Anda di halaman 1dari 16

Referat Kelompok

DERMATITIS KONTAK AKIBAT BAHAN


SANITIZER

Disusun oleh:

1. Dewi Iramayana Sandra K. (1808437026)


2. Nur Ulfah Parassadita (1808436716)
3. Safna Andriani (1908436649)
4. Clarisa Anindya (19084366)
5. Indy Duharta (1808436264)

Pembimbing :
Dr. dr. Endang Herliyanti Darmani, SpKK. FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2020
DERMATITIS KONTAK AKIBAT BAHAN SANITIZER

Dewi Iramayana Sandra*, Nur Ulfah Parasadita*, Safna Andriani*, Clarisa


Anindya*, Indy Duharta*, Endang Herliyanti Darmani**
*Program Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
** Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

ABSTRAK

Situasi saat ini novel coronavirus merupakan virus baru yang menyebar
dengan cepat di seluruh dunia, terutama penularan lewat udara, terkena droplet
dari orang yang terinfeksi, kontak dengan permukaan yang terkontaminasi dan
penularan di masyarakat. Menjaga kebersihan menjadi salah satu cara efektif
untuk mencegah penularan COVID-19. Berbagai cara telah diterapkan seperti
membersihkan tangan menggunakan sanitizer berupa sabun atau produk-produk
yang mengandung alkohol dan menyemprotkan desinfektan pada benda mati yang
terpapar virus. Teknik penyemprotan desinfektan dan alkohol di udara, jalan dan
kendaraan telah banyak digunakan di masyarakat. Selain itu, mencuci tangan
secara intensif dan desinfeksi berlebihan dapat menyebabkan dermatitis kontak
dengan mengganggu fungsi sawar kulit.
Kata kunci : sanitizer, desinfektan, dermatitis kontak

ABSTRACT

In the current situation, the novel coronavirus is a new virus that has
spreading rapidly around the globe, especially has been by the airborne route,
through droplets from infected people, contact with contaminated surfaces and
community transmission. The maintaining of hygiene could be one of the effective
ways to prevent of COVID-19 transmissions. A various methods have been
applied such as sanitizing of hands with using sanitizer is soap or alcohol‐based
products and spraying disinfectants in the objects which have exposed to the
virus. The technique of spraying disinfectant and alcohol in the air, on roads and
vehicles have been many used in the communities. In addition, intensified
handwashing and excessive disinfection can cause contact dermatitis by
interrupting the epidermal barrier function

Keywords: sanitizer, disinfectant, contact dermatitis


PENDAHULUAN

Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis dari

suatu zat yang menempel pada kulit atau yang disebut kontaktan. Kontaktan

adalah bahan atau substansi yang bersifat lipofilik, sangat reaktif dan dapat

menembus stratum korneum kulit yang dapat menyebabkan dermatitis kontak.

Salah satu contoh kontaktan ialah sanitizer atau desinfektan.1

Sanitizer merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup, seperti

pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk mengurangi kemungkinan

infeksi, sepsis atau pembusukan. Terdapat banyak jenis kontaktan yang dapat

menyebabkan dermatitis kontak seperti etanol, klorin, natrium hipoklorit,

chlorhexidine, iodofor, hydrogen peroksida, gliserol, fenolik, etilen oksida,

benzalkonium chloride.2

Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau

membunuh mikroorganisme, misalnya pada bakteri, virus dan jamur, kecuali

spora bakteri, pada permukaan benda mati seperti furniture, ruangan, alat-alat,

lantai dan lain-lain. Desinfektan tidak digunakan pda kulit maupun mukosa

karena berisiko mengiritasi kulit dan memicu kanker. Hal ini berbeda dengan

antiseptik yang memang ditujukan untuk desinfeksi pada permukaan kulit dan

membran mukosa.2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Dermatitis Kontak

I. Definisi

Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis

dari suatu zat yang menempel pada kulit atau yang disebut kontaktan.

Kontaktan adalah bahan atau substansi yang bersifat lipofilik, sangat reaktif

dan dapat menembus stratum korneum kulit yang dapat menyebabkan

dermatitis kontak.1 Substansi tersebut bertindak sebagai iritan atau alergen

dan dapat menyebabkan peradangan akut, subakut atau kronik.3 Dermatitis

kontak dapat terjadi pada semua orang dari berbagai umur, ras dan jenis

kelamin. Bentuk respon dari dermatitis kontak dihasilkan melalu satu atau

dua jalur utama, iritan atau alergi, dimana 80% didominasi oleh dermatitis

kontak iritan dan sisanya 20% adalah dermatitis kontak alergi.2

II. Faktor Resiko

Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit multifaktorial yang

dipengaruhi oleh faktor eksogen dan faktor endogen.4

1. Faktor Eksogen

Faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak sebenarnya sulit

diprediksi. Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap

terjadinya dermatitis kontak.4,5

a. Karakteristik Bahan Kimia

Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi > 12

atau terlalu rendah <3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah

terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah
< 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dan

konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin banyak

pula bahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk merusak lapisan

kulit), berat molekul (molekul dengan berat <1000 dalton sering

menyebabkan dermatitis kontak, biasanya jenis dermatitis kontak alergi),

kelarutan dari bahan kimia yang dipengaruhi oleh sifat ionisasi dan

polarisasinya (bahan kimia dengan sifat lipofilik akan mudah menembus

stratum korneum kulit masuk mencapai sel epidermis dibawahnya).6

b. Karakteristik paparan

Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama paparan

perhari dan lama bekerja (semakin lama durasi paparan dengan bahan kimia

maka semakin banyak pula bahan yang mampu masuk ke kulit sehingga

semakin poten pula untuk timbulkan reaksi), tipe kontak (kontak

melaluiudara maupun kontak langsung dengan kulit), paparan dengan lebih

dari satu jenis bahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu bahan kimia

dapat bersifat sinergis ataupun antagonis, terkadang satu bahan kimia saja

tidak mampu memberikan gejala tetapi mampu timbulkan gejala ketika

bertemu dengan bahan lain) dan frekuensi paparan dengan agen (bahan kimia

asam atau basa kuat dalam sekali paparan bisa menimbulkan gejala, untuk

basa atau asam lemah butuh beberapa kali paparan untuk mampu timbulkan

gejala, sedangkan untuk bahan kimia yang bersifat sensitizer paparan sekali

saja tidak bisa menimbulkan gejala karena harus melalui fase sensitisasi

dahulu). 1,6
c. Faktor lingkungan

Meliputi temperatur ruangan (kelembaban udara yang rendah serta

suhu yang dingin menurunkan komposisi air pada stratum korneum yang

membuat kulit lebih permeable terhadap bahan kimia) dan faktor mekanik

yang dapat berupa tekanan, gesekan, atau lecet, juga dapat meningkatkan

permeabilitas kulit terhadap bahan kimia akibat kerusakan stratum korneum

pada kulit.5

2. Faktor Endogen

Faktor endogen yang turut berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis

kontak meliputi;1,6

a. Jenis kelamin, mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien

perempuan, dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena perempuan memiliki

kulit yang lebih rentan, tetapi karena perempuan lebih sering terpapar dengan

bahan iritan dan pekerjaan yang lembab.1,6

b. Usia, anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap

bahan kimia, sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi dengan

gejala kemerahan sering tidak tampak pada kulit.4

c. Ras, sebenarnya belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang

mana yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya dermatitis. Hasil studi

yang baru, menggunakan adanya eritema pada kulit sebagai parameter yang

menunjukkan seseorang berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis,

akan tetapi hal ini bisajadi salah, karena eritema pada kulit hitam sulit

terlihat.1,4

d. Lokasi kulit, ada perbedaan yang signifikan pada fungsi barier kulit
pada lokasi yang berbeda. Wajah, leher, skrotum, dan punggung tangan lebih

rentan dermatitis.1,4,6

e. Faktor lain dapat berupa perilaku individu; kebersihan perorangan,


hobi dan pekerjaan sehari-hari, serta penggunaan alat pelindung diri saat
bekerja.6

2. Sanitizer atau Desinfektan

I. Definisi

Sanitizer atau antiseptik merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk

membunuh atu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan

yang hidup, seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk

mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis atau pembusukan. Beberapa

antiseptik adalah germisida sejati yang mampu menghancurkan mikroba

(bakterisidal), sementara yang lain bersifat bakteriostatik dan hanya

mencegah atau menghambat pertumbuhannya. Antiseptik sering digunakan,

misalnya untuk membersihkan luka, mensterilkan tangan sebelum melakukan

tindakan yang memerlukan sterilitas, contohnya: povidon iodin, kalium

permanganat, hidrogen peroksida dan akohol. Hand sanitizer pada umumnya

mengandung antiseptik, seperti alkohol 60-70%. Kadar bahan aktif padaa

antiseptik jauh lebih rendah dari pada desinfektan. 2

Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau

membunuh mikroorganisme, misalnya pada bakteri, virus dan jamur, kecuali

spora bakteri, pada permukaan benda mati seperti furniture, ruangan, alat-alat,

lantai dan lain-lain. Desinfektan tidak digunakan pada kulit maupun mukosa

karena berisiko mengiritasi kulit dan memicu kanker. Hal ini berbeda dengan
antiseptik yang memang ditujukan untuk desinfeksi pada permukaan kulit dan

membran mukosa. Namun, selain dari manfaatnya, sanitizer juga dapat

menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang bisa terjadi pada beberapa

orang, seperti dermatitis kontak.2

II. Komposisi

1. Sanitizer

a. Etanol

Etanol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH) dengan

2 atom karbon (C). Etanol berperan sebagai bahan aktif dalam sanitizer.7

b. Gliserol

Gliserol digunakan sebagai melembutkan dan dapat mengurangi

kelengketan larutan.8

c. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Untuk menonaktifkan spora yang terkontaminasi dalam larutan, bukan

merupakan bahan aktif.8

d. Fragrance

Sebagai pewangi pada larutan sanitizer. Tidak direkomendasikan karena

dapat menimbulkan resiko alergi.8

2. Desinfektan

a. Iodine

Bersifat sebagai anti mikroba dan menonaktifkan spora.9

b. Chlorine
Berperan sebagai desinfektan, membersihkan luka, pemutih, antiseptik

untuk kolam renang.

c. Ethylene oxide

Untuk sterilisasi alat-alat medis.

d. Aldehydes

Sebagai desinfektan, biosida, fiksatif jaringan, pengawet,

e. Phenolic

Berperan sebagai desinfektan.

f. Quaternary ammonium salts

Antiseptik (membersihkan instrumen bedah), detergent.9

III. Farmakologi

Sampai saat ini belum ada penelitian atau kepustakaan yang menjelaskan

mengenai bagaimana mekanisme terjadinya dermatitis kontak akibat sanitizer

atau desinfektan. Namun secara umum patogenesis dari dermatitis kontak

tergantung pada kontaktan, yang dalam hal ini sanitizer atau desinfektan

termasuk bahan iritan. Bahan-bahan iritan tersebut akan merusak lapisan tanduk,

denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya

ikat kulit terhadap air. Selain itu bahan tersebut merusak membrane lemak

kertinosit, tetapi tidak semua yang dapat menembus membran sel dan merusak

lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Membran yang rusak akan

mengaktifkan fosfolipase dan mengeluarkan asam arakidonat (AA),

diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA

kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin. Prostaglandin dan

leukotrin akan memicu vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas pembuluh


darah sehingga komplemen dan kinin dapat dilepaskan. Prostaglandin dan

leukotrin berperan sebagai kemoatraktan kuat bagi limfosit dan neutrophil, dan

juga mengaktifasi sel mast untuk melepaskan histamine, leukotrin,

prostaglandin, dan PAF. DAG dan second messengers lain menstimulasi

ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte

marophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper

cell melepaskan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang mengakibatkan

stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Pada kontak dengan iritan,

keratinosit juga akan melepaskan TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang

mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul

adesi sel dan pelepasan sitokin.1,4

Perjalanan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di

tempat terjadinya kontak dengan kelainan berupa eritema, edema, panas, nyeri,

bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan mengakibatkan kelainan kulit setelah

kontak berulang kali, yang dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh

karena delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit kehilangan fungsi

sawarnya.4

3. Dermatitis Kontak Akibat Sanitizer atau Desinfektan

I. Diagnosis

Secara garis besar terdapat tiga metode diagnosis yang dilakuan dalam

mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode-metode tersebut, yaitu

dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan

penunjang.6,10

Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,

pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh

dokter maupun dilakukan sendiri. Namun yang paling penting ditanyakan pada

anamnesis antara lain;

1. Riwayat kontak dengan kontaktan

2. Riwayat pekerjaan sekarang, tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan yang

lazim dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan, dan

fasilitas kebersihan dan prakteknya.

3. Riwayat atopi (perorangan atau keluarga), alergi kulit, penyakit kulit lain,

pengobatan yang telah diberikan, kemungkinan pajanan di rumah, dan hobi

pasien.5

Pemeriksaan Fisik

Hal –hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan dermatologis adalah:

1. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.

2. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,

likenifikasi, perubahan pigmen kulit).

3. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.

4. Teknik-teknik pemeriksaan khusus.11

Sebab menentukan lokasi kelainan terlebih daulu adalah untuk menilai

apakah lesi yang timbul sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang

tersering adalah daerah tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Pemeriksaan

fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit

seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh

deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk

melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Lesi pada

umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke

daerah sekitarnya.4

Pemeriksan Penunjang

Jika terjadi dermatitis kontak maka pemeriksaan penunjang yang harus

dilakukan adalah patch test (uji tempel). Uji tempel bertujuan untuk mengetahui

bahan penyebab dermatitis kontak alergik. Tes dilakukan bila keadaan penyakit

sudah stabil, pasien bebas dari pemakaian obat antihistamin dan kortikosteroid

oral dan topikal sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum uji tempel. Uji ini

menggunakan perangkat yang berisi berbagai alergen dan memakai fin chamber

(tempat untuk melekatkan reagen dan menempelkannya pada kulit). Dalam

proses ini alergen yang dicurigai diencerkan dengan air atau petrolatum. Setelah

itu bahan uji tempel ditempelkan di punggung, ditutup dengan plester, kemudian

dibuka dan dibaca pada jam ke 24, 48,72, dan 96. Reaksi positif mengkonfirmasi

reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap bahan yang digunakan.9,12 Selain itu

reaksi positif akan mendukung diagnosis dermatitis kontak alergi dan sebaliknya

reaksi negatif mendukung diagnosis dermatitis kontak iritan.12


Gambar 4. Pemeriksaan uji tempel dan hasil pemeriksaan 2,15

Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah untuk diketahui karena gejala

klinis yang timbul lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat

apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis

timbulnya lambat dan memiliki gambaran klinis yang luas, sehingga terkadang

sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.4,11

II. Penatalaksaan

Umum
1. Identifikasi dan menghindari kontak dengan bahan kontaktn tersangka.

2. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, faktor resiko


penyakit serta perjalanan penyakit yang akan lama walaupun dalam
terapi.13
Khusus
1. Sistemik; simptomatis, sesuai gejala dan gambaran klinis. Derajat sakit

berat dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20

mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).

2. Topikal; sesuai dengan gambaran klinis


 Basah (madidans); beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan

NaCl 0,9%.

 Kering; beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid.

Bila dermatitis berjalan kronik dapat diberikan mometason fuorate intermiten.

3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa

diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB atau obat

sistemik, misalnya azatioprin atau siklosporin.

4. Bila ada superinfeksi oleh bakteri dapat diberikan antibiotik topikal/sistemik.13


DAFTAR PUSTAKA

1. Wolf K, Jhonson RA.Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical


Dermatology. Edisi ke 6. New York: The McGraw-Hill Companies:
2009:20-33.

2. Lukitaningsih E, Pusfitasari I, Ikawati Z, Rahmawati F, Saifullah TN,


Santosa D, et al. Cara penggunaan desinfektan yang tepat untuk mencegah
penyebaran Covid 19. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. [cited on 1
April 2020].

3. Habif TP. Contact Dermatitis and Patch Testing. In: Clinical Dermatology a
Color Guide to Diagnosis and Therapy 5th edition.New York: Expert
Consult. 2012.

4. Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin


Edisi ke-7. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin
Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. h.156-65.

5. Taylor JS, Sood A, Amado A. Occupational skin diseases due to irritans and
allergens. Dalam : Fitzpatricks et al, editors. Dermatology in general
medicine vol.2 7th ed. New York: Mc Graw Hill Medical. 2008.

6. Frosch PJ, Kugler. Occupational Contact Dermatitis. Edisi ke 5. New York:


Contac Dermatitis: Springer: 2011: 831-9.

7. Utami AD. Makalah Etanol Pro Analisis. Fakultas Teknik Universitas


Muhammadiyah Jakarta. [cited on 25 Juni 2020]

8. World Health Organization. Guide to Local Production: WHO-


recommended Handrub Formulation. World Health Organization. 2010.

9. Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L. Irritant Contact Dermatitis. In: Callen
et al, editors. Dermatology vol.1 4th ed. New York: Elsevier. 2017.

10. Beiu C, Mihai M, Popa L, Cima L, Popescu MN. Frequent hand washing for
covid 19 prevention can cause hand dermatitis: Management tips. Cureus.
2020;12(4):1-2.

11. Graham R, Harman K. Dermatology Lecture Notes Edisi ke-11. USA:


Willey Blackwell. 2016.

12. Sari IA, Rusyati LM, Darmada IGK. Dermatitis kontak pada pekerja
bangunan. 2012. h. 1–17.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.
2017: 207-12.

Anda mungkin juga menyukai