TINJAUAN PUSTAKA
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
likenifikasi) dan keluhan gatal (Sapta dan Usman, 2017). Dermatitis kontak adalah
respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik,
karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit (Sartika dan
Septiwati, 2019).
Smeltzer & Bare (2001) juga mengatakan dermatitis kontak merupakan reaksi
inflamasi kulit terhadap unsur-unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami
kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak bisa
berupa tipe iritan-primer dimana reaksi non-alergik terjadi akibat pajanan terhadap
substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak alergik) yang disebabkan oleh
pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak. Reaksi pertama dari dermatitis
kontak mencakup rasa gatal, terbakar, eritema yang segera diikuti oleh gejala edema,
papula, vesikel serta perembasan cairan atau secret. Sedangkan pada fase subakut,
perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi
9
10
terjadi reaksi yang berulang ulang atau bila pasien terus-menerus menggaruk
kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi (perubahan warna) akan terjadi
Ada dua jenis dermatitis kontak akibat kerja yaitu (Cahyawati, 2011):
yang bersifat iritan misalnya pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik.
Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Dermatitis kontak iritan
sering menyebabkan dermatitis jenis ini adalah bahan kimia dengan berat
molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut sebagai bahan kimia
merupakan respons kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri,
dan fungus. Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah
perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Agen-agen
11
penyebab penyakit kulit akibat kerja dapat digolongkan sebagai berikut (Cahyawati,
2011):
a. Agen Fisik Antara lain tekanan atau gesekan, kondisi cuaca (angin, hujan, cuaca
1) Iritan primer yaitu asam, basa, pelarut lemak, detergen, garam garam logam
dll), derivat nitro aromatic (trinitoulen), resin (khususnya monomer dan aditif
Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini
Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala 17 peradangan
klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas, nyeri bila iritan
kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,
respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini
timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke
dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang
13
kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di
HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses,
turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan
Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama
dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat
rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara
24-48 jam.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium sub-akut, eritema
tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga
terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan,
bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
14
stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak selalu harus polimorfi,
a. Usia
Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu.
Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya
lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan
bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena
dermatitis. Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada
usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan
basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk
Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap
bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan
dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih
b. Lama Kontak
15
(Pradaningrum, dkk, 2018). Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan
meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan
bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
kelainan kulit. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama
kontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit hingga ke lapisan
yang lebih dalam dan risiko terjadinya dermatitis kontak akan semakin tinggi.
Semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit, maka penetrasi bahan kimia terhadap
lapisan kulit akan semakin luas dan dalam hingga menyebabkan reaksi
c. Personel Hygiene
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat
dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan
melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan
antara lain:
1) Mencuci tangan
16
karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan
kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha
pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan
yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja
untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Mencuci tangan bukan hanya
tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar dikatakan bersih.
Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi salah satu penyebab
sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan
menyebabkan tangan menjadi lembab. Mencuci tangan yang baik dan benar
zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang
berkontak dengan zat. Cara mencuci tangan yang baik dan benar :
17
Sumber:
http://abahrayyan.blogspot.co.id/2016/04/6-langkah-cuci-tangan-
menurut-standart.html
2) Mencuci Pakaian
Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang
berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi
masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur
dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan
merupakan kandidat utama untuk terkena penyakit dermatitis. Hal ini karena kulit
pekerja tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat kimia. Jika terjadi inflamasi
18
maka zat kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit, sehingga kulit lebih mudah
terkena dermatitis Dari hasil penelitian Cahyawati dan Budiono (2011), menyatakan
bahwa faktor riwayat penyakit kulit ternyata menjadi faktor yang berhubungan
Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.
bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan
wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada. Penggunaan APD
salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan
mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak
langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu
uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun,
yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang
Sumber : http://www.slideshare.net/winarsoone/6-alat-pelindung-pernapasan
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-
benda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung
ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak
dengan bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi
lengan.
20
Sumber :
http://wisnuekos.blogspot.co.id/2012/09/alat-pelindung-tangan-kaki-html
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan
Sumber : http://winsnuekos.blogspot.co.id/2012/09/alat-pelindung-tangan-kaki-
html
21
4) Pakaian Pelindung
Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan
api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill,
tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan 50
kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung
dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung
tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah
dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam kuat, sabun, dan detergen dan
banyak bahan kimia organic diperberat dengan faktor turunnya kelembaban dan
naiknya suhu lingkungan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan Ruhdiat (2006),
menunjukkan bahwa dermatitis kontak banyak terjadi pada pekerja yang bekerja
didalam ruang yang memiliki suhu 25 dan 260C dan pada kelembaban < 65%
g. Ras
Ras, sebenarnya belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang mana yang
berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis, akan tetapi hal ini bisa jadi salah,
h. Masa Kerja
Masa kerja merupakan lamanya pekerja bekerja pada suatu tempat. Analisis
hubungan antara lama bekerja dengan kejadian dermatitis kontak menunjukan bahwa
ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja di
Bengkel Kota Kendari. Pekerja yang memiliki lama bekerja ≤2 tahun lebih banyak
yang terkena dermatitis dibandingkan dengan pekerja yang telah bekerja > 2 tahun.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pekerja dengan lama bekerja ≤2 tahun
memiliki peluang 3,5 kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja
yang telah bekerja selama >2 tahun (Lestari dan Utomo, 2007).
Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun dapat menjadi salah satu faktor yang
dalam melakukan pekerjaannya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan
kesalahan dalam prosedur penggunaan bahan kimia, maka hal ini berpotensi
meningkatkan angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan lama bekerja ≤
terpajan bahan kimia lebih sedikit. Masa kerja seseorang menentukan tingkat
para pekerja yang telah bekerja lebih dari dua tahun telah memiliki resistensi terhadap
bahan iritan maupun alergen, sehingga penderita dermatitis kontak pada kelompok ini
cenderung sedikit ditemukan. Pekerja dengan lama kerja kurang atau sama dengan 2
23
tahun dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut
dan Budiono, 2011). Sama dengan yang dikatakan oleh Utomo (2007) bahwa pekerja
dengan lama bekerja ≤ 2 tahun masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia.
pada pekerja dengan lama bekerja > 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki
resistensi terhadap bahan kimia yang digunakan. Resistensi ini dikenal sebagai proses
hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia
i. Jenis Kelamin
pria. Dalam studi yang lebih baru, pria bereaksi terhadap paparan iritan yang lebih
j. Tipe Kulit
kimia. Selain itu, kulit yang berminyak lebih tahan terhadap zat-zat yang larut dalam
air, dibandingkan dengan kulit kering yang kurang tahan terhadap bahan-bahan yang
yang dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan. Pemeriksaan fisik sangat
penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat
peradangan, gatal yang kadang-kadang terasa parah, kulit kering, bersisik, lecet,
Menurut Saut Sahan Pohan (2005), usaha pencegahan dermatitis kronik akibat
dilakukan perbaikan sarana diagnostik. Deteksi dini kerusakan kulit yang tidak
pertahanan kulit perlu ditingkatkan, sehingga dapat dibuktikan bahwa pajanan sinar
matahari dengan dosis tertentu bermanfaat dalam pencegahan dermatitis kronik akibat
kerja, tanpa disertai dampak negatif pajanan sinar matahari pada kulit.
selalu menghindari kontak dengan sabun yang keras, deterjen, bahan-bahan pelarut,
25
pengelantang, dan lain-lain. Kulit yang sakit harus sering dilumuri dengan emolien.
Kebersihan perorangan yaitu cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakaian
bersih dan diganti setiap hari, memakai alat-alat pelindung diri yang masih bersih.
penimbunan sampah yang benar juga perlu diperhatikan. Diagnosa dini siaga perlu
dalam usaha pemberantasan dermatitis akibat kerja, sebab dengan diagnosa sedini
mungkin, si penderita dapat segera dipindahkan kerjanya ke tempat lain yang tidak
erupsi vesicular dapat ditangani dengan balutan basah untuk yang pertama selama 24-
hanya menggunakan kortikoids topikal (kelas 1 dan 2) sangat efektif di dalam fase
akut. Ketika erupsi mulai mengering, corticosteroid krim sudah dapat digunakan,
dilanjutkan pemberian secara oral penghilang rasa sakit dan antialergi untuk
menangani kegatalan. Terapi antibiotik secara oral digunakan hanya ketika diduga
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Antibiotik secara topikal dan anti-alergi
tinggi dapat menurunkan ringan sampai sedang, tetapi tidak dapat untuk kasus berat
Kortikosteroid secara oral efektif untuk pengobatan dermatitis kontak alergik yang
Pekerjaan bengkel dapat dibagi menjadi tiga kategori, berdasarkan jenis mesin
beberapa bengkel yang berada dalam satu perusahaan dengan 100 atau lebih
karyawan, sementara bengkel lainnya sangat kecil, terutama yang terlibat dalam
menjual bahan bakar dan membuat perbaikan kecil dan mempekerjakan satu atau dua
pekerja. Ada juga bengkel yang dijalankan oleh pekerja keluarga saja.Selain dari
perusahaan, ada juga bengkel yang bergerak pada sektor informal (Astrianda, 2012).
Bengkel yang bersih dan tersusun rapi sangat membantu dalam mengurangi
jumlah kecelakaan.Alat-alat dan benda kerja jangan sampai ditinggalkan pada tempat
dimana seseorang dapat terjatuh. Jalan yang dilalui oleh pekerja harus bersih.Oleh
karena itu,bangku kerja,alat-alat dan bendakerja harus tersusun rapi dan sistematis.
Di dalam bengkel biasanya terdapat bahan bakar dan minyak pelumnas seperti
bensin atau premium ,solar dan oli.Bahan ini digunakan untuk percobaan
kesehatan tenaga kerja dan potensi bahaya yang kemungkinan terjadi pada saat
lagi diterapkan. Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang mutlak digunakan oleh
tenaga kerja pada waktu melakukan pekerjaannya antara lain seperti topi
dan sabuk keselamatan. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan
potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi.
promosi dan pemeliharaan terhadap faktor fisik, mental dan sosial pada semua
pekerja yang terdapat di semua tempat kerja, mencegah gangguan kesehatan yang
disebabkan kondisi kerja, melindungi pekerja dan semua orang dari hasil risiko dan
dari faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan menjaga pekerja
pada lingkungan kerja yang adaptif terhadap fisiologis dan psikologis dan dapat
menyesuaikan antara pekerjaan dengan manusia dan manusia lain sesuai jenis
orang lain yang berada ditempat kerja; dan sumber produksi dipelihara dan
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif
atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Sakinah, 2011).
peralatan yang bisa menyebabkan luka sederhana atau serius yang berpengaruh untuk
ketidakhadiran kerja yang berlangsung setidaknya 24 jam. Menurut Ponda dan Fatma
(2019) ,yang menjelaskan bahwa jenis-jenis kecelakaan yang biasa terjadi adalah luka
bakar pada 15 tangan dan kaki karena asam dehidrasi berat, kelelahan, amputasi,
injeksi, pemotongan, abrasi, patah tangan atau endapan dan cedera mata (karena
benda terbang).
disebabkan oleh fisik, kimia atau biologis agen, yang muncul sebagai konsekuensi
dari pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau lingkungan tempat dia bekerja.
Bahaya kesehatan kerja di bengkel diantaranya yaitu pelarut organik dan anorganik,
bahan kimia yang digunakan dalam membersihkan atau mencuci bagian mesin, dari
29
pengisian baterai, lead yang digunakan dalam pengelasan, lead filler dan molten lead
cair yang digunakan untuk mengisi keretakan dan penyok. Kejadian dermatitis
sensitisasi telah dilaporkan dari penggunaan primer kromat seng dalam mereparasi
bagian logam.
yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan
dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggung jawabkan oleh
optimal.
(K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha
sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat
kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja
dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja,
yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna
Dewi, 2006).
Bengkel di Kota Kendari. Jenis penelitian ini yaitu cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh mekanik bengkel sepeda motor di kota Kendari tahun
2016 yang berjumlah 459 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah 58 orang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan lama kontak dengan gejala dermatitis
kontak dengan nilai = 0,000, ada ada hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan
gejala dermatitis kontak dengan nilai = 0,174, ada hubungan antara personal hygiene
31
dengan gejala dermatitis kontak dengan nilai = 0,026, dan ada hubungan antara
dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di kelurahan kebayoran lama utara
dan selatan tahun 2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
Data dianalisis dengan menggunakan uji fisher’s exact. Pekerja yang mengalami
keluhan dermatitis kontak sebesar 46 pekerja (89%) dan pekerja yang tidak
mengalami keluhan dermatitis kontak sebanyak enam pekerja (11%). Hasil analisis
value = 0,006) memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan dermatitis kontak,
sedangkan masa kerja (P value = 0,650) dan penggunaan APD (P value = 0,655)
(2018)
akibat kerja pada pekerja proyek bandara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor risiko OCD pada pekerja proyek. Desain cross sectional
32
digunakan pada 47 pekerja yang dipilih secara acak selama periode Mei-Juni 2017.
Kontak Kerja didiagnosis oleh dokter umum yang bertempat di Rumah Sakit
Angkatan Laut (RUMKITAL) dr. Soekantyo Jahja Surabaya. Analisis faktor risiko
dermatitis kontak akibat kerja menggunakan uji Chi-square, dilanjutkan dengan uji
alat pelindung diri (APD), lama kontak, personal hygiene, dan riwayat penyakit kulit
dengan OCD (p=0,491). Faktor penyebab OCD yang paling dominan adalah personal
hygiene (OR = 9,659), diikuti oleh lama kontak (OR = 8,576), dan riwayat penyakit
kulit (OR = 3,420). Kesimpulan faktor penggunaan APD, lama kontak, personal
hygiene, dan riwayat hubungan kulit dengan DKAK, sedangkan jenis pekerjaan tidak
Torres (2010)
Pabrik Lift. Penelitian ini mempelajari 8 pasien dengan dermatitis pada tangan dan
bantalan jari. Dalam pekerjaan mereka, pasien bersentuhan dengan akrilat. Uji tempel
diterapkan dengan panel akrilat. Penelitian ini menemukan bahwa Tujuh dari pasien
(87,5%) memiliki hasil positif dengan 1% etilen glikol dimetakrilat. Hasil positif juga
dimetakrilat (4 pasien, 50%), 10% monomer etil metakrilat (3 pasien, 37,5%), 10%
33
monomer metil metakrilat ( 2 pasien, 25%), 1% etil akrilat (1 pasien, 12,5%), dan
0,1% asam akrilat (1 pasien, 12,5%). Studi ini menyoroti kapasitas sensitisasi yang
kuat dari akrilat dan pentingnya mengambil semua tindakan pencegahan yang
diperlukan dalam industri di mana zat ini digunakan. Tindakan tersebut harus
mencakup penghindaran kontak dengan produk dalam kasus di mana sensitisasi telah
dikonfirmasi.
kesehatan kerja. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa dari
kelima elemen pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Alat Pelindung Diri, Beban kerja, serta
kesehatan kerja di PT. Bitratex Industries Semarang telah sesuai dengan yang
& Carlsen (2011), diantaranya yaitu dermatitis atopik/riwayat atopik, jenis kelamin,
usia, etnik/ras, penyakit kulit lainnya, serta tipe kulit. Sedangkan menurut Djuanda
34
dan Sularsito (2002), faktor yang mempengaruhi yaitu lama kontak, frekuensi kontak,
suhu dan kelembaban, serta faktor individu yaitu usia, ras, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit, riwayat atopi (dermatitis atopi). Berdasarkan hasil penelitian Lestari
dan Utomo (2007), ada 4 faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan
terjadinya dermatitis kontak pada pekerja yaitu, jenis pekerjaan, usia, lama bekerja,
dan riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya. Sedangkan menurut Nuraga dkk
(2008), ada faktor lain yang memiliki hubungan paling berpengaruh yaitu pemakaian
Kulit
35
Sumber: Modifikasi Djuanda dan Sularsito (2002), Utomo (2007), Nuraga dkk
Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara konsep atau variabel yang
akan diamati dan di ukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka dalam
Usia
Masa Kerja
Personal Hygiene
Dermatitis
Riwayat Penyakit kulit Kontak
Penggunaan APD
36
RAS
Jenis Kelamin
Tipe kulit
Ket:
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
2.7 Hipotesis
1. H0 : ρ = 0 Tidak ada hubungan usia dengan gejala dermatitis kontak pada