DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK
OLEH :
AMILIA CANDRASARI
(201920461011077)
2020
LEMBAR PENGESAHAN
DI RUANG 7B RSSA
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK
KELOMPOK 11
NIM: 201920461011077
Malang, 18 JULI
Mahasiswa, Pembimbing,
Page 2 of 31
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
A. Definisi..............................................................................................................4
B. Etiologi..............................................................................................................4
C. Epidemologi.......................................................................................................5
E. Patofisologi........................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................9
G. Penatalaksanaan...............................................................................................10
Daftar Pustaka..........................................................................................................22
Page 3 of 31
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema,
papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2017 ).
B. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak
iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui.
Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan
tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah
penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang
yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi
mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
C. Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar
matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
- Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
- Faktor Predisposisi
- Keringnya kulit.
- Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
- Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya
membungkus anak dengan
- pakaian berlapis.
- Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.
- Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
Page 4 of 31
- Virus dan infeksi lain.
- Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.
E. Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat
akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir
semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas
dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan
gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan
gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering,
pecah-pecah dan membuat kulit pasien menjadi sepeti tampak bersisik.
Page 5 of 31
F. Pathways
Sel T
Peradangan kulit lesi Gangguan integritas kulit
Sensitivitas sel T oleh saluran limfe Resiko infeksi Gangguan citra tubuh
Page 6 of 31
G. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh bahan yang menempel pada kulit
atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe
IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang
disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau
alergenik.
Page 7 of 31
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan
istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal iritan
yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang
rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang
meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari
sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu
tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
• Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan
ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses
secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di
permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan
kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe
sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-
48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler
pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.
Page 8 of 31
b. Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan
limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan
yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-
kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak
kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang
lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di
belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat
menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan
keluahan utama mencari bantuan.
c. Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang
digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau
medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat
disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
Page 9 of 31
Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris
dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.
Page 10 of 31
Pemeriksaan fisik
• Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
1. Inspeksi
a. Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan
seseorang.
b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
· Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit
datar dan ukurannya kurang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
· Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula,
misalnya:crysipelas
· Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya,
misalnya gigitan.
· Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih,
misalnya cacar air herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1
cm disebut bula, misalnya lukabakar.
· Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi
kuman staphilococcus (bisul ).
· Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan
pustula.
· Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
· Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
· Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal
ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
· Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka.
Hal ini bisa karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang
spesifik, yaitu cicatrixbekas irisan kulit pada seseorang mofinis dan bekas
suntikan BCG.
· Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit
berukuran kurang dari 1 cm.
Page 11 of 31
· Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar
dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru.
· Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada
suatu daerah kulit dengan batas tegas.
· Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit
sekitarnya.
· Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen
daripada kulit sekitarnya.
· Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
· Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh-
pembuluh darah setempat yang biasanya kongenital.
· Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit
yang khas bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita
sirosis hepatis.
· Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
· Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita
hamil, orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini
karena regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya).
· Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal
sampai lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.
· Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus
ureum yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit
tertinggal ”bedak” ureum.
· Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna
dasar kuku karena kurangnya Hb.
· Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi
kadar 5 % akibat kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di
jaringan.
· Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak
tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit
hati.
Page 12 of 31
2. Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat,
deman ) kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan pasien
hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.
a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba
ksar pada defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe,
diaper-rash (di selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat
kembali ke keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit
akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit
sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada.
d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih
daripada jumlah semestinya.
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah
belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah
itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen
yang menguap.
b. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam
plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut
diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas
penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
Page 13 of 31
dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana
satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah
satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya
dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung
atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester
hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat
melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu
bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih
berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai
macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling
tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan
kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang
umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group,
unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit
penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita
diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan
penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana
misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu.
Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu
sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis
misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh
seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in
vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal
tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien
Page 14 of 31
untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya
dan perlindungan pada kulit.
• Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung
tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan
deterjen.
• Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan
sistemik.
• Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka),
bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah
prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio,
pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila
basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat
diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak
alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini
mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun
yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.
Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara
Page 15 of 31
lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari.
Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan
erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang
berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka
jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel
Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat
di epidermis atau dermis
Page 16 of 31
5. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan
SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit
dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan
betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit.
Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu
respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan
pemakaian secara oral.
• Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau
kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada
yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi
terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain
lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan
dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian
khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
Page 17 of 31
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada
sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi
ICAM-1.
4. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang
memiliki efek menghambat peradangan.
5. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.
6. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin
dan amilorid.
7. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r
yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah
kalsitriol.
8. SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat
juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada
siklosporin
Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang
kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai
Page 18 of 31
penyebab dari dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang
mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet
TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).
a. Tujuan diet dermatitis:
· Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi,
meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.
· Mencapai status gizi yang optimal.
b. Syarat diet dermatitis:
· Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.
· Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.
c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:
· Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok,
terong .
· Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung
dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting,
rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang
polong, kedelai dan hasil olahan.
· Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu,
ragi, semangka, kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei,
stroberi,kayu manis, kakao, coklat.
Page 19 of 31
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji
tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari
kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak
lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian,
pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga
ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat
kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun
dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru,
sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu
riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas
tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh
sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan
diagnosis.
Page 20 of 31
• Dermatitis atopik :
Erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas
seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel
Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil.
Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap
alergen kontak menurun.
• Dermatitis numularis :
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
• Dermatitis medikamentosa:
Adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi obat
mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit (D.0129)
2. Nyeri akut b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula,
garukan berulang (D.0077)
3. Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri (D.0055)
Page 21 of 31
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi:
• Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep
atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda
dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan
krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan
air dari kulit.
• Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan
pruritus.
• Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.
Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin
dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
• Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat
berkurang
Kriteria Hasil:
- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
• Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala
nyeri (0-10 )
Page 22 of 31
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi
selanjutnya.
• Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan
perhatian klien dari nyeri.
• Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik;
pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
Intervensi :
• Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
• Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
• Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
• Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
• Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Page 23 of 31
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Page 24 of 31
Intervensi dan Luaran Keperawatan (SIKI/SLKI)
a. Gangguan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit (D.0129)
SLKI SLKI
Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas kulit dan
keperawatan selama 1x3 jam jaringan (I.11353)
diharapkan Integritas Kulit dan 1. Observasi
Jaringan (L.14125) meningkat o Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: gangguan integritan kulit)
- Elastisitas menig 2. Terapeutik
- Elastisitas meningkat o Hindari produk yang
- Hidrasi meningkat berbahan alcohol pada kulit
- Kerusakan jaringan menurun kering
- Kerusakan lapisan kulit o Gunakan produk
menurun
berbahan hipoalergenik
- Nyeri menurun
3. Edukasi
- Perdarahan menurun
o Anjurkan meningkatkan
- Jaringan parut menurun
asupan buah dan sayur
- Suhu kulit membaik
o Hindakan makanan
- Sensasi membaik
yang memperparah alergi
o Anjurkan minum yang
cykup
o Anjurkan mandi dan
pakai sabun secukupnya
Page 25 of 31
b. Nyeri akut b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula,
garukan berulang (D.0077)
SLKI SLKI
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
diharapkan “Tingkat Nyeri (L.08066) 1. lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri menurun (5) nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
- 3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
Page 26 of 31
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic
Page 27 of 31
untuk mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi dkk. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Doenges, Marlynn E dkk.2015. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta:
EGC
Marcdante, K. J.2014.Ilmu Kesehatan Anak Esensial.Singapura: saunders.
Nugroho, T.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, A. H.2015.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA.Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperatawan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Cetakan 3.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Cetakan 2.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.
Page 28 of 31
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1,Cetakan 2.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.
Yuliandra Roland, S. R.2018.Nefrotik Sindrom pada Anak.Palu: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Palu
Page 29 of 31
Page 30 of 31
Page 31 of 31