Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Dermatitis Numularis
Sebagai Diskusi Kasus Modul 8.2 Kepaniteraan Junior

Diajukan oleh :
Grace Krisdayanti Sinaga
1711201015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas penderita
Nama pasien : Ny. H
Umur/tanggal lahir : 38 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : guru sd
Alamat : sibuai
Status pernikahan : sudah menikah
Agama : islam
Suku : ocu

B. Anamnesis
Tanggal : Tidak ada data
Keluhan utama :
Gatal – gatal dan terasa sakit pada kedua kaki
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin dengan keluhan gatal – gatal
dan terasa sakit pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya 2 bulan lalu
terdapat lesi pada kaki dan sudah diobati dan sembuh. Kemudian keluhan muncul
kembali 2 minggu yang lalu, awalnya kulit pada jempol kaki menghitam dan gatal.
Pasien menggaruk kakinya dan lesi meluas serta terasa sakit, kaki membengkak, dan
memerah.
Riwayat penyakit dahulu :
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat pengobatan :
Pasien membeli obat sendiri di apotek. Nama obat ketoconazole salep, obat sudah
digunakan selama 1 minggu dan Gejala tidak berkurang. Pasien juga merendam
kakinya kedalam air panas dicampur garam.
Riwayat Pribadi :
Pasien sedang menyusui anaknya yang berumur 5 bulan.
C. Pemeriksaanfisik Status generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Komposmentis Tanda vital : tidak ada data Kepala/leher : tidak ada data
Thorax : tidak ada data
Paru : tidak ada data
Pemeriksaan abdomen : tidak ada data Ekstremitas : Lihat status dermatologis
Status dermatologis
Lokasi : Regio pedis
Distribusi : Bilateral
Bentuk : tidak teratur
Susunan : tidak teratur
Batas : Sirkumskrip
Ukuran : miliar – plakat
Efloresensi :
macula eritem, macula hipopigmentasi, plak eritem, papul, vesikel, pustule, skuama
kasar, ekskoriasi, krusta
Kelainan selaput/mukosa : -
Kelainan mata : -
Kelainan kuku : -
Kelainan rambut : -
Kelainan kgb : -
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
E. Diagnosa
Diagnosis :
Dermatitis Numularis
Diagnosis Banding :
a. Dermatitis Numularis
b. Liken Simplek Kronis / Neurodermatitis Sirkumskripta
c. Dermatitis Atopi
F. Terapi
Terapi medikamentosa :
 Klorfeniramin maleat 3x4mg/hari selama max 2 minggu
 Desonid krim 0,5% selama max 2 minggu atau
 Betametason valerat krim 0,1% Terapi Non medikamentosa
 Jaga kebersihan dan mandi dengan sabun non-iritan
 Edukasi kekambuhan
 Mencegah kulit kering dengan pemberian emolien
 Tidak menggaruk kulit
G. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB II
DEFINISI
Merupakan peradangan kulit yang bersifat kronis, ditandai dengan lesi berbentuk
mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa
papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga membasah (oozing). Nama lain dari
dermatitis numularis adalah eksim numular, eksim diskoid, neurodermatitis numular.1

EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis sering ditemukan pada orang dewasa dan lebih sering terjadi
pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Usia puncak awitan berkisar 50-65
tahun pada kedua jenis kelamin, sedangkan pada perempuan terdapat usia puncak kedua
yaitu 15-25 tahun.1

ETIOLOGI
Penyebab dermatitis numularis belum diketahui dengan baik dan kemungkinan
terjadi karena multifaktorial. Sejumlah faktor diduga turun berperan dalam kelainan ini,
seperti hidrasi kulit yang menurun, faktor pemicu seperti alergen lingkungan yaitu tungau
debu rumah dan cuaca dingin & kering, konflik atau tekanan emosional, trauma lecet,
gigitan serangga, maupun kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan timbulnya
dermatitis numularis.2,3
PATOFISIOLOGI
Patogenesis yang mendasari masih belum diketahui. Sebagian besar pasien dengan
dermatitis numularis tidak memiliki riwayat atopi pada dirinya maupun keluarganya.
Dermatitis numularis sering terjadi bersamaan dengan kulit kering, dimana kulit kering
menyebabkan kebocoran pada penghalang lipid epidermis atau sawar kulit sehingga
memudahkan alergen masuk ke dalam kulit dan mempengaruhi terjadinya peradangan
pada kulit. studi menunjukkan, pada pasien dermatitis numularis, ditemukan peningkatan
sel mast pada area lesi, dimana sel mast terletak berdekatan dengan serabut saraf pada lesi,
sel mast menyebabkan peningkatan inflamasi neurogenik melalui aktivasi oleh Substance
P (SP) dan gene-related peptide (CGRP),  peningkatan SP/CGRP dalam epidermis lesi
dermatitis numularis dapat menstimulasi keratinosit untuk melepaskan sitokin yang
mempengaruhi berbagai sel sehingga inflamasi meningkat. Penelitian lain telah
menunjukkan bahwa sel mast yang ada di dermis pasien dengan eksum nummular
mungkin telah menurunkan aktivitas chymase, memberikan penurunan kemampuan untuk
mendegradasi neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan penurunan
kemampuan enzim untuk menekan peradangan.1,2,3

MANIFESTASI KLINIS
Lesi berupa plak berbentuk koin berbatas tegas yang terbentuk dari penggumpalan
papula dan papulovesikel. Lambat laun vesikel pecah dan terjadi eksudasi, selanjutnya
mengering membentuk krusta kekuningan. Tepi plak dapat muncul lesi papulovesikuler
kecil yang kemudian berkonfluens dengan plak tersebut sehingga lesi meluas. Ukuran plak
berkisar 1-3 cm. Namun pernah dilaporkan plak dengan 10cm walaupun jarang. Kulit pada
sekitar lesi biasanya normal, namun bisa juga kering. Dalam 1-2 minggu, lesi memasuki
fase kronik berupa plak dengan skuama dan likenifikasi. Distribusi lesi biasanya pada
bagian ekstensor ekstremitas. Pada wanita ekstremitas atas, termasuk bagian punggung
tangan, merupakan area yang lebih sering terkena dari pada ekstremitas bawah.2

Gambar 1. Dermatitis numularis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perubahan histopatologi yang ditemukan bergantung pada fase lesi saat biopsi
dilakukan. Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel  intraepidermal, serta sebukan sel
radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Pada lesi sub akut, terdapat
parakeratosis, sclae-crust, hiperplasia epidermal, dan spongiosis epidermis. Selain itu
ditemukan pula  sel infiltrat campuran di epidermis. Pada lesi kronik, didapatkan
hiperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini menyerupai liken simplek kronis. Uji tempel
dapat berguna pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi. Tes berguna untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya dermatitis kontak.1

DIAGNOSIS
Dermatitis numularis dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.

DIAGNOSIS BANDING
1. Liken Simplek Kronis
Liken Simplek Kronis merupakan peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskripta, yang
terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang – ulang karena berbagai rangsangan
pruritogenik. Liken simplek kronis biasanya terjadi pada wanita, dengan usia puncak 30-50
tahun, dimana hal ini sesuai dengan pasien yaitu pasien wanita berusia 38 tahun. Lesi yang
timbul pada liken simplek kronis dapat tunggal atau lebih pada bagian tubuh yang terkena.
Lesi awalnya berupa edema dan eritema, plak eritematosa, yang lambat laun edema dan
eritemanya menghilang, bagian tengah lesi menjadi berskuama dan menebal, likenifikasi,
dan ekskoriasi, sekitar lesi mengalami hiperpigmentasi. Tempat predileksi lesi biasanya
terdapat pada daerah yang mudah dijangkau saat menggaruk, seperti kulit kepala, tengkuk,
pergelangan kaki, aspek ekstensor ekstremitas atas, medial tungkai atas, lutut, lateral
tungkai bawah, pergelangan kaki bagian depan, punggung kaki.2

Gambar 2. Liken Simplek Kronis


2. Dermatitis Atopi
Dermatitis Atopik merupakan peradangan kulit berulang dan kronis dengan disertai
gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak- anak dan sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga atau
penderita. Pada kasus, tidak dijelaskan apakah pasien memiliki riwayat alergi, namun
dijelaskan pada riwayat keluarga bahwa tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa
seperti pasien. Selanjutnya, tempat predileksi terjadinya dermatitis atopi pada dewasa yaitu
pada bagian fleksor ektremitas, seperti telapak tangan, jari – jari, pergelangan tangan,
bibir, leher bagian anterior, skalp. Sedangkan lesi pada kasus terletak pada regio dorso
pedis bilateral.1,2

Gambar 3. Dermatitis Atopi

TATALAKSANA
Pada kasus ini, terapi ditujukkan untuk meredakan gejala gatal dan juga meredakan
inflamasi. Pasien dapat diberikan anti histamin yaitu Klorfeniramin maleat (CTM)
3x4mg/hari max 2minggu, kemudian anti inflamasi dapat diberikan Desonid krim 0,05%
selama maksimal 2 minggu atau bila terdapat likenifikasi dan hiperpigmentasi dapat
diberikan betametason valerat krim 0,01%/hari, juga disarankan untuk menggunakan
pelembab atau emolien (ex: Linolin) yang berguna untuk mencegah kulit kering.2,4
Pasien perlu tentang perkembangan atau perjalanan penyakit dari Dermatitis
Numularis yang cenderung sering berulang. Pasien diharapkan dapat mencegah atau
menghindari faktor-faktor yang memperburuk atau memicu rasa gatal seperti tekanan
emosional, suhu dingin dan kering, tidak menggaruk luka saat terasa gatal karena bisa
menjadi tempat infeksi baru dan dapat meninggalkan bekas garukan yang permanen.2,4
PROGNOSIS
Kelainan ini biasanya menetap selama berbulan – bulan, bersifat kronik, dan timbul
kembali pada tempat yang sama. Dari suatu penelitian, sejumlah penderita yang diikuti
berbagai interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% kambuh, 25% pernah sembuh
untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam
pengobatan.
BAB III

ANAMNESIS
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama gatal dan terasa sakit pada kedua
kaki sejak 2 minggu yang lalu. Berdasarkan keluhan utama pasien, kemungkinan diagnosis
banding dari penyakit pasien tersebut sudah mulai diperkirakan seperti Liken Simplek
Kronis (LSK), Dermatitis Numularis (DN), Dermatitis Atopi (DA). Dari data identitas
pasien, diketahui pasien perempuan berusia 38 tahun, berdasarkan data yang diperoleh hal
ini sesuai dengan diagnosis banding liken simplek kronis dimana LSK sering terjadi pada
wanita dengan usia puncak 30-50 tahun, sedangkan dermatitis numularis yang terjadi pada
wanita usia puncaknya 15-25 tahun, untuk dermatitis atopi lebih sering terjadi pada bayi
dan anak. Kemudian dokter menggali riwayat penyakit sekarang (RPS) dari pasien. Pasien
menjelaskan awalnya keluhan seperti ini muncul 2 bulan yang lalu. Mulanya, kulit pada
jempol kaki pasien gatal dan menghitam. Kemudian pasien menggaruk kakinya
menyebabkan lesi meluas dan terasa sakit, kaki membengkak dan memerah. Bersadarkan
data yang diperoleh dari RPS pasien, diketahui keluhan bersifat kronik dan berulang, dan
lesi yang muncul akibat garukan sesuai dengan perjalanan penyakit liken simplek kronis
dan dermatitis numularis.
Pada kasus, pemeriksa tidak menanyakan lebih lanjut mengenai keluhan gatal yang
dialami pasien, seperti bagaimana awal mula pasien merasa gatal pada kaki, durasi gatal
(terus menerus atau hilang timbul), faktor yang memperberat maupun memperingan rasa
gatal untuk memastikan apakah dugaan penyakit lebih mengarah ke liken simplek kronis
(gatal dapat berasal dari stress, lesi bekas dermatitis atopi, gigitan serangga, trauma kulit
ringan, dimana keluhan gatal tidak selalu muncul, dan bertambah berat saat pasien dalam
keadaan tidak sibuk, berkeringat, panas, iritasi pakaian) atau mengarah ke dermatitis
numularis (lesi yang terbentuk berasal dari trauma/lecet pada kulit yang kemudian memicu
rasa gatal, maupun karena faktor kulit kering, faktor lingkungan seperti debu rumah,
dimana keluhan gatal memburuk dengan perubahan musim atau suhu yang menjadi dingin
dan kering),  maupun Dermatitis Atopi (keluhan gatal memburuk saat pasien beristirahat,
udara panas, dan berkeringat).
Kemudian dari lokasi lesi yang berada pada kedua kaki sesuai dengan predileksi
pada penyakit Dermatitis numularis dan liken simplek kronis yaitu aspek ekstensor
ekstremitas, namun tidak sesuai dengan predileksi timbulnya lesi pada penyakit dermatitis
atopi dewasa yang biasanya terdapat pada bagian fleksor tubuh (jari tangan, telapak
tangan, leher anterior), dll. Lesi tersebut merupakan lesi yang timbul pada tempat yang
sama dengan keluhan dua bulan yang lalu, hal ini sesuai dengan kemungkinan diagnosis
dermatitis numularis, dimana lesi pada DN sering berulang pada lokasi yang sama.
Pada kasus, pasien menyampaikan keluhan yang timbul pada 2 bulan lalu, sudah
diobati dan sembuh, namun pemeriksa tidak menanyakan lebih lanjut mengenai
pengobatan apa yang digunakan, hal tersebut untuk memastikan penyakit apa yang
sebelumnya dialami pasien. Kemudian pada riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat
penyakit keluarga, pemeriksa hanya menanyakan apakah pasien atau keluarganya pernah
mengalami hal yang sama, namun tidak menanyakan apakah pasien atau keluarganya
memiliki riwayat atopi, karena penyakit liken simplek kronis cenderung terjadi pada
seseorang yang memiliki riwayat atopi sedangkan pada dermatitis numularis, sebagian
besar penderitanya tidak memiliki riwayat atopi baik pada dirinya maupun keluarganya.
Pada kasus,\ dinyatakan pasien menggunakan obat ketoconazole salep selama satu
minggu yang dibeli sendiri oleh pasien di apotik, namun keluhan tidak berkurang. Dari
kemungkinan ketiga diagnosis banding yang sesuai dengan keluhan pasien, tidak satupun
dari tiga penyakit tersebut yang merupakan penyakit akibat infeksi jamur, oleh karena
pengobatan yang dilakukan tidak tepat, sehingga keluhan yang dialami pasien tidak
berkurang.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan keadaan umum pasien baik dan
komposmentis, tidak ada data mengenai status gizi, tanda vital, pemeriksaan thorax dan
abdomen pasien. Pada status dermatologis, ditemukan pada lokasi regio pedis dekstra et
sinistra terdapat lesi dengan bentuk dan susunan tidak beraturan, berbatas tegas, berukuran
miliar hingga plakat. Pada efloresensi ditemukan makula eritema, makula hipopigmentasi,
plak eritem, papul, vesikel, pustule, skuama kasar, ekskoriasi, krusta. Tidak ada data
mengenai kelainan pada selaput/mukosa, mata, kuku, rambut dan KGB. Pada UKK terlihat
Ujud kelainan kulit pada pasien sesuai dengan dugaan penyakit dermatitis numularis,
dimana terdapat lesi multipel dengan sebagian eritematosa dan sebagian hiperpigmentasi,
lesi berbentuk bulat atau lonjong, terdapat papul, ekskoriasi dan krusta, namun tidak
terdapat oozing. Lesi juga mirip dengan dugaan penyakit Liken Simplek Kronis dan
Dermatitis Atopi, namun tidak terdapat adanya likenifikasi sehingga tidak memenuhi
kriteria penyakit LSK dan Dermatitis Atopi dimana bentuk ukk yang timbul adalah
likenifikasi, dan juga pada LSK tidak terdapat papul, sedangkan pasien terdapat papul
berikuran milier.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, karena dermatitis numularis
dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Namun jika manifestasi klinis tidak jelas,
dapat dilakukan pemeriksan penunjang lainnya untuk mengetahui penyebab yang
mendasari timbulnya pruritus, misalnya pemeriksaan patch test untuk mengetahui
penyebab dermatitis kontak iritan.
DIAGNOSIS
1. Dermatitis Numularis
Merupakan kondisi peradangan kulit yang ditandai dengan adanya plak eritematosa bulat
ke oval yang berbatas tegas. Dermatitis Numularis biasanya terjadi pada pria dengan usia
puncak 50-65 tahun, sedangkan pada perempuan terdapat usia puncak kedua yaitu 15-25
tahun. Distribusi lesi sering berada pada bagian ekstensor ekstremitas atas maupun bawah.
Plak berbentuk koin yang berbatas tegas terbentuk dari penggumpalan papula dan
papulovesikel yang lambat laun akan pecah membentuk eksudasi berbentuk pinpoint,
selanjutnya eksudasi mengering membentuk krusta kekuningan. Dermatitis numularis
biasanya sangat gatal, dengan berbagai faktor pencetusnya seperti kulit kering, alergi
kontak, cuaca (terutama musim dingin), dan tekanan emosional. Hal tersebut sesuai
dengan keluhan yang dialami pasien, dimana pasien mengeluhkan awalnya pada jempol
kedua kakinya gatal, pasien menggaruk dan terasa sakit, akibat garukan menyebabkan
keluhan meluas ke bagian dorsum pedis bilateral, menunjukkan efloresensi eritema,
edema, hipergimentasi, plak eritem, papul, pustul, vesikel, skuama kasar, krusta dan
ekskoriasi.
DIAGNOSIS BANDING
Liken Simplek Kronis
Liken Simplek Kronis merupakan peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskripta, yang
terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang – ulang karena berbagai rangsangan
pruritogenik. Liken simplek kronis biasanya terjadi pada wanita, dengan usia puncak 30-50
tahun, dimana hal ini sesuai dengan pasien yaitu pasien wanita berusia 38 tahun. Lesi yang
timbul pada liken simplek kronis dapat tunggal atau lebih pada bagian tubuh yang terkena.
Lesi awalnya berupa edema dan eritema, plak eritematosa, yang lambat laun edema dan
eritemanya menghilang, bagian tengah lesi menjadi berskuama dan menebal, likenifikasi,
dan ekskoriasi, sekitar lesi mengalami hiperpigmentasi. Tempat predileksi lesi biasanya
terdapat pada daerah yang mudah dijangkau saat menggaruk, seperti kulit kepala, tengkuk,
pergelangan kaki, aspek ekstensor ekstremitas atas, medial tungkai atas, lutut, lateral
tungkai bawah, pergelangan kaki bagian depan, punggung kaki.
Dermatitis Atopi
Dermatitis Atopik merupakan peradangan kulit berulang dan kronis dengan disertai
gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak- anak dan sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga atau
penderita. Pada kasus, tidak dijelaskan apakah pasien memiliki riwayat alergi, namun
dijelaskan pada riwayat keluarga bahwa tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa
seperti pasien. Selanjutnya, tempat predileksi terjadinya dermatitis atopi pada dewasa yaitu
pada bagian fleksor ektremitas, seperti telapak tangan, jari – jari, pergelangan tangan,
bibir, leher bagian anterior, skalp. Sedangkan lesi pada kasus terletak pada regio dorso
pedis bilateral.
TERAPI
Pada kasus ini, terapi ditujukkan untuk meredakan gejala gatal dan juga meredakan
inflamasi. Pasien dapat diberikan anti histamin yaitu Klorfeniramin maleat (CTM)
3x4mg/hari max 2minggu, kemudian anti inflamasi dapat diberikan Desonid krim 0,05%
selama maksimal 2 minggu atau bila terdapat likenifikasi dan hiperpigmentasi dapat
diberikan betametason valerat krim 0,01%/hari, juga disarankan untuk menggunakan
pelembab atau emolien (ex: Linolin) yang berguna untuk mencegah kulit kering.
Pasien perlu tentang perkembangan atau perjalanan penyakit dari Dermatitis Numularis
yang cenderung sering berulang. Pasien diharapkan dapat mencegah atau menghindari
faktor-faktor yang memperburuk atau memicu rasa gatal seperti tekanan emosional, suhu
dingin dan kering, tidak menggaruk luka saat terasa gatal karena bisa menjadi tempat
infeksi baru dan dapat meninggalkan bekas garukan yang permanen
BAB III
KESIMPULAN

Pada anamnesis pasien datang dengan keluhan utama gatal dan terasa sakit pada kedua kaki sejak
2 minggu yang lalu. Pasien menjelaskan awalnya keluhan seperti ini muncul 2 bulan yang lalu.
Mulanya, kulit pada jempol kaki pasien gatal dan menghitam. Kemudian pasien menggaruk
kakinya menyebabkan lesi meluas dan terasa sakit, kaki membengkak dan memerah.
Bersadarkan data yang diperoleh dari RPS pasien, diketahui keluhan bersifat kronik dan
berulang, dan lesi yang muncul akibat garukan sesuai dengan perjalanan penyakit liken simplek
kronis dan dermatitis numularis. Pada status dermatologis ditemukan lokasi regio pada pedis
dekstra et sinistra terdapat lesi dengan bentuk dan susunan tidak beraturan, berbatas tegas,
berukuran miliar hingga plakat. Pada efloresensi ditemukan makula eritema, makula
hipopigmentasi, plak eritem, papul, vesikel, pustule skuama kasar, ekskoriasi, krusta. Tidak ada
data mengenai kelainan pada selaput/mukosa, mata, kuku, rambut dan KGB. Pada kasus ini,
terapi ditujukkan untuk meredakan gejala gatal dan juga meredakan inflamasi.
Medikametosa:
Pasien dapat diberikan:
1. anti histamin yaitu Klorfeniramin maleat (CTM) 3x4mg/hari max 2minggu
2. kemudian anti inflamasi dapat diberikan Desonid krim 0,05% selama maksimal 2 minggu
atau bila terdapat likenifikasi dan hiperpigmentasi dapat diberikan betametason valerat
krim 0,01%/hari,
3. juga disarankan untuk menggunakan pelembab atau emolien (ex: Linolin) yang berguna
untuk mencegah kulit kering
Daftar Pustaka
1. Sri Linuwih SW Menaldi, Kusmarinah Bramono, Wresti Indriatmi. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia,
2018. Halaman 183-185.
2. Lowella A. Goldsmith, Stephen I Katz, Barbara A. Gilchrest, Amy S. Paller, David J
Leffell, Klaus Wolff. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8 th Ed. Vol 1.
New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2012. p 182-4.
3. Jami L. Miller, William D. James. Nummular Dermatitis (Nummular Eczema).
Emedicine.medscape. Nov 2019. Available on :
https://emedicine.medscape.com/article/1123605-overview#showall
4. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi Satu. Jakarta: IDI. 2017. p 321-3.

Anda mungkin juga menyukai