DERMATITIS
Fasilitator:
Oleh :
Kurrotul Aini
(15100026)
SURABAYA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas
tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis
tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol.
Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik
pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan
dorsal dari tangan dan lengan bawah (Suhartin, 2012).
TINJAUAN TEORI
a) Stratum Korneum
Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri
dari timbunan korneosit. Perubahan yang terjadi pada lansia adalah
kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama yang
menyebabkan penyembuhan luka lebih lama dan pelembab pada
stratum korneum berkurang yang menyebabkan kulit kering dan kasar.
b) Epidermis
Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit, perlambatan dalam proses
perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge,
menyebabkan terjadinya pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan
kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Terjadi
penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan
terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang
tidal merata pada kulit.
c) Dermis
Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan
dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia
rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit
terhadap zat-zat topikal.
d) Subkutis
Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang
rangka. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh yang
menyebabkan gangguan fungsi perlindungan dari kulit.
2.1.2 Dermatitis
A. Definisi
Dermatitis atau eksim adalah radang kulit sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menyebabkan gangguan
klinis tersebut sebagai efloresensi polimorfik dan keluhan gatal (Adi,
Arman, & Udiyono, 2017).
B. Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia,
protein, bakteri dan fungus. Respon tersebut dapat berhubungan
dengan alergi. Alergi adalah perubahan kemampuan tubuh yang di
dapat dan spesifik untuk bereaksi. Penyebabnya secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen), fisik
(sinar matahari, suhu), mikroorganisme (mikroorganisme, jamur).
b. Dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik.
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan
iritasi dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim,
biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Sering kali, kulit yang
pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi.
C. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian
dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen
ataupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian
menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap
suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena
yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan
dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan
dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit
lain.
D. Klasifikasi
1. Dermatitis kontak
a. Dermatitis kontak toksis akut: Dermatitis yang disebabkan
oleh iritan primer kuat/absolute. Contoh: H2SO4 , KOH,
racun serangga.
b. Dermatitis kontak toksis kronik: Suatu dermatitis yang
disebabkan oleh iritan primer lemah/relatif. Contoh: sabun
dan deterjen.
c. Dermatitis kontak alergi: Suatu dermatitis yang disebabkan
oleh alergen. Contoh : logam (Ag, Hg), karet, plastik, dll.
2. Dermatitis atopik
Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang
disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu,
bulu).
3. Dermatitis perioral
Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus
merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui, menyerang
wanita berusia 20-60 tahun dan bisa muncul pemakaian salep
kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit.
4. Dermatitis statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering
meninggalkan bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan
cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi varises dan
edema.
E. Manifestasi Klinis
a. Dermatitis Kontak: Gatal-gatal, rasa tidak enak karena kering,
kulit berwarna coklat dan menebal.
b. Dermatitis Atopik: Gatal-gatal, muncul pada beberapa bula
pertama setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang
tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
c. Dermatitis Perioral: Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir
tampak beruntus-beruntus kecil kemerahan.
d. Dermatitis Statis: Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah
beberapa minggu/bulan, warna menjadi coklat.
F. Komplikasi
1. Katarak
2. Infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Darah: Hb, leukosit, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b. Urine: pemeriksaan hispatologi
2. Pemeriksaan penunjang
a. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intacutan, solusio
asetilkolin 1/5000)
b. Percobaan histamine hostat disuntikkan pada lesi
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Sistemik
Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit-SRS-A dan pada
kasus berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
2. Terapi topical
Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak
kocok bila kronik diberi salep.
3. Diet
Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) contoh : daging, susu,
ikan, kacamg-kacangan, jeruk, pisang dan lain-lain.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (infeksi)
2. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan pigmentasi
3. Resiko infeksi d/d pertahanan primer tidak adekuat
4. Gangguan citra tubuh b/d penyakit
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (infeksi)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
nyeri dapat berkurang. Dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Pasien tidak gelisah
Pasien dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
Intervensi:
1. Kaji tingkat dan jenis nyeri pasien
Rasional: mengetahui kriteria nyeri pasien untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Ajarkan pasien relaksasi distraksi
Rasional: teknik relaksasi distraksi dapat membantu mengurangi
nyeri
3. Edukasi pasien dan keluarga faktor yang penyabab nyeri
Rasional: timbulnya lesi akibat faktor penyakit dapat
menyebabkan nyeri
4. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi
farmakologis (analgetik)
Rasional: untuk membantu memaksimalkan intervensi
D. Implementasi Keperawatan
Metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan:
1. Memahami intervensi
2. Menyiapkan tenaga dan alat
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga
E. Evaluasi Keperawatan
1. Mengumpulkan data
2. Menafsirkan perkembangan pasien
3. Membandingkan keadaan setelah dan sebelum dilakukan tindakan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan
standart normal
PEMBAHASAN
1. Judul
Perbandingan Efektivitas Krim Metronidazole 1% dan Krim
Ketokonazole 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah
2. Penulis
Mimie Malisa, Soenarto, Athuf Thata, dan R. M. Suryadi Tjekyan
3. Penerbit / Nama Jurnal
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Volume 2, Nomor 2
4. Abstrak
Perjalanan penyakit dermatitis seboroik (DS) yang rekuren
memerlukan pengobatan periodik dan dapat mempengaruhi kualitas
hidup pasien, terutama jika mengenai area wajah. Tujuan utama
pengobatan DS adalah mengontrol gejala, sehingga cenderung fokus
pada anti-inflamasi. Ketokonazol merupakan pengobatan standar untuk
DS, namun memiliki efek anti-inflamasi ringan. Efektivitas dan
keamanan serta efek anti-inflamasi metronidazol topikal terbukti pada
pasien rosasea dipertimbangkan menjadi alternatif pengobatan pada DS.
Tujuan penelitian: Untuk membandingkan efektivitas krim
metronidazol 1% dan krim ketokonazol 2% pada DS di wajah
menggunakan skor Seborrhea Area and Severity Index-Face (SASI-F).
5. Hasil penelitian
Krim ketokonazol 2% efektif menurunkan derajat eritem dan
skuama pada DS di wajah dan secara signifikan mengurangi keparahan
klinis DS. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan angka
kesembuhan ketokonazol topikal pada DS di wajah berkisar antara 69-
90% jika digunakan selama 4 pekan. Metronidazol topikal merupakan
derivat imidazol yang diklasifikasikan sebagai agen antiprotozoa dan
antibakteri jika digunakan secara oral atau parenteral.
Beberapa penelitian in vitro menunjukkan bahwa metronidazol
mengurangi jaringan oksidatif melalui hambatan terhadap netrofil
sebagai mediator inflamasi. Selain itu, efek anti-oksidan metronidazol
dapat meningkatkan asam palmitat yang merupakan asam lemak bebas
pada kulit manusia. Metronidazol juga memiliki efek imunomodulator
terhadap kemotaksis leukosit dan secara selektif menekan imunitas
seluler