Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TB PARU DAN HEMAPTOE

Pengertian

Tuberculosis merupakan Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya


tuberkel granuloma pada paru.

Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999).

Faktor Resiko
Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia
Tenggara.
Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan
penurunan status kesehatan.
Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi
kanker.

Gejala Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam.

Pengkajian (Doegoes, 1999)


1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.

2. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.

3. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.

4. Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.

5. Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

6. Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.

7. Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien
merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta :
EGC

(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC

Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :


Media Aescullapius.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SYOCK

I. Definisi :

Syok Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh


sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan.
(Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan
tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.
(Tash Ervien S, 2005)

II. Klasifikasi Syock :


a. Syock kupoveolenik
b. Syock distributif (berubahnya tonusvaskuler akibat neurohormonal)
c. Syock kardiogenik (kegagalan pompa jantung)
d. Syock septik
e. Syock obsmertif (obstuksi persision dan jalan keluar jantung)

III. Stadium Syock


a. Kompensasi :
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD
sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN
terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus
talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.

b. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat
intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme
energi pompo Na+K di tingkat sel.
pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila
syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori &
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang yang
terjadi timbulnya depresi muocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.

c. Irreversibel
Gogal kompersasi terlanjut dengan kuratian sel dan disfungsi sistem nultragon,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian
walausirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba,
kesadaran (koma), anuria.

IV. Penatalaksanaan Syock


Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah,
untuk jantung (oksigen deliverip)
a. Obsigonasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 100 % dengan cara :
1. Membebaskan jalan nafas.
2. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
3. Kurangi rasa sakit & auxietas.

b. suport cadiovaskuler sistem.


1. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya.
resusitasi awal volume di berikan 10 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois
secepatnya (<> 95 % ?
- responsitilasi
3. Ciculapis : - HR, kualitas nadi
- Perfusi kulit
- TD
- Praduksi urine

VI. Diagnosa dan Intervensi Perawatan


1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan COP, venus
retunpress
a. Tujuan : - Mempertahankan hemodinamik
- Status mental stabil
b. Intervensi :
1). Monitor tanda vital, perfusi perifer, intake dan output
2). Lakukan pemeriksaan BGA sesuai administrasi.
3). Berikan Oksigonasi adekuat.
4). Berikan dehidrasi parenteral sesuai advis

DAFTAR PUSTAKA

Hudek & Bolla (1997) Keperawaan Kritis pendekatan Holistik, Jakarta,EGC.


Smetter &Bare (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth,
Jakarta, EGC.
Schmacer (1997) skema diagnosa dan penatalaksanaan gawat darurat Jakarta, EGC.
Drerses, E Maryh (205) Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta EGC.
Yayasan Hulalars, Gawat Darurat 118 (2005) Pelatihan BTUS Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN SLE (SISTEMISC LUPUS ERYTHEMATOSUS)

A. Pengertian

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang


sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.

B. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

C. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

D. Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta
penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.
Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis
atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik
lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.

E. Penatalaksanaan Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.

A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah,
lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap
gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.

B. Masalah Keperawatan
1. Nyeri
2. Keletihan
3. Gangguan integritas kulit
4. Kerusakan mobilitas fisik
5. Gangguan citra tubuh

C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres
panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga,
bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap
penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat
kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa
nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk
memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa


nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari
yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara
melaksanakannya
mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air
hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan
emosional
menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang


gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya
tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :
Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
Meningkatkan pemakaian alat bantu
Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.
c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.
Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi
4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan
ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik
yang ditimbulkan enyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan
penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi


barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
b. Hilangkan kelembaban dari kulit
c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan
kompres hangat yang terlalu panas.
d. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

Definisi :

Sirosis Hepatis Adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai dengan dodul.

Etiologi :
Belum jelas

Faktor penyebab :
Alkoholik
Infeksi
Malnutrisi
Kongesti
Dll

Klasifikasi :
1. Morfologi:
a. Mikronoduler Adanya septa tipis.
b. Makronoduler Sirosis pasca necrotic.
c. Campuran sirosis mikro dan makro noduler.

2. Fungsional:
a. Kegagalan hati (Keluhan lemah, BB Menurun Dll).
b. Hipertensi portal terjadi :
- Meningkatnya resistensi portal akibat fibrosis.
- Meningkatnya aliran portal akibat distorsi hati.

ANATOMI HATI
berat hati 1500 gram.
Metabolisme hati menghasilkan panas 20 %.
Mendapat peredaran darah dari Arteri hepatica dan Vena porta.

Fungsi hati
- Mensintesa sebagian besar protein plasma, metabolisme Asam amino, Lemak, KH,
Alkohol, Obat-obatan dan membuat getah Empedu.
- Menyimpan Vit B 12 untuk kebutuhan selama 1 sampai dengan 3 Tahun dan Vit A,
D, E, K.
- Menyimpan Trigliserida sebagai cadangan Energi
Susunan Empedu :
Hati menghasilkan Empedu 1 Liter / hari. Volume ini menyusut 10 sampai dengan
20 % setelah dipekatkan di kandung empedu.
Garam Empedu :
Asam asam Empedu yaitu asam Kholat dan Kenodioksikolat disintesa dari
kolesterol.
Sintesa terjadi pada sel hati dengan penggabungan Taurine Garam Na.
90 % Garam Empedu yang terkonjugasi diserap secara aktif di dalam Ileum dan
selanjutnya di bawa ke hati.
10 % Garam Empedu lolos ke usus besar, lalu dipecah oleh bakteri menjadi Tinja.

Klik Gambar Untuk Memperbesar


Manifestasi klinik
Disebakan oleh satu/ lebuh macam kegagalan :
a. Kegagalan parenchim hati
b. Hipertensi portal
c. Enchelopalophaty
d. Ascites
Keluhan subyektif :
- Tiad ada nafsu makan, mual, perut terasa tidak enak, cepat lelah.
- Keluhan awal : Kembung
- Tahap lanjut : Icterus dan urine gelap.
Keluhan Obyektif :
a. Hati Kadang terasa keras/ tumpul
b. Limpa Pembesaran pada limpa
c. Perut Sirkulasi kolateral pada dinding perut dan ascites.
d. Manifestasi ekstra abdominal :
- Spider nervi pada bagian atas
- Eritema palmaris
- Ginekomasti dan atropi testis
- Haemoroid
- Mimisan

Pemeriksaan Laboratorium
Protrombin time memanjang
Kadar albumin rendah
Peningkatan gamma globulin G.
Urobillin feces meningkat (n = 90 280 mg/hari).
Urobillin urine meninglkat (n = 0,1 1,0 erlich u/dl).
Kadar bilirubin direk dan indirek meningkat.
(Direk n = 0,1 0,3 mg/dl. Indirek n = 0,2 0,8 mg/dl).

Pemeriksaan penunjang lain :


- Radiologi
- Esofagoskopi
- Ultrasonografi
Prognosis :
a. Adanya ikterik menetap.
b. Ascites refrakter memerlukan diuretic dosis besar.
c. Kadara labumin rendah. /< 2,5 g % (n = 3.2 4,5 g %). d. Orgam hati mengecil.
e. Perdarahan Varises esophagus. f. Kesadaran menurun g. Komplikasi neurologis.
h. Kadar protrombin rendah.

Komplikasi
1. Haematemesis melena
2. Koma hepatic.

Penatalaksanaan :
1. Sirosis hati :
a. Istirahat samapai ada perbaikan ikterus, ascites.
b. Diet rendah protein (DH III).
c. Pemberian antibiotika.
d. Memperbaiki keadaan gizi.
e. Pemberian Roborantia
2. Ascites dan Edema
a. Bed rest , dirt rendah garm 500 mg/hari, cairan dibatasi 1 lt/hari, ukur kadar
Elektrolit serum, timbang BB.
b. Kolaborasi Spirolakton 100 mg/ hari, KCL 50 mg/hari.
c. Dalam pemberian diuretic harus hati-hati untuk keadaan hipokalemi.
Pengkajian data
1. Istirahat/aktivitas
DS : Kelemahan, Fatique.
DO: Menurunkan massa otot.

2. Sirkulasi :
DS : Riwayat ganggguan kongesti (CHF), Penyakit rematik, jantung, kanker
(Malfungsi hati akibat gagl hati).
DO : Hipertensi / hipotensi
- Disritmia, suara jantung tambahan
- Distensi vena juguler, dan vena abdomen.

3. Eliminasi
DS : - Flatulensi
- Diare/konstipas
DO : Distensi abdominal.
- Menurunya suara pencernaan
- Urin pekat
- Feses seperti dempul, melena.

4.Makan/minum
DS : Anoreksia
DO : Penurunan BB, Edema.
Kulit kering, turgor jelek.
Joundice, Spider angiomos.

5. Neurosensori
DS : Depresi mental
DO : Berbicara tidak jelas
Hepatik enchelopati.

6. Nyeri/kenyamanan
DS : Kembung, pruriyus
DO : Tingkah laku membingungkan

7. Respirasi
DS : Dyspnoe
DO : Tachypnoe
Terbatasnya ekspirasi dada.

8. Sexualitas
DS : Gangguan menstruasi
DO : Atropi testis, Ginekomasti, Rambut rontok
9. Pengetahuan
DS : Riwayat pemakaian alcohol yang lama.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, pemakaian obat yang merusak fungsi hati, dll.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anorksia,
gangguan metabolisme protein,lemak,glukosa dan gangguan penyimpanan Vitamin
b. Perubahan volume cairan tubuh, berhubungan dengan malnitrisi, kelebihan
sodium/ intake cairan.
c. Resiko ketidak efektifan pola nafas berhubungna dengan ascites, menurunya
ekspansi paru.
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi
atau status metabolic.
e. Resiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan riwayat darah yang
abnormal, hipertensi portal.
f. kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi yang
didapat.

IMPEMENTASI
Diagnosa keperawatan 1.
a. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnoe, nausea.
b. Anjurkan untuk istirahat sebelum makan.
c. Beri makanan dengan jumlah kecil tapi sring.
d. Batasi minum.
e. Beri makanan rendah Protein dan kalori.
f. Monitor hasil Lab : kadar glukosa, albumin, protein total dan kadar amoniak.
g. Kolaborasi obat obatan sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Pengarapen, Tarigan, (1998). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, Edisi ketiga :
Balai penernit FKUI. Jakarta
Carpenito. L.J (2001). Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta
Sylvia A. Prince, (1995). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 4, Buku 1.
EGC. Jakarta
Doengoes M.E. (2000). Rencana Asuhan keperawatan. EGC. Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PPOM (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN)

PPOM (Penyakit Paru Obtruksi Menahun)adalah


klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis,
emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)

PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

I. BRONKITIS KRONIS
A. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)

B. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi
lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya
mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan
emfisema dan bronkiektasis.

C. Tanda dan Gejala


Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi
kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal
atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

II. BRONKIEKTASIS
A. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda
asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan
akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe.
(Bruner & Suddarth)

B. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya
dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.
Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi
meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap
tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir
bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau
segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan
alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut
atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap
kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

C. Tanda dan Gejala


1. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak
2. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif
terhadap tuberkel basil

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkografi
2. Bronkoskopi
3. CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

III. EMFISEMA
A. Pengertian
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

B. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi
dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil
elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang
berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak
langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan
ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan
hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan
demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu
komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher
atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran
keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk
mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif
selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan
upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-
iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak
pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan
yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

C. Tanda dan Gejala


1. Dispnea
2. Takipnea
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. Kelemahan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan
jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC
dan FEV

IV. ASMA
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner &
Suddarth, 2002)

B. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa
dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika
ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan
asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi;
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan
antara reseptor - dan -adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin
monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP,
yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi.
Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu
dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.

C. Tanda dan Gejala


1. Batuk
2. Dispnea
3. Mengi
4. Hipoksia
5. Takikardi
6. Berkeringat
7. Pelebaran tekanan nadi

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
Biasanya normal
Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa
digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari
proses penyakit :
Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang
patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
Apakah tampak sianosis?
Apakah vena leher pasien tampak membesar?
Apakah pasien mengalami edema perifer?
Apakah pasien batuk?
Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
Bagaimana status sensorium pasien?
Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

2. Diagnosa Keperawatan
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang
informasi.

3. Intervensi
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas
Kaji frekuensi pernapasan
Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot
bantu pernapasan
Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
Dorong latihan napas abdomen
Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
Berikan air hangat
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan
inhalasi, antimikrobial, analgesik
Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
Fisioterapi dada
Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan


ventilasi-perfusi
Mandiri :
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk
bernapas
Kaji kulit dan warna membran mukosa
Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
Auskulatasi bunyi nafas
Palpasi fremitus
Awasi tingkat kesadaran
Batasi aktivitas pasien
Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
Awasi GDA dan nadi oksimetri
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik

c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
Auskultasi bunyi usus
Berikan perawatan oral sering
Berikan porsi makan kecil tapi sering
Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Timbang BB
Kolaborasi :
Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas,


malnutrisi
Intervensi :
Awasi suhu
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan
cairan adekuat
Observasi warna, karakter, bau sputum
Awasi pengunjung
Seimbangkan aktivitas dan istirahat
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat

Kolaborasi :
Dapatkan spesimen sputum
Berikan antimikrobial sesuai indikasi

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan


kurang informasi.
Jelaskan proses penyakit
Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
Diskusikan efek samping dan reaksi obat
Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu
kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
Jelaskan efek, bahaya merokok
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode
istirahat
Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA (PERADANGAN PARU)

1. DEFINISI

Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi

2. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung

3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan
epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan
juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.2
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas
bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang
ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.2
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear
di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.2

4. MANIFESTASI KLINIK
Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39,5 C
sampai 40,5 C).
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Takipnea (25 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan
cuping
hidung,
Nadi cepat dan bersambung
Bibir dan kuku sianosis
Sesak nafas

5. KOMPLIKASI
Efusi pleura
Hipoksemia
Pneumonia kronik
Bronkaltasis
Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).
Komplikasi sistemik (meningitis)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

8. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien:
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)

Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)

Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : sputum: merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen
darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan
ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan
berlebihan, penurunan masukan oral.

10. RENCANA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum ditandai dengan:
- Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan
- Bunyi nafas tak normal
- Dispnea, sianosis
- Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi
karena ketidaknyamanan.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
- Biarkan teknik batuk efektif
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan
jalan nafas paten.
- Penghisapan sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada
faktor yang
tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
Berikan cairan sedikitnya
Rasional: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
Rasional: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret,
analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa


oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen ditandai dengan:
- Dispnea, sianosis
- Takikardia
- Gelisah/perubahan mental
- Hipoksia

Gangguan gas teratasi dengan:


- Sianosis
- Nafas normal
- Sesak
- Hipoksia
- Gelisah
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
(kuku)
atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
- Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksia
atau penurunan oksigen serebral.
- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk
efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret
untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
- Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master
venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan


ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun),
penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
- waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa
- penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
- Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
- Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
- Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
- Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan
masukan
nutrisi adekuat.
Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
- Kolaborasi
Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal
penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplaidan kebutuhan oksigen ditandai dengan:
- Dispnea
- Takikardia
- Sianosis
Intoleransi aktivitas teratasi dengan:
- Nafas normal
- Sianosis
- Irama jantung
Intervensi
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
interan.
- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
- Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan
oksigen.

5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap


ditandai dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
Nyeri dapat teratasi dengan:
- Nyeri dada (-)
- Sakit kepala (-)
- Gelisah (-)
Intervensi:
- Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat
timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
- Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila
alasan
lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
- Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang /
berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
- Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan
upaya batuk.
- Kolaborasi
Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses inflamasi ditandai dengan tujuan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan:
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB
Intervensi
- identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak
nyeri.
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
- Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang)
makanan yang menarik oleh pasien.
Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat
untuk kembali.
- Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan
malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.

7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut,
penurunan masukan oral.
Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan
keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat misalnya
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi:
- Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang,
takikardia.
Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan
kehilangan
cairan untuk evaporasi.
- Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut
mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
- Catat laporan mual/muntah
Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
- Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Ukur
berat badan sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
keseluruhan
penggantian.
- Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
- Kolaborasi
Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan
penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan

11. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan rencana tindakan menjelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknik yang telah ditentukan.

12. EVALUASI
Kriteria keberhasilan:
- Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan tindakan dihentikan
- Tidak berhasil
Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,


Jakarta.
2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,
EGC, Jakarta.
4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN : PATENT DUCTUS


ARTERIOSUS (PDA)
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah
sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada
sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi
dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila
penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan
bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan
operasi dini pada usia muda.

(IPD FKUI,1996 ;1134)

A. Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin
yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal
duktus tersebut menutup secara fungsional 10 15 jam setelah lahir dan secara
anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 3 minggu. Bila tidak
menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA).
(Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan,
yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah
lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan
lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden,
2002 ; 375)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan
angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
Ibu alkoholisme.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh
Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah
lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-
tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi
dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar
di tepi sternum kiri atas)
Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
Apnea
Tachypnea
Nasal flaring
Retraksi dada
Hipoksemia
Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

D. Pathways
Terlampir

E. Komplikasi
Endokarditis
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
CHF
Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
Enterokolitis nekrosis
Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau
displasia bronkkopulmoner)
Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
Aritmia
Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan :
Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis
dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin
(inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian
antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu
kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada
bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO
atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)

H. Pengkajian
Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas
terbatas)
Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi
jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping
yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping
keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh
dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen
dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan
dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap
penyakit anak.

J. Intervensi
1. Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan
kehangatan kulit
Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah,
periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik
pencegahan bahaya toksisitas.
Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
Berikan diuretik sesuai indikasi.

2. Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:


Monitor kualitas dan irama pernafasan
Atur posisi anak dengan posisi fowler
Hindari anak dari orang yang terinfeksi
Berikan istirahat yang cukup
Berikan nutrisi yang optimal
Berikan oksigen jika ada indikasi

3. Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :


Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan
kemampuan anak.
Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak

4. Memberikan support untuk tumbuh kembang


Kaji tingkat tumbuh kembang anak
Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle,
nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

5. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang


sesuai
Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan
yang adekuat
Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk
mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang
sama
Catat intake dan output secara benar
Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan
pada saat makan
Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu
cairan tidak dibatasi.

6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi


Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
Berikan istirahat yang adekuat
Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal

7. Memberikan support pada orang tua


Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena
memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan
memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah,
berduka, dan perasaan tidak mampu
Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi
yang jelas
Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain
dalama perawatan anak.

K. Hasil Yang Diharapkan


1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi
pembuluh paru
3. Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
4. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
5. Anak akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk
mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan
kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan
bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.

L. Perencanaan Pemulangan
Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan
kondisi penyakit
Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
- Teknik pemberian obat
- Teknik pemberian makanan
- Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda
komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM REUMATIK (JANTUNG REUMATIK)

I. DEFINISI

Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan


sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

II. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat
dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi
streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak
berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :


1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak
laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan
orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau
bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak
umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-
6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever

Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi
untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara
yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan
sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan
penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera
mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini
merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga
semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik
lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran
nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

III. PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus
golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung,
pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik
bermanifestasi kira-kira 1 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti
juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai
(75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat
digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara
bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan
tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat
bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal
erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain.
Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk
penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi
tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling
sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang
80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan
kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung;
organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain
dapat terkena tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones
yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu
mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik.
Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
IV. MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A.
Keluhan :
Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
Demam yang tinggi
lesu
Anoreksia
Lekas tersinggung
Berat badan menurun
Kelihatan pucat
Epistaksis
Athralgia
Rasa sakit disekitar sendi
Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase
ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-
waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium darah
Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

V. DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones
yaitu :
Kriteria mayor :
Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi
besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak
nyeri dan dapat bebas digerakkan.
Korea sydenham
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi
peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor :
Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien
kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
Leukositosis
Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
C-Reaktif Protein (CRF) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua
kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
Kultur positif
Ruam skarlatina
Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah :
Memberantas infeksi streptococcus
Mencegah komplikasi karditis
Mengurangi rasa sakit; demam
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
Berat badan lebih dari 30 kg 1,2 juta unit
Berat badan kurang dari 30 kg 600.000 - 900.000 unit
Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50
mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari.
Pencegahan komplikasi karditis :
Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder
menurut The American Asosiation
Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi
beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik
Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04
0,06 mg/kg BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat
diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih
dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi
bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart
Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor
menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada
beratnya keterlibatan jantung.

A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
Fungsi jantung
Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas
Status nutrisi
Tingkat ketidaknyamanan
Gangguan tidur
Kemampuan klien mengatasi masalah
Hal-hal yang dapat membantu klien
Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman
pasien
Pengkajian
Riwayat penyakit
Monitor komplikasi jantung
Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole
Tanda-tanda vital
Kaji adanya nyeri
Kaji adanya peradangan sendi
Kaji adanya lesi pada kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan : COP meningkat
Kriteria :
- Klien menunjukan penurunan dyspnea
- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi
Intervensi :
a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi jantung
c. Tirah baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang,
meditasi )
e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2 serta terapi

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan


suplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria :
- Respon verbal kelelahan berkurang
- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak
boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi :
a. Hemat energi klien selama masa akut
b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik
c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada
tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah
dihubungkan dengan korea dan temporer.
g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai
program
3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Kriteria :
- Nyeri klien berkurang
- Klien tampak rileks
- Ekspresi wajah tidak tegang
- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala
b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang,
pijatan pungung dan tehnik manajemen stress)
c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit
d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit
e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan
f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik

4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,


muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai
eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien
Kriteria :
- Nafsu makan klien bertambah
- Klien tidak merasa mual, muntah
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)
b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet
c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat
keterbatasan)
d. Memilih makanan dari daftar menu
e. Atur makanan secara menarik diatas nampan
f. Atur jadwal pemberian makanan
g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi


glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria :
- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn
- Tidak terdapat odema
Intervensi :
- Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
- Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
- Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
- Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian diuretik

6. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi


paruTujuan : pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal
Intervensi :
- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya
pernafasan
- Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas
- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
- Kolaborasi terapi O2

7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan


aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria :
- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit
- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan
berikan periode istirahat
d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

8. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.


Tujuan :
- Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam
reumatik / jantung reumatik
- Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria :
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang
muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak.
Intervensi :
a. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak
b. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
c. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan
dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot)
d. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota
tim perawatan kesehatan lainnya
e. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
f. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang
sesuai dengan usia.

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOATRITIS (PENYAKIT SENDI DEGENERATIF)

A. Pengertian

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif


atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
(Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai
pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya
perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi
(1995) osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi
yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran
patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan
subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo &
Martono Hadi ,1999)

B. KLASIFIKASI
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer ( idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
(Long, C Barbara, 1996 hal 336)

C. Penyebab
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan
wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit.
Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh
stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal
ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi
atau nodulus. ( Soeparman ,1995)

Klik Gambar Untuk Memperbesar


E. Gambaran Klinis
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi
akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya
pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan
tungkai atas.
Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
- Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
G. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan preventif
- Penurunan berat badan
- Pencegahan cedera
- Screening sendi paha
- Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
b. Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
c. Terapi konservatif ; kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-
alat ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi
d. Irigasi tidal ( pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik,
e. Pembedahan; artroplasti

H.Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
- Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan
otot.

2. Kardiovaskuler
- Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.

4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan
adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membran
mukosa.

5. Hygiene
- Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.

6. Neurosensori
- Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi

7. Nyeri/kenyamanan
- Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak
pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).

8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa

9. Interaksi Sosial
- Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.

10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.

11. Pemeriksaan Diagnostik


- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis pada
tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan ruang sendi.

I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN TIMBUL DAN INTERVENSINYA


a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Intervensi:
- Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal
- Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
saat klien beristirahat/tidur.
- Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
- Pantau penggunaan bantal.
- Dorong klien untuk sering mengubah posisi.
- Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.
- Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa kali
sehari.
- Pantau suhu kompres.
- Berikan masase yang lembut.
- Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif
sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan
pengendalian nafas.
- Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
- Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
- Bantu klien dengan terapi fisik.
Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi
- Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
- Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
- Mengikuti program terapi.
- Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program
kontrol nyeri.

b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan :


- Deformitas skeletal
- Nyeri, ketidaknyamanan
- Penurunan kekuatan otot
Intervensi:
- Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
- Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan
- Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur
malam hari tidak terganggu.
- Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika
memungkinkan
- Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan.
- Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan
pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda
penyelamat
- Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktor
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi
bagian tubuh
- Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.

c. Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan


dengan:
- Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum
- Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Intervensi:
- Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
- Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan
bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari
termasuk aspek-aspek seksual
- Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
- Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
- Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping.
- Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
- Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal aktivitas.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.
d. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan
Auskuloskeletal: Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, Depresi.
Intervensi:
- Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan
potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
- Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
- Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi rencana
untuk memodifikasi lingkungan.
- Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada
kemampuan klien.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
- Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memenuhi
kebutuhan.
e. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan
berhubungan dengan :
- Proses penyakit degeneratif jangka panjang.
- Sistem pendukung tidak adekuat.
Intervensi:
- Kaji tingkat fungsi fisik
- Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri.
- Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual.
- Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.
Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan perkembangan.
- Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.

f. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis


dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan:
- Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Intervensi :
- Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan
- Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui diet, obat-
obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.
- Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis, istirahat,
perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stress.
- Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.
- Identifikasi efek samping obat.
- Diskusikan teknik menghemat energi.
- Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan palang
keamanan.
- Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat
istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.
- Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar salisilat, PT.
- Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan/Kriteria Evaluasi:
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya hidup
yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
N Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
o Keperawatan

1. Nyeri kronis Setelah dilakukan - Kaji keluhan nyeri, catat


berhubungan tindakan asuhan lokasi dan intensitas nyeri
dengan keperawatan selama 5 (skala 0 10), catat faktor-
hari, klien akan: faktor yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa nyeri.
- Menunjukkan nyeri
hilang/terkontrol - Beri matras dan kasur keras
bantal kecil. Tinggikan linen
- Klien terlihat rileks tempat tidur sesuai kebutuhan
dapat tidur/beristirahat saat klien beristirahat/tidur.
dan berpartisipasi dalam
aktivitas - Bantu klien mengambil posisi
yang nyaman pada waktu
- Mengikuti program tidur atau duduk diskusi,
terapi tinggikan istirahat di tempat
- Menggabungkan tidur sesuai indikasi.
keterampilan relaksasi - Pantau penggunaan bantal
dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol - Dorong klien untuk
nyeri. mengubah posisi.

- Bantu klien untuk


mengompreshangat pada
sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari.

- Pantau suhu kompres

- Dorong untuk menggunakan

Kurang Setelah dilakukan - Diskusikan tingkat fungsi


perawatan diri tindakan keperawatan umum; sebelum timbul
berhubungan selama 5 hari klien akan: eksaserbasi penyakit dan
dengan potensial perubahan yang
- Melaksanakan aktivitas sekarang diantisipasi
perawatan diri pada
tingkat yang konsisten - Pertahankan mobilitas,
pada kemampuan klien kontrol terhadap nyeri dan
program latihan.
- Mendemonstrasikan
perubahan teknik/gaya - Kaji hambatan terhadap
hidup untuk memenuhi partisipasi dalam perawatan
kebutuhan perawatan diri diri, identifikasi rencana untuk
memodifikasi lingkungan.
- Mengidentifikasi
sumber-sumber pribadi - Kolaborasi untuk terapi
yang dapat memenuhi okupasi
kebutuhan.

Resiko tinggi Setelah dilakukan - Kaji tingkat fungsi fisik


terhadap tindakan keperawatan
kerusakan selama 5 hari klien dapat:- Evaluasi lingkungan untuk
penatalaksanaa mengkaji kemampuan dalam
n lingkungan - Mempertahankan perawatan untuk diri sendiri
keamanan, lingkungan
yang meningkatkan - Tentukan sumber-sumber
perkembangan finansial untuk memenuhi
kebutuhan situasi individu
- Mendemonstrasikan
penggunaan sumber- - Identifikasi sistem
sumber yang efektif dan pendukung yang tersedia
tepat. untuk klien

- Identifikasi untuk peralatan


yang diperlukan misalnya alat-
alat bantu mobilisasi.

Kurang Setelah dilakukan - Tinjau proses penyakit,


pengetahuan tindakan keperawatan prognosis dan harapan masa
(kebutuhan selama 5 hari klien akan: depan
belajar)
mengenai - Menunjukkan - Diskusikan kebiasaan klien
penyakit, pemahaman tentang dalam melaksanakan proses
prognosis dan kondisi/prognosis dan sakit melalui diet, obat-obatan
kebutuhan perawatan dan program diet seimbang,
perawatan dan latihan dan istirahat.
- Mengembangkan
pengobatan rencana untuk - Bantu dalam merencanakan
berhubungan keperawatan diri jadwal aktivitas terintegrasi
dengan termasuk modifikasi gaya yang realistis, istirahat,
kurangnya hidup yang konsisten perawatan diri, pemberian
kemampuan dengan mobilitas dan obat-obatan, terapi fisik dan
klien untuk atau pembatasan manajemen stres.
mengingat aktivitas
informasi yang - Tekankan pentingnya
diberikan melanjutkan manajemen
farmakologi terapi.

- Identifikasi efek samping


obat.

- Diskusikan teknik
menghemat energi

- Berikan informasi tentang


alat bantu misalnya tongkat,
tempat duduk dan palang
keamanan.

Beri konseling sesuai prioritas


kebutuhan klien.

Teknik manajemen stres


misalnya relaksasi progresif,
sentuhan terapeutik
biofeedback, visualisasi,
pedoman imajinasi hipnotis
diri dan pengendalian nafas.

- Libatkan dalam aktivitas


hiburan yang sesuai untuk
situasi individu.

- Beri obat sebelum aktivitas


latihan yang direncanakan
sesuai petunjuk.

- Bantu klien dengan terapi


fisik.

Gangguan Citra Setelah dilakukan - Dorong klien


tubuh tindakan keperawatan mengungkapkan mengenai
selama 5 hari klien akan: masa lalu tentang proses
penyakit, harapan masa
- Mengungkapkan depan.
peningkatan rasa percaya
diri dalam kemampuan - Diskusikan arti dari
untuk menghadapi kehilangan/ perubahan pada
penyakit perubahan gaya dirinya. Memastikan
hidup dan kemungkinan bagaimana pandangan pribadi
keterbatasan. klien dalam memfungsikan
gaya hidup sehari-hari
- Menyusun tujuan
rencana realistis untuk termsuk aspek-aspek seksual.
masa mendatang.
- Akui dan terima perasaan
berduka, bermusuhan, dan
ketergantungan.

- Perhatikan perilaku menarik


diri, penyangkalan atau terlalu
memperhatikan tubuh/
perubahannya.

- Susun batasan pada perilaku


maladaptif, bantu klien
mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat emmbantu
koping.

- Bantu kebutuhan perawatan


yang diperlukan klien.

- Beri bantuan positif bila


perlu.

- Ikutseratkan dalam
perencanaan dan pembuatan
jadwal aktivitas.

Kerusakan Setelah dilakukan - Pantau tingkat inflamasi/rasa


mobilitas fisik tindakan keperawatan sakit pada sendi.
berhubungan selama 5 hari klien dapat:
dengan - Pertahankan tirah baring/
- mempertahankan fungsi duduk jika diperlukan.
posisi dengan tidak
hadirnya kontraktor. - Jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat
- Mempertahankan atau yang terus-menerus dan tidur
meningkatkan kekuatan malam hari tidak terganggu.
dan fungsi komponen
bagian tubuh. - Bantu klien dengan rentang
gerak aktif/pasif dan latihan
- Mendemonstrasikan resistif dan isometrik jika
teknik/perilaku yang memungkinkan.
memungkinkan
melakukan aktivitas. - Dorong klien untuk
mempertahankan posisi tegak
dan duduk tinggi, berdiri dan
berjalan.
- Berikan lingkungan yang
aman.

- Kolaborasi ahli terapi


fisik/okupasi dan spesialis
vokasional.

DAFTAR PUSTAKA

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan),


Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996
Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa
Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.
Doenges, EM. (2000 ), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001),
Jakarta, EGC.
Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease Process,
Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,
Jakarta, EGC.
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut,
Jakarta, Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.
A. Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit
FKUI.
ASUHAN KEPERAWATAN VESIKOLITIASIS (BATU KANDUNG KEMIH)

A.Pengertian

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan
(ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam
ginjal (Long, 1996:322).

Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat


penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-
tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim
de Jong, 1998:1027).

Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang
merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).

Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan
sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari
mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi
pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh
hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-
lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai
pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).

Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di
kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran
perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli
2006)Email ThisClose .

B.Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung


kemih (Vesikolitiasis) adalah

1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan
protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.

2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau
tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan
batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih


Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

5. Jenis cairan yang diminum


Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh
diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus
kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.

7. Ginjal Spongiosa Medula


Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai
predisposisi metabolik).

8.Batu Asan Urat


Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria
(primer dan sekunder).

9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1.75 % kalsium.
2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3.6 % batu asam urat.
4.1-2 % sistin (cystine).

C.Pathofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi,
pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering
menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih
baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan
metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga
terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama
kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu
(Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian
dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
1. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya
agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5
hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
3. Teori Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya
kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat
mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila
terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu
jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada
lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.

D.Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi
pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan
sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula
kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer,
2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan.
Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan
menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara
perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri
tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal
(http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:

1.Hematuri.

2.Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

3.Demam.
4.Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.

5.Mual.

6.Muntah.

7.Nyeri abdomen.

8.Disuria.

9.Menggigil.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

1. Urine
* apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
* Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu,
bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
* Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
* Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
* Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
* Lekosit terjadi karena infeksi.
* Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
* Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
* Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak.
* Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini
dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi
tidak memberikan informasi yang memadai.
4. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5. Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran
kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan,
cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.

F.Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842)


adalah sebagai berikut:

1. Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh
analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak
maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi
karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli
pulmonal.
2. Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya
jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan
syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang
terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus
atau karena trauma pembuluh darah.
3. Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa
terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan
terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa
terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
4. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya
tonus otot.
5. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi,
buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda
dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya.
Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada
dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
6. Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIROSIS


I. LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme yaitu
leptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini juga dikenal
dengan nama seperti mud fever, slim fever, swamp fever, autumnal fever,
infectoius jaundice, field fever, cane cutler fever.

B. Etiologi
Penyakit yang terdapat di negara yang beriklim tropis. Berbagai subgroup yang
masing- masing terbagi dalam atas :
1. L icterohaemorhagiae dengan reservoire tikus (syndroma weil)
2. L. canicola dengan reservoire anjing
3. L pamona dengan reservoire sapi dan babi
Insiden :
Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki dan perempuan pada semua umur.

C. Manifestasi klinis
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari(kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10 hari.
Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :
1. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari)
Timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal).
Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha
pinggang,) dandiikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual,
muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan injeksi
konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk
makular/makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan, splenomegali, dan
hepatomegali.
2. Fase imun (1-3 hari)
Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara konsentrasi
C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi 39oC. Gejala lain yang
muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis, serta neuripati perifer.
3. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4)
Dapat ditemukan adanya demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur
hilang.
D. Patofisiologi
Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang
luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air kemih
binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang masuk melalui kulit maupun
selaput lendir yang luka/erosi akan menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh
melalui darah. Sistem imun tubuh akan berespon sehingga jumlah laptospira akan
berkurang, kecuali pada ginjal yaitu tubulus dimana kan terbentuk koloni-koloni
pada dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat masuk ke
dalam kemih.

Klik Gambar Untuk memperbesar

E. Komplikasi
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal ginjal,
miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan
bila terjadi selalu menyebabkan kematian.
F. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin
G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian
penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas
antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat
bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal
dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.

G. prognosis
Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya
kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor
pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan terlambatnya klien mendapat
pengobatan.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian 1. Identitis
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.

2. Keluhan utama
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal)
mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah,
diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva.
Demam ini berlangsung 1-3 hari.

3. Riwayat keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit
susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti
bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.

4. Pemeriksaan dan observasi


a. Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Review of sistem :
Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
Sistem persyrafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis
Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang teresebar pada
badan. Pretibial.
b. Laboratorium
Leukositosis normal, sedikit menurun,
Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
Proteinuria, leukositoria
Sedimen sel torak
BUN , ureum dan kreatinin meningkat
SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
Bilirubin meninggi samapai 40 %
Trombositopenia
Hiporptrombinemia
Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
Glukosa dalam CSS Normal atau menurun

5. penatalaksanaan
Lihat pada landasan teori.

6. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan
penyakitnya.
b. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit
leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan
kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong
diri, stimulasi simpatetik.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan
klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian,
ekspresi nyeri, kelemahan.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif
ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan
miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
e. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake
kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa
kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau
lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan,
f. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak
normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja
penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

B. Perencanaan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari
perjalanan penyakitnya.
Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal 36 37 0 C
- Klien bebas demam
- Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup

INTERVENSI RASIONAL

a. Bina hubungan baik dengan klien a. Dengan hubungan yang baik dapat
dan keluarga meningkatkan kerjasama dengan klien
sehingga pengobatan dan perawatan
b. Berikan kompres dingin dan mudah dilaksanakan.
ajarkan cara untuk memakai es
atau handuk pada tubu, khususnya
pada aksila atau lipatan paha.
b. Pemberian kompres dingin
c. Peningkatan kalori dan beri merangsang penurunan suhu tubuh.
banyak minuman (cairan)
c. Air merupakan pangatur suhu
d. Anjurkan memakai baju tipis tubuh. Setiap ada kenaikan suhu
yang menyerap keringat. melebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat dari
e. Observasi tanda-tanda vital kebutuhan setiap ada kenaikan suhu
terutama suhu dan denyut nadi tubuh.
f. Kolaborasi dengan tim medis d. Baju yang tipis akan mudah untuk
dalam pemberian obat-obatan menyerap keringat yang keluar.
terutama anti piretik., antibiotika
(Pinicillin G ) e. Observasi tanda-tanda
vital merupakan deteksi dini untuk
mengetahui komplikasi yang terjadi
sehingga cepat mengambil tindakan

f. Pemberian obat-obatan terutama


antibiotik akan membunuh kuman
Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses
penyembuhansedangkan antipiretik
untuk menurunkan suhu
tubuh. Antibotika spektrrum luas.

2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit


leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak
adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

INTERVENSI RASIONAL

a. Tentukan pengalaman klien a. Data-data mengenai pengalaman klien


sebelumnya terhadap penyakit yang sebelumnya akan memberikan dasar
dideritanya. untuk penyuluhan dan menghindari
adanya duplikasi.
b. Berikan informasi tentang
prognosis secara akurat. b. Pemberian informasi dapat membantu
klien dalam memahami proses
c. Beri kesempatan pada klien untuk penyakitnya.
mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
emosi wajar dan ekspresi yang
sesuai. d. Membantu klien dalam memahami
kebutuhan untuk pengobatan dan efek
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan sampingnya.
efek samping. Bantu klien
mempersiapkan diri dalam e. Mengetahui dan menggali pola koping
pengobatan. klien serta mengatasinya/memberikan
solusi dalam upaya meningkatkan
e. Catat koping yang tidak efektif kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
seperti kurang interaksi sosial,
ketidak berdayaan dll. f. Agar klien memperoleh dukungan dari
orang yang terdekat/keluarga.
f. Anjurkan untuk mengembangkan
interaksi dengan support system. g. Memberikan kesempatan pada klien
untuk berpikir/merenung/istirahat.
g. Berikan lingkungan yang tenang
dan nyaman. h. Klien mendapatkan kepercayaan diri
dan keyakinan bahwa dia benar-benar
h. Pertahankan kontak dengan klien, ditolong.
bicara dan sentuhlah dengan wajar.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit


(penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf,
syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur,
tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
- Melaporkan nyeri yang dialaminya
- Mengikuti program pengobatan
- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas
yang mungkin

INTERVENSI RASIONAL

a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, a. Memberikan informasi yang diperlukan


durasi dan intensitas untuk merencanakan asuhan.

b. Evaluasi therapi: pembedahan, b. Untuk mengetahui terapi yang


radiasi, khemotherapi, biotherapi, dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
ajarkan klien dan keluarga tentang menyebabkan komplikasi.
cara menghadapinya
c. Untuk meningkatkan kenyamanan
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dengan mengalihkan perhatian klien dari
dan aktivitas menyenangkan seperti rasa nyeri.
mendengarkan musik atau nonton TV
(distraksi) d. Meningkatkan kontrol diri atas efek
samping dengan menurunkan stress dan
d. Menganjurkan tehnik penanganan ansietas.
stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan e. Untuk mengetahui efektifitas
sentuhan therapeutik. penanganan nyeri, tingkat nyeri dan
sampai sejauhmana klien mampu
e. Evaluasi nyeri, berikan menahannya serta untuk mengetahui
pengobatan bila perlu. kebutuhan klien akan obat-obatan anti
nyeri.
f. Diskusikan penanganan nyeri
dengan dokter dan juga dengan klien f. Agar terapi yang diberikan tepat
sasaran.
g. Berikan analgetik sesuai indikasi
seperti morfin, methadone, narkotik g. Untuk mengatasi nyeri.
dll
4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,
hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan
turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan
lemak subkutan,
Tujuan :
- Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda
malnutrisi
- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

INTERVENSI RASIONAL

a. Monitor intake makanan setiap a. Memberikan informasi tentang status


hari, apakah klien makan sesuai gizi klien.
dengan kebutuhannya.
b. Memberikan informasi tentang
b. Timbang dan ukur berat badan, penambahan dan penurunan berat badan
ukuran triceps serta amati klien.
penurunan berat badan.
c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat
c. Kaji pucat, penyembuhan luka buruk.
yang lambat dan pembesaran
kelenjar parotis. d. Kalori merupakan sumber energi.

d. Anjurkan klien untuk e. Mencegah mual muntah, distensi


mengkonsumsi makanan tinggi kalori berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
dengan intake cairan yang adekuat. penurunan nafsu makan serta
Anjurkan pula makanan kecil untuk mengurangi stimulus berbahaya yang
klien. dapat meningkatkan ansietas.

e. Kontrol faktor lingkungan seperti f. Agar klien merasa seperti berada


bau busuk atau bising. Hindarkan dirumah sendiri.
makanan yang terlalu manis, g. Untuk menimbulkan perasaan ingin
berlemak dan pedas. makan/membangkitkan selera makan.
f. Ciptakan suasana makan yang h. Agar dapat diatasi secara bersama-
menyenangkan misalnya makan sama (dengan ahli gizi, perawat dan
bersama teman atau keluarga. klien).
g. Anjurkan tehnik relaksasi, i. Untuk mengetahui/menegakkan
visualisasi, latihan moderate terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
sebelum makan. perjalanan penyakit, pengobatan dan
h. Anjurkan komunikasi terbuka perawatan terhadap klien.
tentang problem anoreksia yang j. Membantu menghilangkan gejala
dialami klien.
Kolaboratif penyakit, efek samping dan
meningkatkan status kesehatan klien.
i. Amati studi laboraturium seperti
total limposit, serum transferin dan k. Mempermudah intake makanan dan
albumin minuman dengan hasil yang maksimal
dan tepat sesuai kebutuhan.
j. Berikan pengobatan sesuai indikasi

Phenotiazine, antidopaminergic,
corticosteroids, vitamins khususnya
A,D,E dan B6, antacida

k. Pasang pipa nasogastrik untuk


memberikan makanan secara
enteral, imbangi dengan infus.

5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan
kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya,
pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
- Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada
ting-katan siap.
- Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti
prosedur tersebut.
- Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo-
batan.
- Bekerjasama dengan pemberi informasi.

INTERVENSI RASIONAL

a. Review pengertian klien dan a. Menghindari adanya duplikasi dan


keluarga tentang diagnosa, pengulangan terhadap pengetahuan
pengobatan dan akibatnya. klien.

b. Tentukan persepsi klien tentang b. Memungkinkan dilakukan pembenaran


kanker dan pengobatannya, terhadap kesalahan persepsi dan
ceritakan pada klien tentang konsepsi serta kesalahan pengertian.
pengalaman klien lain yang
menderita kanker. c. Membantu klien dalam memahami
proses penyakit.
c. Beri informasi yang akurat dan
faktual. Jawab pertanyaan secara d. Membantu klien dan keluarga dalam
spesifik, hindarkan informasi yang membuat keputusan pengobatan.
tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada e. Mengetahui sampai sejauhmana
klien/keluarga sebelum mengikuti pemahaman klien dan keluarga
prosedur pengobatan, therapy yang mengenai penyakit klien.
lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
f. Meningkatkan pengetahuan klien dan
e. Anjurkan klien untuk memberikan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya. g. Mengkaji perkembangan proses-proses
penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
f. Review klien /keluarga tentang serta masalah dengan kesehatan mulut
pentingnya status nutrisi yang yang dapat mempengaruhi intake
optimal. makanan dan minuman.

g. Anjurkan klien untuk mengkaji h. Meningkatkan integritas kulit dan


membran mukosa mulutnya secara kepala.
rutin, perhatikan adanya eritema,
ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara


kebersihan kulit dan rambut.

6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output


yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran
mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.

INTERVENSI RASIONAL

a. Monitor intake dan output a. Pemasukan oral yang tidak adekuat


termasuk keluaran yang tidak normal dapat menyebabkan hipovolemia.
seperti emesis, diare, drainase luka.
Hitung keseimbangan selama 24 b. Dengan memonitor berat badan dapat
jam. diketahui bila ada ketidakseimbangan
cairan.
b. Timbang berat badan jika
diperlukan. c. Tanda-tanda hipovolemia segera
diketahui dengan adanya takikardi,
c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse hipotensi dan suhu tubuh yang
peripheral, capilarry refil. meningkat berhubungan dengan
dehidrasi.
d. Kaji turgor kulit an keadaan
membran mukosa. Catat keadaan d. Dengan mengetahui tanda-tanda
kehausan pada klien. dehidrasi dapat mencegah terjadinya
hipovolemia.
e. Anjurkan intake cairan samapi
3000 ml per hari sesuai kebutuhan e. Memenuhi kebutuhan cairan yang
individu. kurang.

f. Observasi kemungkinan f. Segera diketahui adanya perubahan


perdarahan seperti perlukaan pada keseimbangan volume cairan.
membran mukosa, luka bedah,
adanya ekimosis dan pethekie. g. Mencegah terjadinya perdarahan.

g. Hindarkan trauma dan tekanan h. Kolaborasi :


yang berlebihan pada luka bedah. - Memenuhi kebutuhan cairan yang
h. Kolaboratif kurang.

- Berikan cairan IV bila diperlukan. - Mencegah/menghilangkan mual


muntah.
- Berikan therapy antiemetik.
- Mengetahui perubahan yang terjadi.
- Monitor hasil laboratorium : Hb,
elektrolit, albumin

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja


penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
- Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan

INTERVENSI RASIONAL

a. Monitor perkembangan a. Memberikan informasi untuk


kerusakanintegritas kulit untuk perencanaan asuhan dan
melihat adanya efek kerusakan kulit, mengembangkan identifikasi awal
terhadap perubahan integritas kulit.
b. Anjurkan klien untuk tidak
menggaruk bagian yang gatal. b. Menghindari perlukaan yang dapat
menimbulkan infeksi.
c. Ubah posisi klien secara teratur.
c. Menghindari penekanan yang terus
d. Berikan advise pada klien untuk menerus pada suatu daerah tertentu.
menghindari pemakaian cream kulit,
minyak, bedak tanpa rekomendasi d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit
dokter. dan produk yang kontra indikatif

C. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri
dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor
kemajuan kesehatan klien

D. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan
langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah

DAFTAR PUSTAKA

Donna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd
Edition : WB Sauders.

Carpenito LJ. 2000. Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta

FKUA, 1984. Pedoman Diagnosis dan Ilmu Penyakit Dalam. FKUA, Surabaya

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Sylviana. 1996. Kapita Selekta Kedokteran Buku 1. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai