosa banding sifilis sekunder karena keduanya cukup sulit untuk dibedakan
terutama pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas).4
Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
kemudian juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi
menyebar hingga ke leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga
ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah. Penyebaran lesi pada batang tubuh

sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut
penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara
spontan dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5
bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai
sedang.4,6
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu
makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal
dan lesi di kulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis
Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya.1
Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain
sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis,
dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada
anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat prodormal sebelum timbulnya erupsi
kulit.3
Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat
simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun
pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya
perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan
gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak
yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya
sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian
obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat
untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi
rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.3,4,6

BAB 1I
LAPORAN KASUS

1.1

1.2

Identitas Pasien
Nama

: Nn. SZ

Umur

: 19 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Bireuen

Suku Bangsa

: Aceh

No Rekam Medis

: 21.20.75

Tanggal MRS

: 25-02-2014

Tanggal KRS

: 25-02-2014

Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak merah disertai gatal pada dada dan punggung.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin RS dr.Fauziah
Bireuen dengan keluhan bercak merah disertai gatal di dada dan punggung 3
minggu SMRS. Bercak awalnya berjumlah 1 berbentuk oval dengan
diameter 3 cm di bagian dada. Sisik halus juga didapatkan mengelilingi
bercak kemerahan. Karena mengeluh gatal pasien juga menggaruknya baik
disengaja maupun tidak. 2 minggu SMRS, bercak kemerahan bertambah
banyak dan timbul di punggung namun berukuran kecil dan memberat 1
munggu SMRS. Gatal juga masih dirasakan oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
Riwayat Penggunaan Obat
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Kompos mentis

Berat badan

: 58 kg

Keadaan Gizi

: Baik

KEPALA

: Normocephali

Wajah

: Simetris

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), sklera kuning (-/-),

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut

: Kering (-), tonsil tenang, faring hiperemis (-)

Telinga

: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-)

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid

THORAKS
Inspeksi

: Bentuk normal, gerak nafas simetris, ginekomastia (-/-)

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Tidak dilakukan

ABDOMEN
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Tidak dilakukan

EKSTREMITAS
Ekstremitas superior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-)
Kuku

: onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);


Kulit : lihat status dermatologikus

Ekstremitas inferior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-);
Kuku

: onikodistrofi (-), pitting nail (-), onikolisis (-);

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);


Kulit : lihat status dermatologikus

Status Dermatologikus
Distribusi

: Regional

Ad regio

: thoracalis anterior posterior

Lesi

: multipel, berbatas tegas, ukuran milier sampai lentikuler,


bentuk oval dan anular

Efloresensi

: eritema, skuama halus berwarna putih

Ad regio thoracalis anterior posterior

Gambar 1. inverted christmas tree appearance

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Tidak dilakukan

RESUME
Seorang wanita berusia 19 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RS dr.Fauziah Bireuen dengan keluhan utama bercak merah disertai gatal di dada
dan punggung 3 minggu SMRS. Bercak awalnya berjumlah 1 berbentuk oval
dengan diameter 3 cm di dada bagian atas. Sisik halus juga didapatkan
mengelilingi

bercak

kemerahan.

Karena

mengeluh

gatal

pasien

juga

menggaruknya baik disengaja maupun tidak. 2 minggu SMRS, bercak kemerahan


bertambah banyak dan timbul di punggung namun berukuran kecil dan memberat
1 munggu SMRS. Gatal juga masih dirasakan oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas norma
namun pada daerah dada terdapat kelainan kulit. Pada pemeriksaan dermatologi
didapatkan :
Distribusi

: Regional

Ad regio

: thoracalis anterior posterior

Lesi

: multipel, berbatas tegas, ukuran milier sampai lentikuler,


bentuk oval dan anular

Efloresensi

: eritema, skuama halus berwarna putih.

DIAGNOSIS BANDING
1. Pitiriasis Rosea
2. Tinea Korporis
3. Psoriasis Gutata

DIAGNOSIS KERJA
Pitiriasis Rosea

USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan dengan lampu Wood

Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20%

PENATALAKSANAAN
UMUM
1. Menjelaskan

kepada

pasien

mengenai

penyakit

dan

cara

pengobatannya
2. Bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder.

KHUSUS
1. Sistemik :
Kortikosteroid sistemik : metil prednisolon 2x8mg
Antihistamin golongan H1 : Cetirize 2 x 10 mg
2. Topikal :
Kortikosteroid topikal : 0.05% klobetasol propionate dioleskan
pada daerah yang gatal.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

Quo ad cosmeticum

: dubia ad bonam

PEMBAHASAN

Diagnosis kerja Pitiriasis Rosea diambil berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik.
Keluhan penderita Pitiriasis Rosea dapat didahului dengan munculnya
gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau
gangguan gastrointestinal. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi
soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang
secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm,
berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan selama satu
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Umum ditemukan beberapa lesi
berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang.
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana
ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan
menghilang setelah 2-4 minggu. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh
dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit. Tampilannya tampak seperti pohon
natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance). Tapi bagaimanapun,
terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak,
tidak diragukan lagi Herald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis
rosea.
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi
yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan
wajah. Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela
paha, atau aksila. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat
timbul gejala.

Pada kasus ini, didapatkan adanya lesi kulit dalam stadium yang berbeda,
muncul pada bagian dada depan dan belakang, tampilannya mengikuti kosta tubuh
dan sejajar dengan pelipatan kulit. Dari anamnesis, didapatkan keluhan gatal-gatal
pada daerah lesi, lesi pertama yang berbentuk oval, dikelilingi oleh skuama halus,
berjumlah satu dan 3cm, terdapat pada daerah dada belakang bagian atas, lesi
bersifat eritematosa disertai skuama halus dan berbatas tegas. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada daerah ekstremitas
Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan :
Distribusi

: Regional

Ad regio

: thoracalis anterior posterior

Lesi

: multipel, berbatas tegas, ukuran milier sampai lentikuler,


bentuk oval dan anular

Efloresensi

: eritema, skuama halus berwarna putih.

Pemeriksaan fisik diatas sesuai dengan kepustakaan mengenai Pitiriasis


Rosea.

Pasien tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan sehingga ini
jelas bukan merupakan reaksi alergi. Sebelum ini, pasien tidak pernah menderita
penyakit seperti sekarang ini, orang-orang disekitar pasienpun tidak ada yang
sedang sakit seperti ini. Maka penyakit pasien ini bukan merupakan penularan
dari orang lain. Sebelum ini, pasien juga belum pernah menderita penyakit kulit
lain.

Diagnosis banding

Tinea korporis. Herald patch atau bercak yang besar pada


pitiriasis rosea dapat menyerupai tinea corporis. Tinea corporis
juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang bentuknya
anular, dengan skuama, dan central healing. Namun pada
tepinya bisa terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel.
Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi jamur ini

menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada


kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Dapat
disingkirkan karena Tinea corporis gatalnya sangat hebat,
jarang menyebar luas pada tubuh dan skuamanya kasar namun
perlu dilakukan pemeriksaan sinar wood atau sediaan langsung
dengan KOH 10-20% untuk membantu menyingkirkan
diagnosis banding ini.

Psoriasis Gutata. Psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di


trunkus bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal.
Dapat disingkirkan karena pada Psoriasis gutata, aksis panjang
lesi tidak sejajar dengan garis kulit, dan skuamanya tebal
namun perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk
membantu menyingkirkan diagnosis banding ini.

Pengobatan sedapat-dapatnya mencari penyebab atau faktor yang


memprovokasi. Pityriasis rosea merupakan penyakit kulit yang penyebabnya
masih belum diketahui jelas, tetapi banyak yang mengemukakan bahwa
penyebabnya adalah virus. Hal ini didasarkan pada sifat penyakit ini yang dapat
sembuh sendiri dalam 3-8 minggu (self limitting disease). Hanya diperlukan
imunitas yang baik untuk mempercepat penyembuhan. Adapun obat-obatan yang
diberikan, hanya untuk menghilangkan rasa gatal, agar tidak digaruk. Karena
garukan akan menyebabkan infeksi sekunder.
Secara topikal, untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink
oksida, kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan
lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja
menengah (bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari). Pada
pasien ini, diberikan kortikosteroid topikal berupa 0,05% klobetasol propionate,
yang merupakan kortikosteroid topikal super poten.
Secara sistemik, pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk
mengurangi rasa gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat
diberikan kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau
asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler. Pada pasien ini diberikan

10

kortikosteroid sistemik dosis kecil karena keluhan yang dialami sudah berulang,
berupa prednisone 2x8 mg. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan
H1, misalnya hidroksilin HCl. Pada pasien ini diberikan Cetirizie 10 mg 2 x 1
untuk mengurangi gatalnya sehingga pasien tidak menggaruk-garuk badannya.

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI
Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya

papuloskuamosa yang dapat hilang dengan sendirinya, umumnnya menyerang


anak-anak dan dewasa muda yang sehat, walaupun sebenarnya dapat ditemukan
pada semua umur. Penyebabnya belum diketahui, diduga virus sebagai penyebab
timbulnya erupsi. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit kulit yang
paling sering ditemukan pada praktek klinis.4 Riwayat perjalanan penyakit dan
penemuan klinis yang didapatkan hampir selalu sama. Anak ataupun dewasa
muda yang terkena penyakit ini, tidak merasakan gejala yang berarti, kemudian
timbul bercak merah dan bersisik yang bisa muncul di batang tubuhnya, paha atas,
atau di daerah bahu. Pitiriasis rosea mungkin akan lebih sulit untuk didiagnosa
apabila lesi-lesi kecil yang muncul setelah lesi pertama belum didapatkan secara
klinis.4 Lesi yang timbul bisa disalahartikan sebagai infeksi jamur atau
dermatitis.5

2.2

EPIDEMIOLOGI
Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35

tahun.4,5 Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun.6 Namun ada
juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40
tahun.3,7 Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai
dengan 83 tahun.4 Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim
gugur, dan musim dingin.3,4,6,8,9 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan
didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan
pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak
ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang
kurang mampu.4 Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit
lebih banyak ditemukan pada wanita.3,4,6 Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh
golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi
dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.4

12

2.3

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun

sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah


lama dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena
adanya gejala prodromal yang biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan
munculnya bercak kemerahan di kulit. Human herpes virus 7 telah dikemukakan
sebagai penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan buktibukti yang meyakinkan.6 Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada
peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu penelitian, partikel
HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel-partikel
virus ini ditemukan dalam jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan
pembuluh-pembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini
juga berada selang-seling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermalepidermal.4
Watanabe dkk telah membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada
bahwa pitiriasis rosea merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus.
Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV-6 dan HHV-7 dalam sel
mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus
pada sampel serum pasien.3 Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan
didapatkan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten dalam sel
mononuklear darah perifer, terutama CD-4 dan sel T, dan pada air liur.3,4 Erupsi
kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus yang
mengarah pada terjadinya viremia.3,5,10 Sumber lain mengatakan beberapa penulis
menduga herpes simpleks virus 10 yang menjadi penyebabnya.8
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif
HHV-6 dan HHV-7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel
mononuklear darah perifer, dan serum dari pasien penderita pitiriasis rosea.
Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV-7 memicu terjadinya reaktivasi HHV-6.
Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi HHV-7 masih belum jelas.
Pitiriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit,
tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang
tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain mengesankan

13

reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya


pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan.
Didapatkan sedikit peningkatan insidens pitiriasis rosea pada pasien yang sedang
menurun imunitasnya, seperti ibu hamil, dan penerima transplantasi sumsum
tulang.4
Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan

Legionella

pneumonia telah dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang


berpotensi kuat, namun belum ada penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar
antibodi yang signifikan terhadap mikroorganisme yang telah disebutkan di atas
pada penderita pitiriasis rosea.4,6 Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea
dapat timbul sebagai akibat dari reaksi obat. Macam-macam obat yang
berhubungan dengan munculnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea antara lain:
Barbiturat3,4,6,10

Bismuth4,6

Captopril3,4,6,10

Clonidine3,4,6

Toksoid difteri4

D-penicillamine4

Senyawa emas3,4,10

Imatinib (Gleevec)3,4

Isoretinion4

Ketotifen (Zaditor)3,4

Levamisole4

Methopromazine3,4

Metronidazole4

Omeprazole4

Terbinafine4

Hidroksiklorokuin4

Interferon3,6

Lisinopril3,4

Arsen3

Tripelennamine hidroklorida3

Ergotamine3

Penicillamine10

Vaksin Hepatitis B4,6

Vaksin

pneumokokus

pada

anak

dengan sindrom nefrotik4

2.4

HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi sangat membantu

dalam meyingkirkan

diagnosa banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:

Akantosis ringan

Parakeratosis fokal

14

Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis

Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut

Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.3

Gambar 1. Gambaran Histopatologis Pitiriasis Rosea


(http://emedicine.medscape.com/article/1107532-workup#a0723)

2.5

MANIFESTASI KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea

didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius

bagian

atas atau

gangguan

gastrointestinal.6

Sumber lain

menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala


prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia.4 Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter
berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna
pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.4,6,8,10
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion.6,9 Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 1294%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch.4 Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan selama satu

15

minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.3 Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan.4 Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga
plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink
salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan
khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya.5,6 Umum ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.6

Gambar 2. Herald Patch


(http://www.everydayhealth.com/skin-and-beauty-pictures/skin-conditionpityriasis-rosea.aspx)
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana
ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan
menghilang setelah 2-4 minggu.4 Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan
menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3 Namun pada beberapa kasus
dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang
tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.8 Tampilannya tampak seperti
pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance). Hal ini

16

membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang


mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika
dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini
nampak tidak sesuai jika kita bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal
sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan
pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi Herald patch merupakan
lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.5

Gambar 3. Inverted Christmas Tree


(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515)
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi
yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan
wajah.5 Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela
paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang
bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea
corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul
gejala.3 Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi
parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan
basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25%
penderitanya tidak merasakan gatal.4 Relaps dan rekurensi jarang sekali
ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.3 Efek dari terapi yang berlebih atau
adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.8

17

Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak
khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan
lesi utama berupa Herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak
kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel Herald patch
ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak
khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.

2.6

VARIASI PITIRIASIS ROSEA

Pitiriasis rosea inversa


o Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah
fleksor seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di
tubuh.
o Umumnya terjadi pada anak-anak.4

Gambar 4. Pitiriasis Rosea Inversa


(http://www.aafp.org/afp/2004/0101/p87.html)

Pitiriasis rosea unilateralis


o Lesinya tidak melewati garis median tubuh.4

18

Gambar 5. Pitiriasis Rosea Unilateralis


(http://www.ijdvl.com/articles/2003/69/1/images/ijdvl_2003_69_1_42_5823_1.jp
g)

Pitiriasis rosea giganta


o Ditemukan papul-papul atau plak yang besar.4

Pitiriasis circinata et marginata of Vidal


o Bila plak-plak yang besar bergabung menjadi satu.4

Pitiriasis rosea irritata


o Varian dengan lesi berupa makula dengan predileksi tempat yang
tidak khas (pergelangan tangan dan kaki), yang makin lama
mengalami perubahan dermatologi akibat iritasi berat atau keringat
yang berlebih.
o Dapat menyerupai psoriasis gutata.4

Papular pitiriasis rosea


o Umum ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun (toddler).3,4
o Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan wanita
hamil.3,4,9
o Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit sekitarnya.4
o Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat
juga pada daerah lipatan.3

19

Gambar 6. Papular Pitiriasis Rosea


(http://images.suite101.com/797607_com_papular_pi.jpg)

Vesicular pitiriasis rosea


o Lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
o Menyerupai infeksi varisela.4

Gambar 7. Vesicular Pitiriasis Rosea


(http://dermatology.cdlib.org/143/case_reports/VesicularPR/1.jpg)

Purpuric pitiriasis rosea


o Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama
banyak.
o Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit
ke stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.4
o Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang
Langer line pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.3
o Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau
didominasi oleh pustule atau purpura.
20

o Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi


postinflamasi setelah sembuh, terutama pada orang-orang yang
memiliki banyak pigmen.4

Gambar 8. Purpuric Pitiriasis Rosea


(http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v78n2/13369f1.jpg)

Urticarial pitiriasis rosea


o Varian yang jarang ditemukan.
o Menyerupai urtikaria akut.4

2.7

LABORATORIUM
Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium

yang membantu dalam membuat diagnosa. Hasil biopsi lesi kulit yang dilakukan
hanya menampakkan terjadinya inflamasi nonspesifik. Harus diingat bahwa sifilis
sekunder juga termasuk dalam erupsi papuloeritroskuamosa dan dapat sulit
dibedakan dari pitiriasis rosea jika hanya berdasarkan penemuan klinis.6 Oleh
karena itu, menanyakan riwayat hubungan seksual penting jika diagnosa pitiriasis
rosea masih diragukan. Pada pasien dengan riwayat adanya penyakit hubungan
seksual atau bekerja sebagai PSK yang membuat mereka termasuk dalam faktor
risiko, pemeriksaan serologis untuk sifilis perlu untuk dilakukan.6,10

21

2.8

DIAGNOSIS
Diagnosa

pitiriasis

rosea

ditegakkan

berdasarkan

anamnesa

dan

pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan


dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah
dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus
respiratorius bagian atas harus bisa didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus
didapatkan adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan
klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini:

Makula berbentuk oval atau sirkuler.

Skuama menutupi hampir semua lesi.

Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih
tenang.

Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan


kemungkinan sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan
tidak didapatkannya gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk
membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap sifilis, biopsi
kulit juga mungkin bermanfaat. Evaluasi yang tepat meliputi uji floresen antibodi
langsung dari eksudat lesi, uji VDRL, atau dengan pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap.4

2.9

DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya
pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,
membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau
alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada
alat genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama
jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4
2. Psoriasis gutata4,7,10
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi

22

pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang


dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut
sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda.11
3. Lichen planus3,4,8
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih
banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran
mukosa mulut dan bibir.8
4. Dermatitis numularis4,6
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan
predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang
terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin
didapatkan cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang
menjadi mikosis fungoides.8
6. Dermatitis seboroik3,4,8,9
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya
berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan
predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan
fleksor dari persendian-persendian.3
7. Tinea corporis3,4,6,9
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat
menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan
central healing.6 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,
skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi
jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau

23

pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.4 Tinea


corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3
8. Pitiriasis versikolor4,6,7,8,9
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau
coklat berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak
terlihat saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa
dapat ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada
skuamanya dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat3,4,8,9
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10
Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi
timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang
sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan
skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan
adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada
mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi
kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama
dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4

2.10 KOMPLIKASI
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan
eksema dan infeksi sekunder akibat garukan.3

2.11 PENATALAKSANAAN
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik.3 Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:
a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam
tubuhnya, penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang
kembali.
b. Colloidal bath
1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau
ember besar yang berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku.

24

Pasien diminta untuk mandi selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari
sabun dan air panas sebisanya untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali
sehari pada lesi kulit.
d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.
e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang
namun tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.8
Kunjungan berikutnya:
a. Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena Colloidal bath dari lotionnya,
hentikan pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep
hidrokortison 1%, gunakan 2 kali sehari pada daerah yang kering.
b. Teruskan fototerapi.8
Jika disertai dengan gatal hebat:
a. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1
tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2
tablet setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
b. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba
oleh beberapa penulis.8
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4
kali sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis
untuk anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak
sebelumnya telah hilang.3,4,9
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari.
Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg
p.o. mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau
pada kasus yang berat.4
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis
rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan
tetapi asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak
efektif terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan

25

HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu
untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada tidak dibenarkan.4
Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak memberikan dampak apaapa.10
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient
dapat disarankan kepada pasien.3
Fototerapi

dapat

bermanfaat

pada

kasus-kasus

yang

lama

penyembuhannya.5 Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit


yang ada.10 Satu-satunya efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa
sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi
postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.4
Edukasi pasien

Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang
dan apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan
hatinya dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan
sendirinya dan tidak bersifat menular.

Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap
ada setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika
dipikirkan adanya diagnosa lain.6

2.12 PROGNOSIS
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes
yang akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu.9 Namun pada
beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Dapat sembuh tanpa
meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren jarang ditemukan.3

26

BAB IV
RESUME

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan


dermatosis papuloeritroskuamosa

yang sering ditemukan, sifatnya akut, self

limiting disease, tidak menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan
dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui, namun dalam suatu penelitian,
partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana
virus-virus ini memang ditemukan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada
pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum
diketahui. Ada juga beberapa jenis obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip
dengan pitiriasis rosea, antara lain barbiturate, captopril, senyawa emas, clonidine
dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan.
Erupsi kulit pada pitiriasis rosea memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi
primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang nantinya
akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwarna
kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer
ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai dua
minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain
berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna
kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang
berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya.
Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
kemudian juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi
menyebar hingga ke leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga
ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah. Penyebaran lesi pada batang tubuh
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut
penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara
spontan dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5

27

bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai
sedang.
Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat dibedakan
berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan, contohnya
pitiriasis rosea inversa, giganta, irritate, vesicular, papular dan lain sebagainya.
Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea.
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosa banding sifilis sekunder karena keduanya cukup sulit untuk dibedakan
terutama pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas).
Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain
sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis,
dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada
anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat prodormal sebelum timbulnya erupsi
kulit.
Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat
simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun
pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya
perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan
gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak
yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya
sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian
obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat
untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi
rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Dermatology in General


Medicine Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008: 362-65.
2. Sterling, J.C. Viral Infections. Dalam: Rooks textbook of dermatology;
edisi ke-7. 2004: 79-82.
3. James William D, Berger Timothy G, Elston Dirk M. Andrews Disease of
The Skin Clinical Dermatology; edisi ke-10. Philadelphia, USA: Elsevier.
2006: 208-9.
4. Gonzales Lenis M, Allen Robert, Janniger Camila Krysicka, Schwartz
Robert A. Pityriasis Rosea: An Important Papulosquamos Disorder.
International Journal of Dermatology. 2005: 757-64.
5. Graham-Brown Robin, Bourke Johnny. Mobsys Color Atlas and Text of
Dermatology; edisi ke-2. Philadelphia, USA: Elsevier. 2007: 224-25.
6. Henderson David, Usatine Richard P. Pityriasis Rosea. Dalam: Usatine
Richard P, Smith Mindy Ann, Mayeaux Jr. E.J. editor. The Color Atlas of
Family Medicine. USA: McGraw Hill. 2009: 630-33.
7. Gawkrodger David J. Dermatology an Illustrated Colour Text; edisi ke-4.
Philadelphia, USA: Elsevier. 2008: 40-1.
8. Hall John C. Sauers Manual of Skin Disease; edisi ke-9. Philadelphia,
USA: Lippincott William and Wilkins. 2006: 157-61.
9. Tierney Jr. Lawrence M, Mcphee Stephen J. LANGE Current Medical
Diagnosis and Treatment; edisi ke-45. USA: McGraw Hill. 2006.
10. Weller Richard, Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical
Dermatology; edisi ke-4. Massachusetts, USA: Blackwell Publishing.
2008: 71-8.
11. Djuanda Adhi. Dermatosis Eritriskuamosa. Dalam: Djuanda Adhi,
Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin;
edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007: 189-200.
12. Gambar 1. http://emedicine.medscape.com/article/1107532-workup#a0723
13. Gambar 2. http://www.everydayhealth.com/skin-and-beauty-pictures/skincondition-pityriasis-rosea.aspx

29

14. Gambar 3. http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515


15. Gambar 4. http://www.aafp.org/afp/2004/0101/p87.html
16. Gambar 5. http://www.ijdvl.com/articles/2003/69/1/images/ijdvl
_2003_69_1_42_5823_1.jpg
17. Gambar 6. http://images.suite101.com/797607_com_papular_pi.jpg
18. Gambar

7.

http://dermatology.cdlib.org/143/case_reports/VesicularPR/

1.jpg
19. Gambar 8. http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v78n2/13369f1.jpg

30

Anda mungkin juga menyukai