Anda di halaman 1dari 21

Bed Site Teaching

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oleh :

Shafiqah Zawira 1610313040

Preseptor :

Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.D.V.E, Subp.D.K.E, M.Ag, FINSDV, FAADV

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL. PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
sertakarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan Bed Site Teaching yang
berjudul “Dermatitis Kontak Iritan”.
Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan penulis serta
pembaca mengenai Dermatitis Kontak Iritan dan untuk memenuhi syarat dalam menjalani
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP Dr. M. Djamil
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tulisan ini, terutama kepada pembimbing yakni dr. Tutty
Ariani,Sp.DV yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan saran
dalam penyusunan Bed Site Teaching ini.
Dengan demikian, penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat dalam
menambahpengetahuan penulis serta pembaca mengenai laporan kasus Dermatitis Kontak
Iritan.

Padang, Maret 2024

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah suatu proses inflamasi local pada kulit jika
berkontak dengan zat yang bersifat iritan.1,2,3 Secara umum, terdapat dua macam DKI
yang bergantung dari jenis bahan iritannya, yaitu DKI akut dan akumulatif.1,3 Pada DKI
akut,, kerusakan kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali pajanan.1,3 Zat yang
menyebabkan DKI akut adalah zat yang cukup iritan untuk menyebabkan kerusakan kulit
bahkan dalam satu pajanan. Mencakup di dalamnya adalah asam pekat, basa pekat, cairan
pelarut kuat, zat oksidator dan reduktor kuat.4 Sedangkan pada DKI kumulatif (DKIK)
kerusakan terjadi setelah beberapa kali pajanan pada lokasi kulit yang sama , yaitu
terhadap zat – zat iritan lemah seperti : air, deterjen, zat pe;arut lemah, minyak dan
pelumas. 1,3-8 Zat – zat ini tidak cukup toksik untuk mneimbulkan kerusakan kulit pada
satu kali pajanan, melainkan secara perlahan – lahan hingga pada sutau saat kerusakannya,
mampu menimbulkan inflamasi. Penyebab DKI kumulatif biasanya bersifat
multifaktorial.4,9

1.2 Batasan Masalah


Penulisan bed site teaching ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatatalaksanaan, komplikasi dan prognosis
dermatitis kontak iritan sekaligus mengenai laporan kasus Dermatitis Kontak Iritan.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan bed site teaching ini bertujuan untuk mengetahui dan menambah wawasan
mengenai Dermatitis Kontak Iritan.

1.4 Metode Penelitian

Penulisan bed site teaching ini disusun berdasarkan laporan kasus dan studi
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik,
yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitasi.
Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Jumlah yang mengalami DKI cukup banyak, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka yang tepat sulit
diketahui. Hal ini disebabkan antara lain karena banyak pasien dengan kelainan ringan
tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.1,2

2.2 Epidemiologi

Priatna B ( 1997 ) dari Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa hampir 90%
penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak yang meliputi DKI,
dermatitisKontak Alergi (DKA) dan dermatitis kontak foto.10 Hasil survei pusat Hiperkes
mengumpukan bahwa bahan – bahan yang menimbulkan kontak iritasi adalah sabun,
deterjen, bahan pembersih, pelarut ( solvent ) dan pewarna. Menurut Kurniati SC di
RSUD Tangerang ( dari Oktiober 1996 sampai Oktober 1997 ), ditemukan 51 kasus
penderita , 41,17% DKI dan 5,88%berupa dermatitis akibat kerja. Kasus –kasus tersebut
disebabkan pekerjaan mencuci , yakni kontak langsung dengan sabun dan deterjen.
Sedangkan dari tahun 1999 – 2001 di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo kasus DKIK
akibat deterjen pertahun berkisar 9.09% hingga 20.95% dari seluruh dermatitis kontak.11

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor – faktor pencetus terjadinya DKIK berhubungan dengan zat iritan, pajanan
( waktu dan frekeunsi ) lingkungan ( tekanan mekanis, suhu dan kelembaban ) serta
bergantung pada faktor predisposisi yaitu karakteristik individu ( umur, jenis kelamin,
etnis, penyakit kulit yang telah ada, atopi, lokasi anatomis yang terpajan dan profesi
).3,4,5,9
Faktor zat iritan mencakup sifat fisik dan kimia zat tersebut seperti : ukuran
molekul, ionisasi, polarisasi, PH dan kelarutan.Sedangkan faktor pajanan meliputi :
konsentrasi , volum,waktu aplikasi serta durasi pajanan. Umumnya , waktu pajanan yang
lama dan volum yang besar meningkatkan penetrasi.12
Pengaruh lingkungan , seperti kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin,
merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum korneum. Suhu yang
dingin saja dapat menurunkan kelenturan lapisan tanduk, sehingga menyebabkan retaknya
stratum korneum.3 Oklusi meningktkan kadar air strtaum korneum sehingga menurunkan
fungsiefisiensi sawarnya.15 Hal ini mengakibatkan peningkatkan absorpi perkutan zat – zat
yang larutdalam air.3
Penderita atopi rentan terhadap efek iritasi zat iritan. Kandungan zat iritan juga
pentingdalam meningkatkan iritasi. Kebanyakan produk pemersih kulit di pasaran dapat
mneyebabkan efek iritasi primer jika digunakan berulang –ulang atau berlebihan, akan
tetapi jika digunakansesuai aturan, kulit normal tidak akan teriritasi.16
Kulit normal memiliki PH berkisar sekitar 5,5 meski beberapa peneliti berpendapat
bahwa PH kulit berkisar antara 6 -7. Kisaran PH kulit antara lain ditentukan oleh adanya
mantelasam yaitu lapisan tipis yang ditinggalkan oleh keringat dan bersifat asam. Bakteri
anggota mikroflora kulit memerlukan PH tertentu untuk dapat melaksanakan
pertumbuhan optimum. Terdapat perbedaan PH untuk pertumbuhans etiap jenis bakteri,
misalnya S.aureus membutuhkan PH 7,5 untuk pertumbuhannya, sedangkan P.aureus
memerlukan PH antara 6 –6.5 17
Larutan deterjen memiliki PH 9,5 dan jika digunakan berulang –ulang selama
beberapa hari PH kulit akan naik menjadi 8. Kondisi kulit yangd emikian tidak menjadi
sarana yang baikbagi pertumbuhan mikroflora yang penting untuk menjaga lapisan matel
asam.11 Saat terpajan dengan iritan yang sama dengan kondisi yang sama pula,
perkembangan tingkat iritasi tiap individu berbeda –beda. Faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap kerentanan individu meliputi : 3
• Umur

Kerentanan kulit terhadap efek iritasi zat iritan menurun seiring dengan usia.3 Hal ini
disebabkan oleh penurunan fungsi sawar.18 Penelitian menunjukkan bahwa iritabilitas
kulit terhadap sodium lauril sulfat mencapai puncaknya selama masa kanak – kanak
dan menurun selama dewasa, mencapai tingkat terendah saat dekade keenam. Lokasi
dengan rekativitas tertinggi adalah paha, punggung atas dan lengan bawah.19

• Ras

Individu berkulit gelap seperti orang Afrikan dan Hispanik, memperlihatkan respon
iritasi yanglebih besar terhadap surfaktan, sodium lauril sulfat, begitu pula terhadap
zat kimia dan sinar ultra violet.4 Dikatakan bahwa kulit berwarna ( Afrika, Asia,
Hispanik ) memiliki fungsi sawaryang lebih rentan dibandingkan dengan kulit putih.20
• Jenis Kelamin
Kerentanan kulit terhadap iritasi tidak berbeda antar jenis kelamin. Akan tetapi
penelitina menunjukkan bahwa kulit wanita cenderung lebih mudah terkena iritasi
selama periode prementruasi.6
• Dermatitis yang telah ada dan dermatitis atopi
Penderita atopi rentan terhadap efek iritasi 5,7 Trans-epidermal water loss ( TEWL )
lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis setelah terpajan deterjen.
Abnormalitas sawar kulit atopi dari menurunnya ambang iritasi merupakan faktor
penyebab kerentananya terhadap iritasi5

• Profesi
Deterjen merupakan pembersih kulit yang seting digunakan oleh seluruh pekerja
industri , dan bersifat iritan lemah. Pembersihan kulit yang berlebihan dengan deterjen
dapat menyebabkanDKI kumulatif pada iundividu yang memiliki faktor predisposisi
kelompok beresiko ini yaitu para petugas kebersihan, catering, konstruksi, penata
rambut, petugas rumah sakit, pekerja industri kimia, petugas dry cleaning dan pekerja
logam. Secara umum, aktivitas wet work mudah memicu terjadinya DKI. 3,5,6

2.4 Patogenesis

Mekanisme patogenesis DKI dapat terjadi melalui dua cara yaitu melalui
mekanisme kerusakan fungsi sawar kulit yang diperankan oleh stratum korneum dan
pelepasan mediator akibat kerusakan keratinosit.9
Stratum korneum memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah sebagai lapisan
sawarpelindung yang mencegah pelepasan cairan berlebih dari kulit. Fungsi integritas
kulit bergantung pada kadar kelembaban stratum korneum.12
Kerusakan akibat pajanan zat iritan dimulai dengan kerusakan lapisan lipid dan
Natural Moisturizing Factor ( NMF) sehingga terjadi kekeringan kulit ( desikasi ),
kemudian kelainan stratum korneum ini akan mnegakibatkan kulit kehilangan fungsi
sawarnya.13 Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya pajanan langsung sel kulit yang
masih hidup ( viable ) terhadap zat iriutan tersebut. Jika zat iritan telah dapat mencapai
membran lipid keratinosit, maka zat tersebut dapat berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti.9
Aktivasi enzim fosfolipase oleh kerusakan keranitosit memicu pelepasan AA
(arachidonic acid), DAG (diacylglyceride), IP3 (inositides) dan PAF ( palted activating
factor). AA akan mengalami perubahan menjadi PGs (prostaglandin) dan LTs
(leukotrin). DAG akan merangsang ekspresi gen sehingga terjadi sintesis protein berupa
IL–1 (interleukin-1) dan GMCSF (granulocyte –macrophage colony stimulating factor).
IL-1 akan mengaktifkan sel Th (T helper) untuk memproduksi IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2 , terjadi perangsangan autokrin, disamping merangsang
proliferasi sel–sel tersebut. Keratinosit juga mengekspresikan molekul permukaan
HLA–DR (human leukocyte antigen DR) dan ICAM-1 (intercellular adhesion molecule
1). Prostaglandin dan LTs akan merangsang dilatasi pembuluh darah, menyebabkan
terjadinya tranfusi komplemen, dan aktivasi system. Prostaglandin dan LTs berperan
pula bagi neutrofil dan limfosit serta mengaktivasi sel mast untuk melepaskan histamin.
Seluruh proses tersebut menyebabkan perubahan seluler.

2.5 Menifestasi Klinis

Penyebab kerusakan stratum korneum pada DKI kumulatif adalah penurunan


ambang kulit terhadap kerusakan berulang yang terjadi lebih cepat daripada waktu untuk
penyembuhan sempurna fungsi sawar kulit. Gejala klinis baru terlihat jika kerusakan
yang terjadi melebihi ”ambang manifestasi” tertentu , yang akna berbeda untuk setiap
individu.3,9 Nilai ambang bukan angka yang tetap bagi individu, tetapi dapat menurun
jika ada suatu penyakit.3
Dikatakan bahwa sebelum efek inflamasi dan kulit kering terlihat oleh mata, secara
histopataologik pada kulit sudah terjadi kerusakan. Karena DKI kumulatif disebabkan
oleh zat iritan lemah, maka kelainian kulit yang diakibatkannya bersifat kronis. Efek
iritasi yang terjadi dapat merupakan gejala yang dapat diobservasi oleh penglihatan dan
berupa keluhan subjektif. Lesi kulitnya berupa eritematosa, likenifikasi, ekskoriasi,
skuama, hiperkeratosis, dan kulit pecah dengan batas yang tidak tegas.3 Sedangkan
keluhan yang timbul dapat berupa gatal, panas, dan nyeri akibat pecahnya kulit yang
hiperkeratotik. Lokasi kulit mana saja yang dapat terkena, akan tetapi yang terbanyak
adalah tangan, ”alat” manusia yang sering berinteraksi dengan lingkungan.3
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Berdasarkan penyebab
dan pengaruh berbagai faktor tersebut, ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi
beberapa jenis,yaitu :
a. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan
iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya
dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan-bahan iritan ini dapat
merusak kulit karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan
sel.3
Tipe reaksinya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan
kontak, dan lamanya berkontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau
coklat. Kadang- kadang menjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula,
pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang purulen dengan kulit di sekitarnya normal.3
b. Dermatitis Kontak Iritan Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru terjadi 8 sampai 24
jamsetelah berkontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat, misalnya
podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat.
Sebagai contohialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga (dermatitis
venenata); keluhan dirasakan pedih keesokan harinya, sebagai gejala awal terlihat
eritema kemudian terjadi vesikel atau bahkan nekrosis.1
c. Dermatitis Kontak Iritan Kronis

Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah
(misalnya deterjen, sabun, pelarut, pestisida, tanah, bahkan air) dengan pajanan yang
berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul
setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan
pajanan merupakan faktor yang paling penting.4 Gejala berupa kulit kering, eritema,
skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika
kontak terus berlangsung.1
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak
ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang
cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).1
d. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan
jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi
iritasi dapatsembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1
e. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas atau
laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih
lama. Lokasi tersering di tangan.2
f. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan
kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi.
Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat.
Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah
surfaktan yang tinggi.2 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum
tanpa tanda klinis (DKI subklinis).1,2
g. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif
Juga disebut DKI sensori; karena kelainan kulit tidak terlihat, namun pasien merasa
seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah berkontak dengan bahan kimia
tertentu,misalnya asam laktat.2

2.6 Diagnosis

Diagnosis DKI dapat ditegakkan jika ada riwayat pajanan terhadap zat iritan,
manifestasi klinis menggambarkan morfologi DKIK dan dengan menyingkirkan DKA.3
Untuk membedakannya dengan DKA , maka dilakukan tes tempel (patch test ). Test ini
dilakukan untuk membuktikan adanya DKA dan menemukan alergen penyebabnya,
bukan untuk mendiagnosis pasti DKI. Berbagai macam parameter dengan metode non
invasif dapat dipakai untuk menetapkan daya iritasi zat iritan pada kuliut yaitu
morfologis klinis berupa eritema, skuama, fisura, likenfikasi dan hiperkeratosis,
pengkuran PH kulit, kandungan air di permukaan kulit, trans –epidermal water loss, serta
konduksi listrik.

2.7 Pencegahan

DKI dapat dicegah. Pekerja harus diberi pengarahan atau edukasi tentang berbagai
macam cara pencegahan sebelum mulai bekerja, dapat juga dilakukan skrining sebelum
bekerja (pre-employment screening). Pada screening ini para pekerja dengan faktor
predisposisi sebaiknya menghindari aktivitas yang berhubungan dengan air dan zat– zat
iritan.7

a. Krim Pelembab
Umumnya pelembab mengandung humectant dengan berat molekul rendah dan lipid.
Humectants seperti urea , gliserin, asam laktat, pyrroledone carboxylic acid (PCA) dan
garam, diabosrpsi ke dalam stratum kornemum dan meningktkan hidrasi dengan cara
menarik air. Lipid, seperti petrolatum, lilin lebah, lanolin dan bermacam–macam minyak
dalam pelembab, memiliki efek sebagai membran oklusif pada kulit 23

b. Barrier Creams

Krim ini digunakan untuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan abrobsi zat iritan
ke ke kulit , mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis. Biasa dipakai
untuk mnecegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan rumah.2,3

c. Baju dan Sarung Tangan Pelindung

Sarung tangam memiliki efek protektif terhadap pajanan. Baju pelindung juga
mempunyai peranan penting sebagai pelindung tubuh di lingkungan industri. Akan tetapi
perlujuga diingat bahwa baju ini dapat memerangkap kelembaban dan zat kimia yang
kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih lama dan
meningkatkan kemungkinan timbulnya dermatitis. Juga perlu diperhatikan bahwa zat
kimia dengan berat molekul rendah tetap dapat berpenetrasi menembus sarung tangan.23

2.8 Tatalaksana

Penggunaan kortikosteroid topikal tetap merupakan pilihan untuk DKI. Golongan


kortikosteroid disesuaikan dengan kondisi lesi kulit. Jika terdapat infeski sekunder dapat
diatasi dengan pemberian antibiotika oral maupun topikal.3 Perlu diperhatikan dalam
penggunaan jangka lama dapat menyebabkan atrofi yang makin meningkatkan kepekaan
terhadap iritasi. Pilihan terapi yang lain meliputi terapi topikal dan fototerapi
UVB/PUVA. Pada kasus kronik yang sulit, dapat diindikasikan tindakan radiasi.3
2.9 Prognosis
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering
terjadi pada DKI kronis dengan penyebab multi faktor dan juga pada pasien atopik.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. D
No RM : 01.21.28.42
Umur/Tanggal Lahir : 08 Juli 1974 / 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
No Hp : 0822xxxxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 5 Maret 2024
Alamat : Desa Talang Sepakat, Mukomuko, Bengkulu

3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 Maret 2024 dengan :
a. Keluhan Utama
Bercak kehitaman dan sisik putih kasar yang terasa gatal dan perih pada kedua
punggung tangan dan telapak tangan, jari-jari tangan yang meningkat sejak 3 bulan
yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
• Awalnya sejak 1 tahun yang lalu muncul bercak merah yang terasa perih di
punggung tangan, lalu bersisik dan terasa gatal. Setiap terasa gatal, pasien
menggaruk sehingga meluas ke kedua tangan dan kaki. Pasien ada riwayat
kontak dengan racun tanaman. Pasien sesekali saat berkontak dengan racun
tanaman tidak memakai sarung tangan. Sarung tangan yang biasa dipakai
pasien adalah sarung tangan yang berbahan dasar kain.
• 3 bulan yang lalu, pasien telah berobat ke dokter umum dan Spesialis Kulit
Kelamin di RSUP Mukomuko dan diberikan obat klobetasol dan cetirizine.
Keluhan gatal dirasakan berkurang saat pasien mengkonsumsi obat, namun
keluhan kembali dirasakan jika persediaan obat habis. Gatal dan nyeri yang
dirasakan oleh pasien hampir sepanjang hari. Keluhan saat ini meningkat jika
saat tangan pasien terkena air.
• Kelainan kulit tidak pernah sembuh dan gatal serta nyeri yang dirasakan pasien
terus berulang.
• Pasien mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun batang merk lifeboy.
• Pasien memiliki riwayat alergi udang yang baru dirasakan sejak 1 bulan ini.
• Riwayat alergi obat dan cuaca tidak ada.
• Riwayat bersin-bersin, hidung berair, dan sesak di pagi hari tidak ada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat penyakit diabetes mellitus dan gangguan imunitas tidak ada
d. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan pengobatan untuk keluhan kulit pada kedua tangannya
berupa krim dan obat minum berupa klobetasol dan cetirizine yang menyebabkan
keluhan berkurang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga / Atopi / Alergi
• Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti yang dirasakan pasien saat
ini
• Pasien memiliki riwayat alergi udang
• Tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari yang disertai mata merah
• Tidak ada riwayat kaligata
• Tidak ada riwayat asma
• Tidak ada riwayat alergi obat
• Tidak ada riwayat alergi terhadap serbuk sari
f. Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Kebiasaan
• Pasien merupakan seorang petani sawit.
• Pasien melakukan pekerjaan sebagai petani sawit yang mana mencakup
keseluruhannya, seperti menanam, meracun tanaman, membersihkan lahan,
memberikan pupuk pada tanaman, dan mengambil atau memanen buah sawit.
• Jika tangan pasien secara tidak sengaja kontak dengan pestisida, pasien selalu
mencuci tangan dengan menggunakan sabun.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Nadi : 90x / menit
Nafas : 18x / menit
Tekanan Darah : 118/80 mmHg
Suhu : 37 C
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 68 kg
Status Gizi : IMT 23,5 (normoweight)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
KGB : Tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Thoraks
• Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan (normochest)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
• Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Irama regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar dan tidak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status Dermatologikus
Lokasi : Kedua punggung dan telapak tangan
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tidak tegas
Ukuran : Plakat
Effluoresensi : Plak hiperpigmentasi, erosi, skuama putih kasar, likenifikasi

A B

Gambar A-B Plak hiperpigmentasi (panah hijau), erosi (panah biru), skuama putih
kasar (panah merah), likenifikasi (panah oren)

3.4 Resume
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ditemukan bercak kehitaman dan sisik putih
kasar yang terasa gatal dan perih pada kedua punggung tangan dan telapak tangan, jari-
jari tangan yang meningkat sejak 3 bulan ini. Awalnya sejak 1 tahun yang lalu, muncul
bercak merah yang terasa perih di punggung tangan, lalu bersisik dan terasa gatal. Pasien
memiliki kebiasaan menggaruk pada area yang terasa gatal sehingga meluas ke kedua
tangan dan kaki. Pasien mengatakan bahwa dalam kesehariannya pasien seorang petani
sawit, sehingga pasien sering kontak dengan racun tanaman berupa pestisida.
Sebelumnya pasien juga pernah mengalami keluhan seperti ini dan pasien sudah
didiagnosis dengan dermatitis pada tangan oleh dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
RSUD Mukomuko, dan pasien telah mendapat pengobatan berupa klobetasol dan
cetirizine.
Pada pemeriksaan dermatologikus didapatkan lesi pada kedua punggung dan
telapak tangan dengan efflouresensi plak hiperpigmentasi, dengan skuama putih kasar,
erosi dan likenifikasi.

Diagnosis Kerja
Dermatitis kontak iritan et causa susp racun tanaman roundup

Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi

Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan patch test

3.5 Penatalaksanaan
a. Umum
• Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan
oleh adanya kontak yang berulang antara kulit dengan racun tanaman (pestisida)
yang bersifat iritan pada kulit. Upaya pencegahan terhadap kejadian berulang
yang dialami oleh pasien adalah menghindari kontak langsung dengan bahan
iritan yaitu racun tanaman (pestisida).
• Memberikan saran/alternatif pilihan berupa proteksi dengan penggunaan sarung
tangan pada saat bekerja.
• Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi kulit yang kering juga dapat
memperberat gejala gatal dan iritasi pada kulit sehingga diperlukan hidrasi yang
cukup dan penggunaan moisturizer untuk menjaga kelembaban kulit.
b. Khusus
• Krim Mometason 0,1% 2x1 dioleskan tipis pada kedua tangan
• Krim Tupepe 10% 2x1 dioleskan tipis pada kedua tangan
• Cetirizine tab 1 x 10mg per hari
3.6 Prognosis
• Quo Ad Vitam : Bonam
• Quo Ad Sanationam : Bonam
• Quo Ad Funcionam : Bonam
• Quo Ad Kosmetikum : Dubia ad Bonam
Resep
dr. Shafiqah
Praktik Umum
SIP : 09101997
Hari Senin-Jumat
Jalan Raden Saleh No 23, Padang
No Telp. 081378xxxxxx
Padang, 5 Maret 2024

R/ Krim Mometason 0,1% 10gr tube No. II


S.u.e 2 dd
______________________________________

R/ Krim Tupepe 10% 30gr tube No. I


Sue 2 dd
______________________________________

R/ Cetrizine tab 10mg No. X


S1dd tab 1
______________________________________

Pro : Tn. D
Usia: 49 tahun
Alamat : Mukomuko, Bengkulu
BAB 4
DISKUSI
Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki usia 49 tahun di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 Maret 2024 dengan diagnosis
dermatitis kontak iritan et causa racun tanaman roundup.
Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama yakni bercak kehitaman dan sisik putih
kasar yang terasa gatal dan perih pada kedua punggung dan telapak tangan, jari-jari tangan
yang meningkat sejak 3 bulan ini.
Keluhan bermula sejak 1 tahun yang lalu muncul bercak merah yang terasa perih di
punggung tangan, lalu bersisik dan terasa gatal. Lama-kelamaan pasien menggaruk sehingga
meluas ke kedua tangan. Pasien ada riwayat kontak dengan racun tanaman. Pasien sesekali
saat berkontak dengan racun tanaman tidak memakai sarung tangan. Sarung tangan yang
biasa dipakai pasien adalah sarung tangan yang berbahan dasar kain.
Gatal dan nyeri yang dirasakan oleh pasien hampir sepanjang hari. Keluhan saat ini
meningkat jika saat tangan pasien terkena air. Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien telah berobat
ke dokter umum dan Spesialis Kulit Kelamin di RSUP Mukomuko dan diberikan obat
klobetasol dan cetirizine. Keluhan gatal dirasakan berkurang saat pasien mengkonsumsi obat,
namun keluhan kembali dirasakan jika persediaan obat habis. Kelainan kulit tidak pernah
sembuh dan gatal serta nyeri yang dirasakan pasien terus berulang. Berkontak dengan hewan
peliharaan dan orang dengan keluhan yang sama tidak ada, serta keluarga dengan keluhan
yang serupa tidak ada.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada dermatitis kontak iritan kumulatif
muncul gejala panas dan perih serta gatal yang disebabkan oleh iritan lemah(misalnya
deterjen, sabun, pelarut, pestisida, tanah, bahkan air) dengan pajanan yang berulang-ulang,
biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa
hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor
yang paling penting. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan
menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.
Pada pemeriksaan dermatologikus didapatkan lesi pada kedua punggung dan
telapak tangan dengan efflouresensi plak hiperpigmentasi, dengan skuama putih kasar,
erosi dan likenifikasi. Hal ini sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan.
Pasien diberikan tatalaksana umum dan khusus. Tatalaksana umum pada pasien ini
berupa edukasi bahwa penyakitnya disebabkan oleh adanya kontak dengan bahan iritan
racun tanaman (pestisida) sehingga dianjurkan untuk berhenti menggunakan racun tanaman
(pestisida) atau menggunakan sarung tangan atau alat pelindung diri apabila terpaksa harus
kontak dengan bahan iritan. Senantiasa menjaga kebersihan badan terutama tangan, makan
makanan yang bergizi. Tatalaksana khusus yang diberikan berupa cetirizine 1x10mg, krim
mometason 0,1% 2x1, dan krim tupepe 10% 2x1.
Prognosis pasien ini adalah quo ad sanationam bonam, quo ad vitam bonam, quo ad
kosmetikum dubia ad bonam, quo ad funcionam bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ng.SK, Go CL. Irritant Contact Dermatitis and Allergic Contact Dermatitis. In Ng. SK,
Go CL. The principles and practice of Contact and OccupationalDermatology in the Asia
– Pacific Region, Singapore 2001: 1-13
2. Tan SH. The Histrology of Contact Dermatitis. In : Ng.SK, Goh CL. The Principles and
Practice of Contact and Occupational Dermatology in the Asia –Pacific. Singapore 2001
: 17 – 21
3. Wigger – Albert W, Live D, Elsner P. Contact Dermatitis Due to Irritation In: Adams
RM Occupational Skin Diseases 3 rd Ed. Philadelphia 1999 : 1 – 9
4. Rietschel RL, Fowler JF. Hands Dermatitis Due to Contacts: Special considerations In:
Fischer’s Contact Dermatitis 5th +Ed. Philapdelphia 2001 :269 – 76
5. Lammintausta K, Maibach HI. Irritant Contact dermatitis. 425 – 9
6. Diepgen TL, Cocnrads PJ. The Epidemiology of Occupatioanl Contact Dermatitis In :
Kanerva E, Elsner P. Wahlberg, Maibach HI. Handbook of Occupational Dermatology,
Berlin Heidelberg 2000 : 3 -1 4
7. Elston CDM, Ahmed DDF, Watsky KL, Schwarzeberger K. Hand Dermatitis J. Am
Acad dermatol 2002; 47:291 – 9
8. Nettis E, Colanardi MC, Soccio AL. Ferrannimi A, Tursi A. Occupational Irritantand
Allergic Contact Dermatitis Among Healthcare Workers. Contact Dermatitis 2002 : 46
: 101 –
9. Irritant Contact Dermatitis Enviroderm Services October 2000
10. Priatna B Peraturan Pemerintah tentang Dermatosis Akibat Kerja. PIT IVPERDOSKI
Samarinda : 1997 ; 21 – 8.
11. Data mnorbilitas Subbagian Alergi dan Immunologi. Bagian /SMF Ilmu PenyakitKulit
dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo jakarta. 1998 –2002
12. Zienicke H. Skin Hydration ( Transsepidermal water loss ). Measuring Methods and
Dependence on washing Procedure. In : Barun – Falco O, Korting HC, Eds. Donna
Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
13. Seidebari S. Evaluation of Barrier Function and Skin Reactivity in Occupational
Dermatoses. In : Kanerva E, Elsner P, wahlberg, Maibach HI. Handbook of
Occupational Dermatology. Berlin Heideberg 2000 ; 64 – 73.
14. Marks JG, Elsner P, Deleo VA, Allergic and Irrirant Contact Dermatitis In :Contact and
Occupational Dermatology, 3 rd Ed. Missouri 2002 ; 3 – 15
15. Zhai H, Maibach HI. Skin Occlusion and Irritant and Allergic Contact Dermatitis: an
Overview. Contact Dermatitis 2001; 44: 201 – 6.
16. Mathias CGT. Soaps and Detergents in : Adams RM. Occupational Skin Disesase3rd
Ed. Philadephia 1999 : 353 – 367
17. Soebaryo RW. Prediksi Klinis Dermatitis Kontak – Tangan Pada Pekerja Dengan
Kondisi Diatesis Atopi-Kulit. Program Pasca sarjana Universitas IndonesiaJakarta , 1999
; 10 -39
18. Wigger – Aloberti W, Elsner P. Contact Dermatitis Due to Irritation . In :Kanerva E,
Elsner P, Whalberg , Maibach HI. Handbook of Occupational Dermatologfy. Berlin
Heidelberg 2000 : 99 -108
19. Potts Ro, Bommannan B. Guy RH. Percutaneous Absorp[tion In : Mukhtar H
Pharmacology of the Skin. New York 1992 ; 13 -27.
20. Taylor SC. Skin of Color : Biology, Structure, Functiuon and Implications for
Dermatologic Diseases
21. Zhai Hingbo, Miabcah HI. Occulsion vs Skin Barrier Function. Skin Research and
Technology 2002 ; 8 : 1 – 6
22. Lever WF, Schaumberg – Lever G ; Hispathology of the skin . Philadelphia ; JB.
Lippincott Company, 1983
23. Zhai H, Anigbogu A, Maibach HI. Treatment of Irritant and Allergic Contact Dermatitis.
In : Kanerva L.Elsner P. Wahlberg JE, Maibach HI, Eds handbook of Occupational
Dermatoilogy. Berlin Heidelberg : Springere –Verlag, 2000 : 402 -9

Anda mungkin juga menyukai