Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN NYAMAN


AKIBAT PATOLOGIS SISTEM INTEGUMEN
PADA PASIEN DERMATITIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang dibimbing
oleh Ns. Syaifuddin Kurnianto, M.Kep

Oleh:
1. Kerin Tri Utari 162303101065
2. Devi Aulia Putri 172303101037
3. Jamaludin 172303101053
4. Alvionika Agustin 172303101055

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit pada lapisan epidermis dan dermis sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, dengan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik seperti eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan
keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak slalu timbul bersamaan, mungkin hanya beberapa atau
oligomorfik. Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda, 2010)
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap
unsur-unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan
kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi
non alergik terjadi akibat pajanan tehadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak
airgika) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak.
(Muttaqin & Sari, 2011)

B. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah iritan primer seperti asam dan basa
kuat, serta pelarut organic misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2010)
Serta penyebab munculnya dermatitis kontak biasanya berupa bahan logam berat,
kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-
anting), obat-obatan (obatkumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH), dan lain-lain.(Siregar,
2005)

C. Klasifikasi
Klasifikasi Dermatitis Kontak menurut (Lemone et al., 2016):
1. Dermatitis kontak alergi

Gambar 2 Dermatitis
kontak alergik Gambar 3 Dermatitis kontak
karena kondom. alergik pada lengan bawah.
Gambar 1 Dermatitis kontak
alergik dengan infeksi sekunder
seorang pekerja semen.

Gambar 4 Dermatitis kontak


Hipersensitivitas
alergik akibat plester lambat
(perekat atau yang diperantarai sel terhadap berbagai allergen. Antigen
karet). Gambar 5 Dermatitis
sensitisasi mencakup mikroorganisme, tanaman, bahankimia,
kontak alergik karena
obat, logam, atau protein
asing. tali jam.
2. Dermatitis kontak iritan

Gambar 7 Dermatitis
Gambar 6 Dermatitis kontak kontak iritan di
Gambar 8 Dermatitis kontak
iritan. Tampak makula lengan; erosif dan
Inflamasi kulit akibat iritan, dermatitis
berkrusta. ini bukan respons hipersensitivitas.
iritan dengan Sumber
infeksi sekunder.
eritematosa, edema, erosi dan
Tampak pustula miliar.
dermatitis kontak iritan yang umum
papula-papula. meliputi bahan kimia (seperti asam), sabun, dan
detergen. Lesi kulit mirip dengan lesi yang terlihat pada dermatitis kontak alergik.
D. Patofisiologi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan
protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan
sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid,
sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase ini
rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini
dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah
alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari
pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut,
bisa bulanan atau tahunan. (rsud.karangasemkab, 2010)
Setelah itu kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan
melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan
merusak sel epidermis. Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat
akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan gesekan, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan
rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan
gangguan integritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit
kering, pecah-pecah dan kulit bersisik. (Mansoer, 2000)
Berbagai agens endogen dan eksogen dapat menyebabkan respons inflamasi kulit. Jenis
erupsi kulit yang berbeda terjadi, sering kali spesifik terhadap alergen penyebab, infeksi, atau
penyakit. Respon kulit awal terhadap agens atau penyakit ini meliputi eritema, pembentukan
vesikel dan sisik, pruritus. Selanjutnya iritasi akibat menggaruk menyebabkan edem, rabas,
serosa dan krusta. Iritasi jangka panjang pada dermatitis kronis menyebabkan kulit menjadi
tebal,kasar dan berwarna gelap. (Lemone et al., 2016)

Pathway
E. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis,yaitu terdapat efloresensi
kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai
ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis
kontak alergik.(Trihapsoro, 2003)
1. Fase akut
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan
penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang
berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema danedema, sedang pada yang berat
selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah
akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas.
Keluhan subyektif berupa gatal.(Trihapsoro, 2003)
2. Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak adamaka proses akut
akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihateritema, edema ringan,
vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.(Trihapsoro, 2003)
3. Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akutyang hilang
timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur,
kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pulabekas garukan berupa erosi
atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat
dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak
dengan bahan lain yang tidak dikenal.(Trihapsoro, 2003)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi.

Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis dan
Gambar 9 Pemeriksaan Eosinofil
mengevaluasi
darah tepi pengobatan penyakit alergi. Eosinofilia apabila dijumpai jumlah eosinofil
darah lebih dari 450 eosinofil/µL. Hitung eosinofil total dengan kamar hitung lebih akurat
dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan apus darah tepi dikalikan hitung
leukosit total. Eosinofilia sedang (15%-40%) didapatkan pada penyakit alergi, infeksi
parasit, pajanan obat, keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan eosinofilia yang
berlebihan (50%-90%) ditemukan pada migrasi larva.(Syarif, 2016)
2. Pemeriksaan imunoglobulin E:
a. Uji tempel (patch test)

Gambar
Merupakan jenis uji yang 10 Uji Tempel
konvensional dan(patch
palingtest)
banyak digunakan. Disebutjuga uji
oklusif. Digunakan untuk mendeteksi adanya hipersensitivitas terhadap suatu bahan yang
kontak dengan kulit sehingga dapat ditentukan bahan penyebab dan terapinya. Bersifat
konfirmatif dan diagnostik namun harus sesuai dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik pasien. Uji tempel tertutup meliputi penempelan bahan alergen yang dicurigai sebagai
penyebab pada kulit yang intak, tidak meradang dan dalam konsentrasi non iritan.
Penempelan dapat dilakukan dengan menggunakan thin-layer rapid-use epicutaneus
(TRUE) test atau dengan wadah aluminium (Finn chamber) yang diletakan pada perekat
scanpor. Setelah 48 jam lembaran uji diangkat dan dilakukan pembacaan dengan sistem
skoring tertentu.(Trihapsoro, 2003)
b. Uji gores (scratch test)

Gambar 11 Uji gores (scratch


test)
Uji garuk mengecek reaksi terhadap alergen umum yang mungkin menimbulkan gejala
gatal-gatal. Caranya dengan menggaruk kulit untuk mengambil alergen dari dalam kulit.
Namun uji gores inisudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat.(Sudewi et al., 2009)
c. Uji tusuk (prick test)

Gambar 12 Uji tusuk (prick test)

Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan alergen
makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan jarak minimal 2 cm
dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin diletakkan
pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum
khusus untuk uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat
antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat mengurangi reaktivitas
kulit, sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah
pasien berusia tiga tahun. Sensitivitas SPT (Skin Prick Tes) terhadap alergen makananlebih
rendah dibanding alergen hirup. (Sudewi et al., 2009)
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Antihistamin
Preparat ini mengandung antihistamin topikal (chlorpheniramine, chlorpenoxamine,
dimethindene, difenhidramin, mepiramin) atau antipruritis (calamine, champor, mentol,
phenol) secara tunggal atau kombinasi. Indikasinya yaitu mengatasi rasa gatal dan
analgetik topikal pada dermatitis. Hal yang perlu diperhatikan penggunaan antipruritus
pada luka terbuka tidak dianjjurkan karena dapat memperparah rasa terbakar. Antihistamin
dapat mengakibatkan inflamasi sekunder sehingga bila gejala tambah parah maka segera
cuci/bilas daerah kulit tersebut dan hentikan pemakaian.(Syarif, 2016)
Sediaan di Indonesia:
1) Regata
Komposisi: Difenhidramin HCl 1%, calamine 8%, champora 0,1%. Cara
penggunaannya dioleskan pada daerah yang sakit sesudah mandi. Kocok dahulu
sebelum digunakan, 4 kali sehari. Hal yang perlu diperhatikan jangan dioleskan pada
kulit yang melepuh. Hindari penggunaan kontak dengan mata atau selaput lendir. Hati-
hati dengan penggunaan dengan preparat difenhidramin lainnya dan penggunaan lebih
dari 7 hari.(Syarif, 2016)
2) Caladryl
Komposisi: Calamine 8%, champora 0,1%, difenhidram HCl 1%, alkohol 2%. Cara
penggunaannya krim oleskan sesuai dengan kebutuhan 4 kali sehari. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu hati-hati dengan kontak kulit terkelupas. Hindari kontak dengan mata
atau selaput lendir lainnya.(Syarif, 2016)
b. Kortikosteroid
Pengobatan dermatitis secara topikal dapat menggunakan kortikosteroid dimana sediaan
yang tersedia berupa losion atau krim, pemberian salep pelembap apabila pada efloresensi
ditemukan likenifikasi dan hiperkeratosis. Jenis kortikosteroid yang diberikan adalah
hidrokortison 2,5% dan flucinolol asetonide 0,025%. Antibiotik topikal diberikan pada
kasus yang terdapat tanda infeksi staphylococcus aureus dan streptococcus beta.
Kortikosteroid oral diberikan pada kasus akut dengan intensitas gejala sedang hingga berat
serta pada dermatitis yang sulit disembuhkan. Pilihan terbaik adalah prednisone dan
metilprednisolon. Dosis awal pemberian prednisone 30 mg pada hari pertama, kemudian
diturunkan secara berkala sebanyak 5 mg setiap harinya.(Wijaya et al., 2016)

2. Non Farmakologi
Penatalaksanaan Non Farmakologi Dermatitis Kontak menurut (Sumantri et al., 2008)
a. Pencucian sesegera mungkin pada area yang terpapar agen iritan akan mengurangi waktu
kontak agen iritan dengan kulit, dan jika terjadi respon kulit, hal ini akan membantu
untuk mencegah penyebaran dermatitis.Pencucian menggunakan sabun hipoalergenik dan
jangan menggosok bagian yang ruam.
b. Beberapa substansi yang dapat menyebabkan respon iritasi pada kulit sebaiknya
dihindari. Mengedukasikan kepada pasien bagaimana cara untuk mengurangi resiko
terpapar merupakan hal yang penting.
c. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan peralatan proteksi lainnya akan
mengurangi pemaparan iritan dan sebaiknya penggunaan alat proteksidiganti secara
periodik.
d. Hidropel dan pelembab penghalang kulit hollister dapat digunakan untuk mencegah
Iritan Contact Dermatitis (ICD) jika digunakan sebelum kontak dengan iritan.
e. Membersihkan bagian yang teriritasi dilakukan dengan cara mengompres kulit yang
teriritasi dengan air hangat (32,2ºC) atau lebih dingin. Namun, farmasis harus
mengingatkan agar tidak menggunakan air panas (40,5ºC) atau lebih sebab akan
memperparah luka, dan bahkan dapat menyebabkan luka bakar tingkat kedua. (Sumantri
et al., 2008)

H. Prognosis
Prognosis Dermatitis kontak berdasarkan klasifikasinya menurut (Djuanda, 2003):
1. Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI di diagnosis dan diobati dengan baik.
Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI, bila bahan iritan tidak dapat
disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada
DKI kronis yang penyebabnya multi faktor
2. Prognosis Dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya daat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan
dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.

I. Komplikasi
1. Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal
2. Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dipermudah
jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat manipulasi yang dilakukan penderita.
3. Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita.
4. Dermatitis kontak iritan yang mengalami stress psikis.
5. Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
6. Scar, biasanya setelah terkena agen korosif.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Berikut pengkajian keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak:
1. Identitas Pasien
Dermatitis Kontak dapat menyerang semua jenis umur baik anak-anak maupun orang
dewasa, penderita dermatitis kontak tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, yang artinya laki-
laki dan wanita sama-sama berpotensi terkena penyakit dermatitis. Penyakit dermatitis juga
dapat menyerng semua jenis ras. (Siregar, 2005)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien dermatitis biasanya mengeluh gatal, eritema, pembentukan vesikel dan sisik
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dengan Dermatitis Kontak biasanya mengeluh gatal dan kulit merah. Iritasi akibat
menggaruk menyebabkan edem, rabas, serosa dan krusta. Iritasi jangka panjang pada
dermatitis kronis menyebabkan kulit menjadi tebal,kasar dan berwarna gelap.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat alergi kontak dengan zat kimia seperti bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,
asam, alkali dan serbuk kayu atau berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran,
cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting), karet (sepatu, BH),
riwayat konsumsi obat-obatan dahulu (obat kumur, sulfa, penisilin), dan riwayat penyakit
yang sebelumnya dialami klien.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah didalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kulit Dermatitis Kontak menurut (Siregar, 2005)
1) Lokalisasi : semua bagian tubuh dapat terkena
2) Efloresensi / sifat-sifatnya : eritema numular sampai dengan plakat, papula dan vesikel
berkelompok disertai erosi numular hingga plakat. Terkadang hanya berupa makula
hiperpigmentasi dengan skuama halus.
4. Diagnosa Keperawatan
Hambatan rasa nyaman, menurut (Herdman & Kamitsuru, 2018)
Definisi:
Merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan, budaya, dan/atau sosial.

Batasan karakteristik:
a. Perubahan pola tidur i. Merasa lapar
b. Ansietas j. Merasa hangat
c. Menangis k. Ketidakmampuan untuk rileks
d. Merasa kurang senang dengan l. Iritabilitas
m. Gatal
situasi
n. Merintih
e. G6ejala distres
o. Gelisah
f. Ketakutan
p. Berkeluh kesah
g. Merasa dingin
q. Kurang puas dengan keadaan
h. Merasa tidak nyaman
Faktor yang berhubungan:
a. Kurang kontrol situasi
b. Kurang privasi
c. Sumber daya tidak adekuat
d. Kurang pengendalian lingkungan
e. Stimuli lingkungan yang mengganggu

5. Intervensi
Dalam (Bulechek et al., 2013) intervensi yang digunakan untuk mengatasi
masalah keperawatan Hambatan Rasa Nyaman adalah sebagai berikut :
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Hambatan rasa Setelah dilakukan Manajemen Pruritus :
a. Pasang perban atau balutan pada tangan
Nyaman tindakan Asuhan
atau siku ketika pasien tidur untuk
Keperawatan selama 2
membtasi gerakan menggaruk yang
x 24 jam diharapkan :
1. Pola tidur teratur tidak terkontrol, sesuai dengan
2. Gangguan rasa
kebutuhn.
nyaman klien b. Berikan krim dan lotion yang
berkurang. mengandung obat, sesuai dengan
3.Terbebas dari
kebutuhan.
kerusakan integritas c. Berikan anti pruritik, sesuai indikasi
d. Berikan kompres dingin untuk
kulit
meringankan iritasi.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari
sabun mandi dan minyak yang
mengandung parfum
f. Instruksikan pasien untuk memakai
humidifier atau pelembab dirumah
g. Instruksikan pasien untuk tidk
memakai pakaian yang ketat dan
berbahan wol atau sintesis
h. Instruksikan pasien untuk
mempertahankan potongan kuku dalam
keadaan pendek
i. Instruksikan pasien mandi dengan air
hangat kuku dan tepuk-tepuk area kulit
yang garing.
j. Intruksikan pasien untuk menggunakan
telapak tangan ketika menggosok area
kulit yang luas atau cubit kulit dengan
lembut menggunakan area diantara ibu
jari dan telunjuk untuk mengurangi rasa
gatal.
Peningkatan tidur :
a. Tentukan pola tidur atau aktivitas
pasien.
b. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
selama kehamilan, penyakit, tekanan
psikososial, dll
c. Tentukan efek dari obat yang
dikonsumsi pasien terhadap pola tidur.
d. Monitor atau catat pola tidur pasien dan
jumlah jam tidur.
e. Monitor pola tidur pasien, dan catat
kondisi fisik (misalnya, Apnea tidur,
sumbatan jalan napas, nyeri atau
ketidaknyamanan, dan rekuensi buang
air kecil) dan / atau psikologis
(misalnya ketakutan atau keemasan)
keadaan yang mengganggu tidur.
f. Sesuaikan lingkungan (misalnya,
cahaya, kebisingan, suhu, kasur, dan
tempat tidur) untuk meningkatkan tidur.
g. Dorong pasien untuk menetapkan
rutinitas tidur untuk memasilitasi
perpindahan dan dari terjaga menuju
tidur.
h. Anjurkan pasien untuk menghindari
makanan sebelum tidur dan minuman
yang mengganggu tidur.
i. Anjurkan untuk tidur siang di siang
hari, jika diindikasikan, untuk
memenuhi kebutuhan tidur.
j. Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk
mendukung tidur atau siklus bangun
tidur.

6. Implementasi
Menurut (Umagap, 2018) pada jurnal ”INVENTARISASI JENIS TANAMAN OBAT
TRADISIONAL YANG BERKHASIAT UNTUK PENGOBATAN PENYAKIT KULIT DI
BEBERAPA KELURAHAN PULAU TERNATE DAN TERNATE SELATAN. TECHNO,
Volume 7, pp. 70-73.” Hasil inventarisasi jenis tanaman yang berkhasiat untuk pengobatan
penyakit kulit di tiga kelurahan berdasar hasil wawancara dan survei ditemukan sebanyak 15
jenis dan 11 famili, tetapi hanya ada 4 jenis tanaman yang dapat mengatasi masalah pruritus,
yaitu:

a. Kunyit (Curcuma domestica)

Gambar 13 Kunyit (Curcuma domestica)

Kunyit bisa digunakan sebagai alternatif obat eksim alami akibat kandungan
antioksidannya untuk kulit. Selain itu, curcumin, bahan aktif yang ada dalam kunyit,
memiliki sifat anti-inflamasi dan bakterisida yang membantu mengobati peradangan dan
gatal kulit. Bagian tanaman yang digunakan adalah rimpang kunyit. Cara pengolahannya
adalah rimpang kunyit sebanyak 1 siung dicampur dengan asam dan minyak kelapa
secukupnya setelah itu dioleskan pada kulit yang bermasalah selama 1-3 kali sehari.
b. Kelapa (Cocos nucifera)

Minyak kelapa, memiliki khasiat anti jamur, anti bakteri, antimikroba dan antioksidan.
Selain itu, minyak kelapa mengandung nutrisi seperti asam laurat, vitamin K dan E, yang
Gambar 14 Kelapa (Cocos nucifera)
membantu memerangi gatal dan menghasilkan efek sejuk di kulit. Berkhasiat untuk
pengobatan penyakit kurap, kudis, dan radang kulit. Bagian tanaman yang digunakan
adalah buah kelapa (minyak kelapa). Cara pengelolaannya adalah buah kelapa diolah
menjadi minyak kelapa kemudian diperlukan sebanyak 1 sendok makan dan kapur sirih
secukupnya setelah itu diaduk rata seperti salep setelah dioleskan ke kulit yang sakit
selama 1-3 kali sehari.

c. Kecubung Hutan (Brugmansia suaveokens)

Kecubung mengandung beberapa senyawa kimia, diantaranya : hiosin, co-oksalat, zat


Gambar 15 Kecubung Hutan
lemak, atropin (hyosiamin)
(Brugmansia suaveokens)
dan skopolamin. Kandungan ini membuat Kecubung berkhasiat
untuk pengobatan penyakit eksim. Bagian tanaman yang digunakan adalah buah kecubung
hutan. Cara pengelolaannya adalah buah kecubung hutan 1 buah diiris dan dicampurkan
dengan pinang, sirih dan kapur lalu dioles ke kulit yang sakit secara merata selama 1-2 kali
sehari. Sebelum diobati eksim tersebut dibersihkan dengan air panas terlebih dahulu.
d. Sirih (Piper bettle L.)

Gambar 16 Sirih (Piper bettle L.)


Tanaman daun sirih ini mengandung kaya akan kandungan seperti saponin, tannin, eugenol
dan minyak esensial yang mempunyai peran dalam menjaga kesehatan tubuh. Selain itu,
kandungan anti-septik dan antiiflamasi yang terdapat pada daun sirih. Ternyata dapat
mempunyai khasiat dalam menghilangkan rasa gatal akibat penyebab utama datangnya
penyakit eksim. Berkhasiat untuk pengobatan penyakit gatal-gatal atau koreng. Bagian
tanaman yang digunakan adalah daun sirih. Cara pengolahannya adalah daun sirih
sebanyak lima helaian ditambah air secukupnya untuk direbus hingga mendidih lalu
didiamkan agar dingin, setelah itu dibilas pada kulit yang gatal selama 1-2 kali sehari.
Hasil wawancara terbuka di masyarakat tiga Kelurahan tersebut, Curcuma domestica
(kunyit), Brugmansia suaveokens (kecubung hutan) sebagai obat eksim dan Piper betle L.
(sirih) merupakan jenis tanaman yang telah ditemukan telah banyak digunakan oleh
masyarakat sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit kulit sebagai obat gatal-gatal
pada kulit.

7. Evaluasi
Evaluasi menurut (Moorhed et al., 206)
Hasil yang diharapkan :
a. Diharapkan pola tidur teratur
b. Diharapkan gangguan rasa nyaman klien berkurang
c. Diharapkan klien terbebas dari kerusakan integritas kulit
Daftar Pustaka

Djuanda, A., 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Djuanda, A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid III. Jakarta: FakultasKedokteran
Universitas Indonesia.

Kartowigno, 2012. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Palembang: Unsri. pp.9-24.

Lemone, P., Burke, K.M. & Bauldoff, G., 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. 5th
ed. Jakarta: EGC.

Mansoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FK
UI.

Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.

Moorhed, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E., 206. Nursing Outcomes Classification
(NOC). 5th ed. Elsevier Inc.

Richard, R., 2010. Nelson Esesnsi Pediatric. Jakarta: EGC.

Siregar, R.S., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

Sudewi, N.P. et al., 2009. Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis
Penyakit Alergi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 11, p.175.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T. & Musa, S.T., 2008. Dermatitis Kontak. Fakultas Farmasi
UGM, Yogyakarta, pp.13-15.
Syarif, M., 2016. Dermatitis kontak alergik. 23 Agustus. p.13.

Trihapsoro, I., 2003. Dermatitis Kontak. Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, p.9.

Umagap, W. A., 2018. INVENTARISASI JENIS TANAMAN OBAT TRADISIONAL YANG


BERKHASIAT UNTUK PENGOBATAN PENYAKIT KULIT DI BEBERAPA
KELURAHAN PULAU TERNATE DAN TERNATE SELATAN. TECHNO, Volume 7,
pp. 70-73.

Wijaya, I.P.G.I., Darmada, I. & Rusyati, L.M.M., 2016. EDUKASI DAN


PENATALAKSANAAN DERMATITIS KONTAK IRITAN. Medika, 5, p.3. jurnal
penatalaksanaan pruiritis 2011, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung,
Bandung.

http://rsud.karangasemkab.go.id/artikel/dermatitis_kontak_alergi.pdf

Anda mungkin juga menyukai