WB
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi setelah kulit terpajan dengan bahan
alergen melalui proses hipersensitivitas tipe lambat. Terjadinya DKA sangat tergantung dari kemampuan
suatu bahan untuk mensensitisasi, tingkat paparan dan kemampuan masuknya bahan tersebut dalam
kulit, oleh karena itu seseorang dapat terkena DKA apabila terjadi sensitisasi terlebih dahulu oleh bahan
alergenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
ETIOLOGI
Penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton), disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik,
sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Berbagai faktor
berpengaruh terhadap kejadian DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan,
oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit, atau terpajan sinar matahari secara intens).
EDIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai
orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah DKA maupun
DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan
kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun, informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA
di masyarakat sangat sedikit, sehingga angka yang mendekati kebenaran belum didapat.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi
data baru dari lnggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak alergik akibat
kerja ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan, dari satu
penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan
dengan DKA akibat kerja.
SENSITISASI ELISITASI
Patofisiologi
Gejala Klinis
Tangan,Lengan,Wajah,Telinga,Leher
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, Gambaran klinis dapat menyerupai
dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah DKI. Pada
keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut merupakan
dermatitis kontak alergik.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
UJI TEMPEL
T.R.U.E. TEST
PATCH TEST KIT.
TATA LAKSANA
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari)
Bila kronik, bisa diberikan inhibitor kalsineurin, atau kortikosteroid potensi kuat, atau fototerapi
PROGNOSIS
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan penyebabnya. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau
sulit menghindari alergen penyebab, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan
pasien.
DERMATITIS KONTAK
IRITAN
DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah inflamasi pada kulit, akibat respons terhadap pajanan bahan iritan,
fisik, atau biologis yang kontak pada kulit, tanpa dimediasi oleh respons imunologis.
ETIOLOGI
Penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan dengan bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak
pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut dan vehikulum. Terdapat juga pengaruh faktor lain, yaitu: lama kontak, kekerapan (terus
menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu
dan kelembaban lingkungan juga turut berperan.
Faktor individu juga turut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
dibandingkan dengan kulit putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada perempuan); penyakit kulit yang
pemah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.
EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah orang yang mengalami
DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan
pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka secara tepat sulit
diketahui. Hal ini disebabkan antara lain karena banyak pasien dengan
kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.
.
GEJALA KLINIS
• DKI AKUT
• DKI AKUT LAMBAT
• DKI SUBYEKTIF
• DKI KRONIS
• REAKSI IRITAN
• DKI TRAUMATIK
• DKI Non-Eritematosa
PATOGENESIS
Kelainan kulit oleh bahan iritan terjadi akibat kerusakan sel secara kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat kulit terhadap
air. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, namun sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat,Diasilgliserida (DAG), platelet
activating factor=PAF), dan inositida (IP3). M diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan
pengeluaran komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mas untuk melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF, sehingga terjadi
perubahan vaskular.
DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut
lebih mudah diketahui karena terjadi lebih cepat sehingga pasien pada umumnya masih ingat apa yang
menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis terjadi lebih lambat serta mempunyai variasi gambaran
klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan pemilihan jenis antibiotik sesuai dengan
kebijakan masing-masing rumah sakit).
PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.5,6
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron, sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat
penggunaan sarung tangan terlalu lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.5,6
3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi
dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan kulit.
Medikamentosa:
1. Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan
prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
2. Topikal: Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang kaya kandungan lipid, petrolatum.Sesuai
dengan sajian klinis
Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%
Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid.
Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate intermiten
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan
BB/NB UVB5,8 atau obat sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin5,7,9. Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika
topikal/sistemik.
PROGNOSIS
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna,
maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis dengan penyebab multi faktor
dan juga pada pasien atopik.
ANGIODERMA
Definisi
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya
kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis dengan penyebab multi faktor dan juga pada pasien atopik.
Gejala Klinis
1. Anamnesis
Gejala objektif berupa edema kulit mendadak pada area predileksi. 1
Gejala subjektif berupa rasa nyeri atau rasa terbakar, dan gatal ringan. 1
Dapat disertai atau tidak disertai urtikaria. 1
Dapat disertai kesulitan menelan atau bernafas apabila ada keterlibatan mukosa saluran nafas dan cerna. 3
Biasanya gejala timbul beberapa jam hingga 72 jam. 4
Episode angioedema/urtikaria yang menetap lebih dari 6 minggu disebut kronis, yang terbagi atas angioedema/urtikaria
autoimun kronik dan idiopatik kronik.1,2
Etiologi angioedema akut pada umumnya adalah obat, makanan, infeksi, atau faktor-faktor metabolik. 1
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan edema sewarna kulit, atau kadang eritema.
Lokasi anatomis berurutan dari paling sering yaitu wajah, periorbital, bibir, ektremitas, glottis, lidah, genitalia. 3
Dapat disertai gejala sesak nafas.3
DIAGNOSIS BANDING
Metabolik-idiosinkrasi
Imunitas seluler
Diperantarai IgE
1. Pemeriksaan penunjang
tidak rutin dilakukan pada
angioedema akut.
2. Pemeriksaan
penunjang
disarankan pada
angioedema
kronik.
4. Jenis pemeriksaan
3. Pemeriksaan yaitu pemeriksaan
penunjang yang darah lengkap,
dilakukan bergantung urinalisis, fungsi
pada penyebab yang tiroid, komplemen
(C1, C3, C4),
dicurigai berdasarkan Imunoglobulin, biopsi
anamnesis dan kulit, uji tusuk, dan
pemeriksaan fisik. autologous serum skin
test (ASST).
TATALAKSANA
Non Medikamentosa
2. Apabila didapatkan sesak nafas, suara serak atau odinofagia dikonsulkan ke spesialis THT untuk dilakukan
nasopharyngolaryngoscopi (NPL) dengan terlebih dahulu diatasi keadaan darurat di Unit Gawat Darurat.
3. Apabila didapatkan edema laring berdasarkan hasil NPL maka dirawat di ICU untuk monitor jalan nafas.
4. Pasien dengan edema terbatas pada kulit dapat diobservasi di unit gawat
Tidak
diberikan pengobatan lini ketiga.
ada terapi khusus
3. Sistemik Lini ketiga:
Apabila ada gangguan nafas: epinefrin atau adrenalin (1:1000) dosis o Kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan syok
0,3 ml
subkutan anafilaksis, edema laring, dan gejala yang berat yang tidak
atau intramuskular, diulangi setiap 10 menit.5,8
Pengobatan selanjutnya: berespons dengan pemberian antihistamin. Dosis 0,5-1
Lini pertama:2,9 mg/kgBB/hari dengan atau tanpa tappering
o Antihistamin H-1 generasi ke-2 seperti loratadin, cetirizin, o Kortikosteroid jangka pendek (maksimal 10 hari) dapat
desloratadin,
atau feksofenadin, dapat diberikan pada pasien rawat jalan juga digunakan apabila terjadi eksaserbasi2,11.
o Atau antihistamin H-1 generasi ke-1 o Dapat ditambahkan omalizumab 2,12,13(A,1) atau
o Apabila gejala menetap setelah 2 minggu pengobatan, maka siklosporin A2.
diberikan
pengobatan lini kedua.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nn. Alika
Usia : 25 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 27 April 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pegawai toko kosmetik
Status : Belum menikah
Alamat : JL. Panca usaha
Tanggal Periksa : 7 Desember 2020
Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Sejak 3 hari yang lalu pasien mengeluh bengkak pada daerah atas bibir, bibir dan bawah bibir, bengkak diawali
dengan perubahan warna menjadi kemerahan yang lama kelamaan berubah menjadi bengkak, tidak terdapat keluhan
bengkak pada daerah lain.
Keluhan disertai dengan rasa gatal dan perih sehingga pasien sering menggosok-gosok daerah yang gatal dan
untuk mengurangi keluhan pasien hanya mengompres menggunakan es batu. Pasien mengatakan tidak mengalami sesak
nafas, perubahan suara atau rasa panas. Bengkak disertai dengan adanya kemerahan dan sisik yang tipis dan tidak
berwarna kekuningan, namun tidak diertai bentol, dan bintil.
Pasien mengatakan keluhan mulai muncul setelah pasien mengganti lipstik dan
pelembab bibir yang biasa dengan yang baru sejak 1 bulan yang lalu, Riwayat pemakaian
krim wajah, obat obatan sebelum muncul keluhan disangkal pasien. Pasien tidak rutin
membersihkan lipstik dan pelembab setelah selesai beraktivitas. Keluhan ini baru pertama
kali dirasakan pasien, keluhan serupa tidak pernah dialamii oleh keluarga pasien. Pasien
belum pernah berobat untuk keluhan saat ini.
Karena keluhan pasien tidak hilang, pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Palembang BARI untuk mengurangi keluhan tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak rutin membersihkan lipstik dan pelembab setelah selesai beraktivitas.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Wajah : Pucat (-), Kemerahan (-) Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemi (-/-), Sklera Ikterik (-/-) Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Hidung : tidak ada kelainan Kesadaran : Kompos mentis
Telinga : tidak ada kelainan Tanda vital
Mulut : lihat status dermatologikus Tekanan darah : 120/90 mmHg
Leher : tidak ada kelainan Nadi : 80 x/menit
Thoraks : tidak ada kelainan Suhu : 36,6 °C
Abdomen: tidak ada kelainan Pernapasan : 21 x/menit
Ekstremitas : tidak ada kelainan BB : 50 kg
TB : 150 CM
Makula Hiperemis yang
ditutupi skuama
Ekskoriasi
Pada regio perioralis superior et inferior tampak macula hiperemis multiple berukuran 6,5-8 cm x
0,5-0,8 cm konfuens dengan skuama halus diatasnya.
Pada regio perioralis dextra et sinistra tampak ekskoriasi multiple berukuran 0,3-0,4 x 0,2 cm diskret.
Diagnosis Banding
3. Angioedema
Pemeriksaan Penunjang
Rencana pemeriksaan :
Diagnosis Kerja
Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai dari faktor risiko, penyebab penyakit,
perkembangan lesi, cara penularan, prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek
samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk membersihkan lipstik dan pelembab setetlah selesai beraktifitas
6. Meminta pasien berhenti menggunakan lipstik dan pelembab bibir yang sedang digunakan.
Farmakologi
1. Topikal:
2. Sistemik:
Berdasarkan usia didapatkan bahwa dermatitis kontak alergi dapat mengenai semua usia mulai dari anak anak sampai dewasa
tua dengan frekuensi yang sama antara pria dan wanita. Pada kasus DKA tipe chelitis lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan laki-laki karena penggunaan lipstik yang lebih banyak pada wanita.
Anamnesis Pasien datang dengan keluhan bengkak pada daerah atas bibir, bibir dan bawah bibir sejak 3 hari yang lalu,
bengkak diawali dengan perubahan warna menjadi kemerahan yang lama kelamaan berubah menjadi bengkak, tidak terdapat
keluhan bengkak pada daerah lain. Keluhan disertai dengan rasa gatal dan perih sehingga pasien sering menggosok-gosok
daerah yang gatal dan untuk mengurangi keluhan pasien hanya mengompres menggunakan es batu. Pasien mengatakan tidak
mengalami sesak nafas, perubahan suara atau rasa panas. Bengkak disertai dengan adanya kemerahan dan sisik yang tipis dan
tidak berwarna kekuningan, namun tidak disertai bentol, dan bintil. Keluhan diawali setelah pasien menggunakan lipstik dan
pelembab sejak 1 bulan yang lalu. Dari pemeriksaan status lokalis ditemukan adanya macula eritem berukuran 6,5-8 cm- 0,5-
0,8 cm konfluens yang ditutupi skuama halus diatasnya dan ditemukan adanya ekskoriasi berukuran 0,3-0,4 cm x 0,2 cm.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien ditegakkan tiga diagnosis banding yaitu
dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan dan angioedema. Dan dari ketiga diagnosis ditemukan diagnosis yang paling
mendekati adalah dermatitis kontak alergi (DKA) akibat lipstik.
Dermatitis kontak alergi adalah suatu peradangan kulit yang timbul setelah adanya kontak dengan allergen melalui
proses sensitasi. Penyebab dermatitis tersebut adalah adanya allergen yang berasal dari bahan logam , kosmetik
(lipstik, bedak, deodorant), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan), karet (sepatu, sendal). Pada kasus ini
ditemukan kemungkinan allergen pencetus munculnya alergi adalah penggunaan lipstik yang telah berlangsung
selama 1 bulan.
Pada DKA ditemukan adanya kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papula, vesikel dan erosi.
Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus. Penderita selalu mengeluh gatal 1. Pada
kasus diitemukan eflorosensi berupa macula eritema yang disertai dengan ekskoriasi dan ditutupi skuama halus
namun tidak disertai dengan papul dan vesikel dan adanya keluhan gatal yang dirasakan pasien.
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan kulit yang terjadi setelah mengalami pajanan terhadap zat toksik seperti asam,
basa, serta pelarut organic, dapat mengenai semua umur dan frekuensi yang sama antara pria dan wanita. Perjalanan
penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan biasanya kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak
pertama dengan kontaktan eksternal. Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau gatal. Eflorosensi yang dapat
ditemukan yaitu vesikel, bula, erosi dari numular sampai plakat.
Angioedema merupakan edema mendadak pada dermis bagian bawah dan subkutis dengan manifestasi edema sewarna kulit
atau eritema pada area predileksi, yang sering disertai keterlibatan lapisan submukosa. Biasanya diawali dengan adanya
penggunaan obat, makanan, ataupun infeksi. Gejala dapat muncul dalam beberapa jam sampai 72 jam dan yang biasa
muncul yaitu edema, rasa terbakar, nyeri dan gatal ringan dalam . Pada kasus yang lebih berat dapat ditemukan adanya sesak
nafas, kesulitan menelan sampai perubahan suara.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa patch test, prick test dan scratch
test untuk membedakan antara reaksi iritan dan reksi alergi. 2,3,4 Namun pemeriksaan tersebut baru dapat
dilakukan jika keluhan sudah melewati masa akut atau sudah tenang karena bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dialami makin
memburuk. Hasil pemeriksaan patch test dapat dibaca setelah 48 jam uji tempel dilepas. Respons alergik
biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, (reaksi tipe crescendo), sedangkan respons
iritan cenderung menurun (reaksi tipe cfecrescendo). Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas, agar efek tekanan menghilang atau minimal.
Hasilnya dicatat seperti berikut:
Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu prick test, prick test dapat dipertimbangkan ketika penyebab alergi untuk urtikaria
yang dicurigai dan konfirmasinya akan berguna bagi tata laksana, misalnya jika penghindaran pencetus sedang
dipertimbangkan. Pada DKA kosmetika, apabila tes tempel meragukan/negatif dapat dilanjutkan dengan tes pakai (use test),
tes pakai berulang (repeated open application test (ROAT)).
Kasus DKI DKA ANGIODERMA
pegawai toko kosmetik Lebih banyak pada wanita terutama ada perbedaan Tidak ada perbedaan kejadian antara
jika DKA akibat kosmetik kejadian pada pria dan pria dan wanita
Bekerja di lingkungan yang basah, wanita Sering terjadi pada cuaca yang
tempat- tempat lembap atau panas, Bekerja ditempat yang dingin
pemakaian alat-alat yang salah. banyak mengandung Tidak ada hubungan dengan
basa atau asam kuat pekerjaan
lebih besar
kemungkinan terkena.
Dapat terjadi pada semua area tubuh
Predileksi Regio oralis dan Semua bagian tubuh berurutan dari paling
bergantung pola pajanan Bibir, pada
perioralis dapat terkena irritant cheilitis Area inguinal da sering yaitu wajah,
perianal, pada diaper dermatitis
akibat pajanan lama dengan urin dan periorbital, bibir,
feses.
ektremitas, glottis, lidah,
genitalia.
Anamnesis Bengkak pada bibir sejak 3 Diawali dengan adanya Keluhan biasanya terjadi Penderita mengeluhkan
hari yang lalu disertai gatal kontak dengan allergen yang
beberapa saat setelah adanya edema yang disertai
dan perih. terjadi berulang. Akan muncul
Diawali dengan kemerahan kemerahan pada daerah kontak( beberapa jam), dengan rasa nyeri, terbakar,
pada sekitar bibir yang kontak, kemudian timbul pasien akan mengeluh gatal dan jika mengenai
kemudian diikuti dengan eritema, papula, vesikel dan
rasa panas, perih atau saluran pernafasan dan
bengkak dan munculnya erosi. Penderita selalu
sisik setelah menggunakan mengeluh gatal. Dapat terjadi
gatal. cerna maka dapat terjadi
lipstik dan pelembab bibir 12-72 jam setelah pajanan Pencetusnya biasanya sesak nafas dan kesulitan
sejak 1 bulan yang lalu. atau dalam hitungan bulan adalah sabun, deterjen, menelan.
atau lebih.
pemutih, pelarut, larutan Pencetusnya biasanya obat
Allergen berupa pewarna
rambut, parafenilenediamn, pengeriting, shampo, wet- obatan dan makanan.
pewangi, pengawet produk, work.
karet, methylmethacrylate.
Efloresensi Pada regio perioralis Gambaran klinisnya Eritem, penebalan kulit, Adanya edema sewarna
superior et inferior
polimorfik, sangat kering, kasar, kulit atau eritema
tampak macula
hiperemis multiple bervariasi likenifikasi, dan/atau
berukuran 6,5-8 cm x bergantung fisura. Lesi dapat
0,5-0,8 cm konfuens
stadiumnya: timbul beberapa hari,
dengan skuama halus
diatasnya.
1. Akut: eritema, bulan, hingga tahun
Pada regio perioralis edema, dan vesikel 2. setelah pajanan.
dextra et sinistra Subakut: eritema,
tampak ekskoriasi
eksudatif
multiple berukuran
0,3-0,4 x 0,2 cm diskret (madidans), krusta
3. Kronik:
likenifikasi, fisura,
skuama
Pemeriksaan Rencana Uji tempel untuk Uji tempel bila tidak Pemeriksaan penunjang
penunjang pemeriksaan : mencari penyebab dapat dapat dibedakan tidak rutin dilakukan pada
-Patch test digunakan dengan dengan dermatitis angioedema.
alergen standar, alergen kontak alergi akan
-Prick test
seri tertentu (misal seri menghasilkan reson
kosmetik, seri sepatu, menurun (decrescendo).
dll), serta alergen
tambahan yang berasal
dari bahan yang
dicurigai (misalnya dari
potongan sepatu, bahan
dari pabrik tempat
bekerja). Hasil akan
menunjukkan respon
yang semakin meningkat
(ascenden)
2. Pada DKA kosmetika,
apabila tes tempel
meragukan/negatif
dapat dilanjutkan
dengan tes pakai (use
test), tes pakai berulang
(repeated open
application test ROAT)
TATALAKSANA
Non farmakologis :
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai dari faktor risiko, penyebab penyakit,
perkembangan lesi, cara penularan, prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek
samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk membersihkan lipstik dan pelembab setetlah selesai beraktifitas
6. Meminta pasien berhenti menggunakan lipstik dan pelembab bibir yang sedang digunakan.
Topikal:
Sistemik:
Pemberian kortikosteroid dapat diberikan satu sampai 2 kali sehari, namun pemberian dua kali sehari tidak memiliki efek
yang signifikan dengan permberian 1 kali sehari. 4 Untuk kasus dermatitis kontak alergi dapat diberikan kortikosteroid
potensi sedang.
Kortikosteroid topikal golongan ini dapat berupa flucinolone acetonide 0,025% oitment, mometasone furoate 0,1 % cream
atau lotion, hydrocortisone valerate 0,2%, triamcinolone acetonide 0,1%, flurandrenolide 0,05%. Dipilih obat topikal
golongan IV (potensi menegah/sedang) yaitu mometasone furoate 0,1 % krim. 4 Pemilihan obat ini dilihat dari keefektifan
dan efek samping yang jarang terjadi, dibandingkan dengan pilihan kortikosteroid lain pada golongan ini, diamana efek
sampingnya yaitu berupa rasa terbakar, gatal, iritasi jarang terjadi.
Berikut perbandingan kortikosteroid topikal golongan IV (potensi sedang) dijelaskan dalam tabel 4.7.
Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping
Flucinolone acetonide 0,025 Dermatitis asteatotic (eksim Lesi pada kulit akibat bakteri, Iritasi, eritema, pruritus, sensasi seperti
% oitment craquele) jamur atau viral yang tak diobati terbakar, dan kulit kering.
Mometasone furoate 0,1 % Dermatitis atopi, psoriasis Lesi pada kulit akibat bakteri, Rasa terbakar, gatal, iritasi, dan tanda-
cream jamur atau viral yang tak diobati tanda iritasi kulit. Namun efek samping ini
kejadiannya jarang dilaporkan .
Hydrocortisone valerate 0,2 Radang kulit seperti eksim, Penyakit kulit akibat virus dan Iritasi, rasa gatal, merah, dan panas pada
% dermatitis (atopik, kontak, jamur, skabies, dermatitis area yang diobati
alergi) perioral
Triamcinolone acetonide 0,1 Radang kulit seperti eksim Lesi pada kulit akibat bakteri, Iritasi, rasa gatal, merah, dan panas pada
% dan psoriasis jamur atau viral area yang diobati
Flurandrenolide 0,05 % Peradangan dan gatal pada Lesi pada kulit akibat bakteri, Rasa gatal, kulit kering, rasa seperti
kulit (khususnya kulit jamur atau viral terbakar
kering)
Karena 1 FTU adalah sebesar 0,4 gram setara dengan 257cm 2, maka 12 cm2/ 257 cm2 adalah sekitar 0,04 FTU, karena dosis
pemberian adalah 1x sehari maka untuk satu hari diperlukan sekitar 0,04 FTU x0,4 gram = 0,016 gram, dan diberikan
selama 14 hari maka diperlukan sebanyak 0,224 gram. Sediaan Mometason Furoat adalah 5,10,15 gram dan yang
dibutuhkan hanya 0,224 gram,maka diberikan sediaan yang paling sedikit yaitu 5 gram.
Untuk sistemiknya diberikan obat metilprednisolon 4 mg dalam sehari selama 3 hari, pemberian selama 3 hari didasarkan
kepada teori bahwa keluhan bengkak pada daerah bibir akan berkurang jika diberikan setelah 3 hari penggunaan. Waktu
paruh untuk metilprednisolon adalah 12-36 jam karena termasuk kedalam waktu kerja sedang. Dan dosis metilprednisolon
inisal untuk dewasa. Adalah 16-24 mg dalam dosis terbagi. Pada kasus ini diberikan 8 mg dalam sehari karena disesuaikan
dengan luas dan besarnya lesi, sehingga diberikan 4 mg dalam 2 kali pemberian sehari. Cornisolon dan cortison merupakan
kortikosteroid dengan masa kerja singkat yaitu 8-12 jam sehingga pemberiannya dalam sehari adalah sebanyak 2-3 kali
sedangkan betametason dan dexametason merupakan kortikosteroid dengan masa kerja panjang yaitu selama 36-72 jam
sehingga pemberiannya cukup 1 kali dalam sehari.
Pada kasus ini diberikan anti pruritus berupa antihistamin generasi II, pemilihan obat antihistamin generasi II
didasarkan pada efek samping obat yang tidak menimbulkan efek sedatif sehingga tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari pasien. Pada kasus ini diberikan cetirizine 10 mg 1 kali sehari karena memiliki selain
efek sedasi yang rendah, obat ini juga memiliki waktu paruh yang lebih lama meskipun frekuensi pemberian
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat lain yang segolongan misalnya azelastine atau fexofenadine
yang diberikan 2 kali sehari. Selain itu mula kerja obat cetirizin lebih cepat dibandingkan generasi II lain
seperti loratadin yang mula kerjanya lebih lama. Pemilihan cetirizine dibandingkan terfenadine and
astemizole adalah karena pada pemberian obat tersebut banyak dilaporkan terjadi reaksi terhadap jantung
seperti aritmia dan pemanjangan QT interval. Selain karena waktu kerja yang lama, pemberian cetirizine
yang hanya 1 kali sehari diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengkonsumsian obat.
Obat antihistamin ini dianjurkan kepada pasien diminum pada pagi hari sebelum beraktivitas agar pada saat
pasien beraktivitas keluhan gatal tidak dirasakan. Cetirizin diberikan selama 14 hari dikarenakan keluhan
gataal biasanya akan berkurang bersamaan dengan proses deskuamasi kulit yaitu selama 14 hari.
PROGNOSIS
Prognosis pasien ini adalah bonam pada quo ad vitam, fungsionam, sanationam dan kosmetika
karena kasus ini dapat sembuh sempurna meskipun dapat berulang apabila pasien tidak mengubah
kebiasaan sehari hari dan tidak menkonsumsi obat sampai tuntas. 1
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
2. Diagnosis pada kasus ini adalah dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan dan angioderma, dan ditegakkan
diagnosis yaitu dermatitis kontak alergi (chelitis kontak alergi)
3. Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini berupa terapi sistemik dan topikal yaitu metilprednisolon 4 mg 2x1 dan
mometason furoate 0,1% 1 kali sehari.
TERIMA
KASIH