Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

DERMATITIS NUMULARIS
ICD 10 (L30.0)

Oleh :
APRIL LUSI TRININGSIH
I11109017

Pembimbing Klinik :
dr. Herni, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
SMF DERMATOVENEROLOGY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019

0
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Dermatitis Numularis

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Dermatovenereology

Pontianak, Juli 2019

Pembimbing Disusun oleh

dr. Herni, Sp. KK April Lusi Triningsih

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia karena terletak pada sisi
terluar mausia sehingga memudahkan pengamatan baik dalam kondisi normal
ataupun sakit. Kulit sebagai organ dapat mengalami infeksi maupun inflamasi.
Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap pengaruh
faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi)
dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan
mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.1
Terdapat berbagai macam dermatitis seperti dermatitis kontak, dermatitis
atopik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dan dermatitis stasis.
Dermatitis numularis (DN) atau discoid eczema merupakan dermatitis dengan
gambaran klinis plak eksematous, berbentuk koin, batas tegas, terdapat papul dan
vesikel di bagian atasnya, dengan ekskoriasi dan impetiginized.1,2 DN sering
disertai rasa gatal sedang sampai berat terutama pada fase akut dan kadang-kadang
rasa panas. Daerah predisposisi pada ekstremitas bawah (pria), ekstremitas atas
terutama bagian dorsal tangan (wanita) dan badan. Wujud kelainan kulit cenderung
meluas secara simetris.3
Dermatitis numularis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak-
anak, dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1.
Insidensi DN meningkat pada usia 55-65 tahun pada kedua jenis kelamin, dan 15-
25 tahun pada wanita. Prevalensi DN yang merupakan satu bentuk eksem endogen
semakin meningkat pada 3 dekade terakhir dan berbeda antara satu daerah dengan
daerah yang lain. Insidensi DN di Amerika Serikat sekitar 2 per 1000 penduduk,
sedangkan frekuensi DN di sebuah klinik di Arab Saudi 25,7% dari seluruh
dermatitis atau urutan ke-2 setelah dermatitis atopik yakni sebanyak 315 kasus
(25,7%) dari 1224 kasus. Prevalensi dermatitis numularis di Inggris adalah 2%
selama 27 tahun. Data prevalensi dan insidensi dermatitis numularis di Indonesia

2
belum diketahui dengan pasti. Insidensi dermatitis numularis di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP DR Sardjito Yogyakarta pada tahun 2010 dan 2011 berturut-turut
adalah 2,53% dan 2,33%. Sedangkan frekuensi kasus DN di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSCM Divisi Dermatologi Umum pada tahun 2012-2013 didapatkan
sebanyak 3,3% dan di divisi Dermatologi Pediatrik didapatkan sebanyak 5,1%.1,2
Penyebab DN yang sebenarnya belum diketahui, namun terdapat beberapa
hipotesis yang diajukan sebagai faktor penyebab. Kolonisasi bakterial
(Staphylococci) dan micrococci, dermatitis kontak terhadap nikel, khromat dan
kobalt, trauma fisik maupun khemis, lingkungan (kelembaban yang rendah, udara
panas), infeksi sebelumnya, efek samping obat dan keadaan hidrasi kulit serta stress
emosional berhubungan dengan timbulnya maupun kambuhnya DN. 1,2,4,5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Dermatitis numularis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis,
ditandai dengan lesi membentuk plak berbentuk mata uang (koin) atau agak
lonjong, berbatas tegas, sangat gatal, dengan efloresensi berupa
papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga membasah (oozing),
skuama dan krusta.1,2,6

2.2.EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan
lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Usia
puncak awitan pada kedua jenis kelamin berkisar antara 50-65 tahun. Pada
perempuan, terdapat usia puncak kedua, yaitu terjadi pada usia 15-25 tahun.
Dermatitis numularis jarang ditemukan pada bayi dan anak. Kalaupun
ditemukan, usia puncak awitan pada anak-anak adalah 5 tahun. Di poliklinik
Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM Divisi Dermatologi Umum pada tahun
2012-2013, didapatkan prevalensi dermatitis numularis sebanyak 3,3% dan
di Divisi Dermatologi Pediatrik didapatkan sebanyak 5,1%.1,2

2.3.ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui. Sebagian besar
pasien dermatitis numularis tidak memiliki riwayat atopi, baik pada diri
maupun keluarga, walaupun plak numular dapat ditemukan pada dermatitis
atopik. Berbagai faktor diduga turut berperan dalam kelainan ini. Pada
pasien berusia lanjut dengan dermatitis numularis didapatkan kelembaban
kulit yang menurun. Suatu studi menemukan fokus infeksi internal, meliputi
infeksi gigi, saluran nafas atas, dan saluran nafas bawah pada 68% pasien
dermatitis numularis. Didapatkan titer antibodi antistreptolisin (ASTO)
meningkat pada pasien dermatitis numularis dibandingkan kelompok
kontrol. Peranan alergen lingkungan, misalnya tungau debu rumah dan

4
Candida albicans, juga telah diteliti. Dermatitis numularis dilaporkan
terjadi pada pasien yang mendapat terapi isotretinoin dan emas. Dermatitis
numularis generalisata pernah ditemukan pada pasien hepatitis C yang
mendapat pengobatan kombinasi interferon-α 2b dan ribavirin. Tambalan
gigi yang berasal dari merkuri pernah dilaporkan sebagai penyebab
dermatitis kontak alergi dan iritan, serta konflik emosional juga diduga
menjadi penyebab kelainan ini.1,2

2.4.GAMBARAN KLINIS
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang
bervariasi dari ringan sampai berat terutama pada fase akut. Lesi akut
berupa plak eritematosa berbentuk koin dengan batas tegas yang terbentuk
dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens. Lambat laun vesikel pecah
dan terjadi eksudasi berbentuk pinpoint. Selanjutnya eksudat mengering dan
menjadi krusta kekuningan. Pada tepi plak dapat muncul lesi
papulovesikular kecil yang kemudian berkonfluens dengan plak tersebut
sehingga lesi meluas. Diameter plak biasanya berukuran 1-3 cm, walaupun
jarang, lesi dengan diameter 10 cm pernah dilaporkan. Kulit disekitar lesi
biasanya normal, namun bisa juga kering. Penyembuhan dimulai dari tengah
membentuk gambaran anular. Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik
berupa plak dengan skuama dan likenifikasi.1,2

5
Gambar 2.1. Lesi yang khas berbentuk koin pada dermatitis numular7,8

Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris. Distribusi lesi yang klasik adalah pada
aspek ekstensor ekstremitas. Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk
punggung tangan lebih sering terkena. Selain itu, kelainan dapat pula
ditemukan pada badan. Lesi dapat muncul setelah trauma (fenomena
Koebner).1,2

6
Sel mast ditemukan berdekatan dengan serabut saraf pada lesi. Selain
itu ditemukan pula neuropeptida substance P (SP) dan calcitonin gene-
related peptide (CGRP) yang meningkat pada lesi. Sel mast dapat
menyebabkan inflamasi neurogenik melalui aktivasii oleh SP dan CGRP.
Peningkatan SP/CGRP dalam epidermis lesi dermatitis numularis dapat
menstimulasi keratinosit untuk melepaskan sitokin yang mempengaruhi
berbagai sel sehingga inflamasi meningkat.1,2

2.5.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Histopatologi
Perubahan histopatologi yang ditemukan bergantung pada fase
lesi saat biopsi dilakukan. Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel
intraepidermal, serta sebukan sel radang limfosit dan makrofag di
sekitar pembuluh darah. Pada lesi sub akut, terdapat parakeratosis,
scale-crust, hiperplasi epidermal, dan spongiosis epidermis. Selain itu
ditemukan pula sel infiltrat campuran di dermis. Pada lesi kronik
didapatkan hiperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini menyerupai
liken simpleks kronik.1,2

Gambaran 2.2 Gambaran histopatologi Dermatitis Numularis7

7
2) Pemeriksaan laboratorium
Tes tempel dapat berguna pada kasus kronik yang rekalsitran
terhadap terapi. Tes ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya dermatitis kontak. Pada suatu laporan di India, dari 50 pasien
dermatitis numularis, didapatkan hasil tes tempel yang positif pada
setengah jumlah pasien yang diteliti. Hasil tes tempel yang didapatkan
positif terhadap colophony, nitrofurazon, neomisin sulfat, dan nikel
sulfat. Kadar imunoglobulin E dalam darah dilaporkan normal.1,2

2.6.DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.1,2

2.7.DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosa banding antara lain adalah dermatitis kontak alergi,
dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis statis, psoriasis,
impetigo, tinea korporis dan dermatomikosis. Jika diperlukan, kultur jamur
dan biopsi dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding.1,2

2.8.KOMPLIKASI
Komplikasi dermatitis numularis adalah infeksi sekunder oleh bakteri.1,2

2.9.TATALAKSANA
Penyebab atau faktor yang memicu timbulnya dermatitis numularis
sedapat mungkin diidentifikasi. Pasien disarankan untuk menghindari suhu
ekstrim, penggunaan sabun berlebihan, dan penggunaan bahan wol atau
bahan lain yang dapat menyebabkan iritasi. Bila kulit kering, sebaiknya
diberi pelembab atau emolien. Terapi lini pertama untuk dermatitis
numularis adalah kortikosteroid potensi menengah hingga kuat dengan
vehikulum krim atau salap. Untuk lesi kronik vehikulum salap lebih efektif
dan terkadang perlu dilakukan oklusi. Selain itu dapat pula diberikan
preparat ter (liquor carbonis detergens 5-10%) atau calcineurin inhibitor,

8
misalnya takrolimus atau pimekrolimus. Bila lesi masih eksudatif,
sebaiknya dikompres dahulu, misalnya dengan solusio permanganas
kalikus. Jika ditemukan infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik.
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan refrakter
terhadap pengobatan. Terapi ini hanya diberikan dalam jangka waktu yang
pendek. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin oral. Untuk lesi luas,
dapat diterapi dengan penyinaran broad atau narrow band ultraviolet B.1,2

2.10. PROGNOSIS
Kelainan ini biasanya menetap selama berbulan-bulan, bersifat
kronik, dan timbul kembali pada tempat yang sama. Dari suatu penelitian,
sejumlah penderita yang diikuti berbagai interval sampai dua tahun, didapati
bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai
tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam pengobatan.1,2

9
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : Nn. AW
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Melayu
Alamat : Jl. RE Martadinata Gg.Pala 3 No.07
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal MRS : 17 Juni 2019

3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Gatal pada betis kanan dan punggung (jari) tangan kiri
2. Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan gatal
yang dirasakan hilang timbul dan dapat muncul kapan saja pada betis
kanan dan punggung (jari) tangan kiri sejak lama (6 bulan). Keluhan
awal berupa gatal dengan benjolan merah kecil berisi cairan jernih,
digaruk lama-kelamaan membesar. Intensitas gatal sama baik pada
pagi, siang maupun malam hari. Gatal mengganggu aktivitas sehari-
hari. Tidak terdapat rasa perih ataupun panas pada daerah tersebut.
Riwayat alergi makanan (+) berupa telur dan ayam
Pasien menyangkal sebelumnya pernah mengalami hal yang
sama. Keluhan dirasakan membaik jika pasien mengonsumsi obat dan
menggunakan salep dari dokter, namun tidak lama kemudian keluhan
kembali muncul. Pasien nengaku tidak terdapat rasa perih ataupun
panas pada area tersebut dan tidak ada riwayat digigit serangga ataupun
binatang lainnya.

10
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat gejala penyakit serupa saat masih anak-anak disangkal
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi makan (+) yaitu telur dan ayam
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit kulit pada keluarga dengan keluhan serupa disangkal.
Riwayat asma keluarga pasien (-)
5. Riwayat Alergi
- Alergi makanan : telur dan ayam
- Alergi obat : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien merupakan seorang pelajar yang tinggal bersama kedua
orangtuanya di perumahan yang tidak terlalu padat.
7. Riwayat Kebiasaan
- Pasien menggaruk-garuk daerah yang merah tersebut untuk
mengurangi gatal
- Pasien mandi 2 kali/hari menggunakan sabun cair. Pasien mengganti
pakaian setiap hari. Pasien tidak pernah bertukar pakaian/handuk
dengan keluarga ataupun tetangganya.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik tanggal: 17 Juni 2019
1. Status Generalis
KU : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tensi : 110/70 mm Hg
Nadi : 88 kali/menit
Nafas : 20 kali/ menit
Suhu : Tidak diperiksa

11
2. Status Dermatologis
a. Regio Cruris Dextra et Sinistra
Plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat numular, dengan
diameter  3 cm, multiple, disertai skuama putih halus dan krusta
kecokelatan.

b. Regio Dorsum Manus Sinistra


Plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat lentikular dengan
diameter  1 cm, multiple, disertai ekskoriasi dan krusta kecoklatan.

12
3.4. DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis Kontak Alergi
- Lichen Simplex Chronicus
- Dermatitis Atopik
- Tinea Korporis

3.5. PEMERIKSAAN USULAN


Tidak ada

3.6. DIAGNOSIS
Dermatitis Numularis

3.7. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa. Edukasi pada pasien dan keluarga untuk :
- Meningkatkan kualitas hidup, makan-makanan bergizi
- Menghindarkan diri dari alergen, iritan yang telah diketahui
menyebabkan alergi serta memperbaiki kebiasaan hidup.
- Menjaga kelembaban kulit, lesi jangan digaruk.

b. Medikamentosa
 Sistemik
- Antihistamin, Cetirizine 1 x 10 mg
- Metilprednisolone 2 x 8 mg
 Topikal
- Acdat cream 10 gr dan Desoksimethasone cream 30 gr (obat
racikan) dioles 2 x sehari pagi dan malam

3.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Anamnesis yang dilakukan pada Nn. AZ usia 18 tahun didapatkan pasien


dengan keluhan gatal pada betis sebelah kanan dan jari tangan sebelah kiri sejak 6
bulan yang lalu. Keluhan gatal dirasakan hilang timbul dan disertai bercak
kemerahan yang berkelompok pada lokasi tertentu seperti kaki dan tangan. Pasien
mengatakan intensitas gatal sama baik pada pagi, siang maupun malam hari namun
gatal dirasakan semakin berat setelah mengkonsumsi protein seperti telur dan ayam.
Pasien menyangkal sebelumnya pernah mengalami hal yang sama. Keluhan
dirasakan membaik jika pasien mengonsumsi obat kembali dan menggunakan salep
dari dokter, namun tidak lama kemudian keluhan muncul.
Pasien nengaku tidak terdapat rasa perih ataupun panas pada area tersebut dan
tidak ada riwayat digigit serangga ataupun binatang lainnya. Pasien mengaku
memiliki alergi makanan berupa telur dan ayam. Pada pemeriksaan ditemukan
adanya plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat nummular, dengan diameter 
3 cm, multiple disertai skuama putih halus dan krusta kecokelatan di regio Cruris
Dextra et Sinistra dan plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat lenticular
dengan diameter  1 cm, multiple disertai eksoriasi dan krusta kecoklatan di region
Dorsum Manus Sinistra. Berdasarkan penemuan-penemuan ini pasien dapat
dicurigai mengalami dermatitis numularis berdasarkan gambaran klinis. Dermatitis
numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan pada perempuan terdapat
usia puncak awitan kedua yang terjadi pada usia 15-25 tahun. Pasien adalah
perempuan usia 18 tahun, yang termasuk dalam rentang puncak awitan dermatitis
numularis. Keluhan utama pada pasien ini adalah gatal, dimana pada umumnya
penderita dermatitis numularis mengeluh sangat gatal yang bervariasi dari ringan
sampai berat. 1,2
Gambaran lesi yang khas juga membantu dalam menegakkan diagnosa. Pada
dermatitis numularis lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk koin dengan batas
tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens. Diameter
plak biasanya berukuran 1-3 cm, walaupun jarang, lesi dengan diameter 10 cm

14
pernah dilaporkan. Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris. Distribusi lesi yang klasik adalah pada aspek
ekstensor ekstremitas. Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk punggung
tangan lebih sering terkena.1,2 Pada pasien ini ditemukan plak eritematosa berbatas
tegas, bentuk bulat numular, dengan diameter  3 cm, multiple, disertai skuama
putih halus dan krusta kecokelatan di regio Cruris Dextra dan plak eritematosa
berbatas tegas, bentuk bulat lentikular dengan diameter  1 cm, multiple, disertai
ekskoriasi dan krusta kecoklatan di regio Dorsum Manus Sinistra yang menyerupai
gambaran khas dari dermatitis numularis.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah dermatitis kontak alergika, Lichen
Simplex Chronicus, dermatitis atopik dan tinea korporis karena bentuk dari lesinya
yang hampir sama seperti koin, gejala yang hampir mirip, dan memiliki salah satu
faktor predisposisi yang sama yaitu kulit yang kering. Untuk menyingkirkan
diagnosis banding tersebut maka diperlukan anamnesis yang lebih lengkap.

Dermatitis kontak alergika merupakan inflamasi pada kulit akibat mekanisme


imonologik disebabkan kulit terpapar bahan alergen eksogen, sehingga dari
anamnesis akan didapatkan faktor pencetus. Selain itu dermatitis kontak alergi
bersifat akut, yakni beberapa jam setelah terpajan oleh faktor pencetus. Dari
anamnesa tidak didapatkan faktor pencetus berupa barang atau bahan yang kontak
dengan lokasi lesi sehingga dermatitis kontak alergika dapat disingkirkan. Untuk
membantu menyingkirkan diagnosis dermatitis kontak alergika, juga dapat
dilakukan patch test.1,9
Liken simpleks kronik (LSK) merupakan peradangan kulit kronis, gatal, dan
sirkumskrip yang ditandai dengan plak sampai likenifikasi akibat garukan atau
gosokan yang berulang-ulang. Faktor penyebab dari LSK dapat dibagi menjadi dua,
yaitu faktor eksterna (lingkungan, gigitan serangga) dan interna (dermatitis atopi,
psikologis/stress). Gatal pada LSK biasanya paroksismal, terus-menerus atau
sporadik. Penggarukan yang berulang menyebabkan terjadinya likenifikasi, plak
yang berbatas tegas dengan ekskoriasis, sedikit edematosa dan eritema atau
kelompok papul bagian tengah berskuama dan menebal.1,9

15
Dermatitis atopi merupakan inflamasi pada kulit yang menahun, residif,
umumnya muncul pada bayi, kanak-kanak ataupun dewasa yang mempunyai
riwayat atopik pada dirinya sendiri, ataupun pada keluarganya, baik berupa asma,
rinitis alergika, konjungtivitis, maupun dermatitis atopik dengan gejala pruritus dan
distribusi khas. Pada anamnesis pasien, didapatkan bahwa keluhan baru mulai
dialami sejak 6 bulan yang lalu dan tidak didapatkan keluhan serupa pada masa
kecil maupun riwayat pada keluarga, namun pada pasien ini didapatkan riwayat
asma. Untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopi harus memenuhi kriteria
Hanifin Rajka (harus terdapat 3 kriteria major dan 3 atau lebih kriteria minor).
Selain itu, pada dermatitis atopi biasanya bersifat kronis dan memiliki efloresensi
berupa likenifikasi, yang mana tidak ditemukan pada pasien. 1,9
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak
berambut (glabrous skin). Kelainan yang dapat dilihat berupa lesi bulat atau
lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan. Berdasarkan gambaran lesi yang dijabarkan, memang sangatlah
mirip dengan lesi pada dermatitis numular. Namun, tinea korporis memiliki
bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfi), sehingga bila di suatu lokasi
ditemukan gambaran numular, maka harus dipastikan dengan lokasi lainnya. Selain
itu, untuk menyingkirkan diagnosis banding tinea korporis, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan larutan KOH atau kultur, yang akan mendapatkan hasil positif
(gambaran hifa dan spora). 1,9
Penatalaksanaan DN pada pasien ini dapat berupa terapi non medikamentosa
dan terapi medikamentosa berupa topikal ataupun sistemik. Pada pasien ini
diberikan terapi non-medikamentosa berupa edukasi untuk lebih lebih
memperhatikan pencetus kekambuhan DN pada pasien seperti menghindari suhu
ekstrim, menghindari pencetus yang menyebabkan gatal bertambah, penggunaan
sabun berlebihan, dan penggunaan bahan wol atau bahan lain yang dapat
menyebabkan iritasi, zat alergen pencetus dan faktor emosional pasien serta
memberikan edukasi untuk tidak menggaruk-garuk lesi agar tidak terjadi

16
komplikasi lebih berat ataupun terjadinya infeksi sekunder. Selain itu, bila kulit
kering, pasien disarankan untuk menggunakan pelembab atau emolien.
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini berupa obat topikal
racikan yang terdiri dari Acdat cream 10 gr dan Desoksimethasone cream 30 gr
dalam sediaan krim dioles 2 x sehari pagi dan malam hari. Terapi lini pertama DN
adalah kortikosteroid topikal potensi menengah hingga kuat dengan vehikulum
krim atau salap. Pada pasien ini juga diberikan terapi sistemik berupa antihistamin
yaitu citirizine 1x sehari yang bertujuan untuk mengurangi dari keluhan rasa gatal
yang diderita pasien ditambah dengan kortikosteroid sistemik sebagai
antiinflamasi. Jika adanya infeksi sekunder yg terjadi pada lesi bisa diberikan
antibiotik cefadroxil 2x sehari.
Prognosis pada kasus ini adalah Quo ad vitam adalah Dubia ad bonam, Quo
ad functionam adalah Dubia ad bonam, dan Quo ad sanactionam adalah Dubia ad
bonam.

17
BAB V
PENUTUP

Nn. AW usia 18 tahun dengan keluhan gatal yang dirasakan hilang timbul
pada betis kanan dan punggung (jari) tangan kiri dengan hasil pemeriksaan
ditemukan adanya plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat numular, dengan
diameter  3 cm, multiple, disertai skuama putih halus dan krusta kecokelatan di
regio cruris dextra, dan plak eritematosa berbatas tegas, bentuk bulat lentikular
dengan diameter  1 cm, multiple, disertai ekskoriasi dan krusta kecoklatan di regio
dorsum manus sinistra. Pasien mengalami dermatitis numularis, diterapi dengan
pengobatan topikal dan sistemik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Boediarja, Siti Aisah (2017). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. Hal: 185-187.
2. Sams, HH, King L,. Nummular Dermatitis, dalam E Medicine Journal; 2002:
3(1).
3. Perhimpunan Dokter Spesialais Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOKSI).
2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia: Dermatitis Numularis. Jakarta.
4. Burton, JL., Holde, CA., Eczema, Lichenification and Prurigo, dalam
Champion, RH., Burton, JL., Burns, DA., Breathnach, SM., Rook/
Wilkinson/Ebling -Textbook of Dermatology, Ed 6, Vol 1, Bab 17, 629-648.
5. Miller DW, J.M, Koch SB, Yentzer BA, Clark AR, O’Neill JR, Fountain J, et
al. 2014. Nummular Dermatitis. WebMD LLC.
6. Ingram R.J. Eczematous Disorders. Dalam: Griffiths C. Barker J. Bleiker T.
Chalmers R. Creamer D. penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi
ke-9. Oxford: Blackwell; 2016.h.39.7-39.9.
7. Wolff K, et al. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Ed 7. USA:
McGraw-Hill; 2008. Hal: 158-159.
8. Jiamton S, Tangjaturonrusamee C, Kulthanan K. Clinical features and
aggravating factors in nummular eczema in Thais. Asian Pac J Allergy
Immunol 2013; 31: 36-42.
9. Katsambas AD, Dessinioti C, D'Erne AM. European Handbook of
Dermatological Treatments: Third Edition. Springer; 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai