Anda di halaman 1dari 8

NEURODERMATITIS

A. DEFINISI
Neurodermatitis atau liken simpleks kronikus (LSK) adalah peradangan kulit kronis, gatal,
sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi)
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
rangsangan pruritogenik. Oleh karena itu, proses likenifikasi sering dijumpai pada individu
dengan riwayat atopik, karena kelompok tersebut mempunyai ambang rasa gatal yang relatif
lebih rendah. 1,2
B. EPIDEMIOLOGI
Semua kelompok umur mulai dari anak-anak sampai dewasa dapat terkena penyakit ini.
Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering mengalami keluhan neurodermatitis. Namun
pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita neurodermatitis pada onset yang
lebih muda yaitu rata-rata 19 tahun. Sekitar 12% populasi dunia menderita penyakit neurodermatitis.
Secara umum neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, tetapi lebih sering dilaporkan
terjadi pada wanita pada umur pertengahan individu. Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak,
karena neurodermatitis merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi
dan penyakit yang mendasarinya. Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid
lebih sering terkena penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang dikonsumsinya berbeda
dengan ras dan suku bangsa lainnya. 1,3,5,6
C. ETIOLOGI
Penyebab neurodermatitis belum diketahui secara pasti. Namun ada berbagai faktor yang
mendorong terjadinya rasa gatal pada penyakit ini, faktor penyebab dari neurodermatitis dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Faktor Eksterna
1. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi dalam
menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi memudahkan
seseorang berkertingat sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini biasanya menyebabkan
neurodermatitis pada anogenital. 6
2. Gigitan serangga
Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang mengakibatkan
rasa gatal. 1
b. Faktor Interna
1. Dermatitis atopik
Asosiasi antara neurodermatitis dan ganguan atopik telah banyak dilaporkan, sekitar
26 % sampai 75 % pasien dengan dermatitis atopik terkena liken simplek kronikus. 2,4
2. Psikologis
Neurodermatitis adalah penyakit kulit yang berkaitan dengan psikologis. Kelainan
ini terkait dengan berbagai masalah psikologis seperti depresi, ansietas, somatoform,
dan gangguan obsesif kompulsif. 6,8
D. PATOFISIOLOGI
Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang mengakibatkan neurodermatitis.
Anxietas sebagai bagian dari proses patologis dari lesi yang berkembang. Selain anxietas,
berbagai masalah psikologis yang terdapat dalam penderita juga diduga sebagai penyebab dari
neurodermatitis. Telah dirumuskan bahwa neurotransmitter yang mempengaruhi perasaan,
seperti dopamine, serotonin, atau peptide opioid, memodulasikan persepsi gatal melalui
penurunan jalur spinal. Ketegangan emosional pada penderita cenderung mungkin memainkan
peran kunci dalam mendorong sensasi pruritus, mengarahkan untuk menggaruk yang dapat
menjadi reflex dan kebiasaan. Interaksi di antara lesi primer, faktor psikis, dan intensitas pruritus
mempengaruhi tingkat dan keparahan dari neurodermatitis. Selain diduga dipengaruhi oleh
masalah psikis, pasien yang mengalami neurodermatitis juga akan menurunkan kualitas
hidupnya dan membuat masalah psikisnya bertambah berat.
Stimulus untuk perkembangan neurodermatitis adalah pruritus. Pruritus sebagai dasar dari
gangguan kesehatan dapat berhubungan dengan gangguan kulit, proliferasi dari nervus, dan
tekanan emosional. Pruritus yang memegang peranan penting dapat dibagi dalam dua kategori
besar, yaitu pruritus tanpa lesi dan pruritus dengan lesi. Pasien dengan neurodermatitis
mempunyai gangguan metabolik atau gangguan hematologik. Pruritus tanpa kelainan kulit dapat
ditemukan pada penyakit sistemik, misalnya gagal ginjal kronik, obstruksi kelenjar biliaris,
hodgkins lymphoma, polisitemia rubra vera, hipertiroidisme, gluten-sensitive enteropathy dan
infeksi imunodefisiensi. Pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit yang terpenting adalah
dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi dan gigitan serangga. Pada pasien yang memiliki
faktor predisposisi, garukan kronis dapat menimbulkan penebalan dan likenifikasi. Adanya
garukan yang terus menerus diduga karena adanya pelepasan mediator dan aktivitas enzim
proteolitik, walaupun stress juga mempengaruhi. 1,5,6,8
E. KLINIS
Manifestasi Klinis
Keluhan utama ialah gatal berulang. Pasien akan mengeluh gatal yang hilang timbul
terutama saat sore hari. Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada waktu tidak
sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk; setelah
luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan rasa nyeri). Lesi
biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edema, lambat laun edema dan
eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi;
sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi
juga oleh lokasi dan lamanya lesi akibat digaruk. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi
yang biasa ditemukan adalah di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis,
vulva, skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki
bagian depan, dan punggung kaki. Selain itu dapat pula neurodermatitis pada bagian konjungtiva
1,7,8,9,15

Gatal juga dapat bertambah pada saat pasien mengalami stress psikologis. Pada pasien
muda, keluhan gatal umumnya kurang dirasakan karena tidak begitu mengganggu aktivitasnya,
akan tetapi keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring bertambahnya usia dan faktor pemicu
stressnya. Kelainan kulit yang terjadi bisa berupa eritem, edema, papul, likenifikasi (bagian yang
menebal), kering, berskuama atau hiperpigmentasi. Ukuran lesi bervariasi, berbatas tidak tegas
dan bentuk umumnya tidak beraturan. Lesi pada setiap individu pasien berbeda. Tidak ada
penjelasan yang tegas mengenai berapa lama lesi pada neurodermatitis terbentuk. Lesi
tergantung dari sering dan lamanya pasien mengalami keluhan gatal dan menggaruknya.
Gambar 1. Gambaran klinis liken simpleks kronis
Pada lesi yang sudah lama, lesi akan tampak berskuama pada bagian tengahnya, terjadi
hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk berubah menjadi kehitaman) pada bagian lesi yang
gatal, bagian eritema dan edema akan menghilang, dan batas lesi dengan bagian kulit normal
semakin tidak jelas. 1,7,8,9
Diagnosis
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan neurodermatitis mengeluh merasa gatal pada
satu daerah atau lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi.
Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan
kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang
beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul intermiten.
Pemeriksaan fisis menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi
1,10
likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis LSK antara
lain 1:
1. Pemeriksaan dengan KOH 10%.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya jamur pada kulit
pasien.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami
lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya
ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari
bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam
atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki
indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang
dikenal dengan hifa.
2. Tes tempel
Tes tempel dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan dermatitis kontak alergi sebagai
faktor yang mendasari terjadinya LSK.
3. Pemeriksaan histopatologi

Gambar 2. Gambaran histopatologi dari LSK


Pada pemeriksaan penunjang histopatologi didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area
yang parakeratosis, akantosis dengan pemanjangan rate ridges yang irregular,
hipergranulosis dan perluasan dari papil dermis. 1

G. TATALAKSANA
Penatalaksanaan dari neurodermatitis secara primer adalah untuk mengurangi pruritus dan
meminimalkan lesi yang ada dan menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan
menggosok secara terus-menerus. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memotong
kuku pasien, memberikan kortikosteroid antipruritus, glukokortikoid topikal atau intralesional,
atau produk-produk tar, konsultasi psikiatrik, dan mengobati pasien dengan cryoterapi,
cyproheptadine, atau capsaicin. Selain itu perlu adanya penanganan dalam masalah psikis
1,10,11
pasien, seperti psikoterapi, terapi kognitif, dan terapi behavior.
a. Steroid topical
Pengobatan pilihan karena dapat mengurangi peradangan dan gatal serta perlahan-lahan
menghaluskan hiperkeratosisnya. Karena lesinya kronik, Pentalaksanaannya biasanya
lama. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi sedang dapat digunakan untuk
mengobati inflamasi akut. Tidak direkomendasikan untuk kulit yang tipis (vulva,
skrotum, axilla dan wajah). Steroid potensi kuat digunakan selama 3 minggu pada area
kulit yang lebih tebal. Contojnya Clobetasol , Betamethasone dipropionate cream 0,05%,
dan Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 %. 7,13,14
b. Antihistamin
Obat oral dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan histamin secara
endogen. Gatal berkurang, pasien merasa tenang atau sedatif dan merangsang untuk tidur.
Contohnya Dipenhidramin, Cholorpheniramine, Hidroxyzine, Klonazepam, dan
Cetirizin.1
c. Agen imunosupresor
Tacrolimus, Obat dari kelas ini lebih mahal dari kortikosteroid topikal. Terdapat dalam
bentuk ointment dalam konsentrasi 0.03% dan 0.1%. indikasi apabila pilihan terapi yang
lain tidak berhasil, selain itu dapat diteleransi kulit yang tipis seperti skrotum, efektif, dan
aman 13
H. PROGNOSIS
Prognosis baik apabila rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan
pigmentasi dapat diatasi. Kekambuhan dapat terjadi bila terdapat tekanan emosional yang
menyebabkan stress atau masalah psikis tidak teratasi dengan baik. Pengobatan untuk
pencegahan pada stadium awal dapat membantu mengurangi proses likenifikasi. Biasanya
prognosis berbeda-beda, tergantung dari kondisi pasien. Prognosis lebih buruk apabila ada
gangguan psikologis atau penyakit lain yang menyertai. Neurodermatitis dapat menjadi lesi yang
persisten dan bersifat berulang. Eksaserbasi dapat terjadi bila dipicu adanya respon terhadap
stres emosional.14
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Suria. 2010. Neurodermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
kelima. Jakarta: FKUI. h. 147-148.
2. Koch Robert. 2012. Neurodermatitits. Federal health reporting
3. Holden AC,Berth-jones J. in : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Editors. Rooks
textbook of dermatology ; Eczema, prurigo, lichenification, and erithroderma.7th.Italy :
Blackwell scienc:2004.P. 1741-1743
4. Giannotti B, Haneke E. Eczema. 1995. A practical guide to differential diagnosis and
therapeutic management. Chester: Adis International Limited.
5. Koenig TW, Jones SG, Rencie A,Tausk FA.Noncutaneous manifestations of
skin.In:Freedberg IM,Eisen AZ,Wolff K,Austen KF, Goldsmith LA, KATZ
SC,editors.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8thed. New York : Mc Graw Hill
2012.p.158-162
6. Jin-Gang A,, Yan-Ting Liu, Sheng-Xiang Xiao, Jun-Min Wang, Song-Mei Geng, dan Ying-
Ying Dong. 2013. Quality Of Life of Patients with Neurodermatitis. International Journal of
Medical Sciences. 10(5):593-598.
7. R Rajalakshmi, Devinder Mohan Thappa, Telanseri J Jaisankar, Amiya Kumar Nath. 2011.
Lichen simplex chronicus of anogenital region: A clinico-etiological study. Indian Journal
of Dermatology, Venereology, and Leprology. 77 : 28-37.
8. Brufau R.M, Berna JC, Andreo AR, Redondo CB, dan Gras RL. 2010. Personality
differences between patiens with lichen simplex chronicus and normal population: A study
of pruritus. Eur J Dermatol. 20 (3): 359-363.
9. Siregar. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Dua. Jakarta: EGC. 26.
10. Wolff Klauss. 2009. Lichen Simplex Chronicus. Dalam: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology 6th Edition. New York: McGraw Hill Medical: p. 42-43.
11. Philip D Shenefelt. 2010. Psychological interventions in the management of common skin
conditions. Psychology Research and Behavior Management. 3: 51–63.
12. Ariyanti P dan Suyoso S. 2011. Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek
Kronikus. Fakultas Airlangga. 122-129
13. Tan ES, Tan AS, dan Tey HL. 2014. Effective treatment of scrotal lichen simplex chronicus
with 0.1% tacrolimus ointment: anobservational study. European Academy of Dermatology
and Venereology.
14. Adyani, DN. 2016. Penatalaksanaan dan Edukasi Pada Pasien dengan Neurodermatitis. J
Medula Unila. 3: 115-120.
15. Potter AH, dkk. 2013. Lichen Simplex Chronicus of the Conjunctiva. JAMA Ophthalmol.
131(6): 816–818

Anda mungkin juga menyukai