Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

DERMATITIS NUMULARIS

Pembimbing:

dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK, M.Epid

Disusun Oleh:

Annisa Ayu Wardhani


41211396100059

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SITANALA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERIODE 13 MARET 2023–7 APRIL 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji syukur alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik, serta hidayah-Nya yang sangat luar biasa
sehingga saya mampu menyelesaikan penulisan referat yang berjudul Dermatitis
Numularis ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sitanala. Shalawat serta salam tak lupa saya
curahkan bagi baginda besar Nabi Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.

Alhamdulillah wa syukurillah, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dr. Prima Kartika Esti, M.Epid, Sp.KK, selaku pembimbing laporan referat ini
dan semua pihak yang turut serta membantu memberikan bantuan, semangat, serta doa
yang tiada hentinya.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan agar
kedepannya dapat memberikan manfaat yang lebih di masa mendatang. Semoga referat
yang penulis sajikan mampu memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca dan
mampu membawa manfaat dalam rangka meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan.

Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tangerang, 1 April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ................................................................................................. 2


DAFTAR ISI. ............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatitis numularis adalah suatu kelainan kulit inflamatif yang bersifat
kronis, ditandai dengan lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas
tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel yang berkonfluensi dan biasanya
mudah pecah sehingga membasah (oozing), krusta dan skuama. Dermatitis numularis
terjadi pada orang dewasa dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.
Predileksi pada penyakit ini ialah ekstremitas atas termasuk punggung tangan dan
ekstremitas bawah.
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui. Sebagian besar pasien
dermatitis numulais tidak memiliki nwayat atopi, baik pada diri maupun keluarga,
walaupun plak numular dapat ditemukan pada dermatitis atopik. Berbagai faktor
diduga turut berperan dalam kelainan ini. Penderita dermatitis numularis umumnya
mengeluh sangat gatal yang bervariasi dari ringan sampai berat. Dalam 1-2 minggu
lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama dan likenifikasi. Penegakkan
diagnosis dermatitis numularis berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik yang ditemukan,
dan dapat juga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan berupa histopatologi ataupun laboratorium.
Penyebab atau faktor yang memicu timbulnya dermatitis numularis sedapat
mungkin didentifikasi dan dihindari. Penatalaksanaan medikamentosa dapat berupa
kortikosteroid topikal potensi menengah hingga kuat, vehikulum krim atau salap,
antibiotic, sampai dengan antihistamin oral dan kortikosteroid sistemik. Kelainan ini
biasanya menetap selama berbulan-bulan, bersifat kronik, dan timbul kembali pada
tempat yang sama.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Dermatitis numularis adalah inflamasi kulit yang bersifat kronis, ditandai
dengan lesi papul dan papulovesikel yang berkonfluensi membentuk plak mata uang (koin)
atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan kruta dan skuama serta mudah pecah
sehingga membasah (oozing).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Usia puncak awitanpada kedua jenis
kelamin berkisar antara 55-65 tahun. Pada perempuan, terdapat usia puncak
kedua, yaitu terjadi pada usia 15-25 tahun. Dermatitis numularis jarang ditemukan
pada bayi dan anak.
2.3 ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui. Sebagian besar pasien
dermatitis numulais tidak memiliki riwayat atopi, baik pada diri maupun keluarga,
walaupun plak numular dapat ditemukan pada dermatitis atopik. Berbagai faktor
diduga turut berperan dalam kelainan ini, seperti xerosis, reaksi dengan kontak
alergen, peningkatan pertumbuhan Staphylococcal, higenitas, lingkungan dan
kelembapan. Terjadi pelepasan sitokin IFN- dan IL-17 yang meningkatkan
rekrutmen sel T, sel dendritik, dan sel Langerhans sehingga terjadi hiperplasia
epidermal dan terjadi lesi pada kulit. Pada pasien berusia lanjut dengan dermatitis
numularis didapatkan kelembaban kulit yang menurun. Suatu studi menemukan
fokus infeksi internal, meliputi infeksi gigi, saluran napas atas, dan saluran napas
bawah pada 68% pasien dermatitis numularis.
Dilaporkan titer antibodi antistreptolysin (ASTO) meningkat pada pasien
dermatitis numularis dibandingkan kelompok kontrol. Peranan allergen
lingkungan, misalnya tungau, debu rumah dan Candida albicans, juga telah diteliti.
Dermatitis numularis dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapat terapi
isotretinoin dan emas. Defisiensi nutrisi, dermatitis kontak, alergi dan iritan, serta
stress emosional juga diduga menjadi penyebab kelainan ini.

5
2.4 DIAGNOSIS
2.4.1. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang
bervariasi dari ringan sampai berat. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk
koin dengan batas tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang
berkonfluens. Lambat laun vesikel pecah dan terjadi eksudasi berbentuk pinpoint.
Selanjutnya eksudat mengering dan menjadi krusta kekuningan. Pada tepi plak
dapat muncul lesi papulovesikular kecil yang kemudian berkonfluens dengan plak
tersebut sehingga lesi meluas. Diameter plak biasanya berukuran 1-3 cm. Kulit di
sekitar lesi biasanya normal, namun bisa juga kering. Penyembuhan dimulai dari
tengah sehingga menyerupai lesi dermatomikosis dengan bentuk anular.

Gambar 1.1. Dermatitis numularis disertai krusta (kiri) dan disertai


pinpoint erosi dan ekskoriasi (kanan)

6
Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama
dan likenifikasi. Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris. Distribusi lesi yang klasik adalah pada aspek
ekstensor ekstremitas. Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk punggung
tangan lebih sering terkena. Selain itu kelainan dapat pula ditemukan di badan
yang dapat berpotensi meluas hingga generalisata. Lesi dapat muncul setelah
trauma (fenomena Koebner). Sel mast ditemukan berdekatan dengan serabut saraf
pada lesi. Selain itu ditemukan pula neuropeptidasubstance P (SP) dan calcitonin
gene-related peptide (CGRP) yang meningkat pada lesi. Sel mast dapat
menyebabkan inflamasi neurogenik melalui aktivasi oleh SP dan CGRP.
Peningkatan SPICGRP dalam epidermis lesi dermatitis numularis dapat
menstimulasi keratinosit untuk melepaskan sitokin yang mempengaruhi berbagai
sel sehingga inflamasi meningkat.
2.4.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Histopatologi
Perubahan histopatologi yang ditemukan bergantung pada fase lesi saat
biopsi dilakukan. Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal,
serta sebukan sel radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Pada
lesi sub akut, terdapat parakeratosis, scale-crust, hiperplasi epidermal, dan
spongiosis epidermis. Selain itu ditemukan pula sel infiltrat campuran di dermis.
Pada lesi kronik didapatkan hyperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini
menyerupai liken simpleks kronik.

7
Gambar 1.3. Histopatologi dermatitis numularis

 Pemeriksaan laboratorium
Tes tempel dapat berguna pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap
terapi. Tes ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya dermatitis
kontak. Pada suatu laporan di India, dari 50 pasien dermatitis numularis, didapatkan
hasil tes tempel yang positif pada setengah jumlah pasien yang diteliti. Hasil tes
tempel yang didapatkan positif terhadap colophony, nitrofurazon, neomisin sulfat,
dan nikel sulfat. Kadar imunoglobulin E dalam darah dilaporkan normal.

2.5. DIAGNOSIS BANDING


Sebagai diagnosis banding antara lain ialah dermatitis kontak alergik,
dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis stasis, psoriasis,
impetigo, dan dermatomikosis. Jika diperlukan, kultur jamur dan biopsi dapat
dilakukan untuk menyingkikan diagnosis banding.

2.6. KOMPLIKASI
Komplikasi dermatitis numularis adalah infeksi sekunder oleh bakteri
terutama bakteri Staphylococcus aureus dengan lesi berupa impetigo yang disertai
krusta kekuningan.

2.7. TATA LAKSANA


Prinsip pada tatalaksana dermatitis numularis ialah bersifat kausatif
dan/atau simtomatis sesuai dengan manifestasi klinis. Penyebab atau faktor yang
memicu timbulnya dermatitis numularis sedapat mungkin diidentifikasi. Pasien
disarankan untuk menghindari suhu ekstrim, penggunaan sabun berlebihan, dan
penggunaan bahan wol atau bahan lain yang dapat menyebabkan iritasi. Bila kulit
8
kering, sebaiknya diberi pelembab atau emolien. Terapi lini pertama untuk
dermatitis numularis adalah kortikosterol topikal potensi menengah hingga kuat
dengan vehikulum krim atau salap. Untuk lesi kronik vehikulum salap lebih efektif
dan terkadang perlu dilakukan oklusi. Selain itu dapat pula diberikan preparat ter
(liquor carbonis detergens 5-10%) atau calcineurin inhibitor, misalnya takrolimus
atau pimekrolimus.
Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu, misalnya dengan
solusio permanganas kalikus. Jika ditemukan infeksi bakteri, dapat diberikan
antibiotik seperti doksisikslin. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus
yang berat dan refrakter terhadap pengobatan. Terapi ini hanya diberikan dalam
jangka waktu yangpendek. Prunitus dapat diobati dengan antihistamin oral. Untuk
lesi yang luas, dapat diterapi dengan penyinaran broad atau narrow band ultraviolet
B.
2.8. PROGNOSIS
Kelainan ini biasanya menetap selama berbulan-bulan, bersifat kronik, dan
timbul kembali pada tempat yang sama atau dekat dengan lokasi sebelumnya. Dari
suatu penelitian, sejumiah penderita yang dikuti berbagai interval sampai dua tahun,
didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai
tahun, 53% tidak pernah bebas darilesi kecuali masih dalam pengobatan.

9
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis numularis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis,


ditandai dengan lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas,
dengan efloresensi berupa papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga
membasah (oozing). Berbagai faktor diduga turut berperan dalam kelainan ini.
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang bervariasi
dari ringan sampai berat. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk koin dengan
batas tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens.
Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama dan
likenifikasi.
Penyebab atau faktor yang memicu timbulnya dermatitis numularis
sedapat mungkin didentifikasi. Penatalaksanaan dapat berupa edukasi kepada
pasien untuk menghindari suhu ekstrim, penggunaan sabun berlebihan, dan
penggunaan bahan pakaian tertentu dapat menyebabkan iritasi, dan bila kulit
kering, sebaiknya diberi pelembab atau emolien. Terapi medikamentosa yang
diberikan dapat berupa topikal sampai dengan sistemik disesuaikan dengan klinis
pasien, onset keluhan, sampai dengan luas lesi. Apabila faktor risiko segera
diidentifikasi dan penyakit segera ditatalaksana, maka risiko timbulnya
komplikasi terutama infeksi sekunder dapat dicegah. Pasien juga perlu edukasi
bahwa penyakit ini dapat terjadi berulang sehingga diperlukan edukasi untuk
menghindari faktor pencetus dan mencegah garukan serta menjaga hidrasi kulit.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SLS, Bramono K, Indriatni W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi Ketujuh. 2019. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Kang S, Amagai M, Bruckner AL. Fitzpatrick’s Dermatology 9th edition vol.1.
New York. McGrawHill Education.2019;.h.385-388
3. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/prurigo nodularis.
Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K,
editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw-Hill; 2012: h.182-4.
4. Paller AS, Mancini AJ. Eczematous eruptions in childhood. Hurwitz Clinical
Pediatric Dermatology. Edisike-4. Edinburgh: Elsevier Saunders;2011. h. 59-60
5. Carolyn A Robinson, Lauren W. Nummular Dermatitis. 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK565878/#_article-203

11

Anda mungkin juga menyukai