Anda di halaman 1dari 29

Dokter Pembimbing :

Dr. Ika Soelistina, SpKK


Disusun Oleh :
Francisca Noveliani
112016254
Nama : Ny. I
Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 9 November 1988
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 1 November 2018
Ruangan : Poli Kulit kelamin RS
Bhayangkara Surabaya
 Autoanamnesa pada tanggal 1 November 2018 pukul
09.50 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Bhayangkara
Surabaya

 Keluhan Utama :
Bibir kering, gatal dan pecah sejak 3 minggu lalu.
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Bhayangkara
Surabaya dengan keluhan pecah dan kering pada bagian bibir
atas dan bawah disertai rasa gatal tetapi tidak panas. Pasien
mengatakan bahwa 3 minggu lalu muncul tonjolan-tonjolan
kecil berisi air di sekitar bibir pasien, kemudian pecah dan
bibir terasa perih. Setelah itu bibir pasien kemudian kering
dan gatal. Setelah itu bibir pasien menjadi luka dan ditutupi
lapisan tebal dan kuning. Pasien memiliki kebiasaan
memakai lipstick dengan merek yang sama sejak 1 tahun lalu,
tetapi baru menyadari bahwa lipstick tersebut kadaluarsa.
Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki masalah dengan
penggunaan lipstick tersebut.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat sakit seperti ini
sebelumnya.
Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, alergi
makanan, alergi obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Normal
TB : 151 cm
BB : 48 kg
BMI : 21.05 kg/m2
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,5°C
Pernafasan : 20x/menit
 Distribusi Lesi : Regional
 Lokasi : Regio oral.
 Jumlah lesi : Multiple, diskret.
 Bentuk Lesi : Lesi makula eritematosa, lokalisata,
bentuk tidak teratur, ukuran miliar- lenticular, batas
tidak tegas, tepi tidak rata dan meninggi, permukaan
tidak rata, dengan ulkus yang ditutupi krusta
seropurulen. Mukosa bibir tampak kering.
 Effloresensi : Lesi macula eritematosa disertai
dengan ulkus yang ditutupi krusta seropurulen.
 Pasien Ny. I, usia 30 tahun, datang dengan keluhan pecah dan
kering pada bagian bibir atas dan bawah disertai rasa gatal tetapi
tidak panas. Pasien mengatakan bahwa 3 minggu lalu muncul
tonjolan-tonjolan kecil berisi air di sekitar bibir pasien,
kemudian pecah dan bibir terasa perih. Setelah itu bibir pasien
kemudian kering dan gatal. Setelah itu bibir pasien menjadi luka
dan ditutupi lapisan tebal dan kuning. Pasien memiliki
kebiasaan memakai lipstick dengan merek yang sama sejak 1
tahun lalu, tetapi baru menyadari bahwa lipstick tersebut
kadaluarsa. Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki masalah
dengan penggunaan lipstick tersebut.
 Pada bagian bibir pasien terdapat lesi makula eritematosa,
lokalisata, bentuk tidak teratur, ukuran miliar- lenticular, batas
tidak tegas, tepi tidak rata dan meninggi, permukaan tidak rata,
dengan ulkus yang ditutupi krusta seropurulen. Mukosa bibir
tampak kering.
 Diagnosis Banding :
Dermatitis Kontak Iritan Kronik
Kumulatif
 Diagnosis Kerja :
Dermatitis Kontak Alergik
Non-Medikamentosa :
 Menghindari penggunaan bahan yang memicu alergi
 Medikamentosa
Topikal
 Kompres dengan Nacl
 Salep Hidrocortison 1%
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Fungtionam : Bonam
 Ad Kosmetikum : Bonam
 Ad Sanationam : Bonam
 Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis
(peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan
alergen melalui proses sensitisasi.
 Dapat terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan luar
yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama.
 DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
atau reaksi imunologi tipe IV.
 Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen
 Paling sering berupa bahan kimia dengan berat
molekul kurang dari 500-1000 Da,
 Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit.1
2. Faktor Internal/
1. Faktor eksternal : Faktor Individu :
 Potensi sensitisasi allergen  Keadaan kulit pada lokasi kontak
 Contohnya ialah ketebalan
 Dosis per unit area epidermis dan keadaan stratum
korneum.
 Luas daerah yang terkena
 Status imunologik
 Lama pajanan  Misal orang tersebut sedang
menderita sakit, atau terpajan sinar
 Oklusi matahari.
 Suhu dan kelembaban  Genetik
lingkungan  Faktor predisposisi genetic berperan
kecil, meskipun misalnya mutasi
 Vehikulum null pada kompleks gen fillagrin
lebih berperan karena alergi nickel
 pH Status higinie dan gizi
 Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki
DKA dibandingkan laki-laki (11,5%). Berdasarkan penelitian pada penata rias di
Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efek samping kosmetik, dimana 25, 4
persen dari angka itu menderita DKA.
 Individu yang lebih muda (18 sampai 25 tahun) memiliki onset lebih cepat dan
resolusi cepat untuk terjadi dermatitis dibandingkan orang tua.
 Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi tidak hanya
pada usia, tetapi juga dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan
pekerjaan.
 Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan defisiensi
imun, seperti AIDS atau imunodefisiensi berat, penyakit yang beragam seperti
limfoma, sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis atopik telah dikaitkan
dengan kurangnya reaktivitas atau anergy.
 Pekerjaan yang Umumnya Terkait dengan DKA Ada banyak pekerjaan yang
berhubungan dengan DKA dan hal itu berkaitan dengan alergen yang sering
terpapar pada pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil, dokter gigi,
pekerja konstruksi, elektronik dan industri lukisan, rambut, industri sektor
makanan dan logam, dan industri produk pembersih.3
 Penderita umumnya mengeluh gatal.
 Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula.
 Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi (basah).
 Pada yang kronis terlihat kulit kering berskuama,
papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya
tidak jelas.
1. Uji Tempel
2. Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran klinis Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergi

Patogenesis Efek sitotoksik langsung Reaksi T cell–mediated immune

Setiap orang Golongan minoritas

Onset sedang (chemical burns)


Onset Setelah terpapar bahan iritan lemah yang 12-48 jam sebelum tersensitisasi
berulang

Ekzema subakut atau kronik dengan Ekzema akut sampai subakut dengan
Tanda
deskuamasi dan fisura. vesikel

Gejala Nyeri dan sensasi terbakar Pruritus

Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah

Pemeriksaan Tidak ada Patch or prick tests


 Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis
kontak alergi adalah upaya pencegahan terulangnya kontak
kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan
kulit yang timbul.
 Untuk lesi yang akut dan basah diberi kompres NaCl 0,9%,
jika kering gunakan krim kortikosteroid,hidrokortison 1%,
atau diflukoltoron valerat 0,1% atau betametasone valerat
0,005%-0,1%.
 Kompres ini dilakukan untuk mengurangi pembentukan
vesikel, kompres ini diganti setiap 2-3 jam.1
Pengobatan secara sistemik
 Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu
yang singkat.
 Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam (dewasa), 1mg/kgBB/hari (anak)
 Dexametasone 0,5-1mg/dosis, 2-3kali/24jam(dewasa), 0,1 mg/kgBB/hari (anak)
 Triamsinolon 4-8 mg/dosis,2-3kali/24 jam (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak)
Antihistamin
 Chlorpheniramin meleat 3-4 mg/dosis,2-3kali/24jam (dewasa), 1
mg/kgBB/dosis,3 kali/24 jam (anak)
 Diphenhidramin HCL 10-20 mg/dosis i.m,1-2 kali/24 jam (dewasa), 0,5
mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam (anak)
 Loratadine 1 tab/hari ( dewasa)
Antibiotika bila ditemukan tanda – tanda infeksi sekunder
 Amoksisilin 3 X 500 mg/hari atau Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 5-10
hari.
 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk
terkena dermatitis kontak alergi
 Menghindari substansi allergen
 Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
 Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun,
jika tidak ada sabun bilas dengan air
 Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar
allergen
 Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan
pakaian lain
 Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang berisiko terhadap paparan allergen.
 Infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya
herpes simpleks.
 Eritema multiforme (lecet)
 Neurodermatitis (lichen simplex chronicus).
 Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik,
sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
 Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh
faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis
numularis atau psoriasia).
 Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik
adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari
misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu
atau yang terdapat di lingkungan penderita
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di
kulit. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang
akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian
diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya
tidak jelas. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji
tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan
didapatkan hasil positif. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara
medikamentosa serta nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi
medikamentosa adalah untuk mengurangi reaktivitas sistim imun
dengan terapi kortikosteroid, mencegah infeksi sekunder dengan
antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi
antihistamin. Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan
menghindari alergen.

Anda mungkin juga menyukai