Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DERMATITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Program Profesi NERS

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Dosen Pembimbing :

Ns. Nanang Saprudin, S.Kep.,M.Kep

Ns. Neneng Aria Nengsih S.Kep.,M.Kep

Oleh :

FACHRUL ALIF RIZALDY

JNR0200020

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

KUNINGAN

2020/ 2021
I. Definisi
Dermatitis adalah istilah umum untuk menggambarkan radang pada
kulit seseorang. Dermatitis merupakan peradangan pada dermis dan epidermis
sebagai respons terhadap pengaruh factor eksogen atau endogen yang
menimbulkan efleresensi polimorfik (ertema, edema, papul, vesikel, skuama)
dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residitif dan menjadi kronis.
(Djuanda, 2010).
Menurut Ardhie (2014) Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif
ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang
umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium
penyakitnya.
Dermatitis atau yang sering disebut ekzema adalah peradangan kulit
dengan morfologi khas namun penyebabnya bervariasi. Kulit yang
mengalami dermatitis memiliki ciri warna kemerahan, bengkak, vesikel kecil
berisi cairan dan pada tahap akut mengeleuaarkan cairan .Pada tahap kronis
kulit menjadi bersisik, mengalami likenifikasi, menebal, tretak dan berubah
warna, (Jeyaratnam & Koh, 2010).

II. Anatomi Fisiologi


Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti
perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik
maupun pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh
dan berperan sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang
menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat
badan orang dewasa. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari
kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai
barier dari invasi mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan,
rasa sakit dan panas karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan
nutrisi dan air yang dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah
dan tempat terjadinya metabolisme vitamin D ( Perdanakusuma, 2007).
Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel
berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar
5% dari seluruh ketebalan kulit.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum)
(Perdanakusuma, 2007).
b. Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan,
dermis terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut
kolagen menebal dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang dalam
jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang mengakibatkan kulit
terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput
(Perdanakusuma, 2007). Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla
rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut lemak
yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah,
2007).
c. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi (Perdanakusuma, 2007).

Gambar 1 Struktur Kulit Manusia (Perdanakusuma, 2007)

III. Etiologi
Penyebab dermatitis sangat beragam dan diasumsikan sebagai
kombinasi antara faktor genetic dan faktor lingkungan. Penyebab dermatitis
juga menentukan dermatitis yang dialami seseorang. Dermatitis kontak
menggambarkan reaksi kulit yang terjadi ketika kulit membuat kontak dengan
alergen atau iritan. Sebuah iritan merusak kulit secara fisik, sedangkan
alergen memicu respons imun yang mengarah pada reaksi kulit, Penyebab
umum dermatitis kontak iritan misalnya, detergen, sabun, desinfektan, logam
(nikel), semen, parfum, kosmetik, dan beberapa tanaman tertentu. Sementara
itu, contoh zat yang dapat memicu dermatitis kontak alergi termasuk logam
(nikel/kobalt), karet, dan beberapa pewarna pakaian, serta beberapa obat
tropical seperti krim kostikoteroid.
Di sisi lain, dermatitis atopik (eksim) terjadi ketika tubuh bereaksi
hipersensitif terhadap makanan tertentu, alergen, atau faktor lingkungan.
Kondisi ini sering terjadi pada keluarga dan dapat terjadi bersamaan dengan
kondisi atopik lainnya, seperti asma atau demam. Alergi makanan dapat
memperburuk eksim atau yang menimbulkan alergi, antara lain susu sapi,
kedelai, kacang-kacangan, ikan dan telur (Mandal, 2014)

IV. Tanda dan Gejala


Gejala yang ditimbulkan oleh dermatitis dapat bersifat ringan hingga
berat, tergantung dari lokasi dermatitis terjadi. Pada beberapa orang,
dermatitis juga bahkan tanpa gejala. Berikut ini beberapa gejala umum
dermatitis yang dapat terjadi dan diamati pada kulit yang mengalaminya:

1. Ruam

2. Melepuh

3. Kulit kering dan pecah-pecah


4. Gatal

5. Nyeri dengan sensasi seperti tersengat atau terbakar

6. Kulit yang berubah warna menjadi kemerahan

7. Pembengkakan kulit

Selain gejala umum di atas, pada beberapa tipe dermatitis dapat


ditemukan gejala khas yang menandai tipe dermatitis tersebut seperti berikut
ini.

1. Dermatitis atopi atau eksim merupakan dermatitis yang mudah ditemukan


pada anak-anak, dan umumnya terjadi di daerah kulit yang lentur di daerah
lipatan seperti siku, belakang lutut, dan di leher bagian depan. Pada
dermatitis atopi, umumnya timbul plak kering pada kulit yang gatal dan
gejala tersebut dapat hilang dan timbul, bergantung dari ada atau tidaknya
paparan pemicu dermatitis atopi.

2. Dermatitis kontak terjadi pada daerah yang mengalami kontak dengan


bahan penyebab iritasi dan reaksi alergi. Pada dermatitis kontak, sering
dijumpai kulit yang melepuh disertai rasa seperti terbakar atau tersengat.
3. Dermatitis seboroik atau yang dikenal dengan istilah ketombe. Pada
dermatitis seboroik, timbul kerak pada kulit disertai kemerahan pada
daerah kulit yang berminyak seperti kulit kepala, wajah, dan dada.

4. Jenis ini disertai dengan gejala kulit gatal dan sering dipicu oleh stres atau
sesuatu yang mengiritasi kulit.

5. Dermatitis numular. Dermatitis jenis ini melibatkan luka oval pada kulit
dan terjadi setelah kulit mengalami cedera.

6. Dermatitis stasis. Jenis ini melibatkan perubahan kulit karena sirkulasi


darah yang tidak lancar.

7. Dermatitis neglecta. Jenis ini mengacu pada kondisi kulit yang terjadi
akibat kebersihan diri yang buruk.

V. Komplikasi
Menggaruk ruam yang gatal dan terkait dengan dermatitis dapat
menyebabkan luka terbuka, sehingga beresiko terkena infeksi kulit akibat
bakteri, virus, dan jamur. (Haryono & Utami, 2019)

VI. Patofisiologi
Patofisiologi dermatitis sangat kompleks dan multifaktorial. Proses,
dermatitis atopik melibatkan unsur-unsur deisfungsi lapisan kulit, perubaha
dalam respons imun, hipersensitivitasimunoglobulin E(igE), dan factor
lingkungan. Hilangnya mutase fungsi dalam flaggrin berimplikasi pada
dermatitis atopik berat karena potensi peningkatan kehilangan cairan trans-
epidermal, perubahan pH, dan dehidrasi. Perubahan genetik lainnya juga telah
diidentifikasi dapat mengubah fungsi lapisan tanduk kulit dan menghasilkan
fenotipe dermatitis atopik. Ketidakseimbangan Th2 ke Th1 sitokin yang
diamati pada dermatitis atopik dapat menciptakan perubahan dalam respons
imun yang dimediasi sel dan dapat mengakibatkan hipersensivitas yang
dimediasi igE (Boothe dkk. 2017).
Sementara itu, pada dermatitis kontak, zat alergen atau zat iritan masuk
ke kulit kemudian menyebebabkan hipersensivitas pada kulit. Bahan iritan
tersebut merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan merubah daya ikat
air di kulit. Masa inkubasi setelah terjadi sensitasi permulaan terhadap suatu
antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena berikutnya
adalah 12-48jam (Haryono & Utami, 2019)

VII. Pemeriksaan Penunjang


a. Percobaan asetilkolin (Suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000)
b. Percobaan histamin hostat disuntikan pada lesi
c. Biopsi kulit, uji kultur dan sensitivitas
Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b. Urin : pemeriksaan histopatologi (Nurarif & Kusuma, 2015)

VIII. Penatalaksanaan Medis


a. Dermatitis kontak
a) Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis
kontak
b) Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir
sesegera mungkin
c) Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar
d) Obat anti histamin oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang
dirasakan
e) Kortiskosteroid dapat diberikan secara topikal, oral, atau intravena
sesuai dengan tingkat keparahannya.
b. Dermatitis atopik
a) Menghindar dari agen pencetus seperti makanan, udara panas / dingin,
bahan–bahan berbulu
b) Hidrasi kulit dengan berbagai jenis pelembab antara lainkrim hidrofilik,
urea 10% atau pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%
c) Kortikosteroid topikal potensi rendah diberi pada bayi, daerah
intertriginosa dan daerah genetalia. Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberikan pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah
terkontrol. Kortikosteroid di aplikasikan intermitan, umumnya dua kali
seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA
eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara taperin. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan
akan timbul rebound phenomen.
d) Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam
jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitasi, tapi
pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif
e) Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberikan eritromisin,
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi
asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10
hari.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
a) Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untul
mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian
steroid topikal juga membantu mengurangi hiperkeratosis. Pemberian
steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, aksila
dan wajah).
b) Anti depresan atau anti-anxiety sangan membantu pada sebagian orang
dan perlu pertimbangan untuk pemberiannya.
c) Jika terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal ataupun
oral.
d) Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan.
d. Dermatitis numularis
a) Bila kulit kering, diberi pelembab atau emolien.
b) Secara topikal lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya
preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus.
c) Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya dengan
larutan permanganas kalikus 1:10.000.
d) Jika ditemukan infeksi bakterial, diberikan antibiotik secara sistemik.
e) Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan
refrakter, dalam jangka pendek.
f) Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya
hidroksisilin HCI.
e. Dermatitis statis
a) Cahaya berdenyut intens
b) Diuretik
c) Imunosupresan
IX. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan
lain- lain. Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua
umur sering terjadi pada remaja dan dewasa muda dapat terjadi pada
pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis
kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak
sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan
insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi
penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun
dermatitis kontak alergik lebih jarang dijumpai pada anak-a nak. Lebih
sering timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai segala usia.
Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
1) Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya
terasa gatal serta nyeri. Gejala yang sering menyebabkan
penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri
pada lesi yang timbul.
2) Riwayat keluhan utama
Provoking Insiden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan
utama. Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit
( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah,
edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola
PQRST pada setiap keluhan klien.
a) Provocative/palliative
Apa penyebab keluhan, Apakah sebelumnya klien melakukan
kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan
kerusakan pada kulit. Apa yang membuat keluhan bertambah
baik/ringan atau bertambah berat. Dengan menjauhi sumber
dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan
berkurang.

b) Quality/quantity
Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar pada beberapa
kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal
dan nyeri pada daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat
menyebabkan keluhan. Sejauh mana sakit dirasakan rasa sakit
yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat.
Tergantung dari lama kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat
serta tingkat sensitifitas kulit.

c) Region/radiation
Dimana letak sakit tergantung dari daerah yang kontak dengan
penyebab. Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada
tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik perhiasan.

d) Severitty scale
Apakah mempengaruhi aktifitas terganggunya aktifitas
tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit. Seberapa
jauh skala ringan/berat tergantung dari tingkat keparahan
penyakitnya.

e) Timing
Kapan mulai terjadi. Kapan sering terjadi. Apakah terjadinya
mendadak atau perlahan-lahan.
3) Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya, apakah pernah menderita alergi serta tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji
kebiasaan klien.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang
mengalami penyakit yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi
dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada
masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah
menderita dermatitis atopik
5) Riwayat Alergi
Apakah ada alergi yang diderita oleh klien baik dari faktor
endogen maupun eksogen yang berhubungan dengan penyakitnya
saat ini.
6) Aktivitas Dasar

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Toileting √

Personal hygiene √

Berpakaian √

Mobilisasi dan tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi √

Tabel 2 Aktivitas Dasar

3. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Ringan, sedang, berat.
2) Tingkat Kesadaran
a) Kompos mentis
b) Apatis
c) Samnolen, letergi/hypersomnia
d) Delirium
e) Stupor atau semi koma
f) Koma

Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu


Dermatitis kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian,
penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat
mengganggu.
3) GCS : E4, M6, V5
4) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Denyut nadi
c) Suhu tubuh
d) Pernafasan
5) Berat Badan
6) Tinggi Badan
7) Keadaan Kepala
a) Inspeksi : tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala
nampak kotor
b) Palpasi : periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan
atau adanya massa
8) Keadaan mata
a) Inspeksi
 Palpebrae : Tidak edema, tidak radang
 Sclera : Tidak ictertus
 Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan
 Pupil : Isokor
b) Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
9) Keadaan hidung.
a) Inspeksi
 Simetris kiri dan kanan
 Tidak ada pembengkakan dan sekresi
 Tidak ada kemerahan pada selaput lendir
b) Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Tidak ada benjolan/tumor
10) Keadaan telinga
1) Inspeksi
 Telinga bagian luar simetris
 Tidak ada serumen/cairan, nanah
11) Leher
12) Dada; Paru-paru dan Jantung
1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri kanan, iktus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus cordis teraba
3) Auskultasi : Suara normal (vesikuler)
4) Perkusi : Batas jantung normal,
13) Abdomen
1) Inspeksi : Simetris, tidak ada asites
2) Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar
3) Auskultasi : Bising usus terdengar normal
4) Perkusi : Suara tympani
14) Ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas atas terpasang infuse, CRT normal <2 detik
15) Genetalia
Tidak mempengaruhi genetalia
16) Kulit
a) Inspeksi
- Radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
- Kemerahan (rubor),
- Gangguan fungsi kulit (function laisa),
- Biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi
yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
- Terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar.
- Terdapat bula atau pustule, ekskoriasi dengan krusta. Hal ini
berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.
- Terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi
kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat.
- Hiperpigmentasi tau hipopigmentasi.
b) Palpasi
- Nyeri tekan
- edema atau pembengkakan
- Kulit bersisik

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi kulit
Pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringan kulit yang
mengalami dermatitis numularis, yang kemudian akan diperiksa
dengan menggunakan mikroskop di bagian laboratorium patologi
b. Uji temple
Prosedur tes ini berupa penempelan satu set alergen yang dicurugai
menyebabkan dermatitis dan ditutup rapat diatas kulit punggung
bagian atas selama 48 jam
c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
Dapat membantu diagnosa awal klien dengan infeksi jamur kulit
superfisilis
d. Uji kultur dan sensitivitas
B. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 DS : Klien mengeluh gatal, Gangguan Bahan iritan kimiawi
tampak gelisah integritas kulit Kerusakan sel
DO : Klien tampak menggaruk, Kelainan kulit
kulit terjadi lesi, kemerahan, Lapisan tanduk rusak
muncul vesikel kecil Denatursi keratin
Menyingkirkan lemak
lapisan tanduk

Mengubah daya ikat


air kulit

Merusak lapisan
epidermis
Gangguan integritas
kulit / jaringan
2 DS : Klien mengeluh tentang Gangguan citra Kerusakan jaringan
kulitnya rusak tidak seperti dulu diri Kelembaban kulit
menurun
lagi, merasa tidak percaya diri
DO : Klien terlihat melamun, Kulit mengering
tidak bersemangat dan sering Perubahan warna
kulit
menyatakan reaksi negatif
terhadap kondisinya saat ini Gangguan citra tubuh
3 DS : Klien mengatakan nyeri dan Gangguan rasa Pelepasan mediator
kimia berlebih
rasa tidak nyaman pada lesi yang nyaman nyeri
timbul karena gatal Reaksi peradangan
DO : Klien tampak gelisah, Gatal dan rubor
tampak meringis, klien Reaksi menggaruk
berlebih
melindungi bagian nyeri, tampak
lesi kemerahan Gangguan rasa
nyaman nyeri

4 DS : - Resiko infeksi Lapisan epidermis


terbuka invasi bakteri
DO : Suhu tubuh 36,8 °C, Kulit
tampak lesi, mengelupas, Pelepasan toksik
bakteri
kemerahan dan membengkak
Resiko infeksi
Tabel 3 Analisa Data

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan kimia iritatif
ditandai dengan kerusakan jaringan kulit (D.0192)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
(lesi atau luka) ditandai dengan struktur tubuh berubah (D.0083)
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gejala penyakit
ditandai dengan keluhan nyeri dan kegelisahan (D.0074)
4. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer ; Kerusakan integritas kulit (D.0142)
D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan
. Indonesia (SDKI) (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Observasi
berhubungan dengan bahan kimia selama 3x24 jam integritas kulit dan jaringan
1. Identifikasi penyebab gangguan
iritatif ditandai dengan kerusakan meningkat (L.14125) dengan kriteria hasil: integritas kulit
jaringan kulit (D.0192) a. Hidrasi kulit meningkat dari skala 1 Terapeutik
menjadi 5 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
b. Kemerahan dari skala 1 menurun baring
menjadi 5 2. Gunakan produk berbahan
c. Nekrosis menurun dari skala 1menjadi petrolium atau minyak pada kulit
5 kering
d. Tekstur kulit membaik dari skala 1 3. Gunakan produk berbahan
menjadi 5 ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
4. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
5. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

2. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Observasi
berhubungan dengan perubahan selama 1x24 jam citra tubuh meningkat
1. Identifikasi harapan citra tubuh
struktur tubuh (lesi atau luka) (L.09067) dengan kriteria hasil: berdasarkan tahap perkembangan
2. Identifkasi budaya, agama, jenis
ditandai dengan struktur tubuh a. Melihat bagian tubuh meningkat dari
kelamin, dan umur terkait citra
skala 1 menjadi 5
berubah (D.0083) tubuh
b. Verbalisasi perasaan negatif tentang
3. Monitor frekuensi pernyataan kritik
perubahan tubuh menurun dari skala 1
terhadap diri sendiri
menjadi 5
c. Verbalisasi kekhawatiran pada Terapeutik
penolakan / reaksi orang lain menurun 1. Diskusikan perubahan tubuh dan
dari skala 1 menjadi 5 fungsinya
d. Respon nonverbal pada perubahan 2. Diskusikan perbedaan penampilan
tubuh membaik dari skala 1 menjadi 5 fisik terhadap harga diri
3. Diskusikan kondisi stress yang
mempengaruhi citra tubuh (mis.
luka, penyakit)
4. Diskusikan cara pengembangan
harapan citra tubuh secara realistis
5. Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi
1. Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
2. Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung (mis. kelompok sebaya)
3. Anjurkan peningkatan penampilan
diri (mis. berdandan, berpakaian)
4. Latih pengungkapan kemampuan
diri kepada orang lain maupun
kelompok

3. Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
Manajemen kenyamanan lingkungan
berhubungan dengan gejala selama 3x24 jam tingkat nyeri menurun
(I.08237)
penyakit ditandai dengan keluhan (L.08066) dan status kenyamanan meningkat Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
nyeri dan kegelisahan (D.0074) (L.08064) dengan kriteria hasil :
durasi, frekuensi, kualitas dan
a. Kesejahteraan fisik meningkat dari intensitas nyeri
skala 1 menjadi 5 2. Identifikasi skala nyeri
b. Keluhan nyeri/ tidak nyaman menurun 3. Identifikasi respons nyeri
dari skala 1 menjadi 5 nonverbal
c. Perasaan gelisah menurun dari skala 1 4. Monitor kondisi kulit
menjadi 5
d. Rasa gatal menurun dari skala 1 Terapeutik
menjadi 5 1. Berikan terapi nonfarmakologis
e. Pola tidur membaik dari skala 1 utuk mengurangi nyeri (mis.
menjadi 5 hipnosis, aromaterapi)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (mis. suhu
ruangan dan kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Atur posisi yang nyaman
5. Hindari paparan kulit terhadap
iritan
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Jelaskan tujuan manajemen
lingkungan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

4. Resiko infeksi ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam tingkat Pencegahan infeksi (I. 14539)
Observasi
ketidakadekuatan pertahanan infeksi menurun (L.14137) dengan kriteria
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
tubuh primer ; Kerusakan hasil: lokal dan sistemik
integritas kulit (D.0142) a. Suhu tubuh menurun dari skala 1 Terapeutik
menjadi 5 1. Batasi jumlah pengunjung
b. Bengkak pada kulit menurun dari 2. Berikan perawatan kulit pada area
skala 1 menjadi 5 sistemik
c. Kemerahan menurun dari skala 1 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
menjadi 5 kontak dengan pasien dan
d. Vesikel menurun dari skala 1 menjadi lingkungan pasien
5 4. Pertahankan teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda gan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka
4. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan

Tabel 4 Rencana Asuhan Keperawatan


X. Pathway
Bahan iritan kimiawi dan fisik

Kerusakan sel Dikonsumsi atau kontak Ag


langsung

Kelainan kulit Sel penyampai Ag


Iritan kontak dengan Ag

Lapisan tanduk rusak Sel T


Oleh sel plasma dan basofil
membentuk Ab IgE
Denatursi keratin HMC

Memicu proses
Menyingkirkan lemak lapisan Pelepasan limfokim
degranulasi
tanduk

Lepas makrograf
Pelepasan mediator
Mengubah daya ikat air kulit kimia berlebihan
Kerusakan jaringan

Merusak lapisan epidermis Reaksi peradangan


Kelembapan kulit
menurun
MK : Gangguan Gatal dan rubor
integritas jaringan
Kulit mengering
Reaksi menggaruk
Lapisan epidermis berlebih
terbuka invasi bakteri Perubahan warna kulit

MK : Gangguan rasa
Pelepasana toksik bakteri nyaman MK : Gangguan citra diri

MK : Resiko infeksi

Diagram 1 Pathway Dermatitis

Sumber : Haryono & Utami, 2019


DAFTAR PUSTAKA

A, H, Nurarif dan H, Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta.
Mediaction
Boothe, William David dkk. 2017 Atopic Dermatitis : Pathophysiology. Adv
Exp Med Biol. Diakses dari https://ww/ncbi.nlm.nih.gov/m
/pubmed/29063428/. Pada Januari 2021
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Surakarta.
Diakses dari https://www.academia.edu/11663351/Daftar-Tilik-
Check-List Januari 2021
Djuanda Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam. FKUI
Mandal, Ananya. 2014. What Causes Dermatitis?. Diakses dari
https://www.news-medical.net/health/what-causes-dermatitis.aspx
pada Januari 2021
Perdanakusuma, D, S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan
Luka. Plastic Surgery Department. Airlangga University
PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta. DPD PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPD PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPD PPNI
Rudi Haryono dan Maria, P, S, Utami. 2019. Keperawatan Medikal Bedah
2. Yogyakarta. Pustaka Baru Press
Tranggono, R.I.., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta. Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai