Bab I
Pendahuluan
Dalam praktek klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi) mungkin
sulit untuk membedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai
iritan maupun alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang
cukup sering, menjengkelkan dan menghabiskan biaya. Perlu dicatat bahwa
80% dari dermatitis kontak akibat kerja (Occupational Contact Dermatitis)
adalah iritan dan 20% alergi.
1
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Bab II
Tinjauan Pustaka
Epidemiologi
Data National Health Interview Survei selama 12 Bulan menunjukkan
prevalensi dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 1.700 per 100.000
pekerja.
Menurut studi lain, kejadian tertinggi dermatitis kontak pada bidang industri
adalah pada bagian sumber daya alam dan pertambangan, manufaktur, dan
bagian pelayanan kesehatan dimana 70-80% dari kasus dermatitis kontak
adalah DKI.
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan
jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis ini diperkirakan cukup banyak,
terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, akan tetapi data
epidemiologi penderita DKI sulit didapat. Hal ini disebabkan oleh banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.
Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus
atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian
pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.
1. Faktor Endogen, antara lain :
Faktorgenetik
Terdapat sebuah hipotesa yang mengungkapkan bahwa individu
memiliki kemampuan mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah
level enzim antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk
perlindungan heat shock protein yang kesemuanya dibawah kontrol
genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh
terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan. Diduga
bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap
bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap dermatitis kontak iritan.
Jenis Kelamin
Gambaran klinik DKI paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara
3
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Patogenesis
Mekanisme seluler DKI masih belum diketahui. Kelainan kulit timbul akibat
kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau
fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak pada lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid
membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida,
platelet activating factor (PAF), dan inositida. Asam arakidonat diubah
menjadi prostaglandin dan leukotrien. Prostaglandin dan leukotrien
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Prostaglandin
dan leukotrien juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, leukotrien dan
prostaglandin lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vascular.
Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen
dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage colony stimulant factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper
mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
5
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Maninfestasi klinis
DKI dibagi berdasarkan sifat iritan. Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan
penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, DKI dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu :
1. DKI Akut
DKI akut biasanya diakibatkan kecelakan kerja, terjadi ketika kulit
terkena iritasi kuat. Reaksi iritasi mencapai puncaknya dengan cepat,
biasanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah
paparan, dan kemudian mulai untuk menyembuhkan. Ini disebut
fenomena decrescendo.
7
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
2. DKI Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul
8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak sehingga menyerupai DKA,
namun gejala yang lebih sering dikeluhkan adalah rasa terbakar
dibandingkan pruritus. Bentuk DKI umumnya terlihat selama uji
diagnostik patch.1,3 Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat, misalnya podofilin, antralin (dithranol), tretinoin, etilen
oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya adalah
dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada
malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3. DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya ialah
DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan
lemah (faktor fisik misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban
9
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Berbeda dengan DKI akut, batas lesi pada DKI kronis kurang jelas.
Gejala DKI kronis berupa pruritus dan nyeri akibat retakan kulit yang
hiperkeratotik. Tanda-tanda mungkin terlihat yaitu xerosis, eritema dan
vesikel, tetapi likenifikasi dan hiperkeratosis lebih mendominasi.
Bila kontak terus berlangsung, pada akhirnya kulit akan menjadi retak
seperti luka iris (fisura), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita
umumnya merasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisura). Ada kalanya
kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritemi, sehingga
diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan mengganggu, baru mulai
diperhatikan.
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu
lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh.
Contoh pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu;
tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut.
4. Reaksi Iritan
11
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
5. DKI Traumatik
DKI traumatik dapat berkembang setelah trauma kulit akut,
seperti panas atau laserasi, luka atau DKI akut. Pasien harus ditanya
apakah mereka telah membersihkan kulit dengan sabun atau deterjen
yang kuat. Hal ini ditandai dengan lesi ekzema, paling sering terjadi di
tangan. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat,
berlangsung selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan,
paling cepat 6 minggu dengan kemerahan, infiltrasi, skala dan fisura di
daerah yang terpapar.
6. DKI Noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, dengan tahap
awal iritasi kulit ditandai perubahan dalam fungsi sawar stratum
korneum tanpa disertai kelainan klinis.
7. DKI Subyektif (DKI sensorik)
Kelainan tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat
(pedih) atau terbakar (panas) yang terjadi dalam beberapa menit
setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat
atau sorbat, kosmetik atau tabir surya.
8. DKI Gesekan (Friksi DKI)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau
gesekan yang berulang. DKI gesekan berkembang dari respon pada
gesekan yang lemah, hal ini juga diketahui mempunyai peran dalam
membantu terjadinya DKA dan DKI.
Respon gesekan menyebabkan terjadinya hiperkeratosis, akantosis
dan likenifikasi, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama,
fisura dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. DKI gesekan bisa
hanya mengenai telapak tangan dan sering kali terlihat menyerupai
psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak
Histopatologik
Gambaran histopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh
iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel
mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas.
Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan
akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan
epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau
bula ditemukan limfosit dan neutrophil.
Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya,
DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran
klinis yang luas, sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergi. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan
bahan yang dicurigai.
1. Anamnesis
13
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
2. Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik bisa ditegakkan dengan melihat lesi
berdasarkan Diagnostic Criteria of Irritant Contact Dermatitis.
Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis kontak iritan.
Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat
beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi
menyebabkan DKI. Tidak ada tes spesifik yang dapat memperlihatkan efek
yang

didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis
kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek
berbagai iritan.
15
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Diagnosis banding
DKA berbeda dengan DKI. Pada DKA, terdapat sensitasi dari iritan.
Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah
interpretasi ulang antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada
penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan.
Pada yang akut, lesi dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang
kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga
fisura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan DKIkronis,
mungkin penyebabnya juga campuran.1 Pada patch tes, didapatkan hasil
positif untuk alergen yang telah diujikan,dan sensitifitasnya berkisar antara
70 ± 80%.
17
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
(a) (b)
Gambar. (a) likenifikasi pada anak muda dengan dermatitis atopik, tanda pada
kulit yang berlebih-lebihan terlihat pada permukaan lengan ekstensor; (b)
dermatitis tangan kronis yang sangat parah pada orang dewasa dengan dermatitis
atopik
Tinea pedis biasanya terjadi di antara jari kaki, tapak kaki, dan bagian
pinggir atau tepi kaki, tetapi tinea pedis juga dapat menyebar pada bagian
dorsum dari kaki. dermatits kontak biasanya terjadi pada dorsum pedis. Jika
ragu, dapat dilakukan pemeriksaan KOH.
(a) (b)
Gambar. (a) tinea pedis menyebar pada bagian dorsum dari kaki; (b) kulit kering
tipe infeksi trikopiton rubrum
Penatalaksaan
Beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita DKI
adalah sebagai berikut:
Hal penting pengobatan DKI adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat
dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka
DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan
topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan
yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka
yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya
pencegahan
Prognosis
Prognosis untuk DKI adalah baik jika penyebab iritasi dapat diketahui
dan dieliminasi. Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak
dapatdisingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.
Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor,
juga pada penderita atopic.
19
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
I. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang
kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National
Occupational Health and Safety Commision, 2006)
II. Epidemiologi
III. Etiologi
21
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
4) Lamapajanan
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya : ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi
null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel
(Thysen, 2009).
4) Status higinie dan gizi
IV. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-
mediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV.
Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed
hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan
dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi
menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro,
2003).
Fase Sensitisasi
23
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Fase Elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan
peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi,
degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel
makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi
IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel
mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadapantigen spesifik, dan
akhirnya menekan atau meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).
25
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
V. Gejala Klinis
27
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan
pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel
5.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam
tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya
dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Sularsito, 2010).
29
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Paha dan tungkai bawah : Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal
31
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
celananyaTerlihatadanyaeritema yang
berbatastegassesuaidengandaerah yang terkena allergen.
33
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik
yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama
ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan,
apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Sularsito, 2010).
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau
35
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
b) Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010).:
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal
tidak perlu diikutsertakan.
37
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
c) Edema
39
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
VI. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
(Morgan, dkk, 2009)
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab
alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-
4mg/dosis, sehari 2-3kali untuk dewasadan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali
untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika(amoksisilin atau
eritromisin) dengan dosis3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
VII. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor
endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia) (Vorvick,
2011; Sularsito, 2007). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik
adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya
berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di
lingkungan penderita(Djuanda, 2005).
VIII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder
olehbakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus
misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta
perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi
kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau
jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet)
41
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Bab III
Kesimpulan
3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian
diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur,
batasnya tidak jelas.
4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji
tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil
positif.
43
Referat tentang DKI dan DKA Edward Pangiawan (406137016)
Daftar Pustaka
45