Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

DERMATITIS NUMULARIS

Disusun Oleh:
Faiz Adnan Makarim
1910221039

Pembimbing :
dr. Hiendarto, Sp.KK

DEPARTMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. GUNAWAN MANGUNKUSUMO AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
DERMATITIS NUMULARIS

Disusun Oleh:
Faiz Adnan Makarim
1910221039

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa

Disetujui dan disahkan,


pada tanggal, Maret 2021

Pembimbing

dr. Hiendarto, Sp.KK

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Dermatitis Numularis” dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada:
1. dr. Hiendarto, Sp.KK selaku dokter pembimbing di kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo
Ambarawa
2. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak
pernah henti diberikan kepada penulis
3. Seluruh teman sejawat ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang dapat membangun
penulis agar menjadi lebih baik. Akhirnya, semoga Tuhan senantiasa memberikan
berkat dan rahmat yang melimpah bagi kita semua. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Ambarawa, Maret 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis numularis merupakan suatu penyakit kronik dengan etiologi yang


tidak diketahui. Penyakit ini dapat menimbulkan lesi yaitu berupa papula hingga
papulovesikel yang dapat bersatu membetuk plak berbentuk numular (secara khas
disebut juga seperti koin) yang basah, berkrusta, dan bersisik. Beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan dermatitis numularis antara lain status hidrasi kulit,
infeksi sebelumnya pada kulit, atau pada daerah lain, alergen, atau akibat terapi. [1]
Dermatitis numularis terjadi didominasi pada usia dewasa. Laki-laki lebih
sering terkena dibandingkan wanita, dimana predileksi terbanyak pada laki-laki
yaitu di ekstremitas bawah, dan di bagian dorsal tangan untuk perempuan.
Berdasarkan jenis kelamin nya, laki-laki lebih sering mengalami dermatitis
numularis dibandingkan dengan perempuan, dengan insidensi puncak berada pada
usia 50-65 tahun, sedangkan puncak kedua berada pada usia 15-25 tahun untuk
perempuan. Dermatitis ini sangat jarang pada bayi dan anak-anak. [1]
Tata laksana untuk dermatitis numularis antara lain dengan steroid topikal,
inhibitor calcineurin, tacrolimus dan pimecrolimus juga dilaporkan efektif untuk
penatalaksanaan dermatitis numularis. Dapat diberikan juga emolien jika terdapat
xerosis. Antihistamin oral digunakan untuk gatal hebat. Antibiotik oral digunakan
jika ada infeksi sekunder. [1]
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, kompetensi dermatitis
numularis bagi dokter umum adalah 4A, yang berarti level kompetensi tertinggi
yang perlu dicapai oleh dokter umum, di mana dokter dapat mengenali tanda klinis,
melakukan diagnosis, menatalaksana hingga tuntas kecuali pada perjalanannya
timbul komplikasi.
Berdasarkan hal tersebut, presentasi kasus ini dimaksudkan untuk menambah
pemahaman klinis dokter muda mengenai penyakit dermatitis numularis tanpa
komplikasi, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga
penatalaksanaan. Setelah pemaparan kasus, diharapkan dokter muda dapat
memiliki informasi yang semakin kaya tentang dermatitis numularis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Dermatitis numularis merupakan kondisi inflamasi pada kulit, dengan
karakteristik lesi yang berbatas tajam yang berbentuk uang logam dengan
oozing, krusta, dan skuama, serta biasanya menyerang daerah ekstremitas,
utamanya bagian ekstensor dari ekstremitas. [1][2] [3] [4]

II.2 Etiologi
Penyebab dari terjadi nya dermatitis numularis masih belum diketahui.
Pada umumnya, pasien dengan dermatitis numularis tidak memiliki riwayat
penyakit ini pada keluarga maupun atopi. Beberapa faktor dimungkinkan
menjadi penyebab dari penyakit ini, antara lain, hidrasi kulit pada pasien usia
tua biasanya lebih menurun, infeksi mikroorganisme, trauma, dan alergen
lingkungan. Selain itu ditemukan juga dermatitis numularis pada pasien
hepatitis C yang sedang terapi dengan interferon a-2b dan ribavirin. [1] [2] [3]

II.3 Epidemiologi
Dermatitis numularis paling sering terjadi pada usia dewasa. Pada usia
50-65 tahun, laki-laki lebih sering terkena, sedangkan pada usia 15-25 tahun,
perempuan yang lebih sering terkena. Dermatitis numularis sangat jarang
terjadi pada bayi maupun anak-anak. Secara umum, penyakit ini lebih sering
terjadi pada daerah iklim panas. [1] [2] [5]

II.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari dermatitis numularis sampai saat ini masih belum
diketahui. Salah satu literatur menjelaskan bahwa mungkin dermatitis statis
mencermikan dermatitis atopik, xerosis, dan dermatitis stasis pada tungkai
yang ditambah dengan hiperkolonisasi bakteri. Hal ini terjadi karena salah
satu faktor utama yaitu kebersihan pribadi yang buruk. Selain itu, pada usia
tua, hidrasi dari kulit juga berkurang yang mungkin dapat menyebabkan

5
dermatitis numularis. Penggunaan obat hepatitis C seperti interferon a-2b dan
ribavirin dapat menyebabkan penyakit ini. [1] [2] [4]

II.5 Manifestasi Klinis


Dermatitis numularis memiliki gambaran plak eritema berbentuk koin
berbatas tegas yang terbentuk dari penggabungan papula dan papulovesikel.
Terdapat juga oozing dan krusta yang sangat khas. Krusta sendiri dapat
menutup seluruh permukaan. Plak biasanya berukuran 1-3 cm. Kulit di sekitar
nya biasanya normal tetapi mungkin kering. Terdapat juga gatal dan/atau
nyeri baik ringan hingga sedang. Pada keadaan kronik, plak menjadi kering,
bersisik, membetuk liken, dan bisa kambuh kembali. Distribusi dari penyakit
ini pada bagian ekstensor ekstremitas. Terbanyak di tangan untuk perempuan
dan kaki untuk laki-laki. [1] [4] [6] [7]

II.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Penderita biasanya akan mengeluhkan terdapat ada nya lesi di kulit. Gejala
yang mungkin dirasakan pada pasien antara lain gatal, dan nyeri. Perlu
dicari juga riwayat atopi; riwayat penyakit dahulu, seperti kulit kering, dan
infeksi; riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-ekonomi pasien
seperti stress emosional, alergen, debu, atau alkohol. [1] [2] [4] [8]
b. Pemeriksaan Fisik
Pada status dermatologis, predileksi nya berada di punggung kaki,
punggung tangan, bagian ekstensor ekstremitas, bokong, dan bahu.
Efloresensi pada fase akut yaitu makula eritematosa eksudatif dengan
dasar krusta, vesikel, membentuk lesi yang basah (oozing), berukuran
numular hingga plakat, dan terkadang hiperpigmentasi. Pada fase kronik
dapat terbentuk plak kering, likenifikasi berbatas tegas sebesar uang
logam, dan bisa tertutup skuama. Lesi menyembuh dimulai dari bagian
tengah membentuk gambaran anular. [2] [4] [6] [8]

6
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Digunakan untuk menyingkirkan diagnosis dermatitis atopi, biasanya
didapatkan serum IgE yang normal.
2) Patch Test
Untuk memeriksa faktor atopi.
3) Pemeriksaan Histopatologi
Dilakukan dengan biopsi, didapatkan epidermis hiperkeratosis,
akantosis, edema inteseluler. Pada dermis didapatkan pelebaran ujung
pembuluh darah, dan serbukan sel-sel radang limfosit, monosit.
4) Pemeriksaan Kultur
Untuk melihat mikroorganisme penyerta. [1] [2] [4] [5]

II.7 Diagnosis Banding


a. Tinea Corporis
b. Psoriasis
c. Dermatitis Kontak Alergika
d. Dermatitis Stasis
e. Dermatitis Atopi [1] [2] [3] [4]

II.8 Tata Laksana


a. Non Medikamentosa
1) Hindari / atasi faktor pencetus
2) Cegah garukan
3) Jaga hidrasi kulit agar tidak kering
4) Berikan emolien apabila ditemukan kulit kering
b. Medikamentosa
1) Prinsip
Terapi bersifat kausatif dan/atau simtomatis sesuai dengan manifestasi
klinis.
2) Topikal
a) Kompres pada lesi akut.

7
b) Agen anti-inflamasi topikal, meliputi kortikosteroid; atau inhibitor
kalsineurin seperti tacrolimus, atau pimekrolimus; atau preparat tar.
3) Non Topikal
a) Antihistamin oralsebagai sedatif dan mengurangi gatal.
b) Kortikosteroid sistemik untuk kasus berat dan refrakter.
c) Antibiotik topikal atau oral seperti eritromisin, tetrasiklin 20-40
mg/kgBB selama 7-14 hari, atau amoksisilin 4x500 mg/hari 7-10
hari.
d) Jika sangat berat, dapat diberikan suntikan kortikosteroid intralesi
seperti triamsinolon asetonida 0,1 mg/ml (0,1 ml/suntikan). [2] [6] [8]
[9] [10]

II.9 Prognosis
Perjalanan klinis umumnya berlangsung kronis. Dengan perawatan dan
tata laksana yang tepat, prognosis pada penyakit ini baik. Penyakit ini bisa
kembali relaps setelah remisi. Umumnya timbul pada lokasi yang sama atau
dekat dengan lokasi sebelumnya. [2] [8] [10]

8
BAB III
STATUS PASIEN

III.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 19 tahun
Suku : Jawa
Alamat : Perumahan Green Ambarawa Residence
No. Rekam Medik : 1996xx
Tanggal Periksa : 9 Maret 2021

III.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Gunawan Mangunkusumo Ambarawa tanggal 9 Maret 2021 pukul 09.30 WIB.
III.2.1 Keluhan Utama
Luka pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS.
III.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. A datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan terdapat
luka pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS. Awalnya, betis kanan
pasien terkena knalpot 5 bulan yang lalu. Setelah terkena knalpot, muncul
bintil berisi cairan dengan daerah sekitar berwarna kehitaman. Setelah
diberikan salep bioplacenton 1 minggu, bintil lalu pecah mengeluarkan cairan
berwarna kuning. Pasien lalu menghentikan penggunaan salep lalu
menggunakan lidah buaya selama 1 bulan, akan tetapi luka menjadi
memberat, mengering, semakin melebar, dan tidak sembuh. Saat ini, luka
pada betis kanan pasien terasa gatal, terutama jika saat hawa dingin, dan
terasa nyeri. Pasien mengaku untuk meredakan rasa gatal nya dengan
menggaruk, dan di kompres dengan air hangat. Pasien menyangkal adanya
demam sebelum luka muncul.

9
III.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah memiliki keluhan serupa, menyangkal
pernah mengalami penyakit kulit lainnya, menyangkal adanya alergi obat dan
makanan, dan menyangkal memiliki hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.
III.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
III.2.5 Riwayat Penggunaan Obat
Setelah terkena knalpot, pasien menggunakan salep Bioplacenton
(Placenta extract, dan Neomycin sulphate), dan setelah nya menggunakan
ekstrak lidah buaya (baik alami dan kemasan). Pasien menyangkal meminum
obat terkait dengan lukanya, dan menyangkal sedang menggunakan obat-
obatan rutin.
III.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien saat ini tinggal bersama kedua orangtuanya.

III.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital
o Tekanan Darah : 130/80 mmHg
o Nadi : 80 kali/menit, kuat angkat, reguler.
o Pernafasan : 20 kali/menit.
o Suhu : 36.8 0C.
Status Generalis
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya langsung/tidak
langsung (+/+)
- Telinga : liang telinga dbn
- Hidung : Cavum nasi dbn, sekret (-), deviasi septum (-),
napas cuping hidung (-/-)
- Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

10
- Tenggorokan : T1 – T1 tenang, faring tidak hiperemis
- Leher : tidak teraba KGB
- Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,
retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sama sonor
Auskultasi : Bunyi vesikuler (+/+) ,ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) dbn
Palpasi : Supel, nyeri tekan -,hepatospleenomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
- Kulit : Warna kulit sawo matang, ikterik (-)
- Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat (+), normotonus,
paresis , edema
Status Dermatologis
I. Lokasi : Betis kanan
UKK : Plakat eritematosa dengan krusta

11
Gambar 1. Lesi pada pasien, terdapat plakat eritematosa dengan krusta

III.4 Hipotesa
Dermatitis Numularis
Dermatitis Kontak Alergika
Tinea Corporis

III.5 Diagnosa Kerja


Dermatitis Numularis

III.6 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

III.7 Resume
Pasien Nn A, usia 19 tahun mengeluh muncul luka pada betis kanan pasien
sejak 14 hari SMRS. Awalnya, betis kanan pasien terkena knalpot 5 bulan yang lalu
lalu muncul bintil berisi cairan dengan daerah sekitar berwarna kehitaman. Setelah
diberikan salep bioplacenton 1 minggu, bintil lalu pecah mengeluarkan cairan
berwarna kuning. Pasien lalu menghentikan penggunaan salep lalu menggunakan

12
lidah buaya selama 1 bulan, akan tetapi luka menjadi memberat, mengering,
semakin melebar, dan tidak sembuh. Saat ini, luka pada betis kanan pasien terasa
gatal, terutama jika saat hawa dingin, dan terasa nyeri. Pasien mengaku untuk
meredakan rasa gatal nya dengan menggaruk, dan di kompres dengan air hangat.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
Status Dermatologis :
I. Lokasi : Betis kanan
UKK : Plakat eritematosa dengan krusta

III.8 Tata Laksana


- Non medikamentosa
o Edukasi :
a. Penjelasan mengenai penyakit pasien.
b. Pasien diberikan penjelasan cara merawat luka
c. Meminta pasien untuk tidak menggaruk walaupun terasa gatal
d. Mengkonsumsi obat harus teratur dan tidak boleh ketinggalan atau
lewat dari waktunya.
o Istirahat yang cukup
o Menjaga agar lesi tetap bersih dan kering untuk mencegah risiko infeksi
o Kenakan pakaian longgar untuk meningkatkan kenyamanan
- Medikamentosa
o Mometason furoate cream 10 mg 3x/hari
o Salticin cream 5 mg 3x/hari
o Amoxicillin tab 3x1
o Cetirizine tab 1x1

III.9 Prognosis
- Ad vitam : Bonam
- Ad functionam : Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Nn. A datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan terdapat luka
pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS. Keluhan lain yang saat ini dirasakan
pasien adalah terasa gatal dan nyeri. Hal ini merupakan salah satu gejala dari
keadaan inflamasi pada tubuh, baik lokal maupun sistemik. Inflamasi ini
menggambarkan interaksi antara patogen dan respon pertahanan yang dilakukan
oleh tubuh. Saat ini luka pada pasien melebar berbentuk bulat seperti koin, berwarna
dasar merah dengan luka agak basah, dan ditutupi luka kering. Lesi yang terdapat
pada pasien sangat khas pada pasien dengan dermatitis numularis dengan
efloresensi yaitu makula eritematosa, atau kulit berwarna merah; terdapat oozing,
atau ada nya luka yang basah; dan ditutupi krusta, atau adanya luka kering. [1] [2]
Berdasarkan epidemiologi penyakit ini, usia pasien merupakan usia puncak
insidensi dermatitis numularis pada wanita. Dermatitis numularis merupakan
penyakit yang menyerang usia dewasa dengan insidensi terjadi dermatitis numularis
pada laki-laki dan perempuan sama. Faktor risiko yang dapat menyebabkan
dermatitis numularis antara lain riwayat atopi, hidrasi kulit pada pasien usia tua
yang biasanya lebih menurun, infeksi mikroorganisme, trauma, dan alergen
lingkungan. Pada pasien, faktor risiko yang mungkin terkait dengan keadaan pasien
antara lain trauma, dimana pasien betis kanan pasien pernah mengalami luka bakar
akibat terkena knalpot motor yang menyala; infeksi mikroorganisme, diakibatkan
karena luka bakar yang dapat merusak integritas kulit sehingga dengan perawatan
yang tidak baik mungkin akan timbul infeksi mikroorganisme; dan alergen
lingkungan, karena pasien juga merawat nya dengan lidah buaya yang selama ini
belum diketahui riwayat apakah pasien pernah memiliki alergi dengan lidah buaya
atau tidak, dan debu yang bisa jadi menempel ke luka bakar pasien pasca terkena
knalpot. [1] [2] [4]
Pada status dermatologis ditemukan kelainan kulit berupa plakat eritema,
yaitu perubahan warna kulit menjadi merah dengan ukuran lebih besar dari uang
logam, serta berbatas tegas, dengan krusta, yaitu luka / nanah / cairan yang sudah
mengering diatas kulit. Pasien juga merasakan rasa gatal dan nyeri. Berdasarkan

14
data tersebut diagnosa banding yang dapat diambil yaitu dermatitis kontak alergika,
dan tinea corporis. [1] [2]
Dermatitis kontak alergika lesinya biasanya berupa eritema numular hingga
plakat, papula, dan vesikel berkelomok, diserta erosi numular hingga plakat. Tinea
corporis lesinya biasanya berupa vesikula hingga vesikopustula miliar sampai
lentikular dengan skuama. Pada pasien, kelainan yang dialami tanpa adanya vesikel
atau erosi dan hanya terdapat krusta. Berdasarkan kepustakaan yang ada, kelainan
kulit tersebut menjadi gambaran klinis khas yang mendukung ditegakkannya
diagnosa dermatitis numularis dan dapat menyingkirkan diagnosa banding lainnya.
[1] [2] [8]

Pengobatan yang diberikan pasien bertujuan untuk mengatasi penyebab,


menghilangkan gejala klinis, dan mencegah timbulnya komplikasi ataupun infeksi
sekunder. Pada pasien ini, diberikan Mometason furoate cream 10 mg 3x/hari,
Salticin cream 5 mg 3x/hari, Amoxicillin tab 3x1, dan Cetirizine tab 1x1.
Mometason furoate merupakan obat golongan kortikosteroid yang digunakan
sebagai antiinflamasi. Salticin merupakan krim antibiotika yang berisi gentamisin
yang merupakan golongan aminoglikosida untuk mengatasi bakteri Gram negatif.
Amoxicillin merupakan golongan antibiotik turunan penisilin yang bersifat
bakterisid terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Cetirizine merupakan
golongan antihistamin yang digunakan sebagai pereda gejala gatal pada pasien. Hal
ini sesuai dengan panduan yang diberikan dalam literatur dengan menggunakan
antiinflamasi berupa kortikosteroid, antibiotik untuk pencegahan infeksi, dan
antihistamin untuk menghilangkan gejala gatal. Prognosis pasien akan baik jika
ditatalaksana dengan adekuat dan tidak mengalami defisiensi imun. [1] [2]

15
BAB V
KESIMPULAN

Laporan kasus dermatitis numularis pada seorang perempuan berusia 19


tahun. Dari anamnesis didapatkan keluhan lesi pada betis kanan disertai rasa gatal,
dan nyeri sejak 14 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis
berupa plakat eritematosa dengan krusta. Perjalanan penyakit pada kasus ini diduga
disebabkan karena faktor trauma, dimana pasien betis kanan pasien pernah
mengalami luka bakar akibat terkena knalpot motor yang menyala; infeksi
mikroorganisme, diakibatkan karena luka bakar yang dapat merusak integritas kulit
sehingga dengan perawatan yang tidak baik mungkin akan timbul infeksi
mikroorganisme; dan alergen lingkungan, karena pasien juga merawat nya dengan
lidah buaya yang selama ini belum diketahui riwayat apakah pasien pernah
memiliki alergi dengan lidah buaya atau tidak, dan debu yang bisa jadi menempel
ke luka bakar pasien pasca terkena knalpot. Pada pasien ini diberikan pengobatan
Mometason furoate cream 10 mg 3x/hari, Salticin cream 5 mg 3x/hari, Amoxicillin
tab 3x1, dan Cetirizine tab 1x1. [1] [2]
Dermatitis numularis merupakan kondisi inflamasi pada kulit, dengan
karakteristik lesi yang berbatas tajam yang berbentuk uang logam dengan oozing,
krusta, dan skuama, serta biasanya menyerang daerah ekstremitas, utamanya bagian
ekstensor dari ekstremitas. Pada status dermatologis, predileksi nya berada di
punggung kaki, punggung tangan, bagian ekstensor ekstremitas, bokong, dan bahu.
Efloresensi pada fase akut yaitu makula eritematosa eksudatif dengan dasar krusta,
vesikel, membentuk lesi yang basah (oozing), berukuran numular hingga plakat,
dan terkadang hiperpigmentasi. Pada fase kronik dapat terbentuk plak kering,
likenifikasi berbatas tegas sebesar uang logam, dan bisa tertutup skuama. Lesi
menyembuh dimulai dari bagian tengah membentuk gambaran anular. Terapi
bersifat kausatif dan/atau simtomatis sesuai dengan manifestasi klinis. Perjalanan
klinis umumnya berlangsung kronis. Dengan perawatan dan tata laksana yang tepat,
prognosis pada penyakit ini baik. Penyakit ini bisa kembali relaps setelah remisi.
Umumnya timbul pada lokasi yang sama atau dekat dengan lokasi sebelumnya. [1]
[2] [4] [6] [8] [10]

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] L. A. Goldsmith, S. I. Katz, B. A. Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffell and K.


Wolff, Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine Eighth Edition, New
York: McGraw-Hill, 2012.
[2] R. S. Siregar, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3, Jakarta: EGC,
2014.
[3] Z. Zaidi and S. W. Lanigan, Dermatology in Clinical Practice, London:
Springer, 2010.
[4] W. Sterry, R. Paus and W. Burgdorf, Thieme Clinical Companions
Dermatology, Stuttgart: Thieme, 2006.
[5] D. Bonamonte, A. Filoni, G. Gullo and M. Vestitia, "Nummular Contact
Eczema: Presentation of a Pediatric Case," The Open Dermatology Journal,
vol. 13, pp. 23-26, 2019.
[6] J. Hunter, J. Savin and M. Dahl, Clinical Dermatology Third Edition,
Massachusetts: Blackwell-Science, 2002.
[7] J. M. Grant-Kels, Color Atlas of Dermatopathology, New York: Informa
Healthcare, 2007.
[8] PERDOSKI, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokters Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia, Jakarta: PP PERDOSKI, 2017.
[9] R. Graham-Brown and T. Burns, Dermatology Lecture Notes 10th Edition,
West Sussex: Wiley-Blackwell, 2007.
[10] S. Jiamton, C. Tangjaturonrusamee and K. Kulthanan, "Clinical Features and
Aggravating Factors in Nummular Eczema in Thais," Asian Pacific Journal
of Allergy and Immunology, vol. 31, pp. 36-42, 2012.

17

Anda mungkin juga menyukai