MEKANISME VENTILASI
Disusun Oleh:
HARUMI KUSUMA 1710221053
Pembimbing:
dr. Thariq Emyl T.H, Sp.An
1
LEMBAR PENGEESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
REFERAT
MEKANISME VENTILASI
Harumi Kusuma
1710221053
Mengesahkan:
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif
pada paru-paru melalui jalan nafas buatan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik memiliki
prinsip yang berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan
tekanan positif sebagai pengganti tekanan negatif untuk mengembangkan paru.
4
2. Resistensi
Pada resistensi, tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan gas melalui saluran
napas ke alveoli. Resistensi menggambarkan tekanan dibagi dengan aliran
gas. Resistensi ditentukan oleh sifat dari saluran napas (panjang, diameter,
cabang dan karakteristik permukaan) dan tipe dari flow (laminar atau
turbulen).
3. Time Constant
Time constant adalah waktu (dalam detik) yang dibutuhkan oleh tekanan
(volume) alveolar untuk mencapai 63% perubahan tekanan udara. Time
constant adalah compliance dikalikan resistensi. Time constant pendek
pada RDS dan memanjang pada compliance tinggi (bayi besar yang
parunya normal) atau pada resistensi tinggi (misalnya pada chronic lung
disease).
Bila waktu inspirasi terlalu pendek (kurang dari 3-5 kali time constant)
akan mengakibatkan hiperkapnia dan hipoksemia. Bila waktu ekspirasi
terlalu pendek (kurang dari 3-5 kali time constant) akan terjadi gas
trapping sehingga mengakibatkan hiperkapnia dan menurunnya cardiac
output.
4. Hipoksemia
Patofisiologi hipoksemia pada bayi terjadi karena adanya ventilasi-perfusi
missmatch, shunt, hipoventilasi dan gangguan difusi
5
II.3 Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
1. Mencapai oksigen arteri dan kadar karbondioksida (CO2) yang normal
2. Meminimalkan usaha nafas yang berat
3. Meningkatkan atau mengoptimalkan tingkat kenyamanan pasien
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
6
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative
sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas
selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan
keberadaan ventilasi mekanik.
7
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut, maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
Keterangan :
a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan
volume tidal atau mempertahankan tekanan.
b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkanudara pernapasan
d. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetting 1:2 yang merupakan nilai
normalfisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.
8
negatif yang harus dihasilkan oleh pasien untuk memulai suatu bantuan
napas oleh ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2
sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20
L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah
seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada
pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana
sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah
pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas
spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak
diharapkan untuk bernafas spontan.
8. Alarm
Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien
(ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi
menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing
tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus
dipasang dalam kondisi siap.
9. Positive End Respiratory Pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP yang optimal mencegah kolaps alveolar dan tidak
menyebabkan overdistensi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2
oleh kapiler paru sehingga memperbaiki ratio ventilasi perfusi.
Peningkatan PEEP meningkatkan Mean Airway Pressure (MAP) sehingga
meningkatkan PaO2. Penurunan PEEP pada bayi yang parunya sangat
kaku akan menurunkan PaO2. Level PEEP yang dipakai biasanya 5-7
cmH2O. PEEP yang tinggi dapat menyebabkan overdistensi sehingga
menurunkan compliance paru, tidal volume, pengeluaran CO2 dan curah
jantung serta meningkatkan PaCO2 sedangkan PEEP <3 cmH2O pada
bayi prematur dapat mengakibatkan atelektasis. PEEP hanya digunakan
pada fase ekspirasi, sementara CPAP berlangsung selama siklus respirasi.
9
II.6 Fisiologik pada Ventilasi Mekanik
1. Pernafasan Spontan
Diafragma dan otot intercostalis berkontraksi rongga dada
mengembang terjadi tekanan negative (-) aliran udara masuk ke paru
dan berhenti pada akhir inspirasi (fase ekspirasi berjalan secara pasif).
2. Pernafasan dengan Ventilasi Mekanik
Ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien
sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif tekanan intra thorakal
meningkat pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks pali ng
positif (fase ekspirasi berjalan pasif)
10
serebral. Bahaya lain ventilasi berlebihan pada pasien dengan retensi CO2
adalah kalium serum yang rendah, yang mencetuskan irama jantung
abnormal. Ketika CO2 ditahan, kalium bergerak keluar sel ke dalam
plasma dan diekskresi oleh ginjal. Jika PCO2 berkurang dengan cepat,
kalium kembali masuk ke dalam sel sehingga mengurangi plasma.
2. Peningkatan PO2 Arteri
Pada beberapa pasien gagal napas, PCO2 arterinya sering tidak
meningkat dan tujuan ventilasi mekanik adalah meningkatkan PO2. Dalam
praktik, pasien seperti ini selalu diventilasi dengan yang diperkaya
oksigen, dan kombinasi ini biasanya efektif untuk mengurangi hipoksemia.
Konsentrasi oksigen inspirasi idealnya harus cukup untuk meningkatkan
PO2 arteri paling tidak menjadi 60 mmHg, tetapi konsenrasi inspirasi yang
terlalu tinggi perlu dihindari karena bahaya toksisitas oksigen dan
atelektasis.
3. Efek pada Aliran Balik Vena
Ventilasi mekanik cenderung mengganggu kembalinya darah ke
dalam toraks sehingga mengurangi curah jatung. Jika tekanan jalan napas
ditingkatkan oleh ventilator, tekanan intratoraks rata-rata meningkat dan
menghambat aliran balik vena. Efek ventilasi tekanan-positif pada aliran
balik vena bergantung pada besar dan durasi tekanan inspirasi dan
khususnya, penambahan PEEP. Darah yang lewat paru juga berkurang
karena adakanya kompresi mikrovaskuler akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang dan akhirnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi dan
besar resiko terjadinya pneumothoraks. Cardiac output yang menurun
menyebabkan perfusi ke organ-organ lain menurun seperti hepar, ginjal,
dll, sehingga darah yang ke otak akan terhambat dan bisa menyebabkan
tekanan intrakranial meningkat.Hal ini dapat diketahui secara klinis
dengan adanya peningkatan distensi dari vena jugularis. Oleh karena itu,
pada keadaan perfusi otak yang menurun dapat menimbulkan hipoksemia
serebral dan ICP yang meningkat dapat memperparah edema serebral. Bila
pasien memiliki kondisi hemodinamik intrakranial yang normal, maka
11
dengan ventilasi tekanan positif tidak akan meningkatkan tekanan
intrakranial (ICP). Pada pasien dengan fungsi serebral yang abnormal,
perubahan yang terjadi pada perfusi dan tekanan serebral akan sangat
mempengaruhi kondisi hemodinamik. Bila terdapat peningkatan ICP,
maka akan timbul hiperventilasi untuk menurunkan ICP yaitu dengan
mengurangi PaCO2 menjadi 25 sampai 30 mmHg. Alkalosis yang timbul
karena PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-
pembuluh darah.
4. Efek Terhadap Fungsi Renal
a. Respon renal terhadap perubahan hemodinamik yang timbul karena
peningkatan tekanan intratorakal
Penurunan curah jantung karena tekanan positif alveolar,
cenderung menurunkan aliran darah ginjal (renal blood flow /RBF)
dan laju filrasi glomerular (GFR) sehingga produksi urin berkurang.
Pada saat tekanan kapiler glomerular menurun di bawah 75 mmHg,
laju aliran glomerular menurun dan aliran urin berkurang. Pada
hipotensi yang berat, aliran urin dapat terhenti. Pada saat penggunaan
ventilasi tekanan positif, tekanan darah arterial biasanya
terkompensasi. Penurunan tekanan bukan faktor penyebab penurunan
produksi urin yang signifikan selama ventilasi mekanik. Redistribusi
darah dalam ginjal yang mempengaruhi perubahan fungsi ginjal itu
sendiri. Aliran ke korteks bagian luar menurun, sementara aliran
menuju korteks bagian dalam dan nefron- nefron jukstaglomerular
meningkat sehingga urin, kreatinin dan natrium yang diekskresikan
lebih sedikit. Hal ini terjadi karena nefron jukstaglomerular di dekat
medula ginjal lebih efisien mengabsorbsi natrium daripada yang
berada di korteks bagian luar sehingga natrium yang diabsorbsi lebih
banyak, diikuti pula dengan absorbsi air yang meningkat. Redistribusi
darah merupakan respons terhadap stimulasi simpatis seperti
peningkatan katekolamin, vasopresin, dan angiotensin.
12
b. Respons humoral antara lain perubahan pada hormon antidiuretik
(ADH), peptida natriuretik atrial (ANP) dan renin-angiotensin-
aldosteron (RAA)
Produksi urin selama pemberian ventilasi tekanan positif akan menurun.
Hal ini disebabkan oleh perubahan perfusi dan fungsi endokrin. Peningkatan
pelepasan hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior dapat
menurunkan produksi urin. ADH menghambat ekskresi air. Semakin tinggi
ADH yang dilepaskan ke dalam sirkulasi, semakin sedikit pembentukan urin
sehingga volume cairan dalam tubuh semakin besar.Faktor penentu utama
dari pelepasan ADH adalah osmolalitas plasma. Faktor lainnya adalah
tekanan darah, nausea, vomitus, dan berbagai macam obat-obatan seperti
golongan narkotik serta obat antiinflamasi nonsteroid. Perubahan tekanan
darah yang disebabkan pemberian ventilasi tekanan positif dapat
meningkatkan pelepasan ADH melalui mekanisme berikut ini, yaitu reseptor
volume yang terdapat di atrium kiri mengirimkan impuls-impuls saraf
melalui jalur vagal ke hipotalamus. Aktivitas saraf ini dapat menstimulasi
peningkatan atau penurunan produksi dan sekresi ADH. Baroreseptor yang
terdapat di badan karotis dan di sepanjang arkus aorta menginderakan
perubahan tekanan serta dapat menaikkan atau menurunkan level ADH. Pada
saat pemberian ventilasi tekanan positif, reseptor-reseptor tadi terpapar
olehperubahan tekanan intratorakal, volume dan tekanan darah. Telah
diketahui bahwa ventilasi tekanan negatif menghambat pelepasan ADH dan
menyebabkan efek diuretik, sebaliknya ventilasi tekanan positif
meningkatkan pelepasan ADH sehingga menimbulkan oliguria.
Ventilasi tekanan positif dan PEEP menurunkan tekanan pengisian atrial
dengan kompresi mekanik pada atrium dengan menurunkan regangan atrium
kanan karena venous return yang menurun. Penurunan regangan atrial
menyebabkan produksi hormon lainnya ikut berkurang yaitu atrial
natriuretic peptide (ANP). ANP berfungsi untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit. Menurunnya kadar ANP ikut berperan dalam retensi air
dan natrium selama ventilasi tekanan positif.
c. Pengaruh terhadap ginjal karena pH, PaCO2 dan PaO2 yang abnormal
Perubahan PaO2 dan PCO2 merupakan pengaruh dari ventilasi
terhadap ginjal. Penurunan PaO2 pada pasien dengan gagal napas
13
menunjukkan adanya produksi urin dan fungsi ginjal yang berkurang.
Nilai PaO2 di bawah 40 mmHg (hipoksemia berat) menyebabkan
penurunan fungsi ginjal. Demikian pula dengan PaCO2 di atas 65
mmHg juga dapat menurunkan fungsi ginjal.
14
II.8 Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator
untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangakan pengesetan
awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume Tidal: 6-8 ml/kgbb
3. Frekuensi Pernafasan: 12-14 x/menit
4. Aliran Inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5cm, ini diberikan pada
pasien yang mengalami edema paru dan untuk mencegah atelectasis.
15
b. Pressure Control (PC)
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi kebutuhan
TV melalui pemberian volume, maka pada mode PC target mesin
adalah memenuhi kebutuhan TVmelalui pemberian tekanan. Mode
ini efektif digunakan pada pasien dengan kasus edema paru akut.
16
jumlah nafas akan dibantu mesin sesuai dengan jumlah trigger
yang dihasilkan dari nafas spontan pasien. Semakin tinggi trigger
yang diberikan akan semakin mudah mesin ventilator memberikan
bantuan. Demikian pula dengan Inspiratory Pressure Level (IPL),
semakin tinggi IPL yang diberikan akan semakin mudah TV pasien
terpenuhi. Tapi untuk tahap weaning, pemberian trigger yang
tinggi atau IPL yang tinggi akan mengakibatkan ketergantungan
pasien terhadap mesin dan ini akan mengakibatkan kesulitan pasien
untuk segera lepas dari mesin ventilator. Beberapa pengaturan
(setting) yang harus di buat pada mode PS diantaranya: IPL,
trigger sensitivity, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah MV
serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah dapat
diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan
sudah terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk diweaning ke
mode CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).
c. SIMV + PS (Sincronous Intermitten Minute Volume + Pressure
Support)
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS.
Umumnya digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol.
Bantuan yang diberikan berupa volume dan tekanan. Jika dengan
mode ini IPL dibuat 0 cmH2O, maka sama dengan mode SIMV
saja. SIMV + PS memberikan kenyamanan pada pasien dengan
kekuatan inspirasi yang masih lemah. Beberapa pengaturan
(setting) yang harus di buat pada mode SIMV + PS diantaranya:
TV, MV, Frekuensi nafas, Trigger, IPL, PEEP, FiO2, alarm batas
atas dan bawah dari MV serta Upper Pressure Limit.
d. Continous Positif Airway Pressure (CPAP)
Mode ini digunakan pada pasien dengan daya inspirasi sudah
cukup kuat atau jika dengan mode PS dengan IPL rendah sudah
cukup menghasilkan TV yang adekuat. Bantuan yang di berikan
melalui mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian
penggunaan mode ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi.
17
II.10 Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada Paru
a. Barotrauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya
aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada
pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral, terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri
(PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Edema cerebral, terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas
normal akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial.
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, ileus
b. Perdarahan lambung
5. Gangguan lainnya
a. Obstruksi jalan nafas
b. Hipertensi
c. Tension pneumotoraks
d. Atelektasis
e. Infeksi pulmonal
18
BAB III
KESIMPULAN
19
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
4. Marino PL. 2007. The Icu Book edisi 3rd. Lippincott Williams and
Wilkins: Newyork. Hal. 457- 511
20