Anda di halaman 1dari 5

REFERAT

DERMATITIS VENENATA

Pembimbing :
dr. Heryanto Syamsudin, Sp.KK

Oleh :
Muhammad Gufron Rabban
2016730060

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSIJ SUKAPURA JAKARTA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi bersamaan, bahkan mungkin hanya satu jenis
misalnya, hanya berupa papula (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang


menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan adalah reaksi peradangan pada kulit non-
imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergi adalah reaksi peradangan pada
kulit yang terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab/alergen.

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan Paederus
kejadiannya meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan
lingkungan yang sesuai bagi organisme penyebab dermatitis venenata (misal: Genus
Paederus).

ETIOPATOGENESIS

Dermatitis Venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat (gejala sama
dengan DKI akut namun lesi baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak) yang biasanya
disebabkan oleh gigitan, liur atau bulu serangga yang terbang pada malam hari, atau dapat
juga disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga,
pohon mahoni, dan lain sebagainya.

Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari
genus Paederus. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5 mm seukuran
dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan juga elytral
(struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas segmen abdomen). Meskipun paederus
dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari dan meloncat.

Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan terang.
Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang kemudian
menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-
48 jam setelah kulit terpapar.

Salah satu penyebab munculnya dermatitis venenata adalah toksin yang terdapat pada
gigitan, liur, maupun bulu serangga. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh toksin melalui 4 mekanisme kerja kimiawi atau fisis. Toksin dapat merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya
ikat air terhadap kulit.
Kebanyakan toksin dapat mengakibatkan kerusakan membaran. Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG),
platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG)
dan leukotrien (LT). Prostaglandin dan leukotrien menginduksi vasodilatasi, dan
meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat
perubahan vaskular.

Diasilgliserida dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor
IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Pada kontak dengan
iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan
granulosit.

Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di tempat


terjadinya kontak dengan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit
kehilangan fungsi sawarnya. Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel dilapisan kulit
yang lebih dalam.

GAMBARAN KLINIS

Dermatitis venenata termasuk ke dalam tipe DKI akut lambat. Keluhan yang dirasakan
dirasakan pedih, panas, rasa terbakar, dan gatal. Gejala klinis yang dapat ditemukan dari
pasien dengan dermatitis venenata antara lain:
a. Tidak ada gejala prodromal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal serta
pedih.
c. Kulit yang terpapar oleh bahan aktif paederin akan menjadi eritem, disertai rasa perih,
panas dan terbakar. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk
gambaran lesi berupa patch eritem linear yang kemudian berlanjut menjadi vesikel,
bula, terkadang bula menjadi pustular, bahkan nekrosis. Pada pasien yang datang ke
tenaga medis, bula dapat intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem. Lesi
mulai muncul setelah 8-24 jam setelah terpapar bahan aktif dan membaik dalam
waktu seminggu
d. Lesi biasanya terjadi pda tempat yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher
dan wajah, khususnya area periorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering
menjadi predileksi.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti yang tertempel atau terkena lesi akan
berubah menjadi lesi yang baru

DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis venenata dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang cermat. Riwayat kegiatan sebelumnya penting untuk ditanyakan mengingat penyakit ini
biasanya timbul akibat bulu serangga yang terbang pada malam hari.

PENATALAKSANAAN

Upaya pengobatan non medikamentosa yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi. Bila hal ini
dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan
sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk
memperbaiki sawar kulit.

Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%) atau
Burrow’s solution. Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan
vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap
2-3 jam.
2. Bentuk kronis dan kering, untuk mengatasi peradangan pada rekasi lokal, dapat
diberikan krim hydrocortisone 1% yang merupakan lini pertama pengobatan sebagai
antiinflamasi ringan, atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone
valerat 0,005-0,1%, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid dosis yang lebih kuat. Apabila terjadi reaksi sistemik maka
dipertimbangkan pemberian obat secara sistemik.

Pengobatan sistemik :
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan penyakit berat. Ketika pertahanan kulit rusak,
hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit
dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang
penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih
dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah
perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Antihistamin mungkin dapat
mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Secara klinis antihistamin
biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.

a) Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.

- Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
- Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari

- Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari

b) Antihistamin

- Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali

- Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali

- Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali

c) Antibiotik sistemik

- Sefadroksil 2 x500 mg selama 5 hari, untuk pengobatan infeksi sekunder.

PROGNOSIS

Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka prognosisnya kurang baik.

Anda mungkin juga menyukai