Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Prurigo merupakan istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit


kulit yang ditandai dengan timbulnya papul atau nodul yang gatal.

(1)

Prurigo

nodularis merupakan inflamasi kronik pada kulit yang ditandai dengan adanya
nodul yang gatal, terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor. Penyebab
penyakit ini belum diketahui dengan jelas, namun serangan gatal dapat dicetuskan
oleh berbagai faktor, diantaranya faktor emosi, kecenderungan atopi, maupun
akibat penyakit sistemik. (2)
Prurigo nodularis dapat terjadi pada semua usia, paling banyak mengenai
usia 20-60 tahun. pria dan wanita memiliki kecenderungan yang sama untuk
terkena penyakit ini. Pasien dengan dermatitis atopi umumnya memiliki onset
yang lebih muda (rata-rata 19 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa dermatitis
atopi (rata-rata 48 tahun). (2)
Keluhan yang dapat muncul berupa adanya nodul pada kulit yang terasa
sangat gatal, terutama terdapat di bagian ekstensor ekstremitas. Pasien biasanya
tidak tahan dengan rasa gatal dan akan menggaruk nodul tersebut sehingga akan
timbul lesi sekunder berupa erosi, ekskoriasi dan krusta. (2)

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Prurigo nodularis merupakan inflamasi kronik pada kulit yang ditandai
dengan adanya nodul yang terasa gatal, keras pada perabaan, serta ukuran nodul
bervariasi dengan diameter 0,5-3 cm. Pada kebanyakan kasus, dijumpai riwayat
atopi pada pasien. (1,2)

Epidemiologi
Prurigo nodularis dapat terjadi pada semua usia, paling banyak mengenai
usia 20-60 tahun. Tidak ada perbedaan insidensi antara pria dan wanita. Pada
orang yang mempunyai faktor atopi, onset dapat terjadi lebih lebih cepat (rata-rata
19 tahun) dibandingkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat atopi (rata-rata
48 tahun). (2)
Etiopatogenesis
Penyebab pasti dari prurigo nodularis belum diketahui. Penyakit ini
berhubungan dengan riwayat atopi (sebanyak 65-80%), dan penyebab sistemik
lain

yang

dapat

hipertiroid/hipotiroid,

menyebabkan
ganguan

gatal,

fungsi

mencakup
hati,

insufisiensi

penyakit

HIV

renal,
(Human

Immunodeficiency virus), infeksi parasit, atau keganasan. Prurigo nodularis sering


timbul bersamaan dengan likenifikasi dan xerosis. (1,2)
Faktor lingkungan juga dapat mencetuskan rasa gatal, seperti cuaca panas
dan keringat. Di samping itu, stress emosional juga berhubungan dengan prurigo
nodularis, meskipun sulit memastikan apakah stress tersebut merupakan sebab
atau akibat dari prurigo nodularis. Suatu penelitian menyebutkan, sebanyak 50%
dari 46 pasien yang menderita prurigo nodularis memiliki riwayat depresi,
anxietas, maupun gangguan psikologis yang lain. Keterkaitan faktor emosional ini
belum terlalu jelas, diduga neurotransmiter yang mempengaruhi emosi seperti
dopamin dan serotonin dapat memodulasi persepsi gatal melalui saraf spinal. Pada
20% kasus, gigitan serangga menjadi faktor pemicu timbulnya prurigo nodularis.
(1,2)

Peningkatan ekspresi faktor pertumbuhan saraf pada prurigo nodularis dapat


menyebabkan hiperplasia neural. Faktor pertumbuhan saraf dihasilkan oleh sel
mast, dimana jumlah sel mast meningkat pada kasus ini. Terjadi peningkaan
ekspresi dari neuropeptida, seperti calcitonin gene-related peptide dan substansi P.
Hal ini akan memicu inflamasi dan rasa gatal. (2)
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dapat berupa gatal yang hebat, dan pada pemeriksaan

fisik dijumpai nodul yang padat dengan ukuran bervariasi dengan diameter 0,5-3
cm. Selain itu, dapat ditemukan hiperkeratosis dan ekskoriasi. Pada dasarnya, lesi
dapat dijumpai di area mana saja yang dapat dijangkau oleh pasien. Pada
kebanyakan kasus, lesi umumnya dijumpai di daerah ekstremitas, khususnya
bagian ekstensor. Abdomen dan sacrum juga sering terkena. Wajah dan telapak
tangan merupakan daerah yang jarang dijumpai lesi. Jumlah nodul bisa sedikit
atau melebihi 100 nodul. (2)
Pada pasien tanpa riwayat atopi, tanda-tanda adanya penyakit sistemik juga
dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik, seperti limfadenopati.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap penting dilakukan pada pasien
yang dicurigai memiliki penyakit sistemik lain. Perlu dinilai fungsi hati, fungsi
ginjal, maupun fungsi tiroid. (2)
Gambaran histopatologi pada prurigo nodularis akan memperlihatkan: (2)
1.
2.

Penebalan epidermis. Tampak hiperkeratosis, hipergranulosis, dan akantosis.


Penebalan stratum papilaris yang terdiri atas kumpulan serat kolagen kasar,

yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan kulit.


3. Sebukan sel radang sekitar pembuluh darah, terdiri atas limfosit, histiosit,
dan eosinofil.
4. Penebalan serabut saraf kulit.
Komplikasi
Gatal yang hebat dapat menyebabkan gangguan pola tidur pada pasien. (2)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding: Prurigo nodularis, Liken Palnus Hipertrofi, Perforating
disorder, dan multiple keratoacanthoma.

Tabel 1Diagnosis Banding Prurigo nodularis

Diagnosis

Bentuk Lesi

Gambaran Lesi

Prurigo

Tampak
nodul
hiperpigmentasi
dengan
jumlah multipel, biasanya
terdapat di daerah ektremitas
bagian ekstensor. Proses
penggarukan
dapat
menimbulkan ekskoriasi.

nodularis

Liken

Tampak papul dan nodul


hiperpigmentasi. Lesi dapat
berwarna keunguan atau
merah kecoklatan. Dapat
timbul
plak
dan
hiperkeratosis.
Sering
muncul
di
daerah
ekstremitas, terutama daerah
tulang kering dan sendi
interfalangeal.

Planus
Hipertrofi

Skabies

Tampak
papul
hiperpigmentasi
dengan
lubang keratin di bagian
sentral yang berwarna putih.
Biasa terjadi di ekstremitas.

Multiple

Tampak nodul erithematous


tersusun annular, dengan
kawah di bagian central yang
berisi keratin. Terjadi di area
tubuh yang sering terpapar
sinar matahari seperti wajah,
lengan bawah dan punggung
tangan.

keratoAcanthoma

Tatalaksana
4

Tatalaksana prurigo nodularis serupa dengan tatalaksana dermatitis atopik.


Prinsip pengobatannya secara farmakologis dan nonfarmakologis pada prurigo
prurigo nodularis adalah merusak siklus gatal, garukan, gosokkan serta goresan. (3)
a.

Terapi Non-farmakologis
Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah hindari garukan, gosokkan

ataupun goresan pada area lesi, menjaga kuku agar tetap pendek, serta
menghindari stress emosional yang berlebih. (2,3)
b.

Terapi Farmakologi
Prinsip farmakoterapi prurigo nodularis adalah merusak siklus gatal,

garukan, gosokkan serta goresan. Pengobatan yang diberikan dapat berupa terapi
kortikosteroid oral, topikal dan intralesi untuk mengurangi proses inflamasi.
Kortikosteroid yang diberikan potensi sedang sampai dengan potensi tinggi,
sedangkan mentol, phenol, pramoxine, capsaicin cream, vitamin D-3 oint, dan
anastesi topikal digunakan sebagai antipruritus. Steroid intralesi yang dapat
diberikan berupa triamsinolon asetonid. Pemberian antihistamin, opiate antagonis
juga biasa digunakan pada pengobatan prurigo nodularis. Pemberian emolien juga
penting pada prurigo nodularis. Selective serotonin re-uptake inhibitor bisa
diberikan pada pasien dengan gangguan kompulsif. (2,3,4)
Antiinflamasi
Kortikosteroid topikal dan senyawa tar termasuk kedalam golongan
antiinflamasi

pada

dermatofarmakologi.

Sediaan

kortikosteroid

memiliki

pengelompokkan tersendiri menurut efikasi relatifnya. Terbagi menjadi 7


golongan kortikosteroid berdasarkan potensi efek kerjanya. (5)
(TABEL)
Terbatasnya penetrasi kortikosteroid topikal dapat diatasi dalam beberapa
keadaan klinis dengan suntikan kortiosteroid intralesi yang relatif tidak larut,
seperti triamsinolon asetonid, triamsinolon diasetat, triamsinolon heksasetonid,
dan betametason asetat-fosfat. Obat ini akan menetap dalam lesi setelah
disuntikkan hingga 3-4 minggu, sehingga bentuk terapi ini sering efektif untuk
lesi yang umumnya tidak responsif terhadap kortikosteroid topikal. (5)
Keratolitik dan agen Destruktif

Asam salisilat merupakan salah satu agen keratolitik yang digunakan


dalam terapi dermatologik. Asam salisilat dapat melarutkan protein permukaan sel
yang menjaga keutuhan stratum korrneum sehingga menyebabkan deskuamasi
debris keratotik. Asam salisilat ini bersifat keratolitik dalam konsentrasi 3-6%,
jika konsentrasi lebih besar dari 6% , asam salisilat ini dapat menghancurkan
jaringan. (5)
Agen antipruritik
Doksepin dan pramoksin merupakan golongan obat antipruritik. Doksepin
hidroklorida 5% krim dapat memberikan aktivitas antipruritik yang nyata bila
digunakan dalam terapi pruritus akibat dermatitis atopik atau liken simpleks
kronik. Pemberian topikal krem ini harus dilakukan empat kali sehari selama 8
hari. (5)
Primoksid hidroklorida merupakan anastetik topikl yang dapat secara
sementara meredkan pruritus yang diakibatkan oleh dermatosis ekzematosa
ringan. Pramoksin tersedia dalam bentuk krem, losion, atau gel 1% dan dalam
kombinasi dengan hidrokortison asetat. Pemberian di daerah lesi bisa digunakan
dua hingga empat kali dalam sehari. (5)
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn. F

Umur

: 30 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: wiraswasta

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Kuta Alam

No. RM

: 0-96-35-58

Tanggal Pemeriksaan : 18 Maret 2015


Anamnesis

a. Keluhan utama
Bentol-bentol di tangan kanan dan kaki kiri
b. Keluhan tambahan
Kulit kering
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan kehitaman di tangan kanan
dan kaki kirinya sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya hanya timbul gatal lalu diikuti
timbul bentol-bentol yang sangat gatal. Untuk mengurangi gatalnya pasien
menggaruk tangan dan kakinya sehingga beberapa bentolan terkelupas dan
berdarah. Pasien mengaku rasa gatal tersebut timbul setelah pasien menjalani cuci
darah sejak 1 tahun yang lalu. Saat ini keluhan gatal sudah mulai berkurang.
Pasien juga mengeluh kulitnya menjadi lebih kering. Riwayat tersengat serangga
disangkal oleh pasien. Pasien mengalami hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
d. Riwayat penyakit dahulu
- Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumya.
- Pasien mengalami gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu dan telah
menjalani cuci darah sejak 1 tahun yang lalu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama seperti pasien.
Riwayat alergi pada keluarga disangkal.
d. Riwayat penggunaan obat
Pasien sudah menggunakan salap Gentamicin selama 1 bulan terakhir.
g. Riwayat kebiasaan sosial
Pasien merupakan seorang konsultan di bagian pekerjaan konstruksi, sehari
hari menggunakan sandal saat bekerja. Mandi dua kali sehari.
Pemeriksaan Tanda Vital
Status Generalisata
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Laju nadi

: 90 kali/menit
7

Laju pernapasan

: 23 kali/menit

Suhu tubuh

: 36,7oC

Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis:
Regio

: Ekstremitas superior dekstra dan ekstremitas inferior sinistra

Efloresensi

: Tampak papul dan nodul di atas permukaan yang hiperpigmentasi,


jumlah multipel, di beberapa tempat dijumpai krusta kehitaman,
ekskoriasi dan skuama. Distribusi generalisata.

Gambar 1. Gambaran lesi pada tangan dan kaki

Diagnosis Banding
1. Prurigo Nodularis
2. Liken Planus Hipertrofi
3. Skabies

Planning Diagnosis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
sebagai berikut:

Histopatologi (tidak dilakukan). Diharapkan dijumpai hipergranulosis dan


akantosis

Pemeriksaan kerokan kulit (tidak dilakukan)

Resume
Pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan timbul benjol kehitaman
di tangan kanan dan kaki kirinya sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya hanya timbul
rasa gatal lalu diikuti timbul benjol yang sangat gatal. Rasa gatal tersebut timbul
setelah pasien menjalani cuci darah sejak 1 tahun yang lalu. Pasien. Pemeriksaan
fisik kulit di regio ekstremitas superior dekstra dan ekstremitas inferior sinistra,
ditemukan papul dan nodul di atas permukaan yang hiperpigmentasi, jumlah
multipel, di beberapa tempat dijumpai krusta kehitaman, ekskoriasi dan skuama.
Distribusi generalisata. Saat ini pasien menggunakan salap gentamicin.
Diagnosis Klinis
Prurigo nodularis
Tatalaksana
a. Farmakologis
10

Topikal:

Thiamphenicol 2% + Desoximetasone (oles pagi)


As. Salisilat 3% + Vas. Albumin + Clobetasol Propionate 10 gr cream

(oles malam)
Tupepe cream (oles sore)

b. Edukasi
1. Hindari garukan, goresan serta gosokan pada daerah lesi
Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

11

Diskusi Kasus
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 30 tahun di poliklinik kulit dan
kelamin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 18 Maret 2015
dengan keluhan timbul bentol-bentol kehitaman di tangan kanan dan kaki kirinya
sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya hanya timbul gatal lalu diikuti timbul bentolbentol yang sangat gatal. Untuk mengurangi gatalnya pasien menggaruk tangan
dan kakinya sehingga beberapa bentol terkelupas dan berdarah. Pasien mengaku
rasa gatal tersebut timbul setelah pasien menjalani cuci darah sejak 1 tahun yang
lalu. Saat ini keluhan gatal sudah mulai berkurang. Pasien juga mengeluh kulitnya
menjadi lebih kering. Riwayat tersengat serangga disangkal oleh pasien. Pasien
memiliki riwayat alergi terhadap ikan tongkol. Riwayat alergi pada keluarga
disangkal.
Pada anamnesis diketahui usia pasien saat ini adalah 30 tahun. Sesuai
dengan teori, bahwa Prurigo nodularis dapat menyerang berbagai kalangan usia,
namun paling sering menyerang usia dewasa. (3)
Pada anamnesis pasien awalnya mengeluh gatal yang diikuti dengan
munculnya bentol-bentol yang sangat gatal. Untuk mengurangi rasa gatal pasien
menggaruk bentol bentol tersebut sehingga terkelupas dan berdarah. Sesuai
dengan teori bahwa pada pasien dengan prurigo nodularis, papul dan nodul yag
muncul di kulit tersa sangat gatal, kemudian pasien akan terus menerus
menggaruk pada lesi tersebut sehingga menimbulkan erosi dan ekskoriasi kullit.

(4)

(6) (7)

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien didiagnosa gagal ginjal kronik


keluhan muncul ketika pasien rutin melakukan cuci darah sejak 1 tahun yang lalu.

12

Keluhan utama berupa rasa gatal disertai bentolan pada kulit yang kemudian
meluas dan terbentuk luka akibat garukan serta kulit menjadi kehitaman dan
kering. Sesuai dengan teori bahwa pada pasien dengan chronic renal failure dan
rutin melakukan hemodialisa mengalami berbagai macam

manifestasi klinis

seperti gatal, xerosis kulit, dermatosis bulosa, penyakit penyerta, infeksi bakteri
dan prurigo. Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa pasien dengan gagal ginjal
kronik memiliki rasa gatal yang sangat berat diseluruh tubuh sehingga penderita
memiliki kecenderungan untuk menggaruk berulang kali pada tempat lesi. Selain
itu peran penting AGE (Advanced Glycation End product) yang terakumulasi pada
pasien gagal ginjal beraitan erat dengan penyakit kulit. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan CML dan pentosidine di dalam plasma yang sangat signifikan
dibandingkan pada pasien yang sehat. (8)
Pada gagal ginjal kronik, terjadi ketidakseimbangan antara fungsi
eksresi,endokrin

dan

metabolisme

tubuh

yang

menyebabkan

terjadinya

manifestasi sinrom uremia. Beberapa keluhan yang sering dirasakan pasien


dengan gagal ginjal kronik diantaranya xerosis, pruritus, hiperpigmentasi kulit,
lesi oral, perubahan kuku dan rambut. Xerosis atau kulit kering terjadi karena
penurunan dari ukuran dan fungsi kelenjar keringat, pemberian diuretik dosis
tinggi dan perubahan pada metabolisme vitamin A. Pruritus bisa disebabkan oleh
beberapa hal yaitu kulit kering, dialisis yang inadekuat, anemia, neuropati perifer,
toksin uremia dan secondary hyperparathyroidism. Gangguan pigmentasi kulit
yang biasa terjadi adalah hiperpigmentasi kulit. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan retensi kromogen dan peningkatan melanogenesis di epidermis
sehingga mengganggu hormon stimulasi melanosit di ginjal. (9)
Pemeriksaan fisik pada regio ekstremitas superior dextra dan ekstremias
inferior sinistra tampak papul diatas permukaan hiperpigmentasi dengan jumlah
multiple distribusi generalisata serta terdapat ekskoriasi, krusa kehitaman dan
skuama. Sesuai dengan teori bahwa tempat predileksi prurigo nodularis adalah
didaerah eksensor ekstremitas superior maupun inferior, daerah lumbosakral, dan
punggung tangan/.

(10,4)

Lesi yang tampak berupa eritema pada kulit dan papul

dengan bentuk kubah disertai dengan vesikel yang sangat kecil diatasnya. Vesikel
ini akan pecah akibat garukan sehingga menyebabkan ekskoriasi.gambaran

13

hiperpigmentasi ataupun hipopigmentasi menunjukkan proses kronik pasca


inflamasi. (4)
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.Berdasarkan teori
pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi yang
didapatkan hiperplasia epidermal, penipisan papila dermis karena pappilomatosis
dan peningkatan vaskularisasi di papila dermis. (10,4)
Pasien mendapatkan terapi topikal Thiamphenicol 2% + Desoximetasone,
As. Salisilat 3% + Vas. Albumin + Clobetasol Propionate 10 gr cream, dan
Tupepe cream. Berdasarakan teori, prurigo nodularis ditatalaksana sesuai dengan
progresifitas penyakit. Prinsip farmakoterapi prurigo nodularis adalah merusak
siklus gatal, garukan, gosokkan serta goresan. Pengobatan yang diberikan dapat
berupa terapi kortikosteroid oral, topikal dan intralesi untuk mengurangi proses
inflamasi, sedangkan mentol, phenol, pramoxine, capsaicin cream, vitamin D-3
oint, dan anastesi topikal digunakan sebagai antipruritus.Pemberian antihistamin,
opiate antagonis juga biasa digunakan pada pengobatan prurigo nodularis. (3)
Asam salisilat digunakan sebagai bahan keratolitik. Zat ini juga berperan
sebagai bahan aktif utama dalam berbagai produk topikal. Sediaannya bervariasi
dengan konsentrasi 0,5%-60% dan kerap menjadi bahan kombinasi dengan zat
aktif lain untuk meningkatkan penetrasi dan aktivitas zat aktif tersebut. Asam
salisilat memiliki sifat sukar larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak.
(11)

Desoximetasone diberikan sebagai antiinflamasi topikal yang termasuk


kedalam

golongan

kortikosteroid

potensi

tinggi.

Sedangkan

Clobetasol

Propionate diberikan sebagai antiinflamasi topikal yang termasuk kedalam


golongan kortikosteroid potensi sangat tinggi.
.Pemberian antibiotik topikal berguna dalam mencegah timbulnya infeksi
pada luka bersih, terapi awal pada dermatosis dan luka yang terinfeksi.

(5)

Pada

pasien yang menjalani hemodialisa sangat rentan terjadinya infeksi dan kuman
yang paing sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus.

(9)

Tiampenikol termasuk kedalam golongan golongan kloramfenikol yang bekerja


sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik berspektrum luas terhadap bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif, baik aerob maupun anaerob. (12)

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In Burns
TBSCNGC. Rook`s Textbook of Dermatology. 8th ed. London: WileyBlackwell; 2010. p. 23.1-23.51.
2. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/prurigo
nodularis. In Wollf K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell J. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th ed. New
York: McGraw-Hill; 2008. p. 160-162.
3. Hogan DJ. Medscape. [Online].; 2014 [cited 2015 March 28.
Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/1088032-overview.
4. Habif , P T, Campbell JL, Chapman MS, Dinulos JGH, Zug KA. Skin
Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed. China: Elsevier Saunders;
2011.
5. Robetson DB, Maibach HI. Farmakologi Dermatologik. In Nirmala
WK, editor. Farmakologi Dasar dan Klinik. 10th ed. Jakarta: EGC;
2010. p. 1040-45.
6. Taefehnoroz H, Trucetet F, Barbaud A. Efficacy of Thalidomide in The
Treatment of Prurigo Nodularis. Acta Dermato-Venereologica. 2011
May; 91.
7. Spring P, Gschwind I, Gilliet M. Prurigo Nodularis; Retrospective

15

study of 13 cases managed with Methotrexate. Prurigo Nodularis.


2014 January: p. 468-473.
8. Fujimoto N, Tajima S. Advanced glycation end product (AGE)immunoreactive materials in chronic prurigo patients receiving a
long-standing haemodialysis. British Journal of Dermatology. 2004
October; 150(10): p. 757-760.
9. Mirza R, Wahid Z, Talat H. Dermatological Manifestations in Chronic
Renal Failure Patients on Haemodialysis. Journal of Liaquat
University of Medical and Health Sciences. 2012 January; 11(1): p.
24-27.
10 Bhatia K, Kataria R. Unilateral prurigo nodularis ; a rare
. presentation. International Journal of Research in Medical Sciences.
2014 August; 2(3): p. 1165-1167.
11 Sulistyaningrum SK, Nilasari H, Effendi EH. Penggunaan Asam
. Salisilat dalam Dermatologi. Medical Journal of Indonesia. 2012 Juli;
62(7): p. 277-282.
12 Chambers HF. Tetrasiklin,Makrolida, Klindamisin, Kloramfenikol, dan
. Streptogramin. In Nirmala WK, editor. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Jakarta: EGC; 2010. p. 775.

16

Anda mungkin juga menyukai