Disusun oleh:
222011101112
Pembimbing:
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Dermatitis Kontak Iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Kejadian dermatitis di Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, Australia, dan negara Industri lain memiliki prevalensi dermatitis
atopik 10 sampai 20% pada anak dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan
di Negara Agraris misalnya China, Eropa Timur, Asia Tengah memiliki
prevalensi Dermatitis Atopik lebih rendah. Berdasarkan data gambaran kasus
penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari sepuluh
penyakit utama dengan 86% adalah dermatitis diantara 192.414 kasus penyakit
kulit di beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesia tahun 20115 . Prevalensi
dermatitis di Indonesia sebesar 6,78% Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak
sangat bervariasi. Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis
kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan
dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1%
penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia
memperlihatkan Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97%
dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah
dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak alergi (DKA).
Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus
per 1000 pekerja per tahunbahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak,
dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah
dermatitis kontak alergi.
2.3 Etiologi
b. Faktor Endogen
Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dan turut berpengaruh
terhadap terjadinya dermatitis kontak meliputi:
4) Status gizi. Asupan makanan yang kurang terutama asam folat dan
vitamin B12 sangat berpengaruh terhadap produksi sel darah putih. Gizi yang
kurang disebabkan karena tidak terpenuhinya tingkat kecukupan pangan dan gizi
yang dikonsumsi. Status gizi adalah keadaaan tubuh yang sehat akibat adanya
penyerapan makanan di dalam tubuh. Dengan tercukupinya gizi didalam tubuh
maka akan didapatkan status gizi yang baik dan kekebalan tubuh yang baik
sehingga tidah mudah terserang penyakit
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit oleh bahan iritan terjadi akibat kerusakan sel secara
kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat
kulit terhadap air. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak keratinosit,
namun sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase
dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating
factor (PAF), dan inositida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dan
leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi pengeluaran
komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk
limfosit dan neutrofil, serta neutrofil serta mengaktifkan sel mas untuk
melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF sehingga terjadi perubahan
vaskular.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein misalnya Interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper yang mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang mengakibatkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut.
a. DKI akut
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan
asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.
Biasanya terjadi karena kecelakaan di tempat kerja dan reaksi segera
timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lama kontak,
serta reaksi terbatas hanya padatempat kontak. Kulit terasa pedih, panas,
terbakar, kelainan kulit yang terlihat berupa eritema edema, bula mugkin
juga nekrosis. Tapi kelainan berbatas tegas, dan pada umunya asimetris.
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk DKI akut iritan
b. DKI akut lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru terjadi 8-24
jam setelah berkontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat mislanya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidroflourat. Sebagai contoh ialah dermatitis yang
disebabkan oleh bulu serangga (dermatitis venerata); Keluhan dirasakan
pedih keeseokan harinya, sebagai gejala awalterlihat eritem kemudian
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis
c. DKI kronik kumulatif
Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi. Sebagai
penyebab ialah kontak berulang dengan iritan lemah (mislanya deterjen,
sabun pelarut, tanah, bahkan air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena
kerjasama berbagai faktor. Dapat disebabkan oleh suatu bahan secara
tunggal tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi mampu
sebagai penyebab bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru terlihat
nyata setelah kontak berlangsung beberapa minggu atau bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun kemudian. Gejala klasik berupa kulit kering, disertai
eritema, skuama, yang lambat laun kulit menjadi tebal (hiperkeratosis)
dengan likenifikasi, yang difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisura), misalnya pada kulit tumit
seorang pencuci yang mengalami kontak secara terus menerus dengan
deterjen. Keluhan pasien pada umunya rasa gatal atau nyeri karena kulit
retak (fisura).
2.5 Histopatologi
Gambaran histopatologik DKI tidak khas. Pada DKI akut oleh
iritan primer, dermis bagian atas terdapat vasodilatasi disertai sebukan sel
mononuklear di sekitar pembuluh darah. Eksositosis di epidermis diikuti
spongiosis dan edema intrasel, serta nekrosis epidermal. Pada dermatitis
berat kerusakan epidermis dapat berbentuk vesikel atau bula. Di dalam
vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.
2.6 Diagnosis
Diagnosis DKI berdasarkan anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena
terjadi lebih cepat sehingga pasien pada umumnya masih ingat apa yang
menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kornis terjadi lebih lambat serta
mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk itu perlu dilakukan uji
tempel atau patch test.
Intrepretasi yang dianjurkan menggunakan International Contact
Dermatitis Research Group (ICDRG ), yaitu :
+ atau −: hanya eritem lemah: ragu-ragu
+ : eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah
++ : eritem, infiltrasi, papul, vesikel: positif kuat
+++ : bula: positif sangat kuat
− : tidak ada kelainan : iritasi
NT : tidak diteskan
2.8 Tatalaksana
Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit.
Medikamentosa:
1. Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek (3 hari).
2. Topikal: Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap
yang kaya kandungan lipid, 5-7 petrolatum. Sesuai dengan sajian klinis
∙ Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan
larutan NaCl 0,9%.
∙ Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon
asetoid.
∙ Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate
intermiten
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa
diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB, atau obat
sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri:
antibiotika topikal/sistemik.
2.9 Komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan
pemilihan jenis antibiotik sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit).
2.10 Prognosis
Pada kasus dermatitis kontak ringan, prognosis sangat bergantung pada
kemampuan menghindari bahan iritan penyebab. Pada kasus dermatitis kontak
yang berat diakibatkan pekerjaan, keluhan dapat bertahan hingga 2 tahun
walaupun sudah berganti pekerjaan.
BAB 3
REFLEKSI KASUS
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama : Gatal di pergelangan tangan kiri
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan gatal di pergelangan tangan kiri sejak 1 hari yang
lalu. Gatal dirasakan tiba-tiba ketika siang hari dan semakin memberat. Gatal
disertai nyeri, rasa panas karena sering digaruk. timbulnya kemerahan dan
keluhan tersebut pada pergelangan tangan di area pasien memakai jam tangan.
Keluhan ini baru dirasakan pasien pertama kali. Pasien mengatakan bahwa ia
memakai jam tangan baru sekali kemudian muncul kemerahan setelah beberapa
jam. Jam tangan berbahan besi. Pasien menyangkal ada keluhan serupa
sebelumnya
Riwayat Penyakit Dahulu : Alergi (-), atopi (-) Asthma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Alergi (-), atopi (-) Asthma (-)
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
3.2 Pemeriksaan Fisik
● Tanda-Tanda Vital :
● Status Generalis :
● Thorax :
● Abdomen:
I = flat
A = bising usus (+) normal
Pal = soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
Per = timpani
● Dermatitis numularis
● Dermatitis Seboroik
3.5 Diagnosis
● Dermatitis Kontak Iritan Akut Lambat
3.6 Tatalaksana
• Nonmedikamentosa :
Menghindari penggunaan bahan iritan (jam tangan)
• Medikamentosa :
Metilprednisolon 8 mg 2x1
Cetirizine 10 mg 2x1
3.7 Prognosis
● Ad Vitam : Ad bonam
● Ad Functionam : Ad bonam
● Ad Sanationam : Ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Sularsito, S. A. dan Soebaryo, R.W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Zania, E., & Junaid, J. 2018. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Dermatitis Kontak pada Nelayan di Kelurahan Induha Kecamatan
Latambaga Kabupaten Kolaka Tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat), 3(3).