DIARE
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Program Profesi NERS
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan
Dosen Pembimbing :
Ns. Nanang Saprudin, S.Kep.,M.Kep
Ns. Neneng Aria Nengsih S.Kep.,M.Kep
Oleh :
FACHRUL ALIF RIZALDY
JNR0200020
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zatzat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisaproses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan dan juga meliputi organ - organ yang terletak diluar saluran pencernaan
yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suaturongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada manusia.
Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir dianus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi olehselaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
dipermukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri darimanis, asam, asin dan
juga pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan juga lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecilyang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian- bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludahjuga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan juga menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan prosesperistaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Esofagus dibagi
menjadi tiga bagian:
a. Bagiansuperior (sebagian besar adalah otot rangka).
b. Bagiantengah (campuran otot rangka dan otot halus).
c. Sertabagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia.
b. Fundus.
c. Antrum.
Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmikuntuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim.
4. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus /usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak diantara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan juga lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa
(sebelah kanan), lapisan otot melingkar (Msirkuler), lapisan otot memanjang (M
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan
(ileum). Villi usushalus terdiri dari pipa berotot (>6cm), pencernaan secara kimiawi,
penyerapan makanan. Terbagi /usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus
penyerapan (ileum).
5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar /kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam ususbesar
berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan juga membantu penyerapan zat-zat
gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitaminK. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam ususbesar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan
terjadilah diare.
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu /sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan juga beberapa jenis
reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian /seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
7. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing /apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis /radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah didalam rongga abdomen
/peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah
ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari
caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10
cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda diretrocaecal /dipinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna
dan organvestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai
fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbaicacing dikenal sebagai
appendiktomi.
8. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan juga tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan
memicu sistem sarafyang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
III. Etiologi
Etiologi pada diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) ialah :
1. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana
merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi bakteri, virus,
parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.
2. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis dan
biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
3. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap karbohidrat
seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida
intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein dan lemak.
4. Faktor Risiko
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
1) Faktor perilaku yang meliputi :
V. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energy protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik),
(Ngastiyah, 2014).
VI. Patofisologi
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya karena faktor
infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan usus. Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga
menyebabkan gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan
elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan gangguan sistem
transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang
mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi pergeseran cairan dan
elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan rongga usus sehingga terjadi diare.
Pada factor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik
sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristaltic yang mengakibatkan penurunan
penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan
untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare.
Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan
garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare.
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar
ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga
agar anak tetap sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam
jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang
selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare
3. Pemberian Makan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita
diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan
makanan yang sesuai umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila
anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak terkena diare kembali.
4. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena
kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping dari penggunaan
antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/minum
Toileting
Personal hyegine
Berpakaian
Mobilisasi dari tempat tidur
Berpindah
Ambulasi
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
2. Kesadaran
1. Kompos mentis, yakni dimana kondisii pasien sadar sepenuhnya.
Pasien dapat berorientasi dengan dirinya dan lingkungan serta dapat
menjawab pertanyaan dengan baik. Nilai GCS 15-14.
2. Apastis, kondisi seseorang dimana dirinya merasa tidak perduli
terhadap lingkungan disekitarnya. Nilai GCS 13-12.
3. Delirium, merupakan kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang
disertai dgn adanya gguan motorik. Pd kondisi tersebut pasien
memiliki gangguan tidur. Nilai GCS 11-10.
4. Somnolen, merupakan kondisi dimana pasien mengalami ngantuk
yang sangat dalam dan membangunkannya harus menggunakan
rangsangan nyeri dan jika rangsangan nyeri berhenti maka pasien
akan tertidur kembali. GCS untuk somnolen adalah 9-7.
5. Sopor, kondisi mengantuk yg lebih dalam dan hanya dapat
dibangunkan melalui rangsangan yang kuat. Meskipun begitu pasien
tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan
respons verbal dengan baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan, pasien tidak dapat memberikan
renspons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat dibangunkan
sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih terlihat
refleks kornea dan pulpil yang baik. GCS 4
7. Koma, yaitu menurunannya tingkat kesadaran yg sgt dalam. Nilai
GCS untuk koma adalah 3.
3. GCS
Merupakan ukuran kesadaran dan juga respon seseorang terhadap
rangsangan lingkungan. Dalam pemeriksaaan kesadaran dikenal dengan
istilaah GCS atau Glaslow Coma Scale. Caranya :
1. Mata
Nilai 4 : Mata terbuka dan spontan
Nilai 3 : Mata terbuka jika diberi respon suara / diperintahkan untuk
membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka dengan diberikan rangsangan nyeri
Nilai 1 : Mata tidak terbuka sekalipun diberi rangsangan suara dan nyeri
2. Respon Verbal
Nilai 5 : mampu berbicara dan dapat menyebutkan nama dan dimana
Nilai 4 : disorientasi
Nilai 3 : mampu berbicara tapi tidak jelas
Nilai 2 : hanya mengerang
Nilai 1 : tidak berbicara sama sekali
3. Motorik
Nilai 6 : Dapat mengikuti perintah yg diinstruksikan
Nilai 5 : Dapatt menjauhkan stiimulus ketika diberi rangsangan nyeri
Nilai 4 : dapat menarik tubuh ketika diberi rangsangan nyeri
Nilai 3 : abnormal flexion
Nilai 2: abnormal extension
Nilai 1 : tidak ada respon
4. Tanda-tanda vital :
Pemeriksaan tanda – tanda vital adalah prosedur pemeriksaan yang
dilakukan yang bertujuan untuk mendeteksi gangguan, kelainan atau
perubahan pada sistem penunjang kehidupan. Pemeriksaan tanda - tanda
vital (TTV) untuk mengetahui tanda klinis yang memiliki manfaat
dalam menegakkan diagnosis penyakit dan menentukan perencanaan terapi
medis yang tepat. Terdapat 4 komponen tanda vital utama yaqkni tekanan
darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh. Pemeriksaan tanda
vital dilakukan pada saat pertama kali anda datang ke fasilitas
kesehatan untuk mendapatkan perawatan medis. Apabila anda dicurigai
sedang menderita kondisi medis yang serius yang dapat mempengaruhi
kehidupan maka tanda vital akan dipantau secara berulang dan terus
dilakukan evalauasi untuk menilai perkembangan penyakit, hal ini akan
terus dilakukan sampai didapatkan nilai ttv normal. Lanjut dengan
pemeriksaan :
1) kepala
- Rambut
Kulit kepela tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,
pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan rambut :
mudah dicabut atau tidak, dan tidak ada pembengkakan dan nyeri
tekan.
- Mata
Kebersihan mata : mata tampak bersih, gangguan pada mata :
mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan : konjungtiva : pucat
dan tidak pucat, sklera biasanya putih, pupil : isokor atau anisokor
dan kesimetrisan mata : mata simeetris kiri dan kanan dan ada atau
tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata
- Telinga Fungsi pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik,
bentuk telinga, kebersihan telinga.
- Hidung Kesimetrisan hidung : biasanya simetris, kebersihan
hidung nyeri sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan
otot bantu pernapasan.
- Mulut dan gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat batuk
atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi, dan
kebersihan gigi.
2) Leher
Biasanya simetris kika, gerakan leher : terbatas atau tidak, ada atau
tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjerr geth bening.
3) Thorax
1. Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi nafas
cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung.
Palpasi : adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan.
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang
lebih padat atau konsolidasi paru-paru seperti pneumonia. Auskultasi :
Suara napas rhonci (nada rendah dan sangat kasar terdengar baik
saat inspirasi maupun saat ekspirasi.
2. Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, ictus cordis tampak atau tidak
Palpasi : Ictus cordis terba, tidak ada massa (pembengkakan) dan ada
atau tidaknya nyeri tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang
padat seperti pada daerah jantung)
Auskultasi : Terdengar suara jantung l dan suara jantung ll
(terdengar bunyi lub dup lub dup) dalam rentang normal.
3. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau
tidakmnya lesi, ada atau tidaknya stretch mark Auskultasi :
Mendengarkan bising usus (normal 5-30 x/menit)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan)
4. Punggung
Tidak ada kelainan bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada
punggung.
4) Ekstremitas
Atas : terpasang infus apa, ada kelemahan atau tidak pada ekstremitas atas
Bawah : ada atau tidaknya gangguan terhadap ekstremitas bawah
seperti kelemahan.
Penilaian kekuatan otot mempunyai skala ukuran yang umumnya
dipakai
untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain
mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah
ada
kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya
apakah terjadi perburukan pada penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian
tersebut meliputi :
- Nilai 0 : Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
- Nilai 1 : Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari
tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakan sendi
- Nilai 2 : Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
- Nilai 3 : Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi.
- Nilai 4 : kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan.
- Nilai 5 : kekuatan otot normal
5) Genetalia : Terpasang kateter atau tidak
6) Integumen : Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan,
hasil dan satuannya. Pemeriksaan penunjang terdiri dari : pemeriksaan
lab,
foto rotgen, rekaman kardiografi (Rohman & Walid, 2010).
E. THERAPY
Pada teraphy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan
cara
pemberian,secara oral, parenteral, dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010).
F. ANALISA DATA
Data Objektif :
- Klien tampak lemah
- BAB cair tidak ada ampas
5 kali sehari
- Paristaltik usus 36
x/menit
- BAB berwarna kuning
kecoklatan
Defisit
2 Data Subjektif : Faktor psikologis nutrisi
- Klien mengatakan tidak (keengganan untuk
mau makan makan)
- Klien mengatakan nafsu
makan berkurang
- Klien mengatakan badan
terasa lemas
- Ranitidine 2x1
Data Objektif :
- Klien tampak tidak nafsu
makan
- Klien tampak hanya
menghabiskan 3 sendok
makan saja
- Klien tampak lemas
2. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan fisiologis ( proses infeksi )
2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
3. Intervensi
Evelyn Pearce. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Cetakan
33. 2011
Patricia, A. dkk. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Alsagaff, hood, abdul Mukty. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Elvina, Ridha. et al 2017. Journal Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Community-Acquired Pneumonia (Cap) Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X”.
Jakarta:Universitas Muhammadiyah.
Asmadi, 2010. Teknik prosedural keperawatan :konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien, jakarta: salemba medika
PPNI DPD SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi : 1 :
Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi : 1 :
Jakarta : DPP PPNI