BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dalam pembelajaran maupun dalam penerapan asuhan keperawatan di
masyarakat.
2.1 Pengertian
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam
kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum. ( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah, khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan
Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah
kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal 517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat
atau ruas organ atau jaringan yang melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum bagian kanan dan telah
dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.
2.2 Klasifikasi
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis
linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1 inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi hernia terdiri
dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan
dinding posterior menggunakan bahan asesoris maka disebut dengan Hernioplasti.
2.3 Etiologi
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia,
prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut
karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia
umbilikalis pada anak sebelum usia dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah mengalami stadium
lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi
strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus. (Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal
315)
Kanalis ini terbuka di lateral pada anulus inguinalis abdominalis (anulus inguinalis profunda) berhubungan dengan peritoneum dan di mendial
terbuka pada anulus inguinalis superfisialis. Pada dinding dorsal terdapat lekukan peritoneum, yang terletak sesuai dengan anulus inguinalis
superfisialis yang disebut fovea inguinalis medialis, sedangkan yang dibentuk oleh anulus inguinalis abdominalis disebut fovea inguinalis lateralis.
Di antara kedua fovea ini terdapat ligamentum yang merupakan penebalan dari fascia transversa. Ini penting untuk membedakan hernia inguinalis
medialis dan lateralis.
Isi kanalis inguinalis pada pria yaitu funiculus spermaticus, dan pada wanita ligamentum teres uteri.
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan
aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah
aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio
inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal
dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang
dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis yang
menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya
hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.
2.6 Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan
menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru
lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal
seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri
terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis
tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi misalnya pada
hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior
kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila
berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang
berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga mengakibatkan
produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual
dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena
kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak
adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme
patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi
jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi
jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma. (Mansjoer, 2000, hal 314 ;
Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82).
PATHWAYS KEPERAWATAN
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn.s
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :
Tanggal Masuk : 01 februari 2016
No. CM : 23717
Pekerjaan :
Diagnosa medis : Hernia inguinalis dextra
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.s
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat :
Hubungan dengan klien : keluarga (istri)
3. Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di lipat paha kanan
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk ke rumahsakit dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kanan berdiameter sekitar 3 cm. Benjolan terlihat terutama jelas saat
pasien batuk, bersin, mengedan dan bila diberdirikan. Tapi saat pasien berbaring, benjolan tersebut hilang atau tidak nampak, ada rasa nyeri pada
benjolan dengan skala 6 dari (0-10) nyeri hanya di rasakan pada daerah benjolan.
5. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit Jantung tidak ada
- Riwayat penyakit Paru tidak ada
- Riwayat penyakit Saluran Pencernaan tidak ada
- Riwayat penyakit Genitalia tidak ada
- Riwayat Pembedahan tidak ada
8. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : klient lemah
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °c
Berat badan : 51 kg
a. Kepala : setelah dilkukan inspeksi bentuk kepala klien terlihat Simetris, kebersihan kulit kepala agak kotor, distribusi rambut banyak ,hitam dan
tidak mudah rontok. Setelah dilakukan palpasi tidak ada benjolan/edema di kepala.
b. Mata : setelah dilakukan inspeksi Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik , pupil bulat isokor, pupil merangsang cahaya mengecil, reflek mengedip
menutup saat di instruksikan menutup, reflek klopak mata membuka saat di instuksikan membuka.
c. Hidung : setelah di lakukan inspeksi septum nasal ada, lubang hidung ada dua, bentuk hidung simetris, produksi sputum tidak mengganggu jalan
nafas.
d. Telinga: setelah di lakukan inspeksi telinga kanan dan telinga kiri Simetris, kebersihan nampak tidak kotor, setelah dilkukan palpasi tidak ada nyeri
tekan pada tragus.
e. Mulut: setelah dilakukan inspeksi Mukosa tidak hiperemis, bibir tidak kering, keberishan lidah agak kotor, mulut terlihat simetris, kebersihan gigi
agak kotor, ada lubang pada beberapa gigi belakang.
f. Leher: setelah dilakukan inspeksi Trakea simetris di tengah, refleks menelan bergerak keatas.tidak pembesaran vena jugularis.
g. Thorax
- Paru-paru
Setelah dilakukan Inspeksi : ,kedalaman retraksi tidak ada, ketinggalan gerak tidak ada
Setelah dilakukan Palpasi : Vokal fremitus paru kanan sama dengan kiri
Setelah dilakukan Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
Setelah dilakukan Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada.
- Jantung
Setelah dilakukan Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada.
h. Abdomen
- Setelah dilakukan Inspeksi : ada benjolan di bagian kuadran 3 perut bawah (di atas selangkangan), bentuk perut simetris, kebersihan kulit tidak
kotor, umbilikus tidak kotor, distribusi bulu perut ada.
- Setelah dilakukan Palpasi : nyeri tekan pada benjolan di kuadran 3 perut bawah.
- Setelah dilakukan Perkusi : tidak ada kembung, turgor kulit perut 2 detik.
- Setelah dilakukan tindakan Auskultasi : Bising usus 2 x / menit
i. Status Lokalis
Regio Inguinalis Dextra
Stelah dilakukan Inspeksi : - Terlihat benjolan sebesar kelereng di daerah Inguinalis Dextra, diameter ± 1 cm.
- Saat pasien dibaringkan benjolan dapat masuk sendiri
- Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya
- Setelah dilakukan Palpasi : - Teraba benjolan, bentuk lonjong, sebesar kelereng, konsistensi kenyal, nyeri tekan ada
- Benjolan dapat didorong masuk dengan jari kelingking dalam posisi pasien berbaring
- Finger test : Benjolan diraba dengan ujung jari
- Bila anulus inguinalis ditekan keluar benjolan
9. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Tanggal spesemen sample di ambil : 01 februari 2016
Jenis pemeriksaan : satuan nilai normal
Hemoglobin : 13.1 g/dl 13 -17
Leukosit : 11.300 L 4000 – 10.000
Hematokrit : 39% 40 - 54
Eritrosit : 4.1 juta/ µL 4.4 - 60
Trombosit : 237.000 µL 150.000 – 450.000
TERAPI OBAT
Keterolax : 2 x 1 amp : (iv)
Ranitidine : 2 x 1 amp : (iv)
Ceftriaxcon : 2 x 1 vial : (iv)
4 ntoleransi aktifitas Tujuan: Aktifitas dapat maksimal1. Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai Mengurangi resiko cedera.
berhubungan terjadi. kondisi. Melatih otot tubuh akibat
dengan respon Kriteria Hasil: Memperlihatkan2. Meningkatkan aktifitas secara bertahap. tirah baring.
tubuh akibat luka kemajuan aktifitas s.d mandiri dan ada3. Merencanakan waktu istirahat sesuai Mengontrol aktifitas sesuai
post-op. respon positif terhadap aktifitas. jadwal. kebutuhan.
4. Memotivasi peningkatan dan beri
penghargaan pada kemajuan yang telah
dicapai.
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
(S.O.A.P) Tanda
Tanggal/Waktu No. DK Tindakan Keperawatan HARIAN tangan
S : klien mengatakan nyeri berkurang (skala 5)
O : pasien tampak rileks
Tindakan: Td: 120/80 mmHg
a. Kaji tanda-tanda nyeri (0-10) R : 19
01/02/2016 b. Ajarkan tehnik relaksasi. N : 78
10.00 WIB c. Berikan posisi semi fowler. S : 36,4 °C
10.45 WIB d. Berikan informasi yang akurat untuk A : masalah teratasi sebagian
10.50 WIB 1. mengurangi rasa sakit. P : intervensi dilanjutkan “ mengatur posisi semi
11.00 WIB e. Kolaborasi dalam pemberian terapi. powler dan menggunakan tehnik relaksasi”
a. menjelaskan seluruh prosedur tidakan S : pasien mengatakan sudah mengerti tentang
kepada klien dan perasaan yang mungkin tindakan pembedahan yang akan dilakukan
muncul pada saat melakukan tindakan. O : pasien tampak rileks
02 februari 16 b. mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik Td: 120/80 mmHg
10.00 WIB pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea, R : 19
ekspresi cemas non verbal). N : 78
10.20 WIB c. menemani pasien untuk mendukung keaman S : 36,4 °C
dan menurunkan rasa takut. A : masalah teratasi sebagian
d. meninstruksikan pasien untuk menggunakan P : intervensi dilanjutkan “ menggunakan tehnik
13.45 WIB 2. teknik relaksasi relaksasi”
02 pebruari Tindakan: S : klien mengatakan bisa menahan nyeri skala : 5
2016 a. Kaji pengalaman nyeri pasien, dan namun masih merasa sedikit pusing
mendorong tingkatkan istirahat O : klien terlihat sedikit lemas
17.30 WIB b. Memonitor intake nutrisi - S: 36°C
c. menetukan tingkat nyeri yang dialami. - N: 80 x/mnt
d. Pantau keluhan nyeri. - RR: 24 x/mnt
e. Ajarkan tehnik relaksasi. - TD: 130/70 mmHg
19.00 WIB 3. f. Anjurkan mobilisasi dini. A : masalah teratasi sebagian
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi. P : intervensi dilanjutkan : tingkatkan istirahat dan
monitor intake nutrisi
S : Klien mengatakan sudah dapat melakukan
Tindakan: BAK sendiri Keluhan nyeri 3.
a. Jelaskan batasan aktifitas pasien sesuai O : kliaen tampak rileks
kondisi. Td : 120 / 90 mmHg
03 februari b. Tingkatkan aktifitas secara bertahap. N : 75 x /menit
2016 c. Rencanakan waktu istirahat sesuai jadwal. R : 18 x / menit
d. Berikan motivasi peningkatan dan memberi S : 36.1 °C
05.30 WIB penghargaan pada kemajuan yang telah A : malasah teratasi
4 dicapai. P : intervensi di hentikan (klien di izinkan pulang)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan mengacu pada perencanaan yang telah disusun dalam perencanaan keperawatan. Pada tahap ini penulis
melakukan tindakan berdasarkan prioritas masalah yang ditetapkan. Semua intervensi yang direncanakan telah dilakukan, dalam melakukan
implementasi, pasien dan keluarga sangat antusias dalam membantu terlaksananya proses pelaksanaan, sehingga tercapainya tujuan yang diharapkan.
Pada diagnosis nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit), telah dilakukan tindakan keperawatan, yaitu: Mengkaji tanda-tanda
nyeri pasien, mengajarkan tehnik relaksasi, memberikan posisi semi fowler, memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa sakit, dan
kolaborasi dalam pemberian terapi.
Pada diagnosis ansietas beerhubungan dengan rencana pembedahan telah dilakukan tindakan keperawatan yaitu: menjelaskan seluruh prosedur
tidakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan,mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat
kecemasan (takikardi, takipnea, ekspresi cemas non verbal), menemani pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa takut ,Instruksikan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Pada diagnosis nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah), telah dilakukan tindakan keperawatan, yaitu: Mengkaji
pengalaman nyeri pasien, dan menetukan tingkat nyeri yang dialami, memantau keluhan nyeri, mengajarkan tehnik relaksasi, menganjurkan
mobilisasi dini dan kolaborasi dalam pemberian terapi.
Pada diagnosis Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op, telah dilakukan tindakan keperawatan, yaitu:
Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai kondisi, meningkatkan aktifitas secara bertahap, merencanakan waktu istirahat sesuai jadwal, memotivasi
peningkatan dan memberi penghargaan pada kemajuan yang telah dicapai.
BAB V
EVALUASI
5.1 Kesimpulan
Setelah mendalami dengan teliti melalui pembandingan antara konsep medik dan konsep pemberian asuhan keperawatan pada pasien
Herniatomi dengan kenyataan kasus yang penulis hadapi, maka ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, diantaranya sebagai berikut.
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek Kongenital atau yang didapat.
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti Peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki
defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. (dr. Jan Tambayong. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC,2000.)
Penyebab penyakit Hernia dapat diakibatkan beberapa hal seperti :
1. Kongenital disebabkan kelemahan pada otot merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan intra
abdomen. Kelemahan otot tidak dapat dicegah dengan cara olahraga atau latihan-latihan.
2. Obesitas adalah salah satu penyebab peningkatan tekanan intra-abdomen karena banyaknya lemak yang tersumbat dan perlahan-lahan mendorong
peritoneum. Hal ini dapat dicegah dengan pengontrolan berat badan.
3. Pada Ibu hamil biasanya ada tekanan intra-abdomen yang meningkat terutama pada daerah rahim dan sekitarnya.
4. Mengedan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen.
5. Dan terlalu seringnya mengangkat beban berat.
Menurut Oswari E. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993. Komplikasi yang dapat terjadi dari Hernia Inguinalis adalah Hernia
berulang, Kerusakan pada pasokan darah, testis dan saraf, Pendarahan yang berlebihan / infeksi luka bedah, Luka pada usus (jika tidak hati-hati),
Setelah Herniografi dapat terjadi Hematoma, Fostes urin dan feses, Residip, dan Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
Melihat perkembangan penyakit Hernia dan masalah yang ditimbulkan, perlu deteksi dini untuk mendapatkan tindakan yang tepat agar tidak
terjadi komplikasi. Salah satu tindakan yang tepat adalah pembedahan, karena pembedahan akan menyingkirkan atau mengurangi gejala dari
komplikasi.
Lingkungan dan pola hidup serta aktifitas pasien juga mendukung timbulnya penyakit yang ada hubungannya dengan resiko timbulnya Hernia.
Ini diperlukan peningkatan pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan kepada pasien untuk dapat membantu proses penyembuhan
penyakit.
Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan melemahnya otot-otot normal. Hernia
diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia inguinalis
atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah Hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus
hernia dan diafragmatik Hernia.
5.2 Saran
Berdasakan kesimpulan diatas maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan yang ada kaitannya dengan masalah
Hernia. Adapun saran yang penulis sampaikan adalah:
1. Bagi pasien:
Diharapkan agar pasien melatih penguatan otot yang mungkin dapat membantu menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan
menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah Herniasi. Karena awal pengkajian dan diagnosis Herniasi sangat membantu dalam
pencegahan tercekik. Setelah Herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi
pada cekikan.
2. Bagi perawat dan tenaga kesehatan:
Selalu mengingatkan pasien tentang cara-cara membatasi terjadinya kontribusi cekikan yang memperparah kondisi pasien.
3. Bagi siswa:
Memberikan informasi yang benar kepada lingkungan sekitar tentang batasan-batasan mengangkat beban yang berat, mengedan dan faktor-
faktor ain yang dapat menimbulkan Hernia.
DAFTAR PUSTAKA
mawan Kartono,dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
nges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
an Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Taufan Nugroho, 2011. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Jakarta:
d out. 2007. hospitalisasi. Prodi keperawatan, Semarang.
:// nugealjamela.blogspot.com, diakses 12 agustus 2010
atavicius, Donna, et.All. 2000. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B SaundersCompany.
n L. Cameron. 1997. Current Surgical Therapy. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mone, and Burke, M.K. 2000. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in ClientCare. Second Edition. New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
wis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
wis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
g C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2. Jakarta: EGC
nsjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC
wari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia.
mour I. Schwartz, et.All 2000. Principles of Surgery. Companion handbook. Jakarta: EGC.
msuhidayat, et.al. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
msul Hidayat R. dan Wim De Jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC
mbayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
ng, 2004. Wong’s nursing care of infant and children. St. Louis.