DERMATITIS NUMULARIS
Disusun Oleh:
Faiz Adnan Makarim
1910221039
Pembimbing :
dr. Hiendarto, Sp.KK
Disusun Oleh:
Faiz Adnan Makarim
1910221039
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Dermatitis Numularis” dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada:
1. dr. Hiendarto, Sp.KK selaku dokter pembimbing di kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo
Ambarawa
2. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak
pernah henti diberikan kepada penulis
3. Seluruh teman sejawat ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang dapat membangun
penulis agar menjadi lebih baik. Akhirnya, semoga Tuhan senantiasa memberikan
berkat dan rahmat yang melimpah bagi kita semua. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Dermatitis numularis merupakan kondisi inflamasi pada kulit, dengan
karakteristik lesi yang berbatas tajam yang berbentuk uang logam dengan
oozing, krusta, dan skuama, serta biasanya menyerang daerah ekstremitas,
utamanya bagian ekstensor dari ekstremitas. [1][2] [3] [4]
II.2 Etiologi
Penyebab dari terjadi nya dermatitis numularis masih belum diketahui.
Pada umumnya, pasien dengan dermatitis numularis tidak memiliki riwayat
penyakit ini pada keluarga maupun atopi. Beberapa faktor dimungkinkan
menjadi penyebab dari penyakit ini, antara lain, hidrasi kulit pada pasien usia
tua biasanya lebih menurun, infeksi mikroorganisme, trauma, dan alergen
lingkungan. Selain itu ditemukan juga dermatitis numularis pada pasien
hepatitis C yang sedang terapi dengan interferon a-2b dan ribavirin. [1] [2] [3]
II.3 Epidemiologi
Dermatitis numularis paling sering terjadi pada usia dewasa. Pada usia
50-65 tahun, laki-laki lebih sering terkena, sedangkan pada usia 15-25 tahun,
perempuan yang lebih sering terkena. Dermatitis numularis sangat jarang
terjadi pada bayi maupun anak-anak. Secara umum, penyakit ini lebih sering
terjadi pada daerah iklim panas. [1] [2] [5]
II.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari dermatitis numularis sampai saat ini masih belum
diketahui. Salah satu literatur menjelaskan bahwa mungkin dermatitis statis
mencermikan dermatitis atopik, xerosis, dan dermatitis stasis pada tungkai
yang ditambah dengan hiperkolonisasi bakteri. Hal ini terjadi karena salah
satu faktor utama yaitu kebersihan pribadi yang buruk. Selain itu, pada usia
tua, hidrasi dari kulit juga berkurang yang mungkin dapat menyebabkan
5
dermatitis numularis. Penggunaan obat hepatitis C seperti interferon a-2b dan
ribavirin dapat menyebabkan penyakit ini. [1] [2] [4]
II.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Penderita biasanya akan mengeluhkan terdapat ada nya lesi di kulit. Gejala
yang mungkin dirasakan pada pasien antara lain gatal, dan nyeri. Perlu
dicari juga riwayat atopi; riwayat penyakit dahulu, seperti kulit kering, dan
infeksi; riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-ekonomi pasien
seperti stress emosional, alergen, debu, atau alkohol. [1] [2] [4] [8]
b. Pemeriksaan Fisik
Pada status dermatologis, predileksi nya berada di punggung kaki,
punggung tangan, bagian ekstensor ekstremitas, bokong, dan bahu.
Efloresensi pada fase akut yaitu makula eritematosa eksudatif dengan
dasar krusta, vesikel, membentuk lesi yang basah (oozing), berukuran
numular hingga plakat, dan terkadang hiperpigmentasi. Pada fase kronik
dapat terbentuk plak kering, likenifikasi berbatas tegas sebesar uang
logam, dan bisa tertutup skuama. Lesi menyembuh dimulai dari bagian
tengah membentuk gambaran anular. [2] [4] [6] [8]
6
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Digunakan untuk menyingkirkan diagnosis dermatitis atopi, biasanya
didapatkan serum IgE yang normal.
2) Patch Test
Untuk memeriksa faktor atopi.
3) Pemeriksaan Histopatologi
Dilakukan dengan biopsi, didapatkan epidermis hiperkeratosis,
akantosis, edema inteseluler. Pada dermis didapatkan pelebaran ujung
pembuluh darah, dan serbukan sel-sel radang limfosit, monosit.
4) Pemeriksaan Kultur
Untuk melihat mikroorganisme penyerta. [1] [2] [4] [5]
7
b) Agen anti-inflamasi topikal, meliputi kortikosteroid; atau inhibitor
kalsineurin seperti tacrolimus, atau pimekrolimus; atau preparat tar.
3) Non Topikal
a) Antihistamin oralsebagai sedatif dan mengurangi gatal.
b) Kortikosteroid sistemik untuk kasus berat dan refrakter.
c) Antibiotik topikal atau oral seperti eritromisin, tetrasiklin 20-40
mg/kgBB selama 7-14 hari, atau amoksisilin 4x500 mg/hari 7-10
hari.
d) Jika sangat berat, dapat diberikan suntikan kortikosteroid intralesi
seperti triamsinolon asetonida 0,1 mg/ml (0,1 ml/suntikan). [2] [6] [8]
[9] [10]
II.9 Prognosis
Perjalanan klinis umumnya berlangsung kronis. Dengan perawatan dan
tata laksana yang tepat, prognosis pada penyakit ini baik. Penyakit ini bisa
kembali relaps setelah remisi. Umumnya timbul pada lokasi yang sama atau
dekat dengan lokasi sebelumnya. [2] [8] [10]
8
BAB III
STATUS PASIEN
III.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Gunawan Mangunkusumo Ambarawa tanggal 9 Maret 2021 pukul 09.30 WIB.
III.2.1 Keluhan Utama
Luka pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS.
III.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. A datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan terdapat
luka pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS. Awalnya, betis kanan
pasien terkena knalpot 5 bulan yang lalu. Setelah terkena knalpot, muncul
bintil berisi cairan dengan daerah sekitar berwarna kehitaman. Setelah
diberikan salep bioplacenton 1 minggu, bintil lalu pecah mengeluarkan cairan
berwarna kuning. Pasien lalu menghentikan penggunaan salep lalu
menggunakan lidah buaya selama 1 bulan, akan tetapi luka menjadi
memberat, mengering, semakin melebar, dan tidak sembuh. Saat ini, luka
pada betis kanan pasien terasa gatal, terutama jika saat hawa dingin, dan
terasa nyeri. Pasien mengaku untuk meredakan rasa gatal nya dengan
menggaruk, dan di kompres dengan air hangat. Pasien menyangkal adanya
demam sebelum luka muncul.
9
III.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah memiliki keluhan serupa, menyangkal
pernah mengalami penyakit kulit lainnya, menyangkal adanya alergi obat dan
makanan, dan menyangkal memiliki hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.
III.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
III.2.5 Riwayat Penggunaan Obat
Setelah terkena knalpot, pasien menggunakan salep Bioplacenton
(Placenta extract, dan Neomycin sulphate), dan setelah nya menggunakan
ekstrak lidah buaya (baik alami dan kemasan). Pasien menyangkal meminum
obat terkait dengan lukanya, dan menyangkal sedang menggunakan obat-
obatan rutin.
III.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien saat ini tinggal bersama kedua orangtuanya.
10
- Tenggorokan : T1 – T1 tenang, faring tidak hiperemis
- Leher : tidak teraba KGB
- Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,
retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sama sonor
Auskultasi : Bunyi vesikuler (+/+) ,ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) dbn
Palpasi : Supel, nyeri tekan -,hepatospleenomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
- Kulit : Warna kulit sawo matang, ikterik (-)
- Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat (+), normotonus,
paresis , edema
Status Dermatologis
I. Lokasi : Betis kanan
UKK : Plakat eritematosa dengan krusta
11
Gambar 1. Lesi pada pasien, terdapat plakat eritematosa dengan krusta
III.4 Hipotesa
Dermatitis Numularis
Dermatitis Kontak Alergika
Tinea Corporis
III.7 Resume
Pasien Nn A, usia 19 tahun mengeluh muncul luka pada betis kanan pasien
sejak 14 hari SMRS. Awalnya, betis kanan pasien terkena knalpot 5 bulan yang lalu
lalu muncul bintil berisi cairan dengan daerah sekitar berwarna kehitaman. Setelah
diberikan salep bioplacenton 1 minggu, bintil lalu pecah mengeluarkan cairan
berwarna kuning. Pasien lalu menghentikan penggunaan salep lalu menggunakan
12
lidah buaya selama 1 bulan, akan tetapi luka menjadi memberat, mengering,
semakin melebar, dan tidak sembuh. Saat ini, luka pada betis kanan pasien terasa
gatal, terutama jika saat hawa dingin, dan terasa nyeri. Pasien mengaku untuk
meredakan rasa gatal nya dengan menggaruk, dan di kompres dengan air hangat.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
Status Dermatologis :
I. Lokasi : Betis kanan
UKK : Plakat eritematosa dengan krusta
III.9 Prognosis
- Ad vitam : Bonam
- Ad functionam : Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Nn. A datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin dengan keluhan terdapat luka
pada betis kanan pasien sejak 14 hari SMRS. Keluhan lain yang saat ini dirasakan
pasien adalah terasa gatal dan nyeri. Hal ini merupakan salah satu gejala dari
keadaan inflamasi pada tubuh, baik lokal maupun sistemik. Inflamasi ini
menggambarkan interaksi antara patogen dan respon pertahanan yang dilakukan
oleh tubuh. Saat ini luka pada pasien melebar berbentuk bulat seperti koin, berwarna
dasar merah dengan luka agak basah, dan ditutupi luka kering. Lesi yang terdapat
pada pasien sangat khas pada pasien dengan dermatitis numularis dengan
efloresensi yaitu makula eritematosa, atau kulit berwarna merah; terdapat oozing,
atau ada nya luka yang basah; dan ditutupi krusta, atau adanya luka kering. [1] [2]
Berdasarkan epidemiologi penyakit ini, usia pasien merupakan usia puncak
insidensi dermatitis numularis pada wanita. Dermatitis numularis merupakan
penyakit yang menyerang usia dewasa dengan insidensi terjadi dermatitis numularis
pada laki-laki dan perempuan sama. Faktor risiko yang dapat menyebabkan
dermatitis numularis antara lain riwayat atopi, hidrasi kulit pada pasien usia tua
yang biasanya lebih menurun, infeksi mikroorganisme, trauma, dan alergen
lingkungan. Pada pasien, faktor risiko yang mungkin terkait dengan keadaan pasien
antara lain trauma, dimana pasien betis kanan pasien pernah mengalami luka bakar
akibat terkena knalpot motor yang menyala; infeksi mikroorganisme, diakibatkan
karena luka bakar yang dapat merusak integritas kulit sehingga dengan perawatan
yang tidak baik mungkin akan timbul infeksi mikroorganisme; dan alergen
lingkungan, karena pasien juga merawat nya dengan lidah buaya yang selama ini
belum diketahui riwayat apakah pasien pernah memiliki alergi dengan lidah buaya
atau tidak, dan debu yang bisa jadi menempel ke luka bakar pasien pasca terkena
knalpot. [1] [2] [4]
Pada status dermatologis ditemukan kelainan kulit berupa plakat eritema,
yaitu perubahan warna kulit menjadi merah dengan ukuran lebih besar dari uang
logam, serta berbatas tegas, dengan krusta, yaitu luka / nanah / cairan yang sudah
mengering diatas kulit. Pasien juga merasakan rasa gatal dan nyeri. Berdasarkan
14
data tersebut diagnosa banding yang dapat diambil yaitu dermatitis kontak alergika,
dan tinea corporis. [1] [2]
Dermatitis kontak alergika lesinya biasanya berupa eritema numular hingga
plakat, papula, dan vesikel berkelomok, diserta erosi numular hingga plakat. Tinea
corporis lesinya biasanya berupa vesikula hingga vesikopustula miliar sampai
lentikular dengan skuama. Pada pasien, kelainan yang dialami tanpa adanya vesikel
atau erosi dan hanya terdapat krusta. Berdasarkan kepustakaan yang ada, kelainan
kulit tersebut menjadi gambaran klinis khas yang mendukung ditegakkannya
diagnosa dermatitis numularis dan dapat menyingkirkan diagnosa banding lainnya.
[1] [2] [8]
15
BAB V
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17