Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Disusun oleh:

Siti Faizatul Aliyah

222011101112

Pembimbing:

dr. Anselma Dyah K, Sp.KK

SMF/KSM ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023

BAB 1
PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai


respons terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen, menyebabkan
kelainan klinis berupa eflorosensi polimorfik (eritema, papul, vesikel,
skuama,likenifikasi) dan keluhan gatal.
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh substansi atau
bahan yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan ialah
reaksi peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi.
Prevalensi dermatitis di Indonesia sebesar 6,78% Di Indonesia prevalensi
dermatitis kontak sangat bervariasi. Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja
merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat
kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena
infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi,
Indonesia memperlihatkan Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya
adalah dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak alergi
(DKA). Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai
0,7 kasus per 1000 pekerja per tahunbahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis
kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7%
adalah dermatitis kontak alergi.
Terdapat beberapa diagnosis banding pada dermatitis kontak iritan,
sehingga perlu pemahaman yang baik tentang definisi, perjalanan penyakit,
etiologi dan lainnya untuk dapat mendiagnosis suatu dermatitis kontak iritan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai


respons terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen, menyebabkan
kelainan klinis berupa eflorosensi polimorfik (eritema, papul, vesikel,
skuama,likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi
bersamaan, bahkan mungkin hanya satu jenis misalnya hanya berupa papula
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residitif dan menjadi kronis.

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh substansi atau


bahan yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan ialah
reaksi peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung
tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi.

2.2 Epidemiologi

Dermatitis Kontak Iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Kejadian dermatitis di Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, Australia, dan negara Industri lain memiliki prevalensi dermatitis
atopik 10 sampai 20% pada anak dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan
di Negara Agraris misalnya China, Eropa Timur, Asia Tengah memiliki
prevalensi Dermatitis Atopik lebih rendah. Berdasarkan data gambaran kasus
penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari sepuluh
penyakit utama dengan 86% adalah dermatitis diantara 192.414 kasus penyakit
kulit di beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesia tahun 20115 . Prevalensi
dermatitis di Indonesia sebesar 6,78% Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak
sangat bervariasi. Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis
kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan
dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1%
penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia
memperlihatkan Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97%
dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah
dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak alergi (DKA).
Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus
per 1000 pekerja per tahunbahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak,
dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah
dermatitis kontak alergi.

2.3 Etiologi

Faktor-faktor yang terkait dengan dermatitis kontak dipengaruhi oleh 2


faktor penularan faktor eksogen ( dari luar ) dan faktor endogen (dari dalam ).

a. Faktor eksogen Merupakan faktor yang memperparah terjadinya dermatitis


kontak. Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap terjadinya
dermatitis kontak .

1) Karakteristik bahan kimia meliputi pH bahan kimia (bahan kimia


dengan pH terlalu tinggi >12 atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala
iritasi segera setelah terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau
sedikit lebih rendah < 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan
gejala), jumlah dan konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka
semakin banyak pula bahan kimia yang terpapar dan semakin potensi untuk
merusak lapisan kulit), berat molekul (molekul dengan berat)

2) Kelembapan. Keputusan menteri kesehatan


No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang nilai ambang batas kesehatan lingkungan
kerja, membatasi kelembapan lingkungan kerja yaitu pada kisaran 40-60%. Salah
satu penyebab dermatitis disebabkan oleh kelembapan yang tinggi selain
disebabkan oleh suhu yang tinggi. Pada proporsi pada populasi yang mengalami
dermatitis kontak pada kelembapan 65% pada penelitian tidak ada perbedaan
antara faktor kelembapan dengan terjadinya dermatitis kontak.
3) Musim. Dermatitis akibat kerja banyak dijumpai pada musim panas
karena pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang memakai alat
pelindung diri bahkan lebih suka pakai celana pendek, kaos singlet atau tanpa baju
sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia. Cuaca dingin menyebabkan
pekerja malas mandi atau mencuci tangan setelah berkontak dengan bahan kimia .

4) Suhu. Dermatitis kontak iritan dan alergi dipengaruhi faktor-faktor


seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak, kekerapan, adanya oklusi yang
menyebabkan kulit lebih membandel, trauma fisik juga suhu dan kelembapan
lingkungan19. Berdasarkan Kepmenkes No. 1405/MenKes/SK/XI/2002 tentang
nilai ambang batas kesehatan lingkungan kerja, suhu udara yang dianjurkan
adalah 18-28˚ C . Frekuensi dan lama kontak Frekuensi kontak yang berulang
untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya
dermatitis kontak alergi yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan
menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak
proposional. Oleh karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak
akibat kerja adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia.
Hasil penelitian yang menunjukan bahwa ada hubungan antara frekuensi kontak
bahan kimia dengan kejadian dermatitis kontak yaitu dengan pvalue sebesar
0,00018. Penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pekerja dengan frekuensi
kontak< 3 kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah satu orang
(3,8%) sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 18 orang
(62,1) maka diperoleh pvalue sebesar 0,002 sehingga dapat bahwa ada hubungan
antara frekunsi kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak. Semakin lama
berkontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang
lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya dermatitis. Kontak dengan bahan
kimia yang bersifat iritan dan allergen secara terus menerus akan menyebabkan
kulit pekerja mengalami kerentanan mulai dari tahap yang ringan sampai tahap
yang berat. Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan
kimia dalam hitungan jam/hari, setiap pekerja memiliki lama kontak yang
berbeda-beda sesuai dengan proses kerjanya. Semakin lama berkontak dengan
bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga
menimbulkan kelainan kulit. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak
(pvalue=0,003) hasil menunjukan bahwa pekerja yang berkontak lebih lama
cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak dari pada pekerja dengan
jangka waktu paparan lebih singkat.

b. Faktor Endogen

Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dan turut berpengaruh
terhadap terjadinya dermatitis kontak meliputi:

1) Faktor genetik. Telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi


radikal bebas, perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi
protein dari trauma panas, semuanya diatur oleh genetik. Dan predisposisi
terjadinya suatu reaksi pada tiap individu berbeda dan mungkin spesifik untuk
bahan kimia tertentu .

2) Personal hygiene. Dalam penelitian memperlihatkan hasil bahwa


pekerja dengan personal hygiene yang baik dan menderita dermatitis kontak
sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 orang yang terkena dermatitis kontak
sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik, pekerja yang terkena
dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja48. Hasil uji statistik
yang dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian
dermatitis kontak yang bermakna antara personal hygiene yang baik dan personal
hygiene yang kurang baik. Hal ini terlihat dari pvalue sebesar 0,58847. Personal
hygiene adalah suatu usaha seseorang untuk memelihara kesehatan diri sendiri.

3) Usia. Penelitian menunjukan hasil analisis hubungan antara usia pekerja


dengan kejadian dermatitis kontak diperoleh bahwa sebanyak 60,5% pekerja yang
berusia, 30 tahun terkena dermatitis kontak, sedangkan diantara pekerja yang
berusia. 30 tahun hanya sekitar 35,1% yang terkena dermatitis kontak. Dalam
penelitian ini, dengan tingkat kepercayaan 95% (OR= 2,824) mempunyai
kesimpulan bahwa pekerja muda mempunyai risiko atau peluang 2,8 kali terkena
dermatitis karena lalai dalam bekerja, sering keluar perusahaan sehingga terkena
sinar matahari, lingkungan basa dan panas tinggi, umumnya keterampilan mereka
juga kurang Sedangkan menurut hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi
pekerja yang mengalami dermatitis kontak 50% terjadi pada kelompok umur 30-
35 tahun dibandingkan dengan umur 36- 40 tahun (33,3%) dan umur 24-29 tahun
(16,7%) hasil menunjukan bahwa variabel umur tidak mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian dermatitis kontak (p=0,350)60. Kulit manusia
mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan
lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih
mudah terkena dermatitis. Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari
usia 40 tahun. Pada usia tersebut sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya
karena menipisnya lapisan basalo. Produksi sebum menurun tajam hingga banyak
sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Sedangkan pada orang
yang lebih tua bentuk iritasi dengan gejala kemerahan sering tidak tampak pada
kulit51 .

4) Status gizi. Asupan makanan yang kurang terutama asam folat dan
vitamin B12 sangat berpengaruh terhadap produksi sel darah putih. Gizi yang
kurang disebabkan karena tidak terpenuhinya tingkat kecukupan pangan dan gizi
yang dikonsumsi. Status gizi adalah keadaaan tubuh yang sehat akibat adanya
penyerapan makanan di dalam tubuh. Dengan tercukupinya gizi didalam tubuh
maka akan didapatkan status gizi yang baik dan kekebalan tubuh yang baik
sehingga tidah mudah terserang penyakit

5) Riwayat alergi Sesorang yang sebelumnya sedang menderita penyakit


kulit atau memiliki riwayat alergi akan lebih mudah mendapat dermatitis akibat
kerja, karena fungsi pelindungan kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit
sebelumnya. fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya
lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta
perubahan pH kulit . Menurut penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara
faktor riwayat alergi dengan kejadian penyakit dermatitis pada nelayan (p value =
0,018) dengan proporsi nelayan yang memiliki riwayat alergi dibandingkan
dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini terlihat dari nilai p
value 0,383>0,05 pada CL 95%56 .

6) Riwayat penyakit kulit Penelitian yang telah dilakukan menunjukan


bahwa pekerja dengan riwayat dermatitis pada pekerja sebelumnya sebanyak 9
orang (81,8%) dari 11 orang pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki
riwayat dermatitis akibat pekerja sebelumnya sebanyak 30 orang (43,5%) terkena
dermatitis dari 69 orang pekerja64 . Uji statistik yang dilakukan untuk melihat
perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak antara pekerja yang memiliki
riwayat dermatitis kontak akibat pekerjaan sebelumnya dengan yang tidak
menunjukan perbedaan proporsi yang bermakna dengan pvalue 0,042. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa faktor riwayat penyakit kulit menjadi faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis dengan pvalue 0,006. Pada penelitian
tersebut sebagian besar responden yang memiliki riwayat penyakit kulit
sebelumnya cenderung menderita dermatitis. Proporsi pekerja yang mengalami
dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit sebesar 90% dan pekerja yang
mengalami dermatitis kontak tanpa memiliki riwayat penyakit kulit sebesar 10%.

2.4 Patogenesis

Kelainan kulit oleh bahan iritan terjadi akibat kerusakan sel secara
kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat
kulit terhadap air. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak keratinosit,
namun sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase
dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating
factor (PAF), dan inositida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dan
leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi pengeluaran
komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk
limfosit dan neutrofil, serta neutrofil serta mengaktifkan sel mas untuk
melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF sehingga terjadi perubahan
vaskular.

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein misalnya Interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper yang mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang mengakibatkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut.

Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-alfa, suatu


sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di


tempat terjadinya kontak dengan kelainan berupa eritema, edema, panas, nyeri,
bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan mengakibatkan kelainan kulit setelah
kontak berulang kali, yang dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh
karena delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit kehilangan fungsi
sawarnya. Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel di lapisan kulit yang
lebih dalam.

2.5 Gejala Klinis


Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akt, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.
Berdasarkan penyebab dan pengaruh berbagai faktor tersebut, DKI dapat
diklasifikasikan menjadi :

a. DKI akut
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan
asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.
Biasanya terjadi karena kecelakaan di tempat kerja dan reaksi segera
timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lama kontak,
serta reaksi terbatas hanya padatempat kontak. Kulit terasa pedih, panas,
terbakar, kelainan kulit yang terlihat berupa eritema edema, bula mugkin
juga nekrosis. Tapi kelainan berbatas tegas, dan pada umunya asimetris.
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk DKI akut iritan
b. DKI akut lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru terjadi 8-24
jam setelah berkontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat mislanya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidroflourat. Sebagai contoh ialah dermatitis yang
disebabkan oleh bulu serangga (dermatitis venerata); Keluhan dirasakan
pedih keeseokan harinya, sebagai gejala awalterlihat eritem kemudian
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis
c. DKI kronik kumulatif
Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi. Sebagai
penyebab ialah kontak berulang dengan iritan lemah (mislanya deterjen,
sabun pelarut, tanah, bahkan air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena
kerjasama berbagai faktor. Dapat disebabkan oleh suatu bahan secara
tunggal tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi mampu
sebagai penyebab bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru terlihat
nyata setelah kontak berlangsung beberapa minggu atau bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun kemudian. Gejala klasik berupa kulit kering, disertai
eritema, skuama, yang lambat laun kulit menjadi tebal (hiperkeratosis)
dengan likenifikasi, yang difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisura), misalnya pada kulit tumit
seorang pencuci yang mengalami kontak secara terus menerus dengan
deterjen. Keluhan pasien pada umunya rasa gatal atau nyeri karena kulit
retak (fisura).

2.5 Histopatologi
Gambaran histopatologik DKI tidak khas. Pada DKI akut oleh
iritan primer, dermis bagian atas terdapat vasodilatasi disertai sebukan sel
mononuklear di sekitar pembuluh darah. Eksositosis di epidermis diikuti
spongiosis dan edema intrasel, serta nekrosis epidermal. Pada dermatitis
berat kerusakan epidermis dapat berbentuk vesikel atau bula. Di dalam
vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.

2.6 Diagnosis
Diagnosis DKI berdasarkan anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena
terjadi lebih cepat sehingga pasien pada umumnya masih ingat apa yang
menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kornis terjadi lebih lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk itu perlu dilakukan uji
tempel atau patch test.
Intrepretasi yang dianjurkan menggunakan International Contact
Dermatitis Research Group (ICDRG ), yaitu :
+ atau −: hanya eritem lemah: ragu-ragu
+ : eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah
++ : eritem, infiltrasi, papul, vesikel: positif kuat
+++ : bula: positif sangat kuat
− : tidak ada kelainan : iritasi
NT : tidak diteskan

2.7 Diagnosis Banding


a. Dermatitis Kontak Alergi
b. Dermatitis Numularis
c. Dermatitis Statis
d. Dermatitis Seboroik (Kepala)

2.8 Tatalaksana
Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit.
Medikamentosa:
1. Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek (3 hari).
2. Topikal: Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap
yang kaya kandungan lipid, 5-7 petrolatum. Sesuai dengan sajian klinis
∙ Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan
larutan NaCl 0,9%.
∙ Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon
asetoid.
∙ Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate
intermiten
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa
diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB, atau obat
sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri:
antibiotika topikal/sistemik.

2.9 Komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan
pemilihan jenis antibiotik sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit).

2.10 Prognosis
Pada kasus dermatitis kontak ringan, prognosis sangat bergantung pada
kemampuan menghindari bahan iritan penyebab. Pada kasus dermatitis kontak
yang berat diakibatkan pekerjaan, keluhan dapat bertahan hingga 2 tahun
walaupun sudah berganti pekerjaan.
BAB 3
REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Sdr. B
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bangsalsari, Jember
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
Status : Belum menikah

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama : Gatal di pergelangan tangan kiri
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan gatal di pergelangan tangan kiri sejak 1 hari yang
lalu. Gatal dirasakan tiba-tiba ketika siang hari dan semakin memberat. Gatal
disertai nyeri, rasa panas karena sering digaruk. timbulnya kemerahan dan
keluhan tersebut pada pergelangan tangan di area pasien memakai jam tangan.
Keluhan ini baru dirasakan pasien pertama kali. Pasien mengatakan bahwa ia
memakai jam tangan baru sekali kemudian muncul kemerahan setelah beberapa
jam. Jam tangan berbahan besi. Pasien menyangkal ada keluhan serupa
sebelumnya
Riwayat Penyakit Dahulu : Alergi (-), atopi (-) Asthma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Alergi (-), atopi (-) Asthma (-)
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
3.2 Pemeriksaan Fisik

● Keadaan Umum : Cukup

● Kesadaran : Compos Mentis

● Tanda-Tanda Vital :

TD = 110/60 mmHg RR= 16 x/m


HR= 84 x/m Tax= 36,5 0C

● Status Generalis :

Mata = Sklera 🡪 tidak didapatkan ikterus


Konjunctiva 🡪 tidak didapatkan anemis
Telinga = tidak didapatkan sekret dan darah
Hidung = tidak didapatkan sekret dan darah, tidak
didapatkan pernafasan cuping hidung
Mulut = tidak didapatkan perdarahan, tidak sianosis

● Thorax :

Cor = Iktus cordis tidak tampak dan teraba di ICS V MCL


sinistra, batas jantung normal, S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo = Gerak dada simetris, fremitus raba n/n, sonor +/+, suara nafas
vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-

● Abdomen:

I = flat
A = bising usus (+) normal
Pal = soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
Per = timpani

● Extremitas = Akral Hangat di keempat ekstremitas

Tidak didapatkan edema di keempat ekstremitas


3.3 Status Dermatologis

⮚ Regio antebrachii sinistra didapatkan papul eritematous sirkumskrip


multipel dengan dasar eritematous tersebar konfluens.

3.4 Diagnosis Banding


● Dermatitis kontak alergi

● Dermatitis numularis

● Dermatitis Seboroik

3.5 Diagnosis
● Dermatitis Kontak Iritan Akut Lambat

3.6 Tatalaksana

• Nonmedikamentosa :
Menghindari penggunaan bahan iritan (jam tangan)

• Medikamentosa :

Metilprednisolon 8 mg 2x1

Cetirizine 10 mg 2x1

Asam salisilat 2%+Inerson (desoximethason) cream 10 gram

3.7 Prognosis

● Ad Vitam : Ad bonam

● Ad Functionam : Ad bonam

● Ad Sanationam : Ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

Kulit dan Kelamin, P. D. S. K. 2017. Indonesia (PERDOSKI). Panduan


Keterampilan Klinis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 89-91.

Sularsito, S. A. dan Soebaryo, R.W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Zania, E., & Junaid, J. 2018. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Dermatitis Kontak pada Nelayan di Kelurahan Induha Kecamatan
Latambaga Kabupaten Kolaka Tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat), 3(3).

Anda mungkin juga menyukai